Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Buana
Abstrak :
Sebagai bagian dari kelompok NICs (New Industrial Countries), pada tahun 1997 Taiwan memiliki prosentase pertumbuhan GDP sebesar 6,3% atau lebih tinggi dibanding Hongkong (5,3%) dan Jepang (1,5%). Selain itu prosentase ekspor terhadap GDPnya yang mencapai 42%, juga lebih besar dibandingkan Korea Selatan (38%), RRC (23%) dan Jepang (10%). Penggunaan data empiris dan asumsi bahwa Jepang sebagai negara "center" bagi Taiwan untuk menganalisis keberhasilan pembangunan ekonomi politik Taiwan, didasarkan dominansi Jepang atas Taiwan semasa kolonialisme Jepang di Taiwan (1895-1947) serta keberadaan Jepang sebagai mitra dagang kedua terbesar dan investor asing terbesar bagi Taiwan. Peran Jepang dalam melakukan surplus extraction model baru di Taiwan juga menjadi pertirnbangan dalam penetapan asumsi dimaksud. Meskipun konsep "center-periphery" lebih banyak digunakan oleh pemerhati hubungan internasional untuk menjelaskan pofa ketergantungan negara-negara di Amerika Latin kepada Amerika Serikat, namun dengan memahami lebih mendalam upaya Jepang untuk mempertahankan dominansinya di Taiwan melalui peningkatan status badan pelaksana hubungan bisnis dan perdagangan Jepang di tahun 1992, ketidaksepakatan Jepang dalam industri otomotif (Toyota) tentang penggunaan 90% komponen lokal dan pengalihan teknologi kepada Taiwan, serta perbandingan komposisi pasar ekspor dan impor kedua negara, penulis memperoleh keyakinan bahwa konsep "center-periphery" terefieksi dari hubungan kedua negara. Penggunaan dari Fernando Henrique Cardoso" sebagai model analisis dalam tesis ini, lebih disebabkan karena Model ini dapat menjelaskan hubungan negara "center" dengan negara "periphery" secara kontemporer. Intinya Cardoso menjelaskan bahwa dalam batas-batas tertentu, ketergantungan dan pembangunan dapat berjalan bersama-sama, meskipun kemajuan negara periphery tersebut, tidak dapat menghilangkan sifat ketergantungannya kepada negara center. Ketergantungan dan pembangunan semacam ini sangat jelas terlihat dalam hubungan Taiwan dengan Jepang. Dengan derajat dan trend ketergantungan Taiwan terhadap Jepang yang bervariatif untuk beberapa indikator ekonomi, peran signifikan Taiwan untuk mengimbangi dominansi Jepang dalam perekonomiannya terlihat dari upaya pemerintah Taiwan untuk melakukan diversifikasi mitra dagang dan investasi asingnya serta menjadikan tabungari domestik sebagai sumber dana utama pembangunan Taiwan. Pola kemitraan dengan perusahaan multinasional juga dilakukan untuk menghindari pembatasan pasar internasional.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T963
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Jayadiputra
Abstrak :
Permasalahan proses perdamaian antara Palestina-Israel pada masa pemerintahan PM. Benjamin Netanyahu juga masih merupakan persoalan yang kompleks untuk dicarikan upaya-upaya untuk menghidupkan perundingannya. Kemacetan proses perundingan tersebut disebabkan oleh adanya kekakuan sikap Israel di bawah kepemimpinan PM. Benjamin Netanyahu serta sikap keras partai pendukungnya dari kelompok radikal/ultra nasionalis yang tidak pernah mau berkompromi dengan adanya semboyan ?Keamanan untuk Perdamaian? dengan menerapkan kebijakan tiga tidaknya, yaitu: tidak akan ada negara Palestina merdeka; tidak akan ada perundingan mengenai status kota Jerusalem; dan tidak akan mengembalikan Dataran Tinggi Golan kepada Suriah serta mengadakan pernbangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur milik Arab. Namun adanya tekanan dan ancaman dari pihak domestik yaitu dari kelompok garis keras yang berkoalisi dengannya di kabinet dan kelompok garis moderat membuat Benjamin Netanyahu berada dipersimpangan jalan. Di lain pihak pengaruh asing juga sangat mempengaruhi kebijakan luar negeri Israel di bawah pemerintahan Netanyahu, sehingga dengan banyaknya desakan-desakan baik dari pihak domestik serta asing tersebut, akhirnya PM, Benjamin