Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Effi Setiawati
"Penelitian ini mengungkapkan pengalaman perempuan yang melakukan nikah sirri (pernikahan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama). Untuk mengetahui mengapa perempuan melakukan nikah sirri dan dampaknya, penelitian ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, konsep perkawinan menurut Islam, dan konsep diskriminasi berdasarkan gender. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan analisis yang berperspektif perempuan. Sepuluh perempuan yang menjalankan nikah sirri diwawancara secara mendalam dengan menggunakan metode penelitian oral history. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan ini menerima kerugian daripada kebaikan. Sebaliknya, laki-laki menjadikan nikah sirri sebagai alat untuk mengesahkan praktek poligami atau untuk mengingkari kewajiban mereka memberikan nafkah kepada istri, atau bahkan untuk memperlakukan istrinya secara sewenang-wenang.

This research uncovers women's experience practicing nikah sirri (a marriage which is not officially recognized by the state). While using women's own perspectives on this type of marriage, the research also apply concept of marriage in Islam, of prevailing customs, and of gender-based discriminations, to identify factors driving women to practice this marriage and its impact on women's lives. The research is using qualitative approach and analysis in women's perspective. Using oral history method, ten women practicing nikah sirri selected as subject research were interviewed. Research findings show that these women rather experience bad condition than the good one in their marriage. On the contrary, men make use of nikah sirri to legitimize their polygamous marriage as well as to free themselves from their obligation to provide financial support for the wives, or even to allow them to perform arbitrary actions against their wives."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T7130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kiki Sakinatul Fuad
"Penelitian ini mengungkapkan posisi perempuan dalam perjodohan atas dasar kafa'ah nasab (kesetaraan keturunan dalam perkawinan), dengan mengangkat pengalaman perempuan yang menerima dan menolak perjodohan. Permasalahan yang diangkat: Pertama, adanya pengaruh bias dalam menafsirkan ayat AI-Qur'an maupun Hadits yang dijadikan dasar penggunaan kafa'ah nasab tersebut. kedua, adanya perbedaan arti dalam menerima dan menolak perjodohan.
Untuk menganalisis posisi perempuan digunakan dirumuskan dalam pertanyaan turunan (1) konsep perkawinan menurut agama Islam baik syarat maupun rukunnya, kemudian melihat (2) konteks sejarah kafa'ah nasab itu sendiri dan (3) arti perjodonan bagi perempuan. Ketiga pertanyaan tersebut dianalisis menggunakan metodologi pendekatan kualitatif dan analisis berperspektif perempuan dengan pengumpulan data didasarkan pada metode wawancara mendalam kepada lima orang perempuan dengan kriteria; tiga orang syarifah yang mengalami perjodohan, seorang syarifah yang memilih menikah dengan non-Arab dan seorang perempuan Masyayikh yang menikah dengan seorang laki-laki dari golongan yang sama. Kemudian alat analisis menggunakan pandangan tiga tokoh Feminis Muslim yang menyatakan bahwa Islam menjamin kesetaraan di antara laki-laki dan perempuan, untuk melihat kepasrahan perempuan dalam menerima perjodohan saya menggunakan pandangan Multikulturalisme yang melihat adanya kesetaraan dalam perbedaan.
Hasil penelitian menunjukan adanya kesenjangan antara Ajaran Islam dan Tradisi Arab, sehingga memposisikan perempuan syarifah dan non-syarifah berbeda bahkan antara Arab dan non-Arab. Pada akhimya saya simpulkan bahwa konsep kafa'ah nasab inl lebih dekat pada tradisi Arab yang dapat dihilangkan melihat pada konsep kesetaraan yang digunakan oleh tiga Feminis Muslim tersebut, Sikap pasrah menerima yang dialami perempuan tersebut, merupakan bentuk pengakuan pada identitas kelompok yang di tempatinya dan sikap menolak perjodohan merupakan bentuk penolakan tertiadap arogansi kesukuan, karenaMultikulturalisme tidak memandang adanya kelompok yang superior (lebih tinggi) dari kelompok lainnya.

