Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Averroes Ghazaly Haserra
"Perkawinan campur merupakan pernikahan yang cukup rentan terhadap masalah karena adanya perbedaan budaya antarindividu. Perbedaan budaya tersebut ditemukan dapat berujung pada ketidakpuasan pernikahan. Kepuasan pernikahan ditemukan dapat ditingkatkan dengan berkomitmen terhadap pasangan. Selain itu, openness to experience juga ditemukan berhubungan dengan kepuasan pernikahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari komitmen dan openness to experience terhadap kepuasan pernikahan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan 90 partisipan perkawinan campur. Komitmen diukur menggunakan Investment Model of Commitment (Rusbult, Martz, & Agnew, 1998), kepuasan pernikahan diukur menggunakan Couple Satisfaction Index (Funk & Rogge, 2007), dan openness to experience diukur menggunakan Big Five Inventory (Rammstedt & John, 2007). Hasil analisis regresi sederhana menunjukkan bahwa komitmen dan openness to experience memengaruhi kepuasan pernikahan secara positif pada perkawinan campur. Selanjutnya, ketika diuji menggunakan regresi berganda komitmen ditemukan sebagai faktor yang paling kuat dalam memengaruhi kepuasan pernikahan pada perkawinan campur.

International marriages are marriages that are quite vulnerable to problems because of cultural differences between individuals. These cultural differences are found to lead to marital dissatisfaction. Marital satisfaction is found to be enhanced by commitment to the spouse. In addition, openness to experience was also found to be related to marital satisfaction. This study aims to determine the effect of commitment and openness to experience towards marital satisfaction. This research uses a quantitative approach with 90 participants in international marriages. Commitment is measured using the Investment Model of Commitment (Rusbult, Martz, & Agnew, 1998), marital satisfaction is measured using the Couple Satisfaction Index (Funk & Rogge, 2007), and openness to experience is measured using the Big Five Inventory (Rammstedt & John, 2007). The result of a simple regression analysis shows that commitment and openness to experience affect marital satisfaction positively in international marriage. Furthermore, when tested using multiple regression, commitment was found to be the most powerful factor influencing marital satisfaction in international marriage."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hudawan Satria Jati
"Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan salah satu teori yang tepat digunakan untuk mempreiksi intensi dari suatu tingkah laku. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh dari determinan TPB terhadap intensi untuk melakukan perilaku mencontek pada mahasiswa. Mayoritas dari mahasiswa yang menjadi partisipan (96%) melaporkan pernah melakukan perilaku mencontek. Berdasarkan dari uji regresi linear secara keseluruhan, determinan TPB memprediksi 25,4% variasi di intensi untuk melakukan perilaku mencontek (R2=,254). Namun secara terpisah, kontrol tingkah laku yang dipersepsi (PBC) memiliki pengaruh yang paling signifikan dalam memprediksi variasi dalam intensi untuk tetap mencontek (R2=,272). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kontrol tingkah laku yang dipersepsi menjadi determinan yang paling baik dalam memprediksi intensi mahasiswa untuk melakukan tingkah laku mencontek.

