Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ikhlas Rahmadi
Abstrak :
Pegagan (Centella asiatica) dan akar kucing (Acalypha indica) adalah beberapa tanaman herbal yang sering digunakan di kawasan Asia, termasuk Indonesia. Kedua tanaman ini diketahui memiliki antioksidan yang mampu melawan radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas adalah molekul penyebab stress oksidatif dan menimbulkan berbagai penyakit degeneratif seperti kanker, aterosklerosis, dan penyakit Alzheimer, sehingga penggunaan tanaman herbal dapat menjadi salah satu alternatif. Penelitian ini membandingkan aktivitas antioksidan dari ekstrak air Centella asiatica tunggal dengan ekstrak air campuran simplisia Centella asiatica dan Acalypha indica dengan metode pengukuran spektrofotometri menggunakan DPPH sebagai indikator. Kombinasi dari ekstrak air simplisia kedua tanaman diharapkan memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik dibanding ekstrak Centella asiatica tunggal. Selain itu juga dilakukan penilaian kandungan fitokimia dari kedua ekstrak. Hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak air campuran simplisia kedua tanaman memiliki kandungan fitokimia berupa flavonoid, saponin, dan tannin sedangkan ekstrak air Centella asiatica mengandung tannin, saponin, triterpenoid, serta kemungkinan terdapat flavonoid. Pengukuran nilai EC50 dari ekstrak air Centella asiatica tunggal dan ekstrak air campuran simplisia kedua tanaman masing-masing memberi nilai 20,3 mg/mL dan 17,83 mg/mL. Pengukuran nilai EC50 juga dilakukan pada vitamin C sebagai kontrol positif dan menghasilkan nilai sebesar 0,022 mg/mL. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak air campuran simplisia Centella asiatica dan Acalypha indica memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak air Centella asiatica tunggal. ......Centella asiatica and Acalypha indica are herbal plants which are often used in many regions of Asia, including Indonesia. These plants are known to contain antioxidants which act against free radicals. Free radicals are melocules which can cause oxidative stress and triggers degenerative diseases such as cancer, atherosclerosis, and Alzheimer’s disease, therefore the usage of herbs can be an alternative. This research compares the antioxidant activities of water extract of Centella asiatica and the water extract of the combination of Centella asiatica and Acalypha indica simplisia by spectrophotometric measurement method using DPPH as indicator. The water extract of simplisia combination of both plants is expected to have better antioxidant activity compared to only Centella asiatica water extract. The evaluation of phytochemical contents of both extracts is also carried out. The results showed that the water extract of simplisia combination of both plants has phytochemical content such as flavonoids, saponins, and tannins while water extract of Centella asiatica contains saponins, triterpenoids, and possibly flavonoids. EC50 measurement of water extract of Centella asiatica and water extract of simplisia combination of both plants results in value of 20,3 mg/mL and 17,83 mg/mL respectively. EC50 measurement is also performed on vitamin C as positive control and generates the value of 0,022 mg/mL. Those results showed that the water extract of the combination of Centella asiatica and Acalypha indica simplisia has better antioxidant activity compared to only Centella asiatica water extract.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Purnama
Abstrak :
