Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ferry Chandra
Abstrak :
Latar Belakang: Penelitian mengenai petanda inflamasi akut terkait pajanan uap las pada pekerja las sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, tidak semua penelitian tersebut sepakat terjadi perbedaan jumlah petanda inflamasi akut sesudah terpajan uap las. Penelitian ini ingin mengetahui apakah terjadi perbedaan jumlah petanda inflamasi akut akibat pajanan uap las dengan sel netrofil mukosa hidung sebagai petanda inflamasinya. Metode:Pada penelitian longitudinal ini, 110 pekerja di sebuah perusahaan pembuat knalpot diperiksa jumlah sel netrofil mukosa hidungnya sebelum dan sesudah terpajan uap las serta diukur kadar logam Kromium, Besi, Mangan, dan Aluminium dalam darah pada 40 pekerja diantaranya. Dilakukan pengukuran kadar logam Cr, Fe, Mn, dan Al di lingkungan kerja untuk menilai kadar pajanan. Hasil:Pengukuran lingkungan menunjukkan kadar Kromium, Besi, Mangan, dan Aluminium udara berada di bawah Nilai Ambang Batas. Sel netrofil sediaan apus sebelum dan sesudah terpajan uap las 8 jam sama – sama berjumlah 2 sel/10 lpk (p = 0,233). Pada penelitian ini juga ditemukan kadar dalam darah logam Cr sebesar 1,03 µg/l; logam Fe sebesar 283.787,73 µg/l; logam Mn sebesar 14,96 µg/l; dan logam Al sebesar 25,68 µg/l. Kesimpulan:Tidak ditemukan perbedaan jumlah sel netrofil mukosa hidung yang bermakna secara statistik akibat pajanan uap las. ......Background and Objective: Many studies about acute inflammation marker regarding metal fume exposure have been conducted but not all agree that metal fume exposure will raise acute inflammation response. One of the acute inflammation markers is nasal mucous neutrophil and this study was conducted to investigate the difference of neutrophil count after being exposed to metal fume as acute inflammation response. Methods: This study used a longitudinal design with 110 welders as subjects. Nasal mucous neutrophil data was collected before and after 8 hours metal fume exposure. Metal fume (i.e. Chromium, Iron, Manganese, and Aluminum) exposure in the work place was measured with AAS while blood metal level in 40 subjects among them was with ICP-MS. Results: Chromium, Iron, Manganese, and Aluminum fume level in the work place was under Threshold Limit Value while Chromium, Iron, Manganese, and Aluminum blood level was 1,03 µg/l; 283.787,73 µg/l; 14,96 µg/l; and 25,68 µg/l respectively.Neutrophil count before and after 8 hours metal fume exposure didn’t show any difference with statistically significance (p = 0,233) Conclusions: There was no statistical significant increase of nasal mucous neutrophil regarding metal fume exposure
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Grevillea
Abstrak :
Latar Belakang: Perkembangan anak adalah aspek yang sangat penting di awal kehidupan anak. Ada banyak faktor yang berperan dalam menentukan perkembangan anak, Saat ini, begitu banyak pusat pelayanan dan pendidikan dini untuk anak di Indonesia. Pusat-pusat tersebut mempunya ikatan erat dengan status perkembangan anak. Namun, jumlah riset yang membahas hubungan antara perkembangan anak dengan pelayanan dan pendidikan anak usia dini masih minim. Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Sampel penelitian berasal dari anak-anak di tempat penitipan anak dan kelompok bermain Taman Pengembangan Anak (TPA) Makara yang sudah menjalani uji Denver Developmental Screening Test II (DDST-II). Orangtua subyek dan staf TPA Makara dilibatkan untuk menjawab kuesioner. Data sekunder yang dikumpulkan dari hasil DDST II dan data primer kuesioner dianalisis menggunakan SPSS versi 20 dengan metode Chi Square. Hasil: Tidak ada perbedaan signifikan antara perkembangan anak di tempat penitipan anak dan kelompok bermain TPA Makara (p = 0.232). Karakteristik subyek, orangtua subyek, fasilitas, dan aktivitas anak di rumah, tempat penitipan anak, serta kelompok bermain tidak menunjukkan hubungan yang signifikan pula dengan perkembangan anak (p > 0.05). Kesimpulan: Tidak ada perbedaan yang bermakna dan signifikan pada perkembangan anak di tempat penitipan anak dan kelompok bermain TPA Makara. