Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Parta Suhanda
Abstrak :
Tujuan : Tujuan penelitian ini mengetahui perbedaan kadar peroksida lipid (kadar MDA) dan kadar nitric oxide (NO) pada kultur jaringan plasenta preeklampsia dan plasenta wanita hamil normal sebagai pembanding. Rancangan Penelitian : Penelitian ini merupakan studi cross-sectional, sampel diambil dari jaringan plasenta penderita preeklampsia (n=13) dan plasenta wanita hamil normal (n=13) dilakukan kultur dengan menggunakan metode tabung selama 72 jam. Pemeriksaan kadar peroksida lipid (kadar malondialdehida) dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Pemeriksaan kadar NO menggunakan reagent griess dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Data dianalisis dengan uji t indefendent dan uji korelasi pearson dengan batas kemaknaan 0,05. Hasil : Rerata kadar peroksida lipid pada kultur jaringan plasenta preeklampsia dan plasenta normal 2,79 (1,36) vs 0,51 (0,28) nmol/ml sangat signifkan, sedangkan rerata kadar NO pada kultur jaringan plasenta preeklamsia dan normal 56,87 (32,96) vs 65,59 (40,73) ìmol/L tidak berbeda bermakna, dan ada korelasi negatif yang sangat lemah antara kadar peroksida lipid dengan kadar NO (r=-0,122) pada kultur jaringan placenta preeklampsia. Kesimpulan : Rerata kadar peroksida lipid pada kultur jaringan plasenta penderita preeklampsia lebih tinggi secara bermakna dibandingkan plasenta normal, rerata kadar NO pada kultur jaringan plasenta preeklampsia tidak berbeda secara bermakna dengan plasenta normal, dan ada korelasi yang sangat lemah antara kadar peroksida lipid dengan kadar NO pada kultur jaringan plasenta preeklampsia dan plasenta normal.
Level Of Lipid Peroxide And Nitric Oxide In Placenta Tissue Culture Of Pre Eclampsia PatientAim : The aim of this research is to acquire the difference of lipid peroxide (MDA level) and Nitric Oxide level (NO) between pre eclampsia placenta tissue culture and normal pregnant woman. Research Design : This research is cross-sectional study, the sample of this research was taken from placenta tissue of pre eclampsia patient (n =13) and woman whose normal placenta tissue (n=13). This research using culture and applying tube methode for 72 haurs. Checking level of lipid peroxide was done by using spectrophotometer at 530 nm length wave. Testing NO level was done by using reagent griess at 540 nm length wave. The data was analyzed by using independent t test and pearson correlation at significant level 0,05. Result : The average level of lipid peroxide pre eclampsia placenta and normal placenta was very significant, 2,79 (1,36) vs 0,51 (0,28) nmol/ml. Whereas, the average level of NO at pre eclampsia placenta cultur has no significant difference from normal placenta (56,87 (32,96 vs 65,59 (40,73) ìmol/L, and there is weak corelation between lipid peroxide level and NO level of pre eclampsia placenta tissue culture and normal placenta.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13657
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Murtiwi
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara penelitian : Selama kehamilan, untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin yang optimal diperlukan adaptasi ibu. Salah satu di antaranya terjadi perubahan kadar hormon pertumbuhan plasenta (hPGH), diduga akan menyebabkan kadar glukosa dan asam amino ibu meningkat. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan kadar glukosa dan asam amino ibu dan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) dan berat lahir normal (BBLN). Penelitian ini berupa studi eksploratif pada dua kelompok ibu hamil aterm (38 - 40 minggu). Kelompok I, 15 ibu hamil yang mempunyai taksiran berat janin antara 2000 - 2500 g. Kelompok II, ibu hamil yang mempunyai taksiran berat janin antara 2501 - 3500 g. Pengambilan percontoh darah dari vena kubiti ibu dan darah talipusat untuk pemeriksaan kadar glukosa dan asam amino total. Selain itu juga diukur berat plasenta. Dilakukan perbandingan nilai rata-rata antara dua kelompok dengan batas kemaknaan α = 5%. Hasil dan Kesimpulan : Kadar glukosa serum ibu kelompok BBLR = 112,4 mg/dl. Kelompok BBLN = 110,93 mg/dl. Kadar asam amino serum ibu kelompok BBLR = 5,62 mg/dl. Kelompok BBLN = 