Radikal bebas merupakan molekul tidak stabil yang sangat reaktif dan dapat menyebabkan berbagai penyakit degeneratif. Peningkatan kadar radikal bebas dalam tubuh akan menyebabkan penurunan kemampuan antioksidan endogen. Acalypha indica dan Centella asiatica secara tunggal diketahui memiliki efek antioksidan. Penelitian ini dikombinasi untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol campuran simplisia Acalypha indica dan Centella asiatica dibandingkan dengan ekstrak-etanol Acalypha indica secara tunggal. Komponen yang diteliti adalah akar Acalypya indica dan daun Centella asiatica. Aktivitas antioksidan ekstrak ditentukan dengan metode DPPH. Kandungan fitokimia pada ekstrak diuji secara kualitatif. Hasil pengukuran nilai EC50 pada ekstrak-etanol Acalypha indica dengan ekstrak etanol campuran simplisia Acalypha indica dan Centella asiatica masing-masing didapatkan 13,68 mg/mL dan 18,44 mg/mL. Sedangkan nilai EC50 vitamin C sebagai kontrol positif sebesar 0,022 mg/mL. Hasil uji kualitatif pada ekstrak-etanol Acalypha indica maupun ekstrak-etanol campuran simplisia Acalypha indica dan Centella asiatica menunjukkan hasil positif pada steroid dan flavonoid. Nilai EC50 menunjukkan aktivitas antioksidan, semakin kecil nilainya semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa aktivitas antioksidan pada ekstrak-etanol Acalypha indica lebih tinggi dibandingkan ekstrak-etanol campuran simplisia Acalypha indica dan Centella asiatica. ......Free radicals are reactive moleculs which can cause oxidative stress and trigger degenerative disease. Increased level of free radicals in the body will decrease endogenous antioxidant ability. Acalypha indica and Centella asiatica are known have antioxindant effects. This study aims to determine the antioxidant activity of ethanolic-extract Acalypha indica combined with Centella asiatica and compared with ethanolic extract of Acalypha indica. The antioxidant activity was determined by using spectrophotometer. The evaluation of phytochemical content in the extract can be tested qualitatively. The results showed that EC50 from ethanolic-extract of Acalypha indica and ethanolic-extracts mixture of raw materials Acalypha indica with Centella asiatica are 13,68 mg/mL and 18,44 mg/mL. While EC50 of vitamin C as positive control is 0,022 mg/mL. The result of the qualitative test on ethanolic- extract of Acalypha indica and ethanolic extracts mixture of raw materials Acalypha indica and Centella asiatica have showed positive result on steroids and flavonoids. The value of EC50 show the antioxidant activity. Therefore, the antioxidant activity of the ethanol extract of Acalypha indica is higher than ethanolic- extracts mixture of raw materials Acalypha indica and Centella asiatica.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kms Rakhmat Notariza
Abstrak :
Radikal bebas, dalam kadar rendah atau menengah, mempunyai peran fisiologis bagi kehidupan sel tubuh. Pada konsentrasi tinggi, radikal-bebas dapat memicu stres oksidatif yang menjadi dasar patogenesis berbagai penyakit. Suplai antioksidan eksogen dibutuhkan untuk membantu kinerja antioksidan endogen dalam menangkal stres oksidatif. Ekstrak-etanol Acalypha indica dan Centella asiatica masing-masing diketahui memiliki aktivitas antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan aktivitas antioksidan campuran ekstrak-etanol Acalypha indica dan Centella asiatica terhadap ekstrak-etanol Acalypha indica. Kombinasi ekstrak diharapkan mampu meningkatkan aktivitas antioksidan yang dihasilkan dan menurunkan dosis yang digunakan. Aktivitas antioksidan ekstrak diukur dengan metode spektrofotometri melalui uji DPPH. Kandungan fitokimia ekstrak juga diuji secara kualitatif. Hasil uji kualitatif menunjukkan bahwa ekstrak-etanol Acalypha indica maupun campuran ekstrak-etanol Acalypha indica dan Centella asiatica positif mengandung fitokimia berupa flavonoid dan steroid. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa Vitamin C yang menjadi kontrol positif menunjukkan nilai EC50 sebesar 0,012 mg/mL. Nilai EC50 ekstrak-etanol Acalypha indica adalah 13,68 mg/mL, sedangkan nilai EC50 campuran ekstrak-etanol Acalypha indica dan Centella asiatica adalah 39,65 mg/mL. Nilai EC50 yang lebih kecil mengindikasikan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi. Dengan demikian, aktivitas antioksidan campuran ekstrak-etanol Acalypha indica dan Centella asiatica lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak-etanol Acalypha indica.