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi perkembangan anak tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap perkembangan anak di tempat penitipan anak dan kelompok bermain TPA Makara. ......Background: Child development is a very important aspect in early childhood life. There are many factors that play a role in determining child developmental status. Currently, there are many early childhood care and education centres in Indonesia. Those centres are really related with child development status. However, the number of research regarding the relation between child development with early childhood care and education centre in Indonesia is still lacking. Methods: This research used cross sectional study. The sample was from the children of daycare and playgroup Taman Pengembangan Anak (TPA) Makara who have done Denver Developmental Screening Test II (DDST-II). The subjects’ parents and the TPA Makara staff were also involved to answer the questionnaire given. Secondary data from the result of DDST-II and the primary data from the questionnaires were analyzed using SPSS version 20 with Chi-Square method. Result: There was no significance difference between child development in daycare and playgroup TPA Makara (p = 0.232). The characteristics of the subjects, subjects’ parents, facilities, and activities for children at home, daycare, and playgroup did not show significant association too with the child developmental status (p > 0.05). Conclusion: There was no significant differences of the child development in daycare and child development in playgroup TPA Makara. The suspected influencing factors did not show significant association with child development in daycare and playgroup TPA Makara.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avina Fitri Aisyah
Abstrak :
Studi ini menjelaskan tentang penilaian risiko keselamatan kebakaran dalam hal pencegahan kebakaran fasilitas, komponen sistem fasilitas, dan manajemen darurat di Universitas Indonesia Rumah Sakit Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat keselamatan kebakaran risiko di Rumah Sakit Universitas Indonesia sesuai dengan nasional dan internasional standar. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode penelitian deskriptif dilakukan melalui observasi lapangan, wawancara, dan tinjauan dokumen dengan menggunakan instrumen daftar periksa dan Alat Penilaian Risiko ASHE. Analisis data dilakukan oleh melihat kesesuaian kondisi aktual dengan standar yang berlaku dan peraturan, kemudian menentukan tingkat risiko berdasarkan kategori yang ditetapkan oleh ASHE Alat Penilaian Risiko. Dari hasil penelitian, ditemukan aspek-aspeknya yang hampir memenuhi persyaratan standar dan memiliki tingkat risiko yang dapat diterima sistem proteksi kebakaran dan komponen sistem fasilitas. Adapun cara melarikan diri rumah sakit masih ada yang tidak kompatibel dengan standar, sehingga masih ada tingkat tinggi risiko dan tindakan korektif perlu diambil. Manajemen darurat dan bencana di Indonesia rumah sakit juga sedang dikembangkan, sehingga mereka belum sepenuhnya memenuhi persyaratan dalam Indeks Keamanan Rumah Sakit WHO, terutama karena tidak tersedianya prosedur dan pelatihan belum disediakan untuk semua tim tanggap darurat
This study describes the fire safety risk assessment in terms of facility fire prevention, facility system components, and emergency management at the University of Indonesia Indonesian Hospital. The purpose of this study is to determine the level of fire safety risks at the University of Indonesia Hospital in accordance with national and international standards. This research is a qualitative research with descriptive research method carried out through field observations, interviews, and document reviews using checklist instruments and ASHE Risk Assessment Tools. Data analysis is carried out by looking at the suitability of actual conditions with applicable standards and regulations, then determining the level of risk based on the categories set by the ASHE Risk Assessment Tool. From the results of the study, it was found aspects that almost meet the standard requirements and have an acceptable level of risk fire protection system and facility system components. As for how to escape the hospital there are still incompatible with the standard, so there is still a high level of risk and corrective action needs to be taken. Emergency and disaster management in Indonesia hospitals are also being developed, so they have not fully met the requirements in the WHO Hospital Safety Index, especially because the unavailability of procedures and training has not been provided for all emergency response teams.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radite Nusa Senjaya