4,45 mg/dl. Kadar glukosa serum talipusat (bayi) kelompok BBLR = 97,13 mg/dl, kelompok BBLN = 107,33 mg/dl. Kadar asam amino serum talipusat kelompok BBLR = 6,33 mg/dl, kelompok BBLN = 4,79 mg/dl. Berat plasenta BBLR = 416,66 g. Berat plasenta BBLN = 483,33 g. Kadar glukosa dan asam amino ibu dan bayi dengan berat lahir rendah tidak berbeda dengan berat normal. ......Serum Levels Of Glucose And Amino Acids Of Mothers And Babies Of Low Birth Weight And NormalScope and Method of Study : During pregnancy, the mother supplies all essential nutrients for fetal growth and development. Maternal adaptations occur to meet the need of optimal fetal growth. Metabolic function changes represent one of the remarkable maternal adaptations. Maternal serum levels of glucose and amino acids increase as a result of the increasing serum levels of human placenta growth hormone (hPGH). The purpose of this study was to compare the glucose and amino acids levels in the serum of mothers with low birth weight (LBW) and normal birth weight (NBW) babies and the cord blood serum of the LBW and NBW babies. The method used in this study was exploration on two pregnant women groups of 38 - 40 weeks of pregnancy. The first group consisted of 15 pregnant women with LBW babies (2000 - 2500 g), and the second group was a group of 15 pregnant women who have NBW babies (2501 - 3500 g). Placenta weight were also taken. Result and Conclusion : The result of the study showed that, the mean serum glucose level of mothers with LBW babies was 112.4 mg/dl, while that of mothers with NBW babies was 110,93 mg/dl. The mean serum amino acids level of mothers with LBW babies was 5.62 mg/dl, and that of mothers with NBW was 4.45 mg/dl. The mean glucose value in placental cord of LBW babies was 97.13 mg/dl, while that of NBW babies was 107.33 mg/dl. While the mean serum amino acids levels of LBW babies were 6.33 mg/dl, and that of NEW babies was 4.79 mg/dl, The mean placenta weights of LBW babies was 416.66 g and that of NBW babies was 483.33 mg/dl. There was no significant difference in serum levels of glucose and amino acids in both low birth weight and normal.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Lestari
Abstrak :
Konsekuensi dan penerapan strategi SPICES di FK Unissula sejak 2005 adalah seluruh kegiatan pembelajaran harus dilaksanakan dengan pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa yang ditandai dengan adanya kegiatan belajar mandiri. Karena pembelajaran berpusat pada siswa tersebut merupakan budaya baru bagi mahasiswa, maka perlu dieksplorasi berbagai faktor yang dapat mempengaruhi perilaku mahasiswa dalam melaksanakan pembelajaran berpusat pada siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-fuktor prediksi perilaku pembelajaran berpusat pada siswa 205 mahasiswa angkatan 2005 dan 2006 menjadi subjek dalam penelitian ini. Keseluruhan data digali dengan menggunakan kuesioner. Risiko relatif (RR) dihitung untuk mengetahui risiko faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pernbe1ajaran berpusat pada siswa, dengan menggunakan regresi cox dengan time konstan, dengan menggunakan software STATA 9. Hasil penelitian menunjukkan 123 (60%) mahasiswa memiliki perilaku pembelajaran yang tergolong dalam kategori pembelajaran berpusat pada siswa. Kesiapan belajar mandiri (RR sesuaiatFI,76, IK1,39-2,22), persepsi positif terhadap pembelajaran berpusat pada siswa (RR suaian I,Sl, dan asa1 daerah (RR suaian = 5,96, IK = 1,75-2,22) merupakan faktor prediksi dominan terbadap perilaku pembelajaran berpusat pada siswa. Pengelahuan mengenai pembelajaran berpusat pada siswa serta pengnasaan teknologi informasi, usia, gender, dan tahun akademik bukan merupakan fuktor prediksi dominan perilaku pembelajaran berpusat pada siswa. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulksn bahwa untuk meningkatkan perilaku pembelajaran student centered, faktor kesiapan beajar mandiri dan persepsi positif siswa terhadap pembelajaran berpusat pada siswa perlu ditingkatkan. Perlu diberikan bimbingan dan perhatian lebih kepada siswa berasal dari luar Jawa agar siap dan mampu melaksanakan pembelajaran berpusat pada siswa. ......Sultan Agung Islamic medical school has to implement student centered learning strategy for all of its learning activities as its consequences of applying SPICES. Since the student centered learning is a new culture for most of the students study exploring factors which might influence the student centered behavior should be conducted. This study is aimed at investigating predicted factors of student centered behavior. 