In low or moderate concentration, free-radicals have physiological role for cellular functions. Excessive production of free-radicals may induce oxidative stress, which is the pathogenesis basis of many diseases. Exogenous antioxidants supply is needed to support the function of endogenous antioxidants in preventing oxidative stress. The ethanolic-extract of Acalypha indica and Centella asiatica possess antioxidant activity. This study was managed to know the antioxidant activity of ethanolic-extract mixture of Acalypha indica and Centella asiatica in comparison with ethanolic-extract of Acalypha indica. The combination of extract was expected to improve the antioxidant activity and to reduce the dosage. The DPPH assay test with spectrophotometry was performed to measure the antioxidant activity. This study involved qualitative examination of phytochemical content in the extracts. In the qualitative-examination, both the extracts had flavonoids and steroids. Vitamin C as the positive control exhibited EC50 value as much as 0.012 mg/mL. The EC50 score of the ethanolic-extract mixture was 13.68 mg/mL, while the ethanolic-extract of Acalypha indica’s was 39.65 mg/mL. The lower EC50 score indicates the higher antioxidant activity. Thus, the ethanolic-extract mixture of Acalypha indica and Centella asiatica has lower antioxidant activity compared to the ethanolic-extract of Acalypha indica.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyo Ari Nugroho
Abstrak :
Masyarakat telah banyak menggunakan produk jamu selama puluhan tahun khususnya jamu rematik. Dewasa ini diketahui ada beberapa produsen jamu yang menambahkan zat kimia sintetis dalam produk jamu mereka. Salah satunya adalah fenilbutazon, yang memang berkhasiat sebagai obat anti-rematik. Efek samping fenilbutazon yang jelas terlihat adalah mual, muntah, nyeri epigastrium, reaksi alergi pada kulit, gangguan lambung, diare, vertigo, insomnia, euforia, hematuria dan penglihatan manjadi kabur. Penelitian ini untuk membuktikan adanya bahan kimia fenilbutazon dalam produk jamu rematik. Penelitian ini dilakukan pada Maret 2009 di Laboratorium Departemen Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan metode kromatografi lapis tipis dan spektrofotometri pada beberapa produk jamu rematik. Hasil penelitian diduga adanya bahan kimia fenilbutazon dalam produk jamu tersebut. ......People have used herbal medicine throughout the ages, especially herbal medicine for rheumatics. Nowadays, there has been known that some producers of this herbal medicines adding some synthetic chemical ingredients to their products. One of them is phenylbutazone, which is known to be an anti rheumatics drugs. The adverse effects of phenylbutazone are nausea, vomiting, epigastric pain, allergic reaction on skin, gastritis, diarrhea, vertigo, insomnia, euforia, hematuria and blurring vision. This experiment is to prove that there is phenylbutazone in the rheumatic herbal medicine products. This descriptive study conducted in March 2009 in Pharmaceutical Laboratory of Faculty of Medicine University of Indonesia by using thin layer chromatography and spectrophotometry on some herbal medicine for rheumatic. The experiment shows that there is chemical substance of phenylbutazone in the traditional medicine package.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aan Anjarwati
Abstrak :
Jamu tradisional sering digunakan masyarakat sebagai pilihan pengobatan. Salah satu jamu tradisional yang sering dikonsumsi untuk pilihan pengobatan adalah jamu antirematik. Beberapa jamu antirematik yang beredar di pasaran ditambahkan dengan bahan kimia seperti fenilbutazon, metampiron, dan steroid. Efek samping bahan kimia tersebut jika ditambahkan ke dalam jamu antirematik antara lain tukak lambung, osteoporosis, resistensi insulin sampai gagal ginjal. Penehehelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada penambahan bahan kimia steroid (prednison) dalam jamu antirematik dengan desain deskriptif metode yang digunakan kromatografi lapis tipis dan spektrofotometer. Dari hasil penelitian deskriptif menunjukkan bahwa jamu antirematik yang beredar di pasaran diduga mengandung steroid (prednison).
