Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anggita Fitri Marcellina
"Kajian perancangan ini mengeksplorasi transformasi mekanisme arsitektur dalam mengatasi kelangkaan ruang dan sumber daya akibat perubahan skala manusia yang diprediksi terjadi dalam beberapa dekade mendatang. "Homo Desci" merupakan upaya revolusioner imajiner yang dirancang untuk menjawab tantangan ekologis dengan menyusutkan ukuran tubuh Homo Sapiens menjadi sepersepuluh dari ukuran aslinya melalui teknologi kuantum yang memungkinkan terjadinya manipulasi jarak antar atom. Dalam konteks ini, arsitektur menjadi sistem kehidupan mikro yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan terintegrasi dengan lingkungan. Studi penelusuran mencakup cara hidup manusia mikro melalui analisis game ‘grounded’, analisis wilayah, dan analisis sumber daya lokasi, yang kemudian akan menentukan operasi serta mekanisme arsitekturnya. Hasilnya, arsitektur berkembang menjadi sistem kehidupan baru yang terdiri dari enam komponen utama: Sistem Teritori dan Teknologi, Sistem Makanan, Sistem Hunian, Sistem Pengairan, Sistem Domestikasi Hewan, dan Sistem Pembuangan. Enam komponen ini saling terhubung dan diharapkan mampu menjawab tantangan terkait keseimbangan dan keberlanjutan lingkungan.

Homo-Desci: Architectural Systems Transformation at 1:10 Human Scale This design study explores the transformation of architectural mechanisms in addressing the scarcity of space and resources due to the predicted changes in human scale in the coming decades. "Homo Desci" represents an imaginative revolutionary effort designed to tackle ecological challenges by shrinking the size of Homo Sapiens to one-tenth of their original size through quantum technology that enables the manipulation of atomic distances. In this context, architecture becomes a micro-living system designed to meet living needs and integrate with the environment. The study encompasses the way of life of micro-humans through the analysis of the game ‘Grounded’, regional analysis, and resource analysis of the location, which will subsequently determine the operations and mechanisms of the architecture. Consequently, architecture evolves into a new living system comprising six main components: Territory and Technology System, Food System, Shelter System, Water System, Animal Domestication System, and Waste System. These six interconnected components are expected to address challenges related to environmental balance and sustainability."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Hisyam Basyeban
"Tesis desain ini mengeksplorasi ide dan metode Unfinished Architecture dan terbuka terhadap perubahan oleh pengguna. Ketidakselesaian dapat terjadi berdasarkan objek fit dan loose. Studi ini diawali dengan menjelajahi jenis-jenis ketidakselesaian, menunjukkan bahwa sebuah objek dapat menjadi entitas yang tidak permanen dan dapat berubah-ubah. Kemudian menganalisis beberapa studi kasus proyek Unfinished untuk mendapatkan mekanisme perubahan yang dapat dilakukan oleh pengguna. Penelusuran terhadap unfinished architecture ini menemukan tiga mekanisme perubahan yaitu ready to change, easy to change, dan grow to change. Selanjutnya, tiga mekanisme tersebut dikembangkan dalam sebuah skenario untuk menunjukkan bahwa arsitektur dapat berubah ubah mengikuti kebutuhan dan kemampuan penggunanya. Kerangka desain ini dapat dimanfaatkan sebagai desain yang mendorong perubahan oleh pengguna. Hal tersebut menegaskan bahwa arsitektur yang terus menerus tidak selesai menciptakan dan mendorong pertumbuhan ruang sosial yang bermakna.

This design thesis explores the ideas and methods of Unfinished Architecture and open to changes by users. Unfinished can occur based on fit and loose objects. This study begins by exploring types of incompleteness, showing that an object can be a non-permanent and changeable entity. Then analyze several case studies of the Unfinished project to obtain a change mechanism that can be carried out by users. The search for unfinished architecture found three change mechanisms, namely ready to change, easy to change, and grow to change. Next, the three mechanisms are developed in a scenario to show that the architecture can change according to the needs and abilities of its users. This design framework can be utilized as a design that encourages change by users. This emphasizes that architecture that is continually unfinished creates and encourages the growth of meaningful social space."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Raniyah Nurjannah
"Penelitian ini menginvestigasi mengenai mekanisme spasial arsitektur yang hadir tanpa penerapan order. Dalam sejarahnya, proses perancangan arsitektur tidak pernah terlepas dari pengaplikasian rigid order sebagai paradigma ideal, meskipun didalam penerapannya order rigid cenderung menyebabkan beberapa permasalahan di kemudian hari. Penelitian ini menggunakan pendekatan contingency dan indeterminacy dengan potensinya dalam meredefinisi penerapan order rigid didalam perancangan arsitektur. Dalam pembahasan menemukan tiga aspek untuk menangani contingency, yaitu subjek yang selalu berubah, perubahan itu sendiri, dan kronologi waktu. Ketiga aspek ini untuk selanjutnya diguanakan untuk membedah beberapa studi kasus yang menggunakan pendekatan contingency dalam proes perancangannya. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah mekanisme spasial gradation spacr, dimana dengan mekanisme gradation space akan menghadirkan arsitektur yang dapat terlepas dari penerapan rigid order. Mekanisme spasial gradation space ini terbentuk dengan menyadari dan menghubungkan kemungkinan atas aspek perubahan intensitas yang secara alami terjadi pada alam, perubahan bentuk atau ukuran atas subjek, dan perubahan sensasi ruang. Untuk selanjutnya, dengan menggunakan mekanisme spasial gradation space didalam perancnagan, dapat meredefinisi bentuk arsitektur seperti boundary, spatial organization dan path yang dapat hadir tanpa penerapan order yang rigid.