Theory of Planned Behavior (TPB) is one of the right theory to predict the intention of a behavior. The aim of this research is to show the influences from determinants in TPB towards the intention of cheating behavior over college students. Most participants (96%) informed they have cheated before in one year time frame. Result from linear regression test simultaneously showed that determinants in TPB predicted 25,4% of intention variety to perform cheating behavior (R2=,254). Nevertheless, separately the perceived behavioral control has the most significant influence over predicting the variety of intention in cheating behavior (R2=,272). The results shows that perceived behavioral control is the best determinant to predict students intention of cheating behavior.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S57703
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisatul Umami
"[Remaja yang ditinggal orangtuanya bekerja sebagai Buruh Migran di Luar negeri rentan mengalami loneliness dan memiliki kecenderungan psikotik. Periode remaja ini merupakan periode paling sulit dalam kehidupan remaja (Gender, 1998). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa tinggi persentase loneliness dan kecenderungan psikotik pada remaja. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan alat ukur The 6-Item De Jong Gierveld Loneliness Scale untuk mengethui tingkat loneliness partisipan dan Psychotic like-Experince (PLE). Penelitian ini mengikutsertakan 171 remaja, usia 11-16 tahun yang berdomisili di Desa Cilamaya, Karawang, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja mengalami lonelines sebesar 73.7% dan kecenderungan psikotik sebesar 81.9%.;Adolescent who were left behind by parent to work as migrant workers abroad prone to experience loneliness and has psychotic tendencies. This adolesence period is the most difficult period in their life (Gender, 1998). This study aims to determine how high percentage of loneliness and psychotic tendencies in adolescents. This study method using a quantitative approach using ?The 6-Item De Jong Gierveld Loneliness Scale? and ?Psychotic-like experinces (PLE). This study included 171 adolescents, age 11-16 years old in Cilamaya Village, Karawang, West Java. The results showed that lonliness have 73.7% and psychotic tendencies is 81.9%.;Adolescent who were left behind by parent to work as migrant workers abroad prone to experience loneliness and has psychotic tendencies. This adolesence period is the most difficult period in their life (Gender, 1998). This study aims to determine how high percentage of loneliness and psychotic tendencies in adolescents. This study method using a quantitative approach using ?The 6-Item De Jong Gierveld Loneliness Scale? and ?Psychotic-like experinces (PLE). This study included 171 adolescents, age 11-16 years old in Cilamaya Village, Karawang, West Java. The results showed that lonliness have 73.7% and psychotic tendencies is 81.9%., Adolescent who were left behind by parent to work as migrant workers abroad prone to experience loneliness and has psychotic tendencies. This adolesence period is the most difficult period in their life (Gender, 1998). This study aims to determine how high percentage of loneliness and psychotic tendencies in adolescents. This study method using a quantitative approach using “The 6-Item De Jong Gierveld Loneliness Scale” and “Psychotic-like experinces (PLE). This study included 171 adolescents, age 11-16 years old in Cilamaya Village, Karawang, West Java. The results showed that lonliness have 73.7% and psychotic tendencies is 81.9%.]"
2015
S59535
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Jeremy Ardiansyah
"Di Indonesia, prevalensi penyakit kronis terus meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit kronis dapat menimbulkan dampak negatif baik fisik, psikologis, maupun sosial. Persepsi dukungan sosial dapat membantu penyembuhan individu dengan penyakit kronis. Salah satu faktor yg dapat mempengaruhi persepsi dukungan sosial adalah penerimaan diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara penerimaan diri dengan dukungan sosial pada mahasiswa yang memiliki penyakit kronis. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional pada 115 mahasiswa status aktif program studi Sarjana Universitas Indonesia yang memiliki penyakit kronis. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Unconditional Self-Acceptance Questionnaire (USAQ) sebagai alat ukur penerimaan diri dan Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) untuk mengukur persepsi dukungan sosial. Temuan pada penelitian ini menggambarkan 73,9% mahasiswa memiliki tingkat penerimaan diri pada kategori sedang dan 69,6% mahasiswa memiliki tingkat persepsi dukungan sosial dengan kategori sedang. Hasil analisis membuktikan adanya hubungan yang positif antara penerimaan diri dengan persepsi dukungan sosial pada mahasiswa yang memiliki penyakit kronis.

In Indonesia, the prevalence of chronic diseases continues to increase from year to year. Chronic disease can have a negative impact on physically, psychologically, and socially. Perceived social support can help heal individuals with chronic diseases. One of the factors that can affect perceived social support is self-acceptance. This study aims to determine the correlation between self-acceptance and social support in college students who have chronic illnesses. The research method used was quantitative research with a cross-sectional study on 115 undergraduate students at the University of Indonesia who had chronic diseases. The instruments of this research that were used in this study is the Unconditional Self-Acceptance Questionnaire (USAQ) as an instrument of self-acceptance and the Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) as an instrument of perceived social support. The findings in this study illustrate that 73.9% of students have a moderate level of self-acceptance and 69.6% of students have a moderate level of perceived social support. The results of the analysis prove that there is a correlation positively between self-acceptance and perceived social support in college students who have chronic illnesses."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Yasmin Maharani
"Stroke merupakan penyebab disabilitas tertinggi yang disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah ke otak. Oleh karena itu, pasien stroke membutuhkan adanya bantuan dari family caregiver untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Banyaknya bantuan dan tuntutan yang harus dipenuhi oleh family caregiver rentan membuat family caregiver merasa terbebani. Melihat permasalahan tersebut, salah satu faktor protektif yang ditemukan mampu membantu family caregiver memaksimalkan potensi yang dimiliki untuk bangkit dari situasi sulit dan mengurangi beban yang dirasakan adalah resiliensi keluarga. Penelitian ini dilakukan untuk menguji besar peranan resiliensi keluarga pada beban caregiver pada family caregiver pasien stroke. Penelitian dilakukan terhadap 58 family caregiver pasien stroke dengan rentang usia 18–62 tahun. Pengukuran variabel dilakukan menggunakan alat ukur Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) dan Zarit Burden Interview (ZBI-22). Hasil analisis regresi linear sederhana menunjukkan bahwa terdapat peranan negatif dan signifikan dari resiliensi keluarga terhadap beban caregiver pada family caregiver pasien stroke (F=10,646, p<0,05, R2=0,16). Hasil tersebut menyimpulkan tingginya resiliensi keluarga dapat berperan terhadap rendahnya beban caregiver. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya untuk menggali lebih dalam mengenai peran resiliensi keluarga dalam menanggulangi beban caregiver.

