Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rika Febriani
Abstrak :
Soft power adalah : kemapuan aktor politik internasional dalam menarik Negara lain utnuk membentuk pandangan yang sesuai dengan ide-ide yang ingin mereka kembangkan melalui budaya, ide-ide politis, dan kebijakan luar negeri. Nilai-nilai tersebut adalah nilai yang dapat dibagi secara bersama, atau yang disebut dengan norma global. Norma global ini mencakup: liberalisme, pluralisme, dan otonomi. Pada prakteknya konsep soft power ini dikembangkan oleh Amerika Serikat sebagai lawan dari hard power yang lebih bertumpu kepada kekuatan militer dan ekonomi. Menurut Joseph S Nye, orang yang menjadi arsitek dari konsep soft power. Konsep ini dijadikan prioritas dalam strategi keamanan nasional Amerika Serikat dalam menghadapi sisi gelap globalisasi dan privatisasi perang. Relasi kuasa yang terdapat pada konsep soft power ini mempunyai pola yang sama dengan konsep hegemoni yang dikembangkan oleh Antonio Gramsci melalui tulisan-tulisannya selama di penjara pada tahun 1891-1937. Hegemoni dimaksudkan oleh Gramsci adalah kepemimpinan yang sifatnya moral dan inteletual, dimana factor penyatunya adalah kesepakatan (consent) dan persuasi. Unsur-unsur seperti: ideologi budaya, filasafat dan orang-orang yang membentuknya (golongan intelektual) adalah faktor intrinsik dari hegemoni.
Soft power is the ability of international politic actor to attract another Nation. In order to shape the perspective that conforms to the ideas: culture, ideas of politics, and foreign policy. This value is the norm that can be share together or what we call the global norms, which included: liberalism, pluralism, and autonomy. In practice, the concept of soft power promote by United States as contrasted with hard power. Hard power rests primarily in the power of military and economy. According to Joseph S Nye, The founder of this theory, soft power is the priority in the national security strategy of the United States to confront with the dark side of globalization and the privatization of war. The power relation in the concept of soft power has the same pattern with the concept of hegemony from Antonio Gramsci. Hegemony according to Gramsci is a model of leadership that based on moral and intellectual, the cement factor is consent and persuasion. The element such as: ideology, culture, philosophy and the intellectuals are the intrinsic factor of hegemony. This comparison of two concepts is the core point in my theses. Which based on two primary books: Soft Power, The Means to Success in World Politics by Joseph S. Nye and The Prison Notebooks by Antonio Gramsci. Although this two concept is contradict; in the one side bring the spirit of liberalism, and the other side bring the spirit of socialism, but they are equal in practice. I make the praxis of soft power as my object material and the concept of hegemony as an object formal
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S16061
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Annisa Noor
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai tindakan Amerika Serikat yang tergambar pasca peristiwa serangan teroris 11 September di Amerika Serikat yang dinilai merupakan bentuk terorisme itu sendiri. Kontrol pikiran melalui propaganda media yang dilancarkan Amerika Serikat merupakan senjata kasat mata yang dapat mengenai sasaran tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Salah satu solusi yang bisa diterapkan untuk problem ini adalah Sosialisme Libertarian a la Noam Chomsky. Yang dimaksud sosialisme libertarian di sini adalah, penghapusan instansi, kelompok, atau kekuasaan yang menindas kaum inferior sehingga masyarakat tersebut tidak dapet mengemban hak dan kewajibannya secara penuh. ......This thesis discusses the act of the United States which reflected after the events of the September 11 terrorist attacks in the United States that assessed a form of terrorism itself. Thought control through media propaganda which the United States launched is an invisible weapon which can hit a target without being limited by space and time. One workable solution for this problem is Noam Chomsky’s Libertarian Socialism. What is meant here is, the elimination of agencies, groups, or the powers that oppress the inferior so that people are unable to take on the rights and obligations fully.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S52426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tutu Citra Resmi
Abstrak :