Jamu is the one of medicine used in Indonesia. One of jamu that usually consumed by is antirheumatic jamu. Some of antirheumatic jamu added by chemical subtance such as fenilbutazon, metampiron, and steroid. The side effects of jamu antirheumatic added with by chemical substance are gastriris, osteoporosis, insulin resistention, and kidney failure. This experiment want to know weather antirheumatic jamu is added by chemical substance especially steroid (prednisone) with the descriptive study in qualitative case used thin sheet kromatography and spectrofotometer. The result from descriptive study shows antirheumatic jamu contains suspect of steroid (prednisone).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Hartanto
Abstrak :
Pendahuluan: Saat ini, dunia secara global termasuk Indonesia tengah mengalami tren pesat peningkatan populasi lansia. Hal ini dapat menjadi tantangan kesehatan besar karena penuaan meningkatkan kerentanan terjadinya penyakit degeneratif. Sayangnya, agen antipenuaan seperti suplemen vitamin masih sulit terjangkau secara biaya atau diperoleh secara luas. Centella asiatica L. (CA) adalah tanaman herbal tradisional yang dilaporkan memiliki efek antiinflamasi dan antioksidan poten dalam banyak studi. Namun, studi yang meneliti efek CA dalam konteks penuaan masih sangat terbatas. Tujuan: Studi ini meneliti efek pemberian ekstrak etanol CA terhadap kadar TNF-α pada jantung dan ginjal tikus Sprague-Dawley tua Metode: Tikus Sprague Dawley jantan usia 8-12 minggu dan 20-24 bulan dibagi menjadi empat kelompok uji: kontrol positif (vitamin E 6 IU), kontrol negatif (air ad libitum), CA 300 (CA 300 mg/kgBB), dan kontrol muda (tikus usia 8-12 minggu dengan air ad libitum). Setelah 28 hari perlakuan, tikus diterminasi. Organ jantung dan ginjal setiap tikus diambil dan melewati pengukuran kadar TNF-α dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Hasil: Pada kelompok CA 300, terdapat penurunan kadar TNF-α jantung secara signifikan (p = 0,023) disertai penurunan kadar TNF-α ginjal secara tidak signifikan (p = 0,574). Namun, kadar TNF-α ginjal pada kelompok yang diberikan CA tetap paling rendah dibandingkan kelompok lainnya. Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol CA menurunkan kadar TNF- α jantung secara signifikan pada tikus Sprague-Dawley tua namun tidak berpengaruh terhadap kadar TNF-α ginjal. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyelidiki efek CA sebagai agen antipenuaan. ......Introduction: Currently, the world including Indonesia are experiencing a trend of rapid growth in aging population. This poses a major challenge to healthcare due to increasing incidence of degenerative diseases. In spite of this, preventive antiaging agents such as vitamin supplements are not widely available nor affordable. Centella asiatica L. (CA), a traditional herbal plant native to Southeast Asia, has been widely studied and demonstrated potent anti-inflammatory and antioxidant effects in clinical studies. However, studies examining effects of CA in aging population are very limited. Objective: This study investigates effects of CA treatment on aged Sprague-Dawley rats. Methods: Male Sprague-Dawley rats aged 8-12 weeks and 20-24 months were split into four experimental groups: positive control (vitamin E 6 IU), negative control (water ad libitum), CA 300 (CA 300 mg/kgBW), and young control (young rats given water ad libitum). After 28 days of treatment, the rats underwent termination with kidneys and hearts harvested. TNF-α concentration were determined using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method. Results: In the CA 300 group, there was a significant decrease in heart TNF-α levels (p = 0,023) accompanied by an insignificant decrease in kidney TNF-α levels (p = 0,574). However, renal TNF-α levels in the group given with CA is still the lowest among all groups. Conclusion: The administration of CA ethanolic extract on aged Sprague-Dawley rats significantly reduced heart TNF-α level and had no effect on the kidney TNF-α level. Further research and exploration needs to be made to investigate the effects of CA as an antiaging agent
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Ayu Pratiwi
Abstrak :