205 students from 2005 and 2006 academic year stood as the subjects of this study. Questionaires were used to collect data. Relative risks (RR) were calculated to identify the risk factors related to student centered behavior using Cox regression analysis with constant time. The results indicate that 123 (60%) subjects perform student centered behavior. Tbe students' self directed learning readiness score (RR ajusted (RRa)=L76, CI L39-2.22), Cl L26- dominant factors which influence the student centered behavior. Variables of students' knowledge about student centered learning, IT skill, gender, age and students' year entry do not seem to affect the student centered behavior. In order to improve the performance of student centered behavior, self directed learning readiness and student positive perception toward student centered learning should be taken into consideration. Students from out of Java should be given major attention and guidance to go through student centered learning atmosphere.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T31979
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trinovita Andraini
Abstrak :
Latar Belakang: Saat ini, perubahan pola diet, terutama pola diet Barat, yang banyak mengkonsumsi makanan siap saji dan minuman ringan menyebabkan peningkatan konsumsi harian fruktosa yang bermakna, bahkan mencapai 85-100 gram per hari. Data di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa seiring terus meningkatnya konsumsi HFCS dan sukrosa (terutama dari minuman ringan) juga terjadi peningkatan prevalensi obesitas. Peningkatan konsumsi fruktosa tampaknya merupakan salah satu faktor paling penting yang berkontribusi terjadinya epidemi obesitas karena dua alasan, yaitu proses metabolisme fruktosa terjadi lebih cepat dan menyediakan substrat lipogenik yang lebih banyak pada stadium postprandial dan fruktosa dapat menyebabkan overconsumption karena konsumsi fruktosa tidak menyebabkan peningkatan hormon leptin dan insulin posprandial. Leptin dan insulin merupakan sinyal adiposa jangka panjang yang bekerja pada hipotalamus dan mengatur jumlah asupan makanan dan energy expenditure sehingga mempengaruhi berat badan seseorang. Tujuan: Menganalisis pengaruh diet tinggi fruktosa terhadap kadar leptin serum postprandial tikus dan pengaruhnya terhadap asupan makanan dan berat badan. Metode: Studi eksperimental secara in vivo pada tiga kelompok tikus jantan spesies Sprague-Dawley, berusia 8-10 minggu dengan berat badan berkisar antara 150-200 gram. Tikus diberikan perlakuan selama 15 hari diberi larutan kontrol atau larutan glukosa 43% dengan dosis 2 mL/100 g BB/hari, atau fruktosa 43% dengan dosis 2 mL/100 g BB/hari dan makanan standar. Parameter yang diukur adalah jumlah asupan makanan, pertambahan berat badan dan kadar hormon leptin postprandial setelah 15 hari perlakuan dengan metode ELISA (Enzyme- Linked Immunosorbent Assay). Hasil: Kadar leptin serum postprandial tikus lebih tinggi secara bermakna pada kelompok perlakuan glukosa tetapi tidak berbeda bermakna pada kelompok perlakuan fruktosa dibanding kelompok kontrol, sedangkan jumlah asupan makanan pada kelompok perlakuan fruktosa lebih rendah daripada kelompok glukosa dan pertambahan berat badan pada kelompok perlakuan fruktosa lebih tinggi daripada kelompok perlakuan glukosa tetapi tidak berbeda bermakna. Kesimpulan: Fruktosa memiliki kecenderungan menyebabkan kadar leptin postprandial lebih rendah dari glukosa dan memiliki kecenderungan menyebabkan penurunan asupan makanan dan peningkatan berat badan yang lebih besar dibandingkan glukosa. ......Background: Nowadays, due to changing on diet, especially Western diet which consumes fast food and soft drink cause increasing daily consumption of fructose, even to achieve 85-100 gram per day. In US, data shows that the more to consume HFCS and sucrose (especially soft drink), the more to increase obesity. The increase of