Netanyahu mau juga untuk menandatangani perjanjian Wye River. Namun demikian akibat dari penandatangan perjanjian tersebut kalangan garis keras di dalam negeri menggulirkan mosi tidak percaya serta ingin mempercepat pemilu, karena Netanyahu dianggap telah berkhianat dengan memberi konsensi pengembalian wilayah pendudukan kepada Palestina melalui perjanjian Wye River. Di lain pihak kelompok moderat yang diwakili oleh partai Buruh, bersikeras bahwa Netanyahu harus sungguh-sunguh di dalam melaksanakan isi perjanjian Wye River dan menekan Netanyahu dengan mengakui hak rakyat Palestina untuk memiliki negara merdeka. Indikasi lain dari jatuhnya pemerintahan Benjamin Netanyahu di dalam pelaksanaan politik luar negeri Israel terhadap perjanjian Wye River adalah adanya ancaman dari pihak asing yaitu dari Amerika Serikat, Uni Eropa serta dari negara-negara Arab. Kejatuhan serta kekalahan pemerintahan Benjamin Netanyahu dalam pemilu yang dipercepat dapat dilihat dari perolehan suara yang dimenangkan oleh partai Buruh serta merupakan cermin penolakan rakyat Israel terhadap koalisi sayap kanan yang selama tiga tahun berkuasa lebih banyak mengharnbat proses perdamaian dengan Palestina yang menyebabkan hubungan Israel dengan Amerika Serikat, Uni Eropa dan negara-negara Arab menjadi tegang. Di kalangan rakyat Israel sendiri, sikap keras Benjamin Netanyahu telah mempertajam perpecahan antara kelompok Yahudi sekuler dengan kelompok keagamaan konservatif.
2000
T3312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Rachman Kunjono
Abstrak :
Tesis ini menganalisis tentang Kerjasama Pertahanan dan Keamanan Australia - Indonesia (1995-1999): Studi Kasus Pembatalan Persetujuan Pemeliharaan Keamanan Hubungan bilateral Australia dengan Indonesia mencapai titik terendah dan sempat memanas karena masalah Timor Timur pada masa pemerintahan Howard (Australia) dan Habibie (Indonesia), yang antara lain berakibat pada pembatalan secara sepihak oleh Indonesia, Persetujuan Pemeliharaan Keamanan Australia - Indonesia pada 16 September 1999. Pembatalan persetujuan keamanan tersebut disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam negeri sendiri (internal) dan faktor-faktor yang berasal dari luar (eksternal). Sejauh mana faktor tersebut berpengaruh, dalam studi kasus pembatalan persetujuan keamanan Australia - Indonesia, adalah permasalahan pokok yang diangkat dalam tesis ini. Persetujuan pemeliharaan keamanan tersebut temyata tidak dapat berfungsi dan tidak dapat digunakan ketika terjadi krisis di Timor Timur. Padahal dalam kesepakatan tersebut kedua belah pihak telah sepakat akan mengadakan konsultasi bila salah satu pihak menghadapi kesulitan yang menyangkut kepentingan keamanan bersama dan bila perlu mengambil tindakan bersama atau sendiri-sendiri sesuai dengan proses pads masing-masing pemerintahnya. Hal ini jugs menunjukkan tidak berfungsinya forum menteri kedua negara, khususnya . antar Menteri Pertahanan kedua negara dalam mendiskusikan masalah Timor Timur. Untuk membahas permasalahan dalam tesis ini menggunakan teori-teori politik internasional mengenai konsep kebijakan luar negeri dari KJ.Holsti, }toward Lentner, Lloyd Jensen, Harold dan Margaret Sprout, serta Stephen L.Spiegel. Juga dicoba menggunakaan konsep persepsi dari Bruce Russet dan Harvey Starr untuk menganalisa persepsi para aktor politik kedua negara dalam konteks hubungan internasional kedua negara dalam masalah Timor Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan pendekatan kualitatif melalui studi kepustakaan (library research) dengan mengandalkan data dan informasi yang dianggap relevan dengan penelitian ini.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembatalan persetujuan keamanan tersebut sebagai reaksi atas aksi dan sikap Australia terhadap Indonesia yang berlebihan dalam masalah Timor Timur. Namun sikap dan tindakan Australia tersebut berawal dari adanya anarkis dan pelanggaran HAM di Timor Timur pasca jajak pendapat.