Talasemia merupakan penyakit genetik yang terjadi karena kelainan sintesis hemoglobin dalam tubuh. Penatalaksanaan talasemia salah satunya adalah dengan terapi transfusi darah rutin yang memiliki efek negatif berupa penumpukan zat besi dalam organ tubuh. Untuk mengatasi penumpukan zat besi tersebut, diperlukan terapi kelasi dengan menggunakan Deferoxamine yang harganya relatif mahal dan juga memiliki efek samping. Hal ini membuat biaya pengobatan talasemia semakin mahal, sehingga perlu adanya terapi alternatif untuk kelasi besi seperti konsumsi mangiferin yang merupakan ekstraksi dari batang pohon mangga (Mangifera indica L.) Namun pada studi eksperimental ini, digunakan ekstrak air daun Mangifera foetida L karena kandungan mangiferin di dalamnya terbukti paling tinggi dibandingkan dengan daun mangga lainnya. Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan bahan alam untuk terapi alternatif kelator besi bagi penderita talasemia. Terdapat tujuh sampel serum penderita talasemia yang diberi empat perlakuan, yaitu (1)serum murni; (2)serum+mangiferin; (3)serum+Deferoxamine; (4)serum+ekstrak 1,125 mg; dan setiap kelompok perlakuan ditambah dengan larutan medium standar dan larutan sitrat. Setelah itu, larutan-larutan tersebut diuji absorbansinya dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 190-400 nm. Nilai absorban pada setiap sampel dianalisis dengan uji One Way Anova karena variabel bebas berskala nominal (agen kelator) dan variabel terikat (nilai absorban) berskala numerik. Hasil analisis uji One Way Anova menunjukkan ekstrak air daun Mangifera foetida L. dosis 1,125 mg yang diperkirakan memiliki kandungan mangiferin sebesar 28,8 μg, memiliki perbedaan yang bermakna dengan serum (p=0,043). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak air daun Mangifera foetida L. dosis 1,125 mg memiliki efek kelator terhadap feritin serum penderita talasemia. Berdasarkan uji Post-Hoc, ekstrak air daun Mangifera foetida L. 1,125 mg memiliki efek kelator yang hampir sama dengan mangiferin murni 100 μg (p=0,095). ......Thalassemia is inherited disorder of hemoglobin synthesis which can not be cured completely. One of the treatment of thalassemia is blood transfusion which has a negative effect such as accumulation of iron in body visceral. For anticipating that accumulation, the patients have to consume chelating agent, Deferoxamine, which is expensive and has side effects. It makes the cost of thalassemia treatment become more expensive, so there should be an alternative therapy for chelating agent, such as consuming mangiferin which has been extracted from mango stem (Mangifera indica L.). But in this experimental study, the researcher used leaf extract of Mangifera foetida L. because its mangiferin is higher than the others. The purpose of this research is to use natural resource for alternative therapy of iron chelating for thalassemia patients. There were seven samples of thalassemia patient’s serum and for each serum, there were four treatments: (1)pure serum; (2)serum+mangiferin; (3)serum+Deferoxamine; (4)serum+extract 1,125 mg. All of them had been mixed with standard medium and citrate before they were tested by spectrophotometer in 190-400 nm wavelength for determining the absorbance value. The absorbance value of each sample was analysed by One Way Anova test for proving the chelator effect of leaf extract of Mangifera foetida L. 1,125 mg. This test was used because there were nominal free variable (chelating agent) and numerical dependent variable (absorbance value). The result of One Way Anova test analysis showed that leaf extract of Mangifera foetida L. dose 1,125 mg which contained 28,8 μg mangiferin, has chelator effect (p=0,043). Based on Post-Hoc test, the chelator effect of Mangifera foetida L. dose 1,125 mg is almost the same as pure mangiferin 100 μg (p=0,095).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reynardi Larope Sutanto
Abstrak :
Jumlah penduduk lanjut usia di dunia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini diikuti dengan semakin naiknya insidensi penyakit tidak menular yang kerap menyerang di usia tua. Penggunaan antioksidan dapat mencegah insidensi penyakit-penyakit tersebut melalui kapasitasnya menangkal peningkatan radikal bebas, inflammaging, dan markamarka inflamasi, seperti TNF-α. Salah satu sumber antioksidan yang paling baik dan banyak tersedia adalah dari tanaman-tanaman herbal, seperti Acalypha indica L. (AI). Tidak hanya banyak tersedia, tanaman ini juga telah dipakai secara empiris oleh berbagai peradaban dunia dan ditemukan memiliki sifat antioksidan. Metode: Penelitian dilaksanakan pada tikus Sprague-Dawley yang dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif (plasebo), kontrol positif (6 IU vitamin E), perlakuan (250 mg/kg berat badan (mg/kgBB) ekstrak