fructose consumption appears to be one crucial factor which contributes obesity epidemic due to two reasons as follows: fructose metabolism process happens faster and provides more lipogenic substrate on postprandial stadium and fructose can cause overconsumption because fructose consumption is not the same as glucose which does not cause increasing leptin hormone and insulin postprandial. Leptin and insulin are the long tenn adiposity signal which work on hipothalamus and manage amount of consumption food and energy expenditure so it will influence body weight. Objective: To understand the influence of high fructose diet on postprandial level of serum leptin and its influence to daily food intake and body weight in rat. Method: In vivo experimental study on three groups of male rats of Sprague-Dawley species, age between 8-10 weeks with body weight around l50-200 gram. Rats are given treatment for 15 days and given control liquid or glucose liquid 43% with dose of 2 mL/l00gr body weight/day or fructose 43% with dose of 2 mL/100 gr body weight/day and standard food. The measured Parameter are amount of daily food intake, increasing of body weight and postprandial serum leptin level after 15 days of treatment with ELISA (Enzyme Linked Immzmosorbent Assay) method. Result: The rats postprandial serum leptin level is higher significantly on glucose treatment groups but it is not different to fructose treatment group compared to control group. In addition, amount of daily food intake on fructose treatment group is lower than that of glucose group and gaining body weight of fructose treatment group is higher than that of glucose treatment but the different between them is not significant. Conclusion: Fructose tends to cause degree of postprandial serum leptin level lower than glucose and tend to cause decreasing consumption of food and gaining body weight higher than glucose.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T33931
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Christianto
Abstrak :
Tujuan Mengetahui hubungan antara asupan energi, protein, kalsium, vitamin D dan aktivitas fisik dengan resorpsi tulang Tempat Malang, Jawa Timur Metodologi Studi potong lintang terhadap 109 lansia sehai. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik subyek penelitian berdasarkan umur, jenis kelamin, data antropometri (berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh), analisis asupan zat gizi derigan FFQ semikuantitatif dan recall 1 x 24 jam, analisis aktivitas fisik dengan kuesioner aktivitas fisik, dan data laboratorium (CTx serum dan rasio kalsium kreatinin dalam urin 24 jam). Data dianalisis dengan uji korelasi Pearson dan analisis multivariat regresi multiple. Hasil Subyek penelitian terdiri dari 49 laki-laki dan 60 perempuan dengan rerata usia 68,19 ± 5,91 tahun. Sebagian besar subyek penelitian berpendidikan sedang sampai tinggi, dan berpenghasilan menengah rendah. Rerata IM£ subyek penelitian ialah 23,86 ± 3,08 kglm2. Rcrata asupan energi ialah 1548 ± 416,23 kkal; rerata asupan protein 59,14 + 11,37 g; rerata asupan kalsium 928,62+ 360,79 mg, dan rerata asupan vitamin D 9,85 ± 5,09 pg. Indeks aktivitas fisik sebagian besar subyek penclitian mencngah sampai tinggi. Didapatkan korelasi negatif yang berrnakna anlara CTx dengan asupan energi, protein, kalsium, dan aktivitas fisik. Korelasi negatif berrnakna juga didapatkan antara rasio kalsium kreatinin dengan asupan energi, protein dan kalsium, sedangkan korelasi positif bermakna didapatkan dengan variabel umur. Pada analisis multivariat, CTx berhubungan secara negatif bcrrnakna dengan protein, kalsium dan aktivitas fisik. Sedangkan rasio kalsium kreatinin berhubungan secara positif bermakna dengan umur dan kalsium. Kesimpulan Rerata asupan energi subyek penelitian lebih rendah daripada AKG VIII, narnun dengan tingkat asupan tersebut, IMT dalam batasan normal sampai obes. Rerata asupan protein, kalsium dan vitamin D subyek penelitian lebih besar dibandingkan dengan AKG VIII. Didapatkan hubungan yang bermalma antara asupan protein, kalsium dan aktivitas fisik dengan resorpsi tulang. Didapatkannya hubungan yang bermakna, namun dengan derajat rendah, menunjukkan adanya pcngaruh faktor lain dalam bahan makanan.