2000
T3519
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Fernando Pardamean Maruli Tua
Abstrak :
Intelijen secara umum berfungsi sebagai alat untuk penuntun dalam membuat sebuah kebijakan dimana memberikan informasi mengenai niat (intention) dan kapabilitas (capabilities) dari berbagai pelaku aktor sosial. aktor sosial yang dapat berasal dari politik, ekonomi, militer, perusahaan multinasional, pelaku kriminal dan organisasi teroris. Sehingga mendapatkan tujuan yang paling mendasar adalah mengidentifikasi ancaman terhadap keamanan dan juga peluang terhadap kegiatan politik. Kemudian fungsi kedua adalah tidak hanya sebagai penuntun untuk pengambilan keputusan, tetapi juga sebagai alat untuk mengimplementasikan kebijakan. Pada fungsi ini intelijen lebih dari pada sebuah panduan untuk menggunakan kekuasaan, tetapi juga merupakan instrumen yang berguna dalam menjalankan kekuasaan. Kegiatan Intelijen pada masa orde baru sebelum terjadinya peristiwa malari berpusat kepada tiga kekuatan organisasi intelijen, yaitu Kopkamtib, Bakin, dan Aspri sebagai pelaksana operasi khusus (Opsus). Di dalam penelitian ini penulis membuktikan bahwa keberhasilan intelijen terjadi dengan melihat unsur organisasi, pengambil keputusan (dalam hal ini Presiden), analisis yang menghasilkan warning information, dan juga dimensi politik. Keseluruhan unsur ini dipenuhi dengan menjalankan fungsi intelijen yaitu penggalangan dan pengamanan. Kegiatan penggalangan akan mendukung kegiatan pengamanan untuk menetralisir setiap ancaman dengan melakukan sebuah cipta kondisi untuk mempersalahkan para demonstran agar dapat ditangkap. Dan juga sebagai pendukung pemerintah dalam memberikan kebijakan-kebijakan yang bersifat represif. ...... Intelligence in a generally serves as a tool to guide in creating a policy which provides information about intention and capabilities of various social actors. Social actors that can derived from the political, economic, military, multinational corporation, criminals and terrorist organization thus getting the most fundamental purpose is identifying threat to the national security and also opportunities to political activity. Then the second function not only as a guide for decision-making, but also as a tool to implement the policy. It does than a guide to use power, but be an instrument for running the power either. Intelligence activities in the new order centered by three forces organization, they are Kopkamtib (Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban), Bakin (Badan Koordinasi Intelijen), and Aspri (Asisten pribadi) for President as a executor of Special Operation. In this research author proves that the success of intelligence going on by looking at the elements of the organization, the decision maker (in this case the President), the analysis of which generates warning information, and also a political dimension. The overall of these elements is filled by carry out the intelligence functions that is penggalangan and pengamanan. Penggalangan activities will support the activities of pengamanan to neutralize any threat by do a conditioning to blame the demonstrators to be arrested. Thus supporting government for their repressive policy.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Lukman Hakim
Abstrak :
Dalam tesis ini ingin menjelaskan mengapa hubungan Arab Saudi-AS yang dianggap 'hubungan khusus' belum dapat membawa Arab Saudi untuk berperan optimal dalam menyelesaikan masalah Palestina. Penyelesaian masalah Palestina merupakan ukuran keberhasilan pelaksanaan tuntutan tugas dan misi politik luar negeri Arab Saudi yang dirumuskannya tahun 1943. Tugas dan misi tersebut berisi bahwa penyelesaian masalah Palestina ditempuh dengan dua Cara : Arab Saudi bersatu dengan negara-negara Arab lainnya untuk menyelesaikan Palestina, dan Arab Saudi mempengaruhi Amerika untuk menjadi mediator yang adil dalam menyelesaikan masalah Palestina. Namun, pelaksanaan untuk menarik Amerika menjadi mediator yang adil masih mendapat hambatan eksternal dan internal. Hambatan eksternal dan internal yang dimaksud, sebagai berikut : 1. Kuatnya lobi pro-Israel terhadap pengambil kebijakan (decision maker) di Amerika, sehingga Amerika dapat mengorbankan hubungan khususnya dengan Arab Saudi, terutama menyangkut penyelesaian masalah Palestina. Lemahnya dukungan negara-negara Arab lainnya atas kepemimpinan Arab Saudi (Arab leadership) membuat Arab Saudi tidak dapat berperan optimal, karena tidak mendapat wewenang penuh dari negara Arab lainnya. 2. Lemahnya pengaruh Arab Saudi terhadap Amerika akibat ketergantungannya di bidang politik, militer dan ekonomi, sehingga Arab Saudi tidak mempunyai posisi tawar menawar yang memadai terhadap Amerika Serikat, dan ketergantungan Arab Saudi tersebut menempatkan kedua negara tidak mempunyai hubungan khusus dalam arti yang sesungguhnya. 