Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syifa Audrey Azzahra Febian
"This research aims to further discuss how the pandemic has changed intimate life (relationship). In this research, the researcher uses Social Penetration Theory, the concept of self-disclosure and digital media – dating apps. Using literature review, the researcher chose to have several journal articles that will be the foundation of this research. The result of this research shows that during the COVID-19 pandemic lockdowns, the ever growing technology and the Internet has become vital to all of us. The advancement of technology has blessed us with inventions such as dating apps, video conferencing apps, and streaming services that are used as tools to keep the intimacy alive during the pandemic. For future studies, it would be academically beneficial to consider reviewing the impact from media studies, interpersonal communication, and the role of social media.

Penelitian ini bertujuan untuk membahas bagaimana pandemi mengubah kehidupan intim (hubungan percintaan). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori serta konsep berupa Teori Penetrasi Sosial, konsep self-disclosure dan media digital – aplikasi kencan online. Dengan menggunakan literature review, peneliti memilih beberapa artikel jurnal yang akan menjadi landasan penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama masa lockdown pandemi COVID-19, teknologi dan internet yang terus berkembang menjadi vital bagi kita semua. Kemajuan teknologi telah memfasilitasi kehidupan kita dengan penemuan-penemuan seperti aplikasi kencan, aplikasi konferensi video, dan layanan streaming yang digunakan sebagai alat untuk menjaga keintiman tetap terjaga selama masa pandemi. Rekomendasi dalam penelitian ini adalah untuk studi masa depan, akan lebih bermanfaat secara akademis untuk mempertimbangkan dan meninjau dampak dari studi media, komunikasi interpersonal, serta peran sosial media."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Khairunisa
"Tulisan ini menganalisis elemen storytelling Lambert pada konten Instagram Kebun Kumara sebagai kewirausahaan sosial. Elemen storytelling Lambert terdiri dari point of view, a dramatic question, emotional content, economy, pacing, the gift of your voice, dan an accompanying soundtrack. Penulis melakukan pengamatan dan analisis pada 3 konten Instagram Kebun Kumara. Hasil analisis menunjukkan hampir seluruh elemen storytelling Lambert telah digunakan Kebun Kumara kecuali elemen an accompanying soundtrack karena konten berbentuk foto bukan video. Jadi, tidak ada elemen berupa musik pendukung yang ditemukan dalam analisis ini. Penggunaan elemen storytelling Lambert mendorong koneksi emosional antara Kebun Kumara dengan khalayaknya; yaitu dengan menanamkan nilai-nilai, emosi, dan pertimbangan estetika. Kebun Kumara selalu berupaya meyakinkan khalayak mengenai apa yang dianggap benar dengan nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil dari pengalaman berguru dengan alam. Adapun saran untuk penelitian selanjutnya yaitu melakukan perbandingan kewirausahaan sosial yang menggunakan storytelling pada konten Instagram. Sedangkan untuk Kebun Kumara, diharapkan untuk mampu menggunakan bahasa yang lebih muda dipahami oleh seluruh khalayak sehingga pesan yang disampaikan dapat diserap dengan baik.

This study will dive into analysing storytelling elements using Lambert’s theory in the case of social media, Instagram, using Kebun Kumara content as a sociopreneur. Those storytelling elements consist of point of view, a dramatic question, emotional content, economy, pacing, the gift of your voice, dan an accompanying soundtrack. The writer observed and analysed 3 contents of Kebun Kumara’s communication through Instagram posts. As a result, the analysis shows Kebun Kumara is using almost every Lambert’s storytelling elements in their content, except the element of accompanying soundtrack due to heavy use of photos, not videos. In conclusion, there is an absence of background music in supporting the content. While Lambert’s storytelling element encourages in building emotional connection between Kebun Kumara and their audience through implementing values, emotion, and aesthetic appeal. Kebun Kumara always strives to convince their audience about learning from mother nature as the proper way to understand the values of life. A suggestion in conducting the next research, is to compare with other social entrepreneurs who use storytelling as a way of communication through Instagram content. Meanwhile, we expect Kebun Kumara to simplify their choice of words in order to be easily understood by various segments of the audience so the message could be delivered seamlessly."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Shalsa Tiara Putri
"Konsumen kini mengekspektasikan jenama untuk menggunakan kekuatan mereka untuk berpartisipasi dalam masalah sosial di masyarakat. Salah satu isu sosial yang kian populer di generasi milenial adalah isu gender dalam industri kecantikan. Berbagai jenama kecantikan mulai mengambil sikap terhadap isu ini, termasuk jenama kecantikan lokal di Indonesia yang bernama Dear Me Beauty. Tulisan ini menganalisis bagaimana Dear Me Beauty menjalankan strategi aktivismenya terhadap isu inklusivitas gender di Instagram dilihat dari definisi dan karakteristik kunci aktivisme jenama, pemanfaatan fitur-fitur Instagram, serta tipologi autentisitas aktivisme jenama. Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah kajian literatur. Dalam praktiknya, Dear Me Beauty telah melakukan gerakan yang sesuai dengan definisi dan karakteristik kunci dari aktivisme jenama. Jenama ini juga telah memanfaatkan fitur Instagram dengan maksimal untuk menyampaikan pesan-pesan aktivisme. Namun, autentisitas aktivisme jenama yang dilakukan Dear Me Beauty dinilai jatuh di antara dua tipe, yaitu Authentic Brand Activism dan Inauthentic Brand Activism. Hasil studi ini menyarankan jenama untuk memperluas aktivisme dengan memberikan kontribusi secara langsung untuk meningkatkan autentisitas aktivisme. Penelitian mengenai aktivisme jenama di media sosial pun kedepannya dapat melibatkan bidang ilmu komunikasi lain seperti hubungan masyarakat sebab aktivisme jenama memiliki kaitan yang erat dengan persepsi publik dan citra perusahaan.