Stroke is the leading cause of disability and it occurs when blood vessels in the brain are blocked or burst. Due to the resulting disabilities, stroke patients require assistance from family caregivers to perform daily activities. The high demand and support needed from family caregivers make them vulnerable to feeling burdened. Considering this issue, one protective factor that has been found to help family caregivers maximize their potential and reduce the perceived burden is family resilience. This study aimed to examine the significant role of family resilience on caregiver burden among family caregivers of stroke patients. The research involved 58 family caregivers of stroke patients aged between 18 and 62 years. The variables were measured using the Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) and Zarit Burden Interview (ZBI-22). The results of a simple linear regression analysis indicate a significant negative role of family resilience on caregiver burden among family caregivers of stroke patients (F=10,646, p<0,05, R2=0,16). These findings concluded that high family resilience can contribute to a reduced caregiver burden.  It is hoped that the findings of this research will serve as a reference for further studies to explore the role of family resilience in alleviating caregiver burden."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathonathul Arifah Azzahra Nabila
"Penyesuian keadaan seperti tantangan, tugas guru yang lebih tinggi dan peran guru di sekolah dasar inklusif dapat menjadi penyebab stres. Stres yang tinggi akan menurunkan tingkat kesejahteraan subjektif guru atau TSWB. Untuk meminimalisir stres tersebut membutuhkan coping. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara coping dengan TSWB di sekolah dasar inklusif. Penelitian ini dilakukan pada 76 guru sekolah dasar inklusif. Hasil perhitungan pearson correlation menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara emotion-focused coping (r = 0,610, p<0,01) , problem-focused coping (r = 0,530, p<0,01) dan avoidant coping (r = 0,469, p<0,01) dengan TSWB di sekolah dasar inklusif. Dapat disimpulkan bahwa emotion-focused coping, problem-focused coping, dan avoidant coping berhubungan secara positif dengan TSWB di sekolah dasar inklusif.

Adjustment of circumstances such as challenges, higher teacher duties and the role of teachers in inclusive primary schools can be a cause of stress. High stress will reduce the level of subjective well-being of teachers or TSWB. To minimize this stress requires coping. This study was conducted to examine the relationship between coping and TSWB in inclusive elementary schools. This research was conducted on 76 inclusive elementary school teachers. The results of the Pearson correlation calculation show that there is a significant positive relationship between emotion-focused coping (r = 0.610, p<0.01) , problem-focused coping (r = 0.530, p<0.01) and avoidant coping (r = 0.469 , p<0.01) with TSWB in inclusive primary schools. It can be concluded that emotion-focused coping, problem-focused coping, and avoidant coping are positively related to TSWB in inclusive elementary schools."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reghina Ammanda Puteri
"Berdasarkan penelitian sebelumnya, individu yang memiliki kepuasan hidup yang tinggi menunjukkan bias atensi yang lebih besar pada informasi positif ketimbang negatif, sementara mereka yang memiliki kepuasan hidup rendah lebih bias pada informasi negatif ketimbang positif. Hal ini menunjukkan tingkat kepuasan hidup dapat berdampak pada proses kognitif seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan bias atensi terkait emosi dan tingkat kepuasan hidup pada mahasiswa yang bekerja sebagai pengajar paruh waktu, karena mereka memiliki lebih banyak tuntutan yang harus dijalani sehingga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan hidupnya. Dalam penelitian ini, mahasiswa yang bekerja sebagai pengajar paruh waktu dengan tingkat kepuasan hidup rendah diperkirakan akan memiliki bias atensi terhadap informasi negatif yang lebih besar dan bias atensi terhadap informasi positif yang lebih kecil dibandingkan pengajar paruh yang memiliki tingkat kepuasan hidup tinggi. Sebanyak 146 mahasiswa yang bekerja sebagai pengajar paruh waktu dan berusia 18 - 25 tahun (M = 21 tahun 6 bulan) berpartisipasi. Skor bias atensi diukur dengan Emotional Stroop Task dengan menggunakan stimulus kata negatif, positif dan netral, sedangkan kepuasan hidup diukur menggunakan The Satisfaction with Life Scale (SWLS) oleh Diener (1985). Hasil menunjukkan bahwa secara umum, partisipan menunjukkan bias atensi terhadap informasi positif jauh yang lebih besar ketimbang bias atensi terhadap informasi negatif. Selain itu, tidak ada perbedaan bias atensi pada informasi positif maupun negatif berdasarkan skor SWLS. Secara umum, mahasiswa yang bekerja sebagai pengajar paruh waktu lebih bias pada informasi positif ketimbang negatif dan pola ini tidak dipengaruhi oleh tingkat kepuasan hidup mereka.