3. Perbedaan sosial budaya antara Arab Saudi-Amerika Serikat mengakibatkan kedua negara tidak mendapat dukungan yang penuh dari warga kedua negara masing-masing, dan bahkan perbedaan sosial budaya tersebut dapat menghambat usaha pemerintah kedua negara untuk menyelesaikan masalah Palestina. 4. Adanya konflik elit di Arab Saudi mengenai hubungan yang ideal antara Arab Saudi-Amerika, sehingga para elit di lingkungan kerajaan tidak mempunyai pandangan yang sama mengenai keterlibatan Amerika dalam proses perdamaian, dan dari pihak Arab Saudi tidak mempunyai strategi yang baku untuk membawa Amerika dalam menyelesaikan masalah Palestina. 5. Lemahnya pengaruh pro-Palestina di Arab Saudi merupakan akibat sistem politik Arab Saudi yang membatasi partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga Arab Saudi kelihatan passif dalam mencari terobosan baru dalam penyelesaian masalah Palestina, dan cenderung menunggu inisiatif dari Amerika Serikat.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roni Satria
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji media mainstream Amerika dalam pemberitaan isu terorisme pasca 9/11 sampai dikeluarkannya Global War on Terror. Melalui analisis konten koran the New York Times, penelitian ini menekankan pada framing diskursus dalam pemberitaan untuk menunjukkan pengaruh media dalam proses pengambilan keputusan. Penulis berpendapat bahwa pemberitaan the New York Times telah mempengaruhi pembuat kebijakan untuk memformulasi strategi melawan terorisme termasuk menggalang dukungan publik. Penelitian ini menunjukkan signifikansi peran media di mana media menjadi satu dari banyak faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri.
Abstract
This study assessed the U.S. mainstream media in covering terrorism issues post- 9/11 until the establishment of Global War on Terror. Using content analysis towards the New York Times newspaper, this study emphasized on the framing of the discourse to demonstrate the influence of the media towards decision-making process. The author argues that the coverage of the New York Times has impacted policy-makers to formulate a strategy against terrorism as well as to gain support from public. This study poses on the significance of the role of which the media is but one factor of many that can influence foreign policy.
2012
T30491
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Alfa R
Abstrak :
Sejak perkembangan zaman pada abad ke-21, ilmu Hubungan Internasional merupakan ilmu yang bersifat multidisiplin; terdapat berbagai isu 'non-tradisional' yang dapat dikaji dan mendapatkan ruang pembahasan. Salah satu di antaranya adalah praktik olahraga yang secara hakikatnya telah memiliki berbagai signifikansi, bahkan sejak awal narasi kemunculannya dalam tataran domestik. Sementara itu, kemunculan Olimpiade modern pada tahun 1896 dan Piala Dunia pada tahun 1930 merupakan tonggak terjadinya proses internasionalisasi olahraga. Semenjak kedua peristiwa tersebut, olahraga berkembang dengan pesat sebagai salah satu fenomena penting dalam globalisasi, terlebih dengan perkembangan media serta semakin beragamnya kepentingan aktor-aktor internasional. Berdasarkan narasi tersebut, Tugas Karya Akhir ini mencoba untuk mengkaji melalui pemetaan-pemetaan bagaimana olahraga mengalami transformasi beserta implikasinya selama proses globalisasi. Merujuk kepada pendekatan-pendekatan yang dipelajari, penulis akan membagi pemetaan tersebut ke dalam dua pembahasan : [1]. Pemetaan berdasarkan isu-isu ekonomi internasional, dan [2]. Pemetaan berdasarkan isu-isu kebudayaan dan identitas (masyarakat transnasional).
Since the beginning of the 21th Century, international relations is a multidisciplinary field of study; as there are various 'non-traditional' issues to be discussed and learned. Among those is a practice of sport which its significance can be traced even since its emergence as a domestic phenomenon. The emergence of Modern Olympics in 1896 and Football World Cup in 1930 is a momentum in the process of internationalization of sport. Since then, sport has developed as a major phenomenon in the process of globalization, especially with the development of the media sector and the diversifying interests of international actors. Based on these narratives, this final paper aims to explore and depict how sport undergo the process of transformation and its implications within the process of globalization. There are two approaches of mapping that will be used : [1]. Its economic significance and [2]. Its social and cultural significance.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library