The purpose of this research is to analyze the position of Arabic women in the system of Arab's arranged marriage, which commonly based on the system of the kafa'ah nasab (equality in family rank) based on the experience of accepting and denying women. Firstly, the aim of this research is the existence of gender bias interpretation in religius texts, which supports kafa'ah nasab. Second, the different meaning between accepting and denying arrange marriage.
The position of women in this case will be analyzed by comparing the Arab's marriage system with concept of marriage in Islam, explaining the historical context of kafa'ah nasab, and showing the meaning of arranged marriage for her. All of these will be approach qualitatively from women's perspective using the theory of Multiculturalism and Moslem Feminism. The data will be gathered from in depth interview with three sharifahs (descents of Muhammad) who is still living in arrange marriage and married to non-Arab and one sharifah from masyayikh (social rank under sharifa) who married a man from the same group.
The research has found out two factors. First, there's a contras between Islamic teaching and Arab culture. According to Islamic teaching, there's no different in among human being based on sexuality, gender and ethnicity, but according to the Arab culture, women is inferior to man and Arab has higher position in than any raze on the world. Then Arab man is superior to both of women and the people. Here we can see clearly that kafa'ah nasab which is applied to protect the original generation of Muhammad, is not coming from Islamic teaching but Arab culture. Second, accepting arranges marriage for women means submission to the gender and racial bias culture and denying it means denying racial arrogance and patriarchal culture.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15251
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibah Eka Rosnelly
"Di dalam masyarakat, pekerja seks masih dianggap sebagai penyandang masalah sosial, sehingga dijauhi, bahkan hams diturnpas_ Namun, sebagai manusiag mereka scharusnya dilindungi oleh hukum dan diperlakukan Sesuai dengan amran hak asasi manusia. Dalam kenyataannya., mereka bahkan meugalami berbagai bentuk kekerasan. Unruk memahami masalah itu dan rnencari jalan keluar, penelitian ini mengkaji kasus kekerasan terhadap pekezja seks di kola Banjarmasin.
Penelirizm ini, yang mengglmakan rancangan kualitatif berperspektif feminis mengungkap bahwa pekclja scks mengalami kekerasan di sepanjang hidupnya, sebelum, dan selama menjadi pekerja seks. Tiga orang peke1ja seks menceritakan pcngalaman mereka yang membeherkan bentuk kekerasan yang sangat beragam. Mereka pemah mengalami kekerasan Gsik, psikologis, verbal, seksual, spdtual, bahkan yang berdimensi finansial seperti pemerasan, pcnyckapan, penangkapan dan dimanfaatkan oleh aparat negara untuk kcpcntingan terteutu. Akibamya timbul penderitaan iisik: Iuka-Iuka dau memar, gangguan pendengaran, gangguan organ dan fungsi reproduksi. Sementara itu penderitaan psikologisz perasaan takut dan cemas, menyalahkan diri sendiri, rendah diri, perasaan terluka yang mendalam, tidak bcrdaya dan putus asa, serta ketidakmampuan menikmati hubungan seks secara wajar. Namun mereka bertahan hidup karena stralegi tertentu dalam menghadapi kekerasan: melawan, memutuskan hubungan dengau sumber kckerasan, bersikap pasrah alau lcompromistis.