Objective To determine the relationship between nutritional intake and physical activity with bone resorption of Indonesian elderly Place Malang, East Java Method A cross-sectional study in 109 community dwelling elderly (>60 y) free of medication know to affect bone. Semiquantitative FFQ, validated with 1x24 hour food recall was used to assess energy, protein, calcium, and vitamin D. Assessment of physical activity was done with a questionnaire based on the Dutch questionnaire modified by Josten. Bone resorption were measured by its collagen degradation product, C-telopeptide in serum. Bivariate and multivariate analysis was done to assess relationship between nutrients and physical activity with biomarker of bone resorption. Results Subject were 49 men and 60 women with mean age of 68,19 +/- 5,91 years old. Most subject had moderate high education, and a middle low income. Based on the Physical Acticity Index, most subjects has moderate to highphysical activity. The body mass index of most subjects were normal to obese. Mean intake of energy in subjects were 1548 +/- 416,23 kcal. Mean intake of protein were 59,14 +/- 11,37 g/d, mean Calcium intake were 928,62 mg/d and mean vitamin D intake were 9,85 +/- 5,09 µg. There were significant negative correlation between intakes of energy, protein, calcium, and physical activity with CTx. Significant negative correlation were also found between intakes of energy, protein, calcium with calcium creatinine ratio, while positive significant correlation were found with age. Multiple regression analysis showed significant relationship between protein and calcium intakes and physical activity with CTx and between calcium intake and age with calcium creatinine ratio. Conclusion Mean intake of energy were lower than the Indonesian RDA. But at this level BMI were normal to obese. Mean intakes of protein, calcium and vitamin D were well above the Indonesian RDA. Significant relationship were found between intakes of protein and calcium and physical activity with bone resorption. The rather low but statistically significant relationship, shows that the other factors in food sources, that may play role in bone resorption, such as osteoprotegerin/OPG, IGF-1, potassium, vitamin K, zinc and magnesium.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17676
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Syabariah
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Implant Levonorgestrel dan Depo medroksiprogesteron asetat (DMPA) merupakan 2 jenis kontrasepsi hormonal jangka panjang yang hanya berisi derivat hormon progestogen. Penggunaan jangka panjang kontrasepsi tersebut dapat menimbulkan gangguan pola menstruasi (pendarahan endometrium). Salah satu teori mengatakan bahwa gangguan tersebut disebabkan kerapuhan kapiler endometrium, karena tergangguannya keseimbangan metabolisme asam arakidonat. Progestogen meningkatkan metabolisme asam arakidonat jalur epoksigenase yang menghasilkan radikal bebas yang kemungkinan meningkatkan kadar peroksida lipid (oksidan). Di lain pihak, vitamin E diketahui merupakan zat antioksi dan utama dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kontrasepsi progestogen (Implant Levonorgestrel dan DMPA) terhadap keseimbangan oksidan dan antioksidan tubuh melalui pengukuran kadar peroksida lipid dan kadar vitamin E plasma. Pada penelitian ini diukur dan dibandingkan antara kadar peroksida lipid dan kadar vitamin E plasma sebelum dan sesudah 3 bulan penggunaan kontrasepsi Implant Levonorgestrel, DMPA dan kontrol. Pengukuran kadar peroksida lipid plasma dengan