Abstrak :
Latar belakang: Hasil pemeriksaan kesehatan berkala tahun 2012 menunjukkan adanya 3.5% pekerja mengalami hematuria. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi adanya hubungan pajanan getaran seluruh tubuh terhadap kejadian hematuria serta pengaruh faktor-faktor lain pada pekerja mekanik forklift perusahaan alat berat. Metode penelitian: Disainyang digunakan adalah potong lintang. Data primer adalah hasil pengukuran pajanan getaran seluruh tubuh dan pemeriksaan urin lengkap sesudah bekerja. Data sekunder yang digunakan adalah hasil pemeriksaan berkala tahun 2012. Dari seluruh 136 mekanik forklift, hanya 106 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Hasil penelitian: Prevalensi hematuria pada pekerja mekanik forklift adalah 25.5%, pajanan getaran seluruh tubuh antara 0.0003 sampai 1.350m/s2. Ditemukan hubungan bermakna antara lama pajanan getaran per hari dengan hematuria (OR:2.7, 95%CI: 1.03-6.84), dan semua hematuria terpajan getaran diatas 0.21 m/s2. Kesimpulan: Adanya hubungan antara lama pajanan getaran per hari dengan risiko kejadian hematuria, pajanan selama >3jam/hari meningkatkan risiko terjadinya kejadian hematuria. Disarankan untuk menurunkan pajanan getaran dibawah 0.21 m/s2 selain membatasi waktu pajanan.Melakukan pemeriksaan berkala terutama urin lengkap untuk pekerja mekanik forklift.
Background: Results of Medical Check-Up 2012, showed that 3.5% employee have hematuria. The objective of this study is to identify if there is a relationship between whole body vibration and hematuria other factors amongforklift mechanics in heavy equipment industry. Method: This study used cross sectional design, primary data was whole body vibration andafter work urine sample analysis, secondary data used were results from medical check up in 2012. A total sample of 132 forklift mechanics, were recruited, but only 106 samples meet the inclusion criteria and did not meet the exclusion criteria. Results of this study: Prevalence of hematuria was 25.5%,whole body vibration exposure was between 0.0003 until 1.350m/s2. A significant relation between daily period of vibration exposure with hematuria was found(OR:2.7, CI: 1.03-6.84), subjects with hematuria were exposed to vibration above 0.21 m/s2(3 hours showed a higher risk for hematuria. It is recommended that the vibration should be decreased to <0.21 m/s2, besides limiting the time of daily exposure. Periodic medical examination should include urine analysis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eval Heriansyah
Abstrak :
ABSTRAK Nama : Eval HeriansyahProgram Studi : S2 Magister Kedokteran KerjaJudul : Hubungan Perubahan Akut Gambaran EKG Dengan Penurunan Aktivitas Asetilkolinesterase Plasma Pada Petani Penyemprot Laki-Laki Yang Menggunakan OrganofosfatPembimbing : Astrid Sulistomo dan Budhi SetiantoLatar Belakang. Petani di Indonesia masih banyak menggunakan pestisida golongan organofosfat. Organofosfat memiliki efek toksik terhadap berbagai sistem tubuh, salah satunya sistem kardiovaskuler. Pestisida organofosfat yang masuk ke dalam tubuh manusia memengaruhi fungsi saraf dengan jalan menghambat kerja enzim kolinesterase. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan akut gambaran EKG sebelum dan sesudah pajanan organofosfat pada petani penyemprot padi laki-laki.Metode. Penelitian ini menggunakan disain potong lintang dengan rancangan pre- dan post-test tanpa kontrol di desa Pada Asih, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang dengan cara pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner, pemeriksaan fisis, dan pengamatan cara kerja. Pemeriksaan AChE dan EKG dilakukan sebelum dan sesudah penyemprotanHasil. Dari 80 subjek petani penyemprot padi, 20 subjek 25 mengalami perubahan gambaran EKG sesudah melakukan penyemprotan pestisida organofosfat. Jenis perubahannya, berupa sinus bradikardia 6,25 , pemanjangan interval QT 3,75 , peninggian gelombang T 2,5 , dan pembesaran atrium kiri 12,5 . Penurunan aktivitas AChE ditemukan rata-rata -2,29 3,25 . Tidak ditemukan hubungan bermakna antara semua faktor risiko yang diteliti usia, persentase perubahan AChE, merokok saat menyemprot, status gizi, penggunaan APD, masa kerja, lama penyemprotan, dan tugas kerja dengan perubahan gambaran EKG.Kesimpulan. Perubahan akut gambaran EKG yang terjadi pada populasi petani penyemprot padi laki-laki sebesar 25 . Perubahan aktivitas asetilkolinesterase terjadi berkisar -2,29 3,25 . Tidak ditemukan faktor risiko yang berhubungan.Kata kunci. Elektrokardiografi, asetilkolinesterase, petani, pestisida, organofosfat.
ABSTRACT
ABSTRACTName Eval HeriansyahProgram Master of Occupational MedicineTitle Acute ECG Changes Associated with Decreased Plasma Acetylcholinesterase Activity Among Male Pesticide Spraying Farmers using OrganophosphateCounselors Astrid Sulistomo and Budhi SetiantoBackground. Many farmers in Indonesia are still using organophosphorus pesticides. Organophosphates have toxic effects on various body systems, one of them is the cardiovascular system. Organophosphate pesticides that enter the human body affect the function of the nerves by inhibiting the action of cholinesterase enzymes. This study aims to determine the relationship of acute changes of ECG images before and after exposure of organophosphates among male paddy sprayers.Method. This study used cross sectional with pre and post test design without control in Pada Asih Village, Cibogo Sub district, Subang Regency. Using cluster random sampling method for sample selection. Data were collected using questionnaires, physical examination, and observation of working process. Acetylcholinesterase and EKG examination was conducted before and after spraying,Results. From 80 rice spray farmers recruited, a total of 20 subjects 25 showed changes in ECG picture after spraying with organophosphorus pesticides. The types of changes include bradycardia sinus 6.25 , QT interval lengthening 3.75 , heightening of T wave 2.5 , and left atrial enlargement 12.5 . Decrease in activity of AChE was 2,29 3,25 . No significant association between changes in ECG graph and studied risk factors age, percentage of plasma AChE changes, smoking while spray, BMI, using PPE, working period, duration of spray, and work assignment could be identified.Conclusion. Acute change in ECG picture occurred in 25 of male pesticide spraying farmers. Changes in AChE were 2,29 3,25 . No association with studied risk factors could be found.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58973
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggun Iman Hernawan
Abstrak :
Latar Belakang :Pekerja sektor informal tepi jalan merupakan salah satu kelompok pekerja yang perlu mendapat perhatian dikarenakan jumlahnya yang terus berkembang dan risiko penyakit akibat kerja yang cukup besar. Hasil studi pendahuluan menunjukkan terdapat 46,7 pekerja sektor informal pengecat mobil tepi jalan mengalami gangguan fungsi paru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pajanan logam berat dengan kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronis PPOK pada pekerja informal tepi jalan wilayah DKI Jakarta. Metode :Desain yang digunakan adalah cross sectional, dengan jumlah sampel sebanyak 90 data sekunder pekerja sektor informal tepi jalan. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik pekerja, karakteristik pekerjaan, dan kadar logam berat dalam darah. Analisis dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariate serta dengan menghitung nilai rasio prevalensi. Hasil :Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi pekerja yang mengalami PPOK sebesar 11,1 , terdapat 3 variabel yang berhubungan secara signifikan dengan PPOK, yaitu usia diatas 42 tahun OR = 12,0; 95 CI = 2,351-61,249 , perokok sedang berat OR = 8,308; 95 CI =1,646-41,920 , dan masa kerja ge;13 tahun OR = 12,84; 95 CI = 2,509-65,729 . Berdasarkan temuan prevalensi yang tinggi pada pekerja dengan PPOK maka disarankan kepada dinas tenaga kerja dan dinas kesehatan untuk melakukan upaya promotif serta preventif agar pekerja sektor informal tepi jalan dapat terjaga kesehatan dan keselamatan kerjanya.