Based on a previous study, individuals with higher life satisfaction showed a greater attentional bias to positive than negative information, while those with lower life satisfaction were more biased towards negative information than positive. This shows that the levels of life satisfaction can have an impact on an individual's cognitive processes. This study aimed to look at the differences in attentional bias related to emotions and the levels of life satisfaction in students who work as part-time teachers, because they tend to have responsibilities that can affect their level of life satisfaction. In this study, students who worked as part-time teachers with lower levels of life satisfaction were expected to have a larger attentional bias towards negative information and a smaller attentional bias towards positive information than part-time teachers who had higher levels of life satisfaction. A total of 146 students who worked as part-time teachers and aged 18 - 25 years (M = 21 years 6 months) participated. Attentional bias scores were measured using the Emotional Stroop Task using negative, positive and neutral word stimuli, while life satisfaction was measured using The Satisfaction with Life Scale (SWLS) by Diener (1985). The results showed that, in general, the attentional bias to positive information was larger than the attentional bias to negative information. In addition, there was no difference in attentional bias towards positive or negative information based on the SWLS scores of the participants. Thus, students who work as part-time teachers were more biased towards positive information than negative and this pattern was not affected by their level of life satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfia Triwahyuni
"Penelitian dilakukan untuk melihat peran dari childhood emotional maltreatment dan psychological mindedness terhadap college emotional adjustment. Penelitian merupakan penelitian kuantitatif, korelasional, dengan convenience sampling. Partisipan dari penelitian merupakan 335 mahasiswa sarjana yang berkuliah di perguruan tinggi di Indonesia. Alat ukur yang digunakan adalah Student Adjustment to College Questionnaires (1984), Childhood Trauma Questionnaire Short Form (1994), dan Balanced Index of Psychological Mindedness (2009). Data diolah menggunakan analisis korelasi dan analisis multiple regression. Hasil analisis menemukan hubungan negatif yang signifikan antara childhood emotional maltreatment dengan college emotional adjustment, dan hubungan positif yang signifikan antara psychological mindedness dengan college emotional adjustment. Childhood emotional maltreatment dan psychological mindedness juga ditemukan sebagai prediktor dari college emotional adjustment.