This paper investigates the spatial mechanism of architecture without order. During the history, architectural design process has never been separated from the application of rigid order as an ideal paradigm, although the application of rigid order tends to cause several problems in the future. The study utilized a contingency and indeterminacy approach with its potential to redefine the application of rigid order in architectural design. The discussion circulates the idea that contingency is emphasized in three things, i.e., subjects that keep changing, changes of subject, and chronological lines of time. These three aspects are further utilised to analyze precedents that used contingency approach through their design process and contingency on natural phenomenon. This paper proposes gradation space as a potential mechanism for developed architectural design by no rigid order. Mechanism system of gradation space can be formed by shifting intensity of natural force such as temperature and humidity, differential of size and volume of subject’s changes and immersive sensation and experience with the nature of constantly changing according to the possibilities. Further discussion by using this gradation zone within design process, can redefine architectural form such as boundary, spatial organization and path that can exist without rigid order."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Ganesh Aji Dewanto
"Studi ini mengeksplorasi tindakan bermain (play) sebagai aktivitas yang multi-realita (aktual dan virtual) dan memiliki kekuatan untuk membentuk makna, realitas, dan pengalaman ruang yang berlapis dalam arsitektur. Melalui pemahaman virtualitas menurut pemikiran Kalaga (2003), studi ini menggunakan pemahaman virtualitas sebagai spektrum kemungkinan yang tersusun oleh berbagai relasi yang kemudian menjadi basis perancangan. Studi ini khususnya menginvestigasi interaksi antara relasi geometri subjektif dengan potensi tindakan bermain yang dapat terjadi. Menggunakan pemosisian arsitektur sebagai sebuah game yang tersusun oleh adanya sistem, peraturan, dan tindakan bermain di dalamnya, studi ini menginvestigasi tindakan bermain dan multiplikasi pengalaman ruang yang terjadi melalui skenario naratif dari konteks tindakan bermain yang berbeda. Pengungkapan gagasan tindakan bermain sebagai aktivitas multi-spasial dalam perancangan memperluas pemahaman bahwa arsitektur bukan hanya sebagai objek statis, tetapi terus-menerus diciptakan, berubah, dan dinegosiasi berdasarkan tindakan bermain yang terjadi di dalamnya.

This study explores the act of play as a multi-reality (actual and virtual) activity that consequently has the power to shape meaning, reality, and layered spatial experiences in architecture. Through the understanding of virtuality according to Kalaga's (2003) thought, this study uses the concept of virtuality as a spectrum of possibilities composed of multiple relationships as a basis for designing. This study specifically investigates the interaction between subjective geometric relationships and the potential play activities that can occur. Positioning architecture as a game consisting of systems, rules, and play actions, this study investigates the act of play and the multiplication of spatial experiences that occur through narrative scenarios of different play contexts. The revelation of the concept of play as a multi-spatial activity within play-based architecture expands the understanding that architecture is not merely a static object but is continuously created, altered, and negotiated based on the play actions occurring within it."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Heidy Sekardini
"Kajian Perancangan Tugas Akhir ini mengeksplorasi adaptasi sebagai pendekatan dalam arsitektur simbiotik sebagai sebuah evolusi, yang bertujuan untuk menjadikan interaksi antara manusia dan alam melalui lensa 'Connectedness with Nature' dan simbiogenesis sebagai basis perancangan. Melalui studi literatur, kajian ini menyoroti bagaimana evolusi manusia dari masyarakat pemburu-peramu ke industri telah bergeser ke era kapitalisme dan era Anthropocene. Hal ini mengakibatkan dominasi dan kerusakan lingkungan yang signifikan, memicu perlunya perkuatan keterhubungan dengan alam. Dengan mengadopsi perspektif 'Being as Nature', perancangan ini berargumen bahwa manusia sebagai bagian dari sistem alam dapat menghadirkan arsitektur yang simbiotik dan mengintegrasikan ciri-ciri genetik yang mendukung simbiosis alami melalui Homo botanicus. Dengan menjadi ‘Being as Nature’, Homo botanicus memulai era Mothering Nature – mothering, sebagai kata kerja. Dengan mendefinisikan ciri-ciri genetik tanaman dalam tiga bioma, desain dikembangkan menggunakan skrip komputasi untuk mendemonstrasikan arsitektur simbiosis yang dihasilkan oleh Homo botanicus dan alam. Kajian ini mengusulkan desain arsitektur yang tidak hanya meniru tapi menjadi bagian dari proses simbiogenetik alam, dengan mengekstrak mekanisme pertumbuhan alam. Sebuah sudut pandang yang tidak melihat alam sebagai “sumber daya” yang dieksploitasi, tetapi membimbing pertumbuhan alam secara alamiah sesuai ciri genetiknya.