Konflik telah dikenal sejak manusia berinteraksi untuk menjalin sebuah komunikasi. Dalam menjalin sebuah komunikasi manusia tentu ada kalanya memiliki perbedaan pendapat,paham, maupun argumennya masing-masing. Perbedaan pendapat ini yang kerap menimbulkan konflik itu sendiri. Filsafat mengkaji banyak bidang salah satunya adalah bidang politik. Politik tidak dapat dipisahkan dengan sistem yang berlaku dalam pemerintahan. Demokrasi merupakan sebuah sistem yang telah dikenal sejak abad ke 20 begitu pula dengan liberalisme. Seiring berjalannya waktu, demokrasi dan liberalisme dihadapkan pada suatu konflik pertentangan ideologi yang akhirnya melahirkan sebuah sistem baru dalam ketatanegaraan yaitu demokrasi liberal. Demokrasi liberal mengandung paradoks dalam dirinya, dan melalui demokrasi radikal Chantal Mouffe akan dilakukan pembongkaran atas sifat paradoksnya. ......The conflict has been known ever since human beings interact to establish a communication. In establishing a human communication would sometimes have disagreements, understanding, and argument respectively. This difference of opinion that often lead to conflict. Philosophy examines many areas one of which is politics. Politics can not be separated with the prevailing system of government. Democracy is a system that has been known since the 20th century as well as with liberalism. Frequent passage of time,democracy and liberalism are faced with a conflict that eventually led opposition ideology of a new system that is constitutional dala liberal democracy. Liberal democracy contains the paradox it in self and through radical democracy Chantal Mouffe be unloaded on the nature of the paradox.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46381
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Budiawan
Abstrak :
Demokrasi liberal belakangan dianggap mampu untuk menyelesaikan pelbagai permasalahan yang timbul pada abad belakangan. Berbagai kemajuan tidak semata bersandar pada ekonomi melainkan juga dalam budaya dan kehidupan sosial manusia modern. Namun demokrasi liberal tidak selamanya tanpa cela. Ketika segalanya nyaris sempurna ternyata demokrasi meninggalkan noda dalam diri antagonisme yang ditelantarkan di ujung jalan. ANtagonisme sendiri secara ringkas dapat dikatakan merupakan dasar dari segala sesuatu. Perbedaan yang dimaknai sebagai pertentangan merupakan kondisi hakiki. Pertentangan tidak semua nyata benturan-benturan fisik melainkan juga kepentingan-kepentingan yang semakin kompleks dan melebar. Melemahnya antagonisme dalam demokrasi liberal, menyimpan kemungkinan akan bangkitnya yang totaliter dalam diri demokrasi liberal. Hal tersebut dapat terjadi karena totaliter bukan berarti pasti meniadakan kebebasan, tetapi bagaimana jika kebebasan malah dimaknai secara berlebih-lebihan serta dianggap yang paling mulia? Walaupun dapat dikatakan jauh panggang dari api terhadap kemungkinan tersebut dapat terjadi, tetapi demokrasi liberal tidak dapat menutup mata atas kemungkinan tersebut. Demokrasi menempatkan ruang kosong yang menyimpan kondisi untuk terus-menerus diisi. Tidak ada yang menetap pasti sehingga jawaban bagi kemungkinan tersebut adalah mengembalikan dan menjadikan antagonisme sebagai cawan demokrasi liberal
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S16164
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Okto Danamasi
Abstrak :
Identitas merupakan salah satu tema utama dalam filsafat. Pada pemikiran modern, identitas didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat tunggal, absolut, dan closure. Amartya Sen mengkonscpkan identitas modern sebagai ilusi identitas tunggal. Ilusi identitas tunggal merupakan reduksionisme atas adanya afiliasi Inajemuk, peran nalar dan pilihan manusia tentang identitas yang memicu tei jadinya kekerasan. Pemikir kontemporer melihat kekerasan berakar dari problem identitas. Identitas yang closure mendapat tantangan dari para pemikir kontcmporer. Kwame Anthony Appiah menjelaskan bat-ma identitas bukanlah sesuatu yang melekat pada subjek atau terdeterminasi oleh komunitas melainkan terfragmentasi dalam identitas-identitas lokal yang bersifat partikular. Identitas merupakan sumber nilai yang dimiliki subjek. Berangkat dari pemahaman ini, Appiah menekankan bahwa masyarakat kontemporer membutuhkan aturan hidup beisama yang baru yaitu etika kosmopolitan. Etika kosmopolitan menjelaskan bahwa benturan nilai etis dan nilai moral tidak selalu berujung pada kontlik. Konflik yang berujung pada kekerasan sering terjadi di Indonesia. Berangkat dari konflik SARA di Indonesia belakangan ini, analisa pemikiran Iilsafat kontemporer rasanya sesuai dengan situasi yang terjadi. Kekerasan merupakan salah satu N vajah Opresi. Opresi dan dominasi dalam masyarakat kontemporer adalah tanda ketidakadilan. Masyarakat kontemporer merupakan masyarakat mutikultur yang terdiri dari berbagai nilai budaya, etnis, agama dan kultural membutuhkan sistem politik yang mampu mengakomodasi seluruh elemen kelompok sosial sehingga menjamin tegaknya keadilan. Iris Marion Young menawarkan politik perbedaan sebagai sistem politik yang mampu mengakomodasi perbedaan sekaligus mengemansipasi kelompok subaltern. Politik perbedaan mendefinisikan ulang perbedaan sebagai sesuatu yang relasional dan fugsional. Politik perbedaan berangkat dari konsep identitas diskursif. Identitas diskursif bersifat fluid, kontekstual, dan fragmented. Sistem politik yang sesuai dengan masyarakat multikultur adalah politik perbedaan. Politik perbedaan menawarkan keherpihakan negara terhadap kelompok tertentu yaitu kelompok subaltern. Keherpihakan negara menjamin suara-suara minoritas muncul dalam sirkulasi diskusi publik