Abstract
In our society, sex workers are still regarded in those who cause social problems, thus they are isolated, even shall be annihilated. As human being, however, they shall have to be protected by the law and treated in accordance to principles of htunan rights. As a matter of fact, they even experience many kinds of violence. ln order to understand the matter and 'rind out the solution, this research studies the violence case against sex workers in Banjannasin city. This research which applies the feminism perspective based qualitative design reveals that sex workers experience violence dtuing their period of life, before and when making their life as sex workers. Three sex workers tell their experience specifying various types of violence. They ever experience physical, psychological, verbal, sexual, spiritual violence, and even linaneial violence such as squeezing, locking-up, arrest and made a better use by authority for cenain interest. As a result, they experience physical torture: wound and bmise, hearing defect, and reproductive health disorder. As psyeholical torture: fear and apprehensive, low self esteem, self blame, hopeless, and inability to enjoy a proper sexual intercourse. Nevertheless, they ny to survive their life because they use coping strategies: to resist their violence, to defend, to avoid the source of violence, submit their own fate or establish a compromise.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T6319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Effi Setiawati
"Penelitian ini mengungkapkan pengalaman perempuan yang melakukan nikah sirri (pernikahan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama). Untuk mengetahui mengapa perempuan melakukan nikah sirri dan dampaknya, penelitian ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, konsep perkawinan menurut Islam, dan konsep diskriminasi berdasarkan gender. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan analisis yang berperspektif perempuan. Sepuluh perempuan yang menjalankan nikah sirri diwawancara secara mendalam dengan menggunakan metode penelitian oral history. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan ini menerima kerugian daripada kebaikan. Sebaliknya, laki-laki menjadikan nikah sirri sebagai alat untuk mengesahkan praktek poligami atau untuk mengingkari kewajiban mereka memberikan nafkah kepada istri, atau bahkan untuk memperlakukan istrinya secara sewenang-wenang.

This research uncovers women's experience practicing nikah sirri (a marriage which is not officially recognized by the state). While using women's own perspectives on this type of marriage, the research also apply concept of marriage in Islam, of prevailing customs, and of gender-based discriminations, to identify factors driving women to practice this marriage and its impact on women's lives. The research is using qualitative approach and analysis in women's perspective. Using oral history method, ten women practicing nikah sirri selected as subject research were interviewed. Research findings show that these women rather experience bad condition than the good one in their marriage. On the contrary, men make use of nikah sirri to legitimize their polygamous marriage as well as to free themselves from their obligation to provide financial support for the wives, or even to allow them to perform arbitrary actions against their wives."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T32823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Maseri
"Permasalahan pokok dari penelitian ini adalah bagaimana peran majemuk perempuan pedagang termanifestasi dalam kerja, dan berimplikasi pada posisi faktual dalam perbandingan relatif dengan suami. Penelitian ini berperspektif perempuan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Survei dilakukan terhadap empat puluh subjek penelitian, dan se1anjutnya dipilih enam informan untuk wawancara mendalam. Selain itu, dilakukan pula wawancara dan pengamatan terlibat pada beberapa informan pendukung.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa latar- belakang terjunnya perempuan sebagai pedagang adalah tuntutan pemenuhan kebutuhan dasar keluarga yang tidak tercukupi suami. Meski pekerjaan menjadi tuntutan, tetapi dirasakan pula makna positif kerja bagi perempuan pribadi. Selain alasan pemenuhan kebutuhan finansial, hal lain yang mendukung perempuan menjadi pedagang adalah adanya dukungan, peluahg, dan kesempatan yang mereka miliki, dan pemicunya adalah anak sudah mulai mandiri.
Kegiatan kerja perempuan pedagang termanifestasi dalam kerja reproduktif, produktif, dan komunitas. Implikasi dari peran dalam kegiatan kerja itu terlihat pada posisi faktual dalam perbandingan relalif dengan suami pada kerja re-produktif terlihat menguat dengan adanya pembagian tugas rumah tangga antara anggota keluarga, baik dengan suami manpun dengan anak. Sedangkan pada kerja prodaktif juga terbukti adanya kerja sama antara suami-istri serta anggota keluarga lainnya, sehingga terlihat posisi perempuan menguat dengan dimilikinya otonomi finansial. Selanjuthya pada kegiatan komunitas terlihat adanya posisi sejajar dengan suami dengan dimilikinya kesempatan berpart isipasi dengan skala prioritas kegiatan kerja.