spektrofotometri sedangkan pengukuran kadar vitamin E dengan kromatografi cair kecepatan tinggi (KCKT). Masing-masing tujuh orang wanita calon pengguna kontrasepsi Implant Levonorgestrel dan tujuh orang wanita calon pengguna DMPAdan tujuh orang kontrol diukur kadar peroksida lipid dan kadar vitamin E plasmanya dan pengukuran diulangi setelah 3 bulan penggunaan kontrasepsi. Data dianalisa dengan analisis varians, uji perbandingan lebih dari dua kelompok, setelah sebelumnya diuji normalitas dengan uji Koimogorov-Smirnov dan uji variansi dengan uji Levene statistic. Hasil dan Kesimpulan : Dari penelitian diperoleh (1) Kadar peroksida lipid plasma baik sesudah penggunaan kontrasepsi Implant Levonorgestrel maupun DMPA lebih tinggi secant bermakna (p < 0,05), dibandingkan sebelum penggunaan kontrasepsi, (2) Kadar vitamin E plasma sesudah 3 bulan penggunaan kontrasepsi DMPA lebih rendah secara bermakna (p<0,05) dan pada pengguna kontrasepsi Implant cenderung lebih rendah dibandingkan sebelum penggunaan (3) Perubahan peningkatan kadar peroksida lipid plasma pada perlakuan dan kontrol secara statistik tidak berbeda beimakna, dan (4) Perubahan penurunan kadar vitamin E plasma pada perlakuaan dan kontrol juga secara statistik tidak berbeda bermakna (p > 0.05).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Rizki
Abstrak :
Latar belakang: Pentingnya kemampuan kepemimpinan bagi seorang dokter dalam menjankan tugas memunculkan pemikiran untuk mulai menumbuhkannya secara terstruktur dalam pendidikan kedokteran. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan suatu model pendidikan kepemimpinan yang efektif. Dalam upaya merancang model pendidikan kepemimpinan ini, perlu digali harapan dosen sebagai komponen inti perancang kurikulum. Dengan mengetahui harapan dosen, institusi dapat menentukan langkah-langkah strategis yang diperlukan dalam rangka keberhasilan rancangan dan implementasi model pendidikan kepemimpinan dalam kurikulum Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Metode: Studi kualitatif dengan menggunakan wawancara mendalarn pada 11 dosen Fakultas Kedokteran Universitas Mataram yang diperoleh melalui maximum variαtion sampling; Data dianalisis secara kualitatif untuk mendapatkan isu dan tema yang penting. Hasil: Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Mataram menganggap kepemimpinan penting untuk diajarkan di kurikulum. Kepemimpinan 1m mencakup. ranah pengetahuan, keterampilan dan sikap. Sebagian besar dosen mengharapkan pendidikan kepemimpinan diterapkan secara terintegrasi di kurikulum. Indikator penilaian yang diharapkan dosen meliputi kemampuan komunikasi, kualítas pribadi, keterampilari interpersonal, visioner, 'kemampuan mempengaruhi, kerjasama kelompok, dan kemampuan berorganisasi. Metode penilaian yang tepat masih menjadi isu yang menjadi perhatian sebagian besar dosen, namun dosen mengharapkan adanya standar penilaian yang telah ditetapkan sebelumnya. Simpulan: Harapan dosen mengenai pendidikan kepemimpinan adalah pendidikan kepemimpinan ini diberikan secara terintegrasi dengan metode belajar yang mengutamakan praktek mencakup ranah pengetahuan, keterarnpilan dan sikap dengan standar pencapaian yang telah ditetapkan sebelumnya. ......Background: The importance of physician leadership has driven the need to systematically cultivate it as early as medical students enter medical education. In cultivating physician leadership systematically, an ideal model of physician leadership education is crucial. Teachers' expectation wiII give significant contribution in a search of such a model since they will be the