This design study explores the evolution of adaptation as an approach in symbiotic architecture, employing interactions between humans and nature through the lens of 'Connectedness with Nature' and symbiogenesis as basis for designing. Through a literature review, this study highlights how human evolution from a hunter-gatherer to an industrial society has shifted to the era of capitalism and the Anthropocene. This results in significant environmental domination and degradation, fueling the need to strengthen connectedness with nature. By adopting 'Being as Nature' as a perspective, this project argues that humans as part of a natural system can facilitate symbiotic architectural design, integrating genetic traits that support natural symbiosis through Homo botanicus. By becoming 'Being as Nature', Homo botanicus began the era of Mothering Nature – mothering, as a verb. By defining the genetic traits of plants in three biomes, the design is developed using computational scripting to demonstrate the symbiotic architecture generated by Homo botanicus and nature. This study proposes architectural designs that not only imitate but become part of nature's symbiogenetic processes, by extracting natural growth mechanisms. A point of view that does not see nature as a "resource" to be exploited but to be guided so that nature grows naturally according to its genetic traits."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Az-Zahra
"Penelitian ini menjelajahi potensi integrasi arsitektur dengan teknologi modifikasi genetika untuk menciptakan Homo Deus, sebuah spesies manusia yang ditingkatkan secara genetis, melalui pendekatan arsitektur berbasis proses dengan metode "kits and parts". Arsitektur Homo Deus menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip biomolekuler dapat diterapkan dalam perancangan ruang spasial untuk mencapai sistem operasi arsitektur yang efektif. Studi ini menyoroti pentingnya substansi dan siklus dalam membentuk arsitektur yang fungsional dan responsif terhadap perubahan genetik. Penelitian ini mencakup pemahaman mendalam tentang berbagai proses yang terjadi pada sel, struktur genetik, dan material yang membentuk tubuh manusia. Pada akhir penelitian, ditemukan bahwa dengan memanfaatkan teknologi adaptif pada zamannya, seperti CRISPR dalam studi ini, arsitektur masa depan dapat menciptakan ruang yang adaptif dan responsif terhadap perkembangan dan perubahan evolusi.

This study explores the potential integration of architecture with genetic modification technology to create Homo Deus, a genetically enhanced human species, through a process-based architectural approach using "kits and parts" methodology. Homo Deus architecture demonstrates how principles of biomolecules can be applied in spatial design to achieve an effective architectural operating system. The study highlights the importance of substance and cycles in shaping functional architecture that is responsive to genetic changes. It encompasses a deep understanding of various processes occurring within cells, genetic structures, and materials shaping the human body. Ultimately, the research finds that leveraging adaptive technologies of its time, such as CRISPR in this study, future architecture can create spaces that are adaptive and responsive to the development and evolutionary changes."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Nabila Prajwalita Reka Pravyana
"Studi ini mengeksplorasi interaksi antar objek di ruang kosmik dengan menginvestigasi keserbaragaman karakteristik yang dapat mendukung terbentuknya keadilan untuk menjaga keberlanjutan dari kehidupan alam semesta. Studi ini dilakukan sebagai respons terhadap ketidakadilan yang terjadi di masyarakat, seperti kurangnya pemberian akses terhadap sumber daya dan kesempatan dalam pemenuhan hak. Dengan banyaknya tuntutan terhadap kesetaraan yang menyeluruh di masyarakat, muncul beberapa pertanyaan mengenai kondisi kesetaraan yang sebenarnya dibutuhkan. Studi ini melihat adanya kemungkinan ketidaksetaraan atau keserbaragaman dalam masyarakat sebagai landasan dari terbentuknya peradaban yang adil. Menggunakan pendekatan posthumanisme, konteks dari studi ini berupa narasi sains-spekulatif dari peradaban berskala kosmik atau cosmic society berdasarkan pemikiran Dickens dan Ormrod (2007) dengan basis keadilan. Pendekatan tersebut mendorong perancangan arsitektur yang dapat mendukung interaksi antar objek di ruang kosmik untuk mencapai peradaban yang memanfaatkan keserbaragaman dalam membentuk keadilan.

This design study explores the celestial objects’ interactions and their diverse characteristics to support equity establishment and maintain sustainability in the universe. This study is conducted as a response towards the injustice occurring in our current society, such as the lack of access to resources and given opportunities in rights fulfillment. With the many demands for complete equality in society, questions arise regarding the conditions of equality that are actually needed. This study highlights the possibility of inequality or diversity in society as the basis for the formation of an equitable civilization. Using a posthumanist approach, the context of this study is a speculative science narrative of a cosmic-scaled equitable civilization in forming a cosmic society based on the thoughts of Dickens and Ormrod (2007) on the basis of equity. This approach encourages architectural design that supports interactions between celestial objets in cosmic space to achieve a civilization that utilizes diversity in establishing equity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library