Hasil penalitian ini menunjukkan bahwa perempuan pedagang sebagai pencari nafkah tambahan, bahkan pencari nafkah utama, sangat besar kontribusinya dalam menunjang kebutuhan ekonomi keluarga. Meskipun demikian, perempuan pedagang tetap sebagai penanggung jawab dalam pekerjaan domestik. Peran majemuk yang disandangnya itu membuat mereka harus memikul beban majemuk pula. Di samping itu, mereka masih terbelenggu dalam kungkungan stereotipe sehingga mengalami konflik batin, seperti merasa bersalah, kurang nyaman ketika mereka tidak dapat melakukan pekerjaan domestik dengan baik.
Implikasi dari penelitian ini adalah perlu diupayakan penyuluhan dan pelatihan untuk sosialisasi kesetaraan jender kepada perempuan pedagang dan anggota keluarganya agar terbentuk jiwa yang betul-betul sadar jender. Seyogianyalah ada pembagian tugas rumah tangga Di samping itu, perlu pelatihan wirausaha kecil dan manajemen bagi perempuan pedagang pasar terapung Minna Kuin khususnva, dan Para pedagang umumnya.Untuk pemberdayaan perempuan pedagang itu, perlu dipikirkan oleh lembaga terkait agar memberikan pinjanan kredit Bank tanpa agunan dan tanpa persetujuan suami. Selanjutnya, penelitian ini juga menyarankan perlu dipikirkan penelitian pemetaan keberadaan pedagang pasar terapung Muara Kuin agar memudahkan peneliti lain yang tertarik untuk menyuarakan, mengungkap permasalahan yang dialami perempuan pedagang khususnya, dan pedagang pada umumnya."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T4253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinta Nuriyah Rahman
"ABSTRAK
Bahasan utama dalam tesis ini adalah perkawinan usia muda dan kesehatan reproduksi. Perkawinan usia muda erat kaitannya dengan kehamilan pada wanita usia muda, meskipun permasalahannya tidak persis sama. Perkawinan wanita pada usia muda merupakan masalah sosial budaya yang mempunyai aspek medis, sedangkan kehamilan pada wanita usia muda merupakan masalah medis yang mempunyai aspek social.
Agar dapat mengungkapkan pennasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan landasan teori yang meliputi faktor pendorong terjadinya perkawinan usia muda, aspek psikologis perkawinan usia muda, Islam dan perkawinan, kesehatan reproduksi, perkawinan usia muda dan kesehatan reproduksi, serta program Keluarga Berencana dan reproduksi wanita.
Penelitian ini merupakan studi kasus yang berancangan kualitatif. Subjek penelitian adalah wanita yang menikah pada usia muda dan yang mempunyai anak lebih dari lima orang, mempunyai latar belakang pendidikan pesantren atau dari kalangan pesantren, dan yang berlatar belakang pendidikan non-pesantren. Selanjutnya, wanita-wanita tersebut dikelompokkan dalam tiga golongan umur, yaitu kelompok umur 30-40 tahun, 41-50 tahun, dan 50 tahun ke atas. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran mengenai terjadinya pergeseran ataupun perubahan nilai dan persepsi tentang perkawinan usia muda dan kesehatan reproduksi pada setiap tahap umur wanita tersebut.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam yang menggunakan pedoman wawancara. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan perangkat analisis jender.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkawinan usia muda di daerah Sekar Arum tetap ada, karena dipengaruhi oleh faktor sosial-ekonomi, sosialbudaya, dan agama. Selain peranan orang tua yang mendominasi pencarian jodoh anaknya, UU Perkawinan yang berlaku sekarang belum mampu meningkatkan usia saat menikah.
Wanita yang menikah pada usia muda tersebut, dalam merawat kesehatan reproduksinya, mengacu pada kebiasaan orang tua mereka. Ternyata perawatan kesehatan reproduksi secara tradisional membuat kondisi mereka cult-up sehat dan mempunyai anak banyak. Jumlah anak yang banyak bagi ibu-ibu di Sekar Arum merupakan hal yang biasa, karena pengetahuan mereka dan juga para orang tua, sangat kurang terutama dalam bidang reproduksi dari kependudukan. Sementara itu, keputusan suami masih sangat dominan dalam menerima KB.