Background Roadside informal workers is groups of workers that needs attention because of the growing number and the risk of major work related desease.The preliminary study showed that 46,7 of roadside car painting workers experienced lungfunction disorder. The aim of the study is to know the association between heavy metal exposure with the incidence of Chronic Obstructive Pulmonary Disease COPD on roadside informal workers in Jakarta. Method The design used is cross sectional. Ninety secondary data of roadside informal workers were studied. The independent variables in this research are workers characteristic, job characteristic, and levels of heavy metals in the blood. Univariate, bivariate, and multivariate analysis were performed and prevalence ratios were calculated. Result The results showed that the prevalence of workers who had COPD 11.1 . Three variables have significant association with COPD, those are age over 42 years OR 12.0, 95 CI 2,351 61,249 , heavy smokers OR 23.5 95 CI 0.024 8,607 and working time ge 13 years OR 12,84, 95 CI 2,509 65,729. Based on finding of high workers prevalence that have COPD 11,1 therefore suggested work laborer department and health department to increase the promotif and preventif effort, in order that the savety and the health status of roadside informal workers will be aware.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Halim
Abstrak :
Latar Belakang : 1 dari setiap 10 pekerja Indonesia menderita diabetes melitus (DM). Pekerja dengan DM mengalami pengurangan produktivitas disesuaikan tahun hidup (PALY) sebesar 12% dan biaya kesehatan tambahan rata-rata $USD 467 dibandingkan dengan rekan mereka yang sehat. Diagnosis dan intervensi dini memungkinkan pekerja diabetes untuk mempertahankan produktivitas dan kualitas hidup mereka. Salah satu titik masuk potensial untuk program dan kebijakan tempat kerja yang efektif mengenai skrining dan intervensi dini DM adalah klasifikasi pekerjaan pekerja. Namun, sebagian besar studi yang ada belum menggunakan konsensus internasional terpadu, menciptakan hambatan ketika mencoba menggabungkan/menggabungkan studi lintas wilayah/negara yang melibatkan kelompok pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi kontrol glikemik optimal dan parameter metabolisme pekerja diabetes. Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang memanfaatkan rekam medis pasien dari tahun 2015-2021. Klasifikasi pekerjaan pekerja diklasifikasikan menggunakan (International Classification of Occupation) ISCO-08 dan dikelompokkan menurut klasifikasi ISCO-08 yang disederhanakan oleh Lee et al. Ditemukan 2.796 pegawai yang menjalani medical check up (MCU) dan pemeriksaan HbA1c; 1.322 juga menjalani pemeriksaan glukosa darah puasa (FBG), dan 1.316 profil lipid juga. Dari daftar klien 2015-2021, kami menemukan 160 responden dengan riwayat diabetes. Namun, hanya 86 dari mereka memiliki catatan medis laboratorium yang cocok, di mana 35 memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis bivariat dilakukan melalui uji Chi-square dan/atau Fischer Exact. Hasil : Dari 2.796 responden yang menjalani pemeriksaan HbA1c, 65,8% memiliki hasil normal, 29,6% pradiabetes, dan 4,6% memiliki kadar HbA1c yang melebihi batas DM. Untuk 1.322 responden yang memeriksa FBG mereka bersama dengan HbA1c mereka, 62% memiliki kadar FBG normal, 33,1% mengalami peningkatan glukosa puasa dan 5% melebihi batas DM. Sebanyak 80,5% dari 1.316 responden yang diperiksa profil lipidnya mengalami dislipidemia. Dari 35 responden, 32 di antaranya berasal dari kelompok pekerja kerah putih (ISCO-08 kelompok 1-4), dimana 56,2% di antaranya memiliki kontrol glikemik yang optimal. Mayoritas pemeriksaan HbA1c dilakukan berdasarkan arsip dan pangkat karyawan di dalam perusahaan mereka dan bukan berdasarkan risiko kesehatan kerja atau kondisi kesehatan karyawan tersebut. Hal ini menyebabkan HbA1c yang biayanya jauh lebih tinggi dari FBG dan glukosa postprandial 2 jam, kebanyakan dilakukan pada karyawan dengan jabatan senior/tinggi. Kesimpulan : Peningkatan komunikasi dan kolaborasi lebih lanjut antara penyedia layanan medis dan klien pemangku kepentingan perusahaan diperlukan untuk memastikan alokasi sumber daya yang optimal, khususnya mengenai karyawan dengan diabetes. ......Background : 1 in every 10 Indonesian workers have diabetes mellitus (DM). Workers with DM experience a 12% productivity adjusted life years (PALY) reduction and an average of $USD 467 additional healthcare cost as compared to their healthy colleagues. Early diagnosis and intervention allows diabetic workers to maintain their productivity and quality of life. One of the potential entry point for effective workplace programs and policies regarding screening and early intervention of DM are worker’s occupational classification. However, most existing studies have yet to use a unified international consensus, creating barriers when attempting to pool/aggregate cross-regional/country studies involving occupational groups. This study aims to determine the prevalence of optimal glycaemic control and metabolic parameters of diabetic workers. Methods : This is a cross-sectional study which utilizes medical records of patients from 2015-2021. Worker’s occupational classification is classified using (International Classification of Occupation) ISCO-08 and grouped according to a simplified ISCO-08 classification by Lee et al. We found 2.796 employees who underwent medical check-up (MCU) and had their HbA1c examined; 1.322 also had their fasting blood glucose (FBG) checked, and 1.316 their lipid profile too. From the client list of 2015-2021, we found 160 respondents with a history of diabetes. However, only 86 of those had matching laboratory medical records, in which 35 met the inclusion and exclusion criteria. Bivariate analysis is performed via Chi-square and/or Fischer Exact test. Results: Of the 2,796 respondents who underwent HbA1c examination, 65.8% had normal results, 29.6% were pre-diabetic, and 4.6% had HbA1c levels that exceeded the DM cut-off. For 1.322 respondents who examined their FBG alongside their HbA1c, 62% had normal FBG levels, 33.1% experienced increased fasting glucose and 5% exceeded the DM cut-off. 80,5% of the 1.316 respondents who had their lipid profile examined had dyslipidaemia. Of the 35 respondents, 32 were from the white collar worker group (ISCO-08 group 1-4), of which 56,2% have optimal glycaemic control. A majority of HbA1c examinations were performed based upon employee’s file-and-rank within their company and not based on occupational health risk or said employee's health conditions. This causes HbA1c, which substantially costs higher than FBG and 2-hour post-prandial glucose, to be carried out mostly on employees with senior/high positions. Conclusion : Further improvement of communication and collaboration between medical service provider and client company stakeholders is needed to ensure optimal resource allocation, in particular regarding employees with diabetes.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Fitri Anggraeni
Abstrak :
ABSTRAK
Pada tahun 2016, WHO menyatakan prevalensi obesitas di dunia meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding tahun 1980 dan banyak penelitian di dunia membuktikan termasuk di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan desain mixedmethods sequential exploratory, dimulai dengan pengumpulan dan analisis data kuantitatif dilanjutkan dengan kualitatif. Penelitian bertujuan menganalisis faktor risiko gaya hidup yang melatarbelakangi obesitas pada pegawai PAU, serta faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat yang membentuk gaya hidup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko utama yang melatarbelakangi adalah kebiasaan makan banyak dan perilaku sedentari. Pimpinan perlu meningkatkan program promosi kesehatan yang efektif, melakukan pendidikan serta sosialisasi pemanfaatan fasilitas kesehatan dan meningkatkan ketersediaan fasilitas kesehatan kesehatan, kantin, dan olahraga kepada seluruh pegawai.