Consumers now are expecting brands to make use of their power to participate in social causes. Gender in the beauty industry is one of the social issues that are increasingly popular in the millennial generation. Various brands have started to take a stand, including a local beauty brand in Indonesia, Dear Me Beauty. This paper analyzes how Dear Me Beauty carries out its activism strategy on gender inclusivity on Instagram seen from the definition and key characteristics of brand activism, the use of Instagram features, and the brand activism authenticity typology. Literature review is used as the research method of this study. In practice, Dear Me Beauty has carried out actions that fit the definition and key characteristics of brand activism. This brand has also taken full advantage of Instagram's features to convey their messages. However, their activism falls between two types from the typology, namely Authentic Brand Activism and Inauthentic Brand Activism. This study suggests brands to expand their activism through real contributions to increase their authenticity. Research on brand activism on social media in the future can also involve other fields of communication such as public relations because it is closely related to public perception and corporate image."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Hanifa Indiraputri
"Studi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penyintas pornografi non-konsensual melancarkan taktik negosiasi privasi dalam menavigasi media digital. Penyintas pornografi non-konsensual telah mengalami pelanggaran privasi yang berat serta menjadi korban dari sistem patriarki pada ranah digital. Namun, mereka tetap menggunakan media digital untuk berbagai alasan. Penelitian ini menggunakan pemikiran Certeau tentang strategi dan taktik serta penjelasan boyd mengenai privasi di era digital untuk melihat bagaimana media digital melancarkan strategi-strategi yang menghambat proses negosiasi privasi dan mereproduksi nilai-nilai patriarkal, serta bagaimana penyintas pornografi non-konsensual yang perempuan mempraktikkan agensi serta menegosiasikan privasinya pada struktur tersebut. Adapun penelitian kualitatif ini menggunakan paradigma konstruktivisme kritis dengan strategi fenomenologi dan menghadirkan subjek perempuan penyintas pornografi non-konsensual dengan rentang umur 19-25 tahun. Rentang umur subjek dipilih karena kalangan dewasa muda merupakan ahli digital. Temuan menunjukkan bahwa penyintas menyadari akan ancaman-ancaman privasi yang ada pada media digital dan melancarkan berbagai taktik, yaitu menyesuaikan dan menegosiasikan konteks pada setiap ruang digital, memilah informasi (self-censorship), melakukan performative sharing, social stenography, menyesuaikan pengaturan privasi, membuat atau menemukan ruang aman, dan melancarkan berbagai taktik lainnya.

This study aims to find out how survivors of non-consensual pornography use privacy negotiation tactics in navigating digital media. Survivors of non-consensual pornography are victims of the patriarchal system who have experienced serious privacy violations in the digital realm. However, they still use digital media for various reasons. This study uses Certeau's theory about strategies and tactics as well as Boyd's explanation of privacy in the digital age to see how digital media launches strategies that hinder the process of privacy negotiations and reproduce patriarchal values, as well as how survivors of non-consensual pornography who are women practice agency and negotiate their privacy within the structure. This qualitative research uses the paradigm of critical constructivism with a phenomenological strategy. The research subjects are female survivors of non-consensual pornography with an age range of 19-25 years, since young adults are digital natives. The findings show that survivors are aware of the privacy threats that exist in digital media and use various tactics, namely adjusting and negotiating the context in each digital space, self-censorship, performative sharing, social stenography, adjusting privacy settings, making or finding a safe space, and employing various other tactics."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library