Mengingat perkawinan usia muda tidak akan menguntungkan bagi pembangunan, seyogyanya peraturan pelaksanaan UU Perkawinan no. 1/1974 ditinjau dan dikaji ulang, antara lain untuk menaikkan batas umur minimum bagi wanita, dari 16 tahun menjadi 20 tahun. Demikian pula dalam memberdayakan masyarakat atau wanita perdesaan, seharusnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat dan bersumber pada potensi rakyat itu sendiri.

"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T6102
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danti Pudjiati
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perilaku seksual remaja pekerja seks, risiko kesehatan reproduksi mereka dan pengalamannya memanfaatkan Iayanan klinik milik sebuah LSM di DKI Jakarta. Pendekatan kualitatif dengan menggunakan perspektif perempuan digunakan dalam penelitian ini. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, studi dokumen dan observasi.
Penelitian ini menemukan bahwa perilaku seksual informan pekerja seks menimbulkan risiko kesehatan reproduksi. Bagi remaja putri risiko itu adalah KTD, aborsi, terpapar IMS HIV-AIDS dan kekerasan seksual sedangkan bagi remaja waria adalah terpapar IMS HIV AIDS dan kekerasan seksual. Informan remaja putri maupun remaja waria mengatasi sendiri risiko kesehatan reproduksi tersebut sebelum mereka periksa di klinik. One day service yang cepat dan murah untuk pemeriksaan IMS membuat para informan ini datang ke klinik tersebut. Di samping itu, mereka dilayani dengan baik dan ramah di sana. Diperlukan penguatan kepribadian bagi remaja putri dan waria agar mereka sadar untuk meninggalkan profesi sebagai pekerja seks secepatnya karena membahayakan hidupnya di mass depan. Disamping itu negara wajib menghentikan prostitisi anak berkaitan dengan UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

This research aimed to describe sexual behavior of adolescent prostitution, their risk in reproductive health and their experiences in using the services offered by a clinic which belong to a non government organization in DKI Jakarta. Qualitative approach using women perspective was applied in this research. The data collection techniques were in-depth interview, documentation study, and observation.
This research revealed that sexual behavior of the informants who are adolescent prostitution causes reproductive health risk. For female informants the risks are unwanted pregnancy, abortion, sexually transmitted infection (STI) - HIV/AIDS and sexual violence. The risks for transgender adolescent informants are sexually transmitted infection (STI) - HIV/AIDS and sexual violence. Both informants, female adolescent and transgender adolescent, tried first to overcome those risks by taking antibiotics which sold out over the counter before going to the clinic. The one day service for examining STI which is quick and cheap makes informants prefer to visit that clinic_ Besides, they felt that they were well treated and the health providers are friendly. It needs a personal reinforcing for female and transgender adolescent to make them realize to leave prostitution as soon as possible since it is harmful for their future life. Actually, the state is responsible to stop child prostitution based on Law No 2312002 concerning child protection.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T18358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Novi Ariyanti R. Darmayanti
"Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu melihat bagaimana perempuan diposisikan dalam UU No. 10/1992 tentang Kependudukan dan KeIuarga Sejahtera, dan bagaimana kebijakan Keluarga Berencana diimplementasikan serta apa implikasinya bagi perempuan yang menjadi pengguna, khususnya bagi perempuan yang menerima pemasangan implant di luar klinik. Subyek penelitian adalah perempuan pengguna implant di suatu wilayah di Jakarta dan juga pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan program implant luar klinik, yaitu petugas KB, bidan, dan kader.
Metode yang dipakai dalarn penelitian ini adalah observasi lapangan dan wawancara mendalam kepada informan. Penelitian ini menggunakan konsep kebijakan kependudukan yang berperspektif feminis, termasuk didalamnya adalah konsep kesehatan reproduksi dan hak reproduksi serta kualitas pelayanan.