The study was conducted to see the role of childhood emotional maltreatment and psychological mindedness on college emotional adjustments. This is a quantitative, correlational study with convenience sampling. Participants in this study are 335 undergraduate students studying at universities in Indonesia. The measuring instruments used are Student Adjustment to College Questionnaires (1984), Childhood Trauma Questionnaire Short Form (1994), and Balanced Index of Psychological Mindedness (2009). The data were analysed using correlation analysis and multiple regression analysis. Results showed that there are significant relationships between childhood emotional maltreatment and college emotional adjustment, and significant relationship between psychological mindedness and college emotional adjustment. Childhood emotional maltreatment and psychological mindedness were found to be significant predictors of college emotional adjustment."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfia Dyah Ayu Swastika
"Perusahaan startup saat ini banyak diminati oleh generasi milenial Indonesia. Dibalik sisi positif bekerja di perusahaan startup, juga terdapat dampak negatif yang disebabkan tingginya tekanan kerja dan banyaknya tugas yang mengakibatkan menurunnya kualitas tidur. Memiliki perceived social support yang baik dapat membantu menjaga dampak stres kerja terhadap kualitas tidur. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh moderasi perceived social support terhadap hubungan stres kerja dan kualitas tidur pekerja perusahaan startup. Kualitas tidur diukur dengan PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index), stres kerja diukur dengan JSS (Job Stress Survey) dan perceived social support diukur dengan MSPSS (Multidimensional Scale of Perceived Social Support). Hasil penelitian menemukan model statistik signifikan (p<0,05) dengan 27,61% skor kualitas tidur dijelaskan oleh stres kerja dan perceived social support. Stres kerja (β=0,1558, t(143), p<0,05) dan perceived social support (β=-0,0800, t(143), p<0,05) mempengaruhi kualitas tidur pekerja perusahaan startup secara signifikan. Namun, Perceived social support tidak dapat memoderatori hubungan stres kerja dan kualitas tidur (β=0,0036, t(143), p>0,05). Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan penelitian gagal membuktikan hipotesis utama, seperti sistem bekerja di rumah dan stres yang diakibatkan kecemasan saat pandemi

Startup companies currently preferred by Indonesian millennials. Beside all the upsides of working in a startup company, there are also the downsides, such as job stress caused by lot of tasks and working ambiguity which can lead to poor sleep quality. One of the things that can help maintain effect of job stress to sleep quality is perceived social support. This research is aimed to assess the effect of perceived social support moderation to job stress and sleep quality in startup employees. Sleep quality was assessed with PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index), job stress was assessed with JSS (Job Stress Survey) and perceived social support was assessed with MSPSS (Multidimensional Scale of Perceived Social Support). This research found a statistically significant model (p<0.05) with sleep quality score of 27,61% explained with job stress and perceived social support. Job stress (β=0,1558, t(143), p<0,05) and perceived social support (β=-0,0800, t(143), p<0,05) affected sleep quality of startup employees significantly. However, perceived social support could not moderate job stress and sleep quality (β=0,0036, t(143), p>0,05). There were few things that made this research fail to prove alternative hypotheses, i.e., work from home system and stress due anxiety during pandemic.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Narisa Aulia Esmananda
"Kecurangan akademik merupakan permasalahan yang sering terjadi pada mahasiswa, terutama dengan teknologi internet yang semakin berkembang meningkatkan peluang untuk melakukan kecurangan. Salah satu faktor yang berperan dalam perilaku tersebut adalah kontrol diri. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kontrol diri dan kecurangan akademik dengan internet pada mahasiswa di Indonesia. Partisipan merupakan 139 mahasiswa aktif sarjana berusia 18-25 tahun. Kecurangan akademik dengan teknologi diukur menggunakan Internet Triggered Academic Dishonesty Scale (ITADS) dan kontrol diri menggunakan Brief Self-Control Scale (BSCS). Hasil korelasi Spearman menemukan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kontrol diri dan kecurangan akademik dengan internet (r = -0,469, p < 0.05). Artinya, semakin tinggi kemampuan kontrol diri mahasiswa, maka semakin rendah kecenderungan mahasiswa untuk melakukan kecurangan akademik dengan internet. Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi perilaku mahasiswa dalam melakukan kecurangan akademik dengan internet dengan pentingnya memiliki kontrol diri yang kuat.

Academic dishonesty is a problem that often occurs among undergraduate students, especially as internet technology continues to develop can increase opportunities for committing academic dishonesty. One factor that plays a role is self-control. This research aims to examine the relationship between self-control and academic dishonesty with internet among undergraduate students in Indonesia. Participants were 139 undergraduate students aged 18-25. Academic dishonesty with technology was measured using the Internet Triggered Academic Dishonesty Scale (ITADS) and self-control using the Brief Self-Control Scale (BSCS). The result of Spearman correlation found there is a significant negative relationship between self-control and academic dishonesty with internet (r = -0.469, p < 0.05). This means that the higher a student's self-control ability, the lower the student's tendency to commit academic dishonesty with internet. This research is expected to reduce student behavior in committing academic dishonesty with internet with the importance of having a strong self-control."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>