ABSTRACT
By 2016, WHO states that prevalence of obesity in the world has more than doubled compared to 1980, and many studies in the world have shown that, including in Indonesia. This study used mixed-methods sequential exploratory design starting with collecting and analyzing quantitative data followed by qualitative. The study aims to analyze lifestyle as risk factors that background obesity in PAU employees, such as predisposing, enabling, and reinforcing factors that create lifestyle. The results showed that the main risk factors behind the incidence of obesity were a lot of eating habits and sedentary behavior. Governance need to improve effective workplace health promotion, educate and socialize the utilization of heatlh, canteen, and sports facilities to all employees.
Universitas Indonesia, 2017
T48430
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firsty Florentia
Abstrak :
ABSTRAK Pendahuluan: Pasien HIV/Aquired immunedeficiency syndrome (AIDS) lebih berisiko untuk terinfeksi tuberkulosis (TB) dan mengalami progresifitas menjadi TB aktif lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi HIV. Pasien HIV tanpa bukti adanya TB aktif dianggap sebagai TB laten dan dilakukan pemberian isoniazid preventive therapy (IPT). Salah satunya cara diagnosis TB laten adalah dengan pemeriksaan IGRA. TSPOT®.TB adalah IGRA metode ELISPOT, mengukur jumlah limfosit T yang memproduksi interferon gamma (IFN-γ) setelah stimulasi oleh antigen spesifik Mycobacterium tuberculosis compex (MTB) yaitu ESAT-6 (panel A) dan CFP-10 (panel B). Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hasil IGRA metoda ELISPOT pada pasien HIV-TB aktif dan pasien HIV-TB laten di Pokdisus RSCM. Metode: Rancangan penelitian ini adalah potong lintang. Subjek penelitian terdiri dari 3 pasien HIV-TB aktif dan 31 pasien HIV-TB laten yang dilakukan pemeriksaan IGRA metode ELISPOT. Hasil: Gejala klinis terdapat pada semua subyek HIV-TB aktif yaitu batuk ≥ 2 minggu, demam, dan penurunan berat badan, sedangkan pada HIV-TB laten gejala klinis terjadi pada 3/31 subyek (9.7%). Pemeriksaan yang medukung diagnosis TB aktif yaitu tuberculin skin test (TST), foto paru, GeneXpert MTB/RIF, dan hasil Patologi Anatomi (PA). Pemeriksaan sputum basil tahan asam (BTA) tidak ditemukan pada semua subyek TB aktif. Hasil IGRA positif pada 10/31 subyek (32.3%) di kelompok HIV-TB laten dan 2/4 subyek pada kelompok HIV-TB aktif. Rerata spot panel A (ESAT-6) pada kelompok HIV-TB aktif adalah 37.75 (SD 46.0) spot, dan panel B (CFP-10) rerata 10.7 (SD15.3) spot. Kelompok HIV-TB laten memiliki median 1.5 (rentang 0-92 spot) untuk panel A, dan panel B median 3.0 ( rentang 0-479 spot). Kesimpulan: Pasien HIV-TB aktif lebih banyak mengalami gejala klinis dari pada pasien HIV-TB laten. Diagnosis TB aktif pada pasien HIV lebih banyak ditegakan berdasarkan klinis karena konfirmasi bakteriologis sulit ditemukan. Hasil IGRA positif ditemukan pada 2/4 subyek HIV-TB aktif, 32,3% pada subyek HIV-TB laten, dan jumlah spot belum dapat digunakan untuk menentukan HIVTB aktif dengan HIV-TB laten.