Hasil penelitian memperlihatkan, bahwa perempuan Indonesia adalah pihak yang lebih bertanggungjawab atas pengendalian penduduk sehingga menjadi sasaran kebijakan keluarga berencana melaiui pemakaian alat kontrasepsi, khususnya yang jangka waktunya 3-5 tahun yaitu implant. Proses pelayanan implant luar klinik dilaksanakan secara massal dan masih saja menggunakan sistem target yang telah ditentukan jumlah dan sasarannya, sehingga tidak dapat memenuhi standar pelayanan berkualitas yang menempatkan hak-hak perempuan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Oleh karena itu untuk mencapai kesehatan reproduksi yang optimal perlu adanya transforrnasi masyarakat yang berkeadilan gender, dan tidak membedakan layanan berdasarkan status sosial ekonomi.

This thesis has three aims, i.e: first, to examine the laws No. 1011992 on population and prosperous family, particularly the five articles regaring family planning, second, how was the policy of family planning implemented in East Jakarta and third, what was the implication toward women who became family planning acceptors, particularly those who get the implants from a free of charge implant programme, organized by the Jakarta family planning office, using the sub-district office. The research subject were women who experienced implant services provided by the BKKB DKI Jakarta team, in a sub-district of East Jakarta.
The methodology used in this research were field observations and several in depth interviews with family planning field workers and health cadres who were involved in the recruitment of potential acceptors. Some midwives who provided the implant services were also interviewed. Feminist population policy approach was used, which implied the concept of reproductive health and rights, as well as quality of care.
The research findings show that Indonesia family planning policy emphasized on the responsibility of women who should be acceptors since population growth was considered very much related to economic growth. Implant is the most effective contraceptive which can be controlled by the provided up to 3-5 years. Since the implant programme was provided outside the clinic,using the sub district office, and served 60 women at once, itu was far from a quality of care standard which introduced by Judith Bruce and Adrienne Germaine. Under the very crowded condition, the potential implant acceptors did not received quality of care services, which required good counseling, in a separate and quite room, as well as a high medical standard procedure during the inserting of the implant The tools used were not enough for every women and it was no good sterilized. In order to reach the highest possible standard of reproductive health services for the Indonsian womwn itu needs a transformation of society based on gender justice, based on respect to women and not treat then as second class citizen. The reproductive health services (including family planning services) should not be discriminating based on social economic status. Every woman should be treated equally and be given the full opportunity to exercise they rights. Woman should be empowered through good and accurate information and counseling on reproductive health matters.
l"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T20210
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eufrasia Agatha Murwani Setyaningsih
"Penelitian ini bertujuan mengungkapkan pemahaman dan pengalaman remaja awal (preteen) tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi. Bagaimana para remaja usia preteen memahami informasi yang masuk dan menerapkannya dalam kesehariannya dan pandangan-pandangan mereka bedasarkan pemahaman dan pengalaman mereka tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi. Penggalian pemahaman dan pengalaman mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi dengan berpatokan pada kata-kata kunci yaitu, pacaran, ciuman, seksi, merangsang, VCD porno, perempuan baik-baik, mimpi basah, sperma, menstruasi, bersetubuh, diperkosa, dan hamil. Informan dalam penelitian ini adalah lima orang perempuan remaja usia awal dan tiga orang remaja laki-laki usia awal. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara kelompok dari wawancara mendalam. Penelitian ini menggunakan teori-teori feminis yang menyangkut seksualitas dan kesehatan reproduksi dan psikologi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemahaman dan pengalaman remaja usia awal (preteen) sudah sangat jauh melebihi yang diduga dipahami dan diaiami remaja usia awal (preteen). Hal ini dipengaruhi oleh media, lingkungan, dan kelompok sebayanya. Beberapa pemahaman dan tindakan remaja awal (preteen) yang kurang benar dan cenderung salah ditemukan dalam penelitian ini. Hal ini berdampak tidak baik bagi perkembangan seksualitas dan kesehatan reproduksinya.