AI), dan kontrol pembanding (tikus muda). Setelah 28 hari, tikus diterminasi dan diambil organ ginjal dan jantungnya untuk dilakukan pengecekan kadar TNF-α menggunakan metode ELISA. Data yang didapatkan dianalisis menggunakan tes Saphiro-Wilk dan one-way ANOVA. Hasil: Pemberian AI menghasilkan penurunan kadar TNF-α in pada ginjal (0,95 ± 0,76 pg/mg pada kelompok perlakuan vs 1,37 ± 0,41 pg/mg pada kelompok kontrol negatif) dan jantung (15,43 pg/mg ± 2,33 pada kelompok perlakuan vs 16,50 ± 1,33 pg/mg pada kelompok kontrol negatif) tikus tua meski tidak signifikan (p = 0,645 pada ginjal dan p = 0,973 pada jantung). Kesimpulan: Penemuan penurunan TNF-α dalam studi ini menunjukkan potensi penggunaan AI sebagai agen antiinflamasi dan anti penuaan. Penelitian dan investigasi lebih lanjut perlu dilakukan pada AI dengan menggunakan durasi perlakuan, dosis, dan parameter inflammaging yang berbeda. ......The world’s elderly are currently rising in numbers every year. This is followed by an increase of noncommunicable diseases which are often found in the elderly. Antioxidants could prevent occurrences of such diseases because of their capacity to counter rising free radicals, inflammaging, and inflammatory markers, such as TNF-α. One of the main abundant sources of antioxidants are herbal plants, such as Acalypha indica L. (AI). AI has been used empirically by different cultures and is found to have antioxidant properties. Method: Research was conducted on Sprague-Dawley rats which were divided into four groups, the negative control (placebo), positive control (6 IU vitamin E), treatment group (250 mg/kg of body weight (mg/kgBW) AI extract), and comparison control (young rats). The rats were terminated after 28 days with their organs, kidneys and hearts examined using ELISA to look for TNF-α concentration. Data were analysed using the Saphiro-Wilk test and one-way ANOVA. Results: AI administration yielded decrease of TNF-α in both the kidneys (0.95 ± 0.76 pg/mg in treatment group vs 1.37 ± 0.41 pg/mg in negative control) and hearts (15.43 pg/mg ± 2.33 in treatment group vs 16.50 ± 1.33 pg/mg in negative control) of aged SD rats, albeit insignificantly (p value for the kidney = 0.645 and p value for the heart = 0.973). Conclusion: This finding of decreased TNF-α suggests a potential anti-inflammatory and anti-aging effect of AI. Further research and investigation need to be made on AI, such as by using different dosages, time, and inflammaging parameters.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gede Bagus Yoga Satriadinatha
Abstrak :
ABSTRAK Komponen dalam fraksi etil-asetat ekstrak perikarp Garcinia mangostana Linn memiliki aktivitas antikanker dalam berbagai cell-line kanker kolon. Enkapsulasi ekstrak ini dalam kitosan alginat dapat mempercepat penghantaran senyawa aktif dalam ekstrak ke situs absorpsinya. Namun, belum terdapat penelitian yang mengevaluasi efek toksisitas senyawa ini pada hati (SGOT dan SGPT), ketika diadministrasi berulang selama 14 hari. Penelitian ini dirancang untuk mengevaluasi efek toksisitas setelah pemberian berulang selama 14 hari dari pemberian oral mikropartikel ekstrak Garcinia mangostana Linn dilapisi kitosan-alginat. Lima puluh enam mencit BALB/c dibagi menjadi 7 kelompok, termasuk dosis 0.5 gram/kgBB, 1.0 gram/kgBB, 2.0 gram/kgBB, pelarut, kontrol (normal), satelit dosis 2.0 gram/kgBB), dan satelit akuades (kontrol). Setiap tikus diberi ekstrak menggunakan sonde selama 14 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada semua parameter toksisitas, kecuali SGOT. Pada parameter ini, kelompok perlakuan dosis tertinggi hingga terendah, menunjukkan kadar SGOT yang lebih tinggi dan bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p=0.011). Setelah dilakukan subanalisis berdasarkan jenis kelamin hewan coba, perbedaan nilai SGOT yang signifikan terhadap kontrol hanya terjadi pada kelompok jantan (p=0.033). Akan tetapi, toksisitas ini bersifat reversibel, ditandai dengan tidak bermaknanya perbedaan nilai SGOT antar kelompok satelit (p=0.082). Nilai p untuk parameter SGPT, perubahan massa tubuh, dan massa hati berturut-turut sebesar 0.630, 0.202, dan 0.762. Administrasi harian per oral dari mikropartikel ekstrak perikarp buah manggis selama 14 hari menyebabkan peningkatan SGOT secara bermakna pada hewan coba jantan, dan bersifat reversibel. Administrasi ini tidak menunjukkan sifat toksisitasnya pada parameter lain (SGPT, massa tubuh, dan massa organ hati), baik pada kelompok jantan maupun betina.