ABSTRACT Introduction. HIV/ Aquired immunedeficiency syndrome (AIDS) patients has a bigger risk to get infected by tuberculosis (TB) and progressed to active TB infection more than a people who without HIV infected. HIV patients without vidence of active TB infection are presumed as latent TB infection and need to be given isoniazid preventive theraphy (IPT). Interferon-gamma release assay which is available for identification latent TB infection, are in vitro blood test of cellmediated immune response; measuring T-cell release of IFN- γ following stimulation by antigents specific to the M. tuberculosis complex i.e ESAT-6 and CFP-10. The objective of this study is to investigate IGRA ELISPOT method in HIV-active TB infection and HIV-latent TB infection in Pokdisus RSCM Methods. This study was cross-sectional study. Interferon-gamma release assay ELISPOT method was performed on 4 HIV-active TB infection and 31 HIVlatent infection. Results. All subjects with HIV-active TB had clinical manifestations such as cough more than 2 weeks, fever and weight loss, but only 3/31 (9,7%) HIV-latent TB subjects had clinical manifestation. Other assay supporting active TB diagnosis such as tuberculin skin test (TST), chest X-ray, GeneXpert MTB/RIF and biopsies were not found in all active TB subjects. Interferon-gamma release assay was positive in 10/31 subjects (32.2%) in the HIV-active TB group and 2/4 subjects in the HIV-latent TB group. Mean spot panel A(ESAT-6) and panel B (CFP-10 in HIV-active TB are 37.75 (SD 46.0) spot and 10,7 (SD 15.3) spot. Median spot panel A and panel B in HIV-latent TB are 1.5 (range 0-92) spot and 3.0 (range 0-479) spot. Conclusion. patients with HIV-active TB has more clinical manifestation compared to HIV-latent TB patients. Active TB status more often diagnosed from clinical manifestation, because bacteriological confirmation were hard to find on patiens with HIV. IGRA positive result were found 2/4 subject with active TB patients, 32.3% in subject with latent TB, and spot count cannot yet be used for differentiating HIV-active TB from HIV-latent TB status.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlina J EL Matury
Abstrak :
ABSTRAK Disertasi ini membahas model faktor-faktor yang mempengaruhi depresi, kecemasan
dan stres pada mahasiswa S1. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan disain cross
sectional. Hasil factor analysis pada sumber masalah, didapat sumber masalah ada 3
faktor yaitu komunikasi dan adaptasi, personal dan emosional. Hasil structure equation
modeling, bahwa faktor sumber masalah dan faktor harga diri berhubungan signifikan
terhadap terjadinya depresi, kecemasan dan stres pada mahasiswa S1. Sumber masalah
merupakan faktor yang paling mempengaruhi depresi, kecemasan, dan stress pada
mahasiswa S1. Hasil penelitian menyarankan perlu ditambahkan program/kegiatan
seperti pelatihan, seminar, talk show, dan diskusi tentang peningkatan harga diri
mahasiswa.
ABSTRACT This dissertation discusses the model of factors that influence depression, anxiety and
stress in undergraduate students. This research is quantitative with cross sectional
design. The results of factor analysis on the source of the problem, the source of the
problem is that there are three factors, namely communication and adaptation, personal
and emotional. The results of structure equation modelling, that the problem and selfesteem
factors are significantly relate to depression, anxiety and stress in undergrasuate
students. The problem is the most affects depression, anxiety, and stress in
undergrasuate students. The results of the study suggest that programs / activities need
to add such as training, seminars, talk shows, discussions, about increasing student selfesteem.

Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
D2587
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>