This thesis is aims to discover understanding of sexuality and reproductive health and the experiences of preteen. This thesis examine how preteen internalize the information relating to sex and reproductive health and apply it in their daily life, their views based on their own experience and understanding. There are key words in the interview; dating, kissing, sexy, blue VCD, good girl, wet dream, sperm, menstruation, having sex, raped, and pregnant. There are eight informants, five girls and three boys in this research. In depth interviews and group discussions have been used in order to obtain accurate data. Feminist theories about psychoanalysis, sexuality and reproductive health are used. Findings show that preteens know more about sexuality than the researcher expected. Preteens are very much influenced by the media, their environment, and peer group. The misunderstanding that occur, have a negative effect on their sexuality and reproductive health."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T20282
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ema Rachmawati
"Penelitian ini mengungkapkan sejauh mana pelayanan kegawatdaruratan obstetri memenuhi kebutuhan perempuan sebagai pasien kegawatdaruratan obsteri, melalui pengalaman perempuan yang pernah memanfaatkan pelayanan kegawatdaruratan obstetri di RSUD klas C Suka Maju dan Kalimalang. Untuk melihat hubungan tersebut, digunakan kerangka pikir kesehatan dan kematian maternal menunit konsep kesehatan perempuan, hak dan kesehatan reproduksi, aspek yuridis pelayanan kesehatan reproduksi, konsep pelayanan kesehatan berkualitas menurut perempuan, program aksi safe motherhood dan standar pelayanan kegawatdaruratan obstetri. Metode penelitiannya berpendekatan kualitatif dan berperspektif perempuan. Metode pengumpulan data adalah studi kasus. Subjek penelitian berjumlah 31 orang, terdiri dari subjek utama sebanyak 12 orang, yaitu pasien trias kegawatdaruratan obstetri yang bertahan hidup serta 19 orang subjek pendukung, seperti orang tua/mertua, suami, saudara ipar, teman pasien baik yang meninggal dunia maupun bertahan hidup.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan kegawatdaruratan di dua RSUD tersebut belum sesuai dengan standar pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan belum memenuhi kebutuhan perempuan sebagai pasien obstetri. Berdasarkan aspek yuridis, beberapa jenis pelayanan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hukum kesehatan dan hak reproduksi perempuan. Kenyataannya, pasien dan keluarganya lebih banyak diam dan pasrah karena superioritas dokter dan rumah sakit. Di samping itu, pasien dan keluarganya tidak memahanu tindakan apa yang bisa mereka lakukan apabila dokter melanggar hukum atau hak reproduksi perempuan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pelayanan kegawatdaruratan obstetri dapat ditingkatkan apabila ada komitmen yang kuat dari para dokter dan rumah sakit secara keseluruhan.

This Research revealed how far obstetric emergency service had satisfied woman needs as obstetric emergency patients thought woman experience who had ever gotten Obstetric Emergency Service in Local General Hospital (RSUD) Class C at both Kalimalang and Suka Maju District. To see such relation it had been applied frame of health and maternal mortality think according to woman health concept, reproductive rights and reproductive health, juridical aspect of reproductive medical service, concept of qualified medical service to them, action program of safe motherhood and obstetric emergency service standard. Method of collecting data used case study. Total research subject is 31 person comprising main subject is 12 obstetric emergency patients who has been survive, and 19 supporting subjects such as parents/parent in law, friends and cousin in law either who had passed away or as survivors.
Research result had indicated that emergency service at those two hospital had not suitable with emergency service standard as well as had not satisfied woman needs yet as obstetric patients. In side of juridical aspect some of service types may be categorized as violation on both medical laws and reproductive rights. If fact rather, patients and their family is silent and nothing to do because superiority of physicians and hospital. And patients and their family had not understood what action to do if physicians had violated laws or reproductive rights. Finally, this research may draw conclusion that obstetric emergency service may be increased if physicians and hospital had bound strong commitment totally.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T14631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>