ABSTRACT Components in the ethyl-acetate fraction of the Garcinia mangostana Linn pericarp extract have anticancer activity in various colon cancer cell-lines. Encapsulation of this extract in chitosan alginate can accelerate the delivery of active compounds in the extract to its absorption site. However, there are no studies evaluating the toxicity effects of these compounds on the liver (SGOT and SGPT), when administered over and over for 14 days. This study was designed to evaluate the effect of toxicity after 14 days of repeated administration of oral administration of Garcinia mangostana Linn microparticles extract coated with chitosan-alginate. Fifty-six BALB / c mice were divided into 7 groups, including a dose of 0.5 gram / kgBB, 1.0 gram / kgBB, 2.0 gram / kgBB, solvent, control (normal), satellite dose 2.0 gram / kgBB), and aquades satellite (control). Each rat was given extract using intragastric tube for 14 days. The results showed that there were no differences in all toxicity parameters, except SGOT. In this parameter, the highest to lowest dose treatment group showed higher and significant SGOT levels compared to the control group (p=0.011). After sub-analysis based on the sex of the experimental animals, significant differences in SGOT values compared to controls only occurred in the male group (p=0.033). However, this toxicity is reversible, characterized by the insignificant difference in SGOT values between two satellite groups (p=0.082). The p value for the SGPT parameters, changes in body mass, and liver mass respectively were 0.630, 0.202 and 0.762. 14 days repeated daily oral administration of the mangosteen pericarp extract microparticles causes a significant increase in SGOT in male animals, and is reversible. This administration does not show its toxicity in other parameters (SGPT, body mass, and liver mass), both in male and female groups.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinuraya, Fira Alyssa Gabriella
Abstrak :
Hiperurisemia merupakan faktor risiko independen dari sindroma metabolik. Kadar asam urat dikontrol dengan allopurinol. Akan tetapi, pemakaiannya pada pasien sindroma metabolik berisiko menimbulkan severe cutaneous adverse reactions SCAR . Oleh sebab itu, penelitian eksperimental ini bertujuan untuk membandingkan aktivitas anti-hiperurisemia allopurinol dengan ekstrak etanol akar Acalypha indica terhadap perubahan kadar asam urat tikus hiperurisemia yang diinduksi dengan diet tinggi fruktosa dan kolesterol DTFK selama tujuh minggu. Dua puluh lima tikus dibagi menjadi lima kelompok, yaitu kelompok kontrol normal, kelompok DTFK, kelompok allopurinol 30 mg/kgBB, kelompok Acalypha indica 250 mg/kgBB, dan kelompok kombinasi allopurinol dan Acalypha indica. Periode terapi empat minggu akan disertai dengan DTFK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok allopurinol memiliki peningkatan kadar asam urat terkecil, yaitu 1,2944 mg/dL SD 0,6884 mg/dL, sedangkan kelompok Acalypha indica menunjukkan peningkatan kadar asam urat, 1,8388 mg/dL SD 1,4842 mg/dL, yang tidak jauh berbeda dari kelompok DTFK, 1,7632 mg/dL SD 1,2625 mg/dL. Kelompok kombinasi menunjukkan peningkatan kadar asam urat yang tertinggi yaitu 2,2825 mg/dL SD 2,1969 mg/dL. Meskipun demikian, perbedaan ini tidak bermakna secara statistik. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor variasi genetik pada tikus dan kurangnya dosis terapi Acalypha indica.
Hyperuricemia is an independent risk factor of metabolic syndromes. Allopurinol is used to control uric acid level. However, usage in patients with metabolic syndrome is associated with the risk of severe cutaneous adverse reactions SCAR. Therefore, this experimental study aims to compare the anti hyperuricemic activity of allopurinol with etanol extract of Acalypha indica towards uric acid levels alteration in hyperuricemic rats induced by high fructose and high cholesterol diet. Twenty five rats are divided into five groups, that is group normal diet group, DTFK group, allopurinol 30 mg kg bw group, g Acalypha indica 250 mg.kg bw group, and combination of allopurinol and Acalypha indica group. Treatment is given in four weeks with continuity of the high fructose and high cholesterol diet. Results shows allopurinol group have the smallest increase in uric acid level, 1.2944 mg dL SD 0.6884 mg dL. Acalypha indica group shows similar increase in uric acid level with DTFK group, 1.8388 mg dL SD 1.4842 mg dL, and 1.7632 mg dL SD 1.2625 mg dL respectively. Combination group shows the highest increase in uric acid level, 2.2825 mg dL SD 2.1969 mg dL. However, these differences are not significant. This could be caused by the small dose of Acalypha indica and the possibility of rats rsquo genetic variation in the study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>