core of curriculum planning team. Therefore, it is important to know teachers' expectation of physician leadership education in medical curriculum. Methods: In-depth interviews were undertaken using maximum variation sampling with 11 teachers of Faculty of Medicine, University of Mataram . The data were analysed qualitatively to identifikasi important issues and themes. ResuIts: Teachers consider leadership as an important competence for future physicians. Physician leadership. comprises knowledge, skills and attitudes. Most teachers prefer it to be delivered integratively in medical curriculum. They expect it to be delivered using multiple methods ranging from lecture to field-work. The expected outcomes include communication skills, personal quality, interpersonal skills, ViSion setting, inf1uencing skills, teamwork, and organizing skills. Teachers consider assessment of physician leadership is still needed to be clearly defined. Conclusion: Teachers' expectations of physician leadership education are integrative delivery; comprises knowledge, skills, and attitudes; delivered by multiple learning methods; and clearly defined assessment criteria.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T56852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoanita Huriyati
Abstrak :
Latar Belalrang: Omega-3 sebagai salah satu jenis asam lemak tak jenuh majemuk dapat membentuk ikatan dengan fosfogliserida membangun sekaligus menentukan fluiditasnya. Peningkatan fluiditas membran diduga dapat meningkatkan laju difusi oksigen melewati membran sehingga kecepatan 8kl.lllI\l|8$i laktat akan menurun dan respon kelelahan dapat ditunda Hal ini ditandai dengan meningkatnya daya tahan kontraksi otot rangka selama melakukan kerja fisik. Tujuan: Mengetahui penganrh omega-3 suplementasi omega-3 l400mg/hari selama 8 minggu terhadap daya tahan kontraksi olot rangka selama kerja iisik imensitas sedang durasi panjang pack orang dewasa norhatlet. Metode: Penelitian ini msnggzmakan desain pre-pos! iruervenzion dengn komml diri sendiri pada I0 orang pria dewasa sehat berusia 20~24 tahun. Subyek penelitian diberikan suplemen omega-3 dengn dosis |400 mg/hari selama 8 minggu. Parameter yang diukur adalah kadar laktat darah dan durasi kerja selama melakukan kerja fisik intensitas sedang durasi panjang pada treadmill sebelum dan setelah perlakuan. Hasil: Kadar laktat darah menurun secara bermakna dari minggu 0 ke minggu 8. Penurunan ini terjadi pada saat pre-exercise (p=0.003), pada 10 menit exercise (p=0.00l), dan saat lelah (p=0.003). Didapati pula adanya peningkatan nilai setara durasi kerja fisik secara bermakna (p=0.005) dari 24.44¢l1.74 mmit di minggu 0 menjadi 27.99tl2_4I mmit di minggu 8. Selain im, terdqpar respon penunman deuyut jantung yang bermakna pda saat pre-exercise (p=0.003), pada 10 menit exercise (p=0.0l4), dan saat lelah (p=0.025) disenai perubahan tekanan darah yang tidak: bermakna. Ksimpulan: Penumnan kadar laktat darah 500311 bermakna setelah suplementasi omega-3 dengan dosis 1400 mg/hari selama 8 minggu mencerminkan adanya perbaikan suplai oksigen di sel otot rangka. Peningkatan durasi kerja fisik yang bermakna pada penelitian ini mencerminkan adanya peningkatan daya tahan konrraksi otot rangka yang disebabkan oleh meningkatnya kemampuan se! otot rangka untuk menyediakan energi melalui metabolisme aerobik. Respon penurunan denyut jantung yang bennakna disertai perubahan tekanan darah yang tidak bermakna pada pmditian ini mencerminkan adanya peningkatan daya pompa jantung yang menyebabkan suplai oksigen ke otot rangka menjadi Iebih hails.