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S15989
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Dozan Wijaya
Abstrak :
Skripsi ini membahas kemungkinan transformasi struktur kooperatif dalam situasi opsional seperti yang dimodelkan dalam teori permainan Stag Hunt. Transformasi struktur kooperatif tersebut dapat dimodelkan dengan interaksi 8 arah angin yang secara bertahap akan mengubah interaksi di dalamnya. Untuk mencapai transformasi struktur kooperatif tersebut dibutuhkan pendasaran rasionalitas. Stag Hunt memuat asumsi rasionalitas ketakutan yang menghasilkan keraguan untuk bersikap kooperatif ataupun tidak. Apa yang rasional untuk dipilih seseorang tergantung pada apa yang ia percayai akan dipilih oleh lawan mainnya. Rasionalitas instrumental tidak dapat menyelesaikan permasalahan ketakutan karena ia berfokus pada asumsi homo oeconomicus yang individual. Dibutuhkan kerja rasionalitas yang terbuka dan mengandung aspek sosial. Rasionalitas konsensus merupakan rasionalitas yang berbasis pada bahasa yang pada dasarnya bersifat sosial dan pada karakter reflektif yang terbuka dan tidak terdistorsi. Rasionalitas konsensus membuat agen memperbincangkan kembali ketakutan yang ada sehingga transformasi struktur sosial pun dapat terjadi.
This thesis discusses the possibility of cooperative structure transformation in optional situation as modeled in Stag Hunt Game Theory. This transformation of social structure can be modeled with 8-Way interactions that will gradually change the interactions in it. Some groundwork is needed to achieve the transformation of this social structure. Stag Hunt contains rationality of fear assumption that generates doubt to act cooperative or not. What is rational to be chosen by someone depend on what she believe her opponent will choose. Instrumental rationality can’t solve the problem of fear because its basic assumption is individually homo oeconomicus. It takes some work of open rationality that have a social aspect to solve that problem. Consensual rationality based on language that grounded on the social, and based on reflective character that open up and not distorted. Consensual rationality makes agent discussing the fear so the transformation of social structure can be happened.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S45806
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gisela Dwi Christina
Abstrak :
Skripsi ini membahas konsep Politik Perbedaan Iris Marion Young sebagai alternatif terhadap demokrasi liberal untuk mewujudkan keadilan sosial dalam keadaan heterogentitas masyarakat. Demokrasi liberal dalam kerangka universalitas humanisme mengkonsepsikan dunia politik terbatas dalam pembahasan hal publik. Sayangnya, karakteristik publik dalam politik dikonstitusi seturut budaya kelompok dominan. Akibatnya, pengalaman ketidakadilan yang nyata secara sosio-historis namun hanya dialami oleh grup sosial minoritas tidak dapat diangkat dalam perbincangan politik. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain argumentatif terhadap keterbatasan konsep publik tersebut. Hasil penelitian membuktikan bahwa pengalaman ketidakadilan tersebut membutuhkan rekognisi oleh negara dalam kerangka Politik Perbedaan agar dapat dientaskan melalui differentiated citizenship. ......The focus of this study is Iris Marion Young’s concept of Politics of Difference as an alternative to liberal democracy in order to establish justice in a heterogenic society. Liberal democracy in accordance to universal humanism defines that only public things matter in political discussion. Unfortunately, the public things characteristics are constituted by the dominant social group. This cause the tangible injustice experiences of the minorities can’t be discussed in political realm. This research is qualitative argumentative to confront the narrow conception of public. This research shows that minorities’ injustice experiences need to be recognized by the government in accordance to Politics of Difference to be solved through differentiated citizenship.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S52948
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.A. Bagus Pratama Putra
Abstrak :
ABSTRAK
Demokrasi mengakui individu setara dalam politik dan liberalisme, dengan gagasan individualisme normatif, mengakui individu setara dengan individu lainnya sebagai sesama individu, membuat kedua nampak bertentangan. Namun, kedua teori tersebut tetap digabungkan menjadi satu dan menciptakan sistem pemerintahan yang kita kenal dengan Demokrasi liberal. Dengan menggunakan pandangan Norberto Bobbio, tulisan ini mencoba menjelaskan keselarasan demokrasi dan liberalisme.