Background: Omega-3 as one of polyunsaturated fatty acids (PUFAS), bind to membrane glycerophospholipid and determine its fluidity. The increase of membrane fluidity is thought to improve oxygen diffusion rate through membrane and causing reduction of lactate accumulation rate. Therefore, fatigue response can be delayed This condition characterized by the improvement of skeletal muscle endurance during physical work activity. Objective: Knowing the etrects of 1400 mg/day omega-3 suplem tation in 8 weeks on skeletal muscle endurance, during moderate physical work intensity for non-athlete adults. Method: Pre-post intervention design with self control is applied on this reaserach to 10 healthy males in 20-24 years of age. Omega-3 suplementation is giv to subjects in 1400 mg/day tbr 8 weeks. Parameters being measured are blood lactate level and physical work duration before and after treatment, during moderate physical work intensity on treadmill. Result: Blood lactate level decreases significantly from week-0 to week-8. The decrease is found at pre-exercise (p=0.003), I0 minutes of exercise (p=0.00l), and when subjects report tiredness (p=0.003). There is also a significant increase (p=0.005) on mean value of physical work duration ‘from 24.44a=ll.74 minutes in week-0 into 27.99=tl2.4I minutes in week-8. Moreover, there is a significant decrease in heart rate at pre-exercie (p=0.003), 10 minutes of exercise (p=0_0l4), and when subjects report tiredness (p=0.025)_ This condition is accompanied by urrsigniiicant changes of blood pressure. Conclusion: Significant decrease of blood lactate level atler 8 weeks of I400 mg/day omega-3 suplementation reflecting improvement of oxygen supply into skeletal muscle. Whereas significant increase of physical work duration in this research reflecting improvement of skeletal muscle endurance. This condition results from the improvement of skeletal muscle ability to supply energy through aerobic metabolism. Significant decrease of heart rate which accompanied by unsignilicant changes of blood pressure in this research, reflecting improvement of heart pump capacity and providing a better oxygen supply into skeletal muscle.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T33807
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hall, John E. (John Edward), 1946-
Singapore: Saunders, 2014
612 HAL g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Noortiningsih
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian salah satu perubahan fisiologis sistem hormonal yang menyertai kegiatan fisik ialah terjadi peningkatan kadar endorfin dan penurunan kadar gonadotropin di dalam tubuh. Endorfin, diketahui mempunyai sifat inhibitor kuat terhadap sekresi gonadotropin, sehingga menurunnya kadar Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle-stimulating Hormone (FSH) selama kerja fisik, diduga berhubungan erat dengan meningkatnya kadar endorfin tersebut. Hal ini diduga merupakan kunci penting penyebab timbulnya gangguan fungsi sistem reproduksi, khususnya pada atlit-atlit wanita. Dari berbagai penelitian diketahui, bahwa endorfin dan agonisnya, menurunkan sekresi LH dan FSH, sedangkan antagonisnya, meningkatkan sekresi hormon-hormon tersebut. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh latihan fisik menimbulkan gangguan terhadap fungsi sistem reproduksi melalui adanya peningkatan kadar endorfin, dilakukan pengamatan terhadap lama siklus estrus, berat ovarium, dan jumlah folikel ovarium tikus, yang diberi latihan fisik aerobik tanpa dan dengan pemberian nalokson sebagai antagonis endorfin. Penelitian dilakukan terhadap 60 ekor tikus putih betina. Latihan fisik diberikan dengan menggunakan treadmill, dengan kecepatan 800 m/jam, inklinasi nol derajad, lama kerja 30 menit/hari/satu kali kerja fisik, dengan variasi lama latihan, 20, 40, dan 60 hari. Nalokson diberikan subkutan dengan dosis 1 mg/kg berat badan. Hasil dan Kesimpulan : Latihan fisik yang diberikan, menyebabkan siklus estrus menjadi lebih panjang (P<0,01), berat ovarium mengalami penurunan (P<0,01), tidak terdapat perbedaan jumlah folikel primer maupun sekunder (P>0,05), tetapi jumlah folikel Graaf menurun dengan nyata (P<0,05), dan terdapat peningkatan jumlah folikel atresia selama fase luteal (P<0,01). Pemberian nalokson selama latihan fisik dapat menghambat pemanjangan siklus estrus, menghambat penurunan berat ovarium, meningkatkan jumlah folikel Graaf, dan menurunkan jumlah folikel atresia, mendekati kelompok tikus kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latihan fisik yang diberikan telah mengganggu fungsi sistem reproduksi tikus percobaan, dan pemberian nalokson dapat menghambat pengaruh latihan fisik terhadap fungsi sistem reproduksi tersebut. Namun demikian penelitian ini belum menunjukkan, sejak kapan latihan fisik yang diberikan mulai mengganggu fungsi sistem reproduksi tikus percoban, karena hasil yang diperoleh tidak menunjukkan adanya interaksi antara perlakuan dengan lamanya latihan (P>0,05).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>