ABSTRACT<>br> Democracy acknowledged invidual are equal in political value and liberalism, with the idea of normative individualism, acknowledged individual are equal with each other, so it makes this two theories seems contradictive. However, these two theories were combined and created a new sistem that we knew as Liberalism Democracy. With Norberto Bobbio rsquo s thought, this study trying to explain the harmony of these contradictive theories.
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richard Losando
Abstrak :
Totalitarianisme memiliki bahaya yang mampu mengancam demokrasi. Ancaman totalitarianisme dapat terlihat dalam pola kuasa lama. Bahaya totalitarianisme tersebut misalnya kekuasaan yang didasari oleh garis keturunan. Dalam term lefort disebut sebagai penanda kepastian. Penanda kepastian ini pada pola kuasa lama memenuhi ruang kuasa, sehingga individu yang berada di luar kekerabatan raja tidak dimungkinkan untuk ikut serta berkuasa. Melihat kondisi seperti itu, Lefort mencoba untuk melakukan kritik terhadap pola kuasa totalitarianisme tersebut. Cara yang ditempuh Lefort untuk menyelamatkan bahaya totalitarianisme Dengan mengosongkan ruang kuasa. Bagaimana cara untuk mengosongkan ruang kuasa? Menurut Lefort, agar ruang kuasa dapat kosong dengan melakukan pembubaran terhadap penanda-penanda kepastian yang ada pada pola kuasa lama.
Abstract
Totalitarianism has the danger that could threaten democracy. Threat of totalitarianism can be seen in the old power patterns. Dangers of totalitarianism such as power based on lineage. In terms Lefort referred to as markers of certainty. Bookmark this certainty on the pattern of the old power meets space power. So that individuals who are outside of kinship king allowed to participate in power. see conditions like that, Lefort trying to do the critique of totalitarianism is the power pattern. Lefort way in which to save the dangers of totalitarianism with the power of empty space. How to create space power? according to Lefort, for empty space with the power to perform the dissolution of the markers of certainty on the pattern of the old power.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S221
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fachry Romanza
Abstrak :
ABSTRAK Demokrasi saat ini bukan hanya sebagai sebuah prosedural melainkan bagaimana demokrasi menghadirkan proses yang demokratis. Bagaimana cara itu terwujud menjadi tugas filsafat atau lebih spesifik tugas Filsafat Politik. Derrida, telah memberikan satu ajaran tentang demokrasi, yaitu dengan merubah demokrasi bukan hanya saat ini saja melainkan untuk saat yang akan datang, bagaimana caranya dengan cara menerima ?the other?. The other yang muncul sebagai kaum artikulatif ekstrem dalam pengertian sederhana adalah constitutive outside yang berada diluar diri kita sebagai pihak yang memaksakan pemikirannya terhadap orang lain dengan cara-cara yang melampaui batas kemampuan penerimaan masyarakat pada umumnya. Namun bukan berarti hal tersebut harus sepenuhnya di tolak melainkan harus di terima dan hal tersebutlah yang menjadi point bagi demokrasi yang menerima ruang gerak the others.
ABSTRACT Contemporary democracy should not be perceived as a procedural concept, but more like how it can conceive a more democratic process (democratization). It is the responsibility of political philosophy to make it come into being. With his thought about democracy, Derrida determine to elucidate the concept of democracy as something that is always to come, with a will to accepting the others. To put it in the simplest way, the other as the articulate extreme other is our constitutive outside that stands to insist their every thought in many ways crossing what generally considered as agreeable within society. This condition should not to be completely refutes as it is the very point to attain a more democratic condition in accepting the others.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42689
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>