Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Theresia Nadindra Sindhuasti
"Coworking space menjadi pilihan baru bagi freelancer atau pun startup untuk bekerja. Berawal dari keinginan orang-orang yang bekerja sesuai dengan apapun keinginannya, baik waktu, tempat, dan bagaimana cara mereka bekerja. Nilai utama yang menjadi acuan dalam menjalankan konsep coworking ialah community, openness, collaboration, accessibility, dan sustainability. Hal ini menunjukan bahwa coworking space lebih dari tempat orang bekerja bersamasama. Selain itu, coworking space menawarkan suasana kerja baru yang lebih relaks dan nyaman dibandingkan dengan kantor pada umumnya. Untuk menciptakan suasana relaks namun tetap nyaman untuk bekerja, coworking space memerlukan pencahayaan buatan yang tepat.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui standar pencahayaan di ruang kerja coworking space dan untuk memaparkan pendapat mayoritas coworker mengenai coworking space. Metode yang akan dilakukan untuk penulisan skripsi ini adalah studi literatur dan studi kasus di lapangan. Studi literatur dilakukan dengan mempelajari teori cahaya, persepsi visual, pencahayaan interior, dan pencahayaan ruang kantor. Studi kasus dilapangan dengan mengamati pencahayaan buatan di coworking space serta mengamati pengaruhnya pada coworker.

Nowadays, coworking space becomes a new option to work for freelancer or startup. It begun with the need for flexibility in working. The core values of coworking space are community, openness, collaboration, accessibility, and sustainability. With these values, coworking space shows something more than simply that of people working in the same place. Moreover, coworking space offers a new work's ambience which are more relaxed and comfortable than an office in general. To create the relaxed ambience but still comfort to work, coworking space needs proper artificial light.
This thesis aims to determine the lighting system in coworking space and to explain coworker's opinions about coworking space. I use literature studies and case studies as research methods in this thesis. Literature studies were done by studying lighting theory, visual perception, interior lighting, and office lighting. Case studies were done by observing artificial light and its effects to coworker behavior.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64055
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Candra Kusuma
"ABSTRAK
Skripsi ini merupakan studi mengenai peran tata cahaya pada fasad restoran dan pengaruhnya terhadap citra restoran. Fasad pada bangunan restoran merupakan elemen pada bangunan yang pertama kali dilihat dari para pengunjung. Elemen pada fasad diharapkan mampu menarik perhatian orang di sekitar dan juga calon pengunjung sehingga bersedia berkunjung ke tempat itu. Selain itu fasad menjadi
bagian yang dapat mengkomunikasikan citra yang ingin ditampilkan oleh pemilik restoran. Lalu bagaimana peran tata cahaya sebagai elemen pada fasad. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk memahami tentang peran tata cahaya pada fasad terhadap citra sebuah restoran. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah
kajian teori, kajian literatur, dan observasi lapangan pada studi kasus. Observasi dilakukan dengan wawancara dengan pihak pengelola restoran dan rekaman foto. Wawancara dan izin observasi dilakukan kepada pengelola toko sebagai narasumber.

ABSTRACT
This thesis is a study about role of lighting on the restaurant?s facade and its influence on the image of the restaurant. The facade of the restaurant is an element of the building that first seen by the visitors. Facade is expected to attract the attention of people around and also attract potential visitors to visit the place. Facade can be the way to communicate the image of the restaurant to potential visitors. Then what about the role of lighting as an element in the facade. This scientific writing aimed at understanding the role of lighting on the facade and its influence to the image of a restaurant. The method used in this research is the study of theory, literature review, and field observations on a case study. Observations carried out with an interview
with the manager of the restaurant and recorded images. Interviews and observations conducted permit the managers of the store as a resource."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42642
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Santoso Adria Setiawan
"ABSTRAK
Selling point merupakan kualitas yang harus dimiliki tiap ruang komersial untuk dapat menarik perhatian pengunjung untuk datang bahkan menciptakan minat membeli. Aspek ini sangat dibutuhkan seiring bertambah banyaknya jenis dan jumlah ruang komersial khususnya di dalam pusat perbelanjaan. Pencahayaan buatan merupakan salah satu aspek desain yang penting dalam membentuk selling point ruang komersial dan dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli. Pencahayaan buatan dapat meningkatkan tampilan ruang, menambah kualitas penampilan produk, menciptakan suasana dan menarik perhatian pengunjung yang merupakan bagian dari selling point suatu tenant.
Tulisan ini akan memaparkan dan menganalisis, apa saja peran pencahayaan dalam membentuk selling point dalam tenant, bagaimana aplikasi pencahayaan buatan yang dapat menciptakan selling point tenant di pusat perbelanjaan serta seberapa besar peran pencahayaan tersebut di tiap tipe tenant. Kajian tenant akan dilakukan pada satu pusat perbelanjaan di Jakarta dengan tipe tenant berdasarkan jenis produk yang dijual.

ABSTRACT
Selling point is quality which must be owned by every commercial space to attract the consumers's attention even to make them have an interest in buying. As the increase of many types of commercial space, specifically those in the shopping center, this aspect become more and more crucial. Artificial lighting is one of the important aspects of design that could create a tenant selling point and affect consumer behavior in purchasing. Artificial lighting can enhance the image of the space, adding the quality of the product appearance, creating an atmosphere and attract the visitors which is part of the selling point a tenant.
This paper will describe and analyze, what are the lighting roles in shaping the selling points of the tenant, how the application of artificial lighting can create the selling point of the tenant in the shopping center as well as how large a role of lighting in every type of the tenant. The review will be conducted on a single shopping center in Jakarta with the type of tenant based on the type of products."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42191
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fera Farwah
"Skripsi ini membahas pentingnya pencahayaan kota tua pada malam hari untuk meningkatkan orang-orang yang datang. Penulis mencoba membandingkan seberapa besar nilai historis yang terkandung pada malam hari dengan siang hari. Metode yang penulis gunakan untuk menjawab pertanyaan adalah dengan membandingkan efek-efek pencahayaan di beberapa potongan jalan, mengukur nilai luminansi di lapangan, dan menggunakan persepsi sendiri untuk menilai beberapa atmosfer berdasarkan tabel rasio brightness. Selain itu penulis juga mengacu pada seorang perencana pencahayaan, terutama prinsip pencahayaan ruang luarnya. Fokus penulis dalam skripsi ini dapat dinyatakan dengan kota tua sebagai kota yang perlu dilahirkan kembali dari segi pencahayaan. Penulis mengangkat Taman Fatahillah dan sekitar kali besar menjadi lokasi analisis penulis. Lokasi ini menjadi titik penting pada jaman Belanda yang masih mengandung nilai historis. Penulis menganggap elemen dasar yang menjadi unsur yang mempertahankan kandungan nilai sejarah pada siang hari dan pada malam hari adalah pencahayaan. unsur pencahayaan menjadi salah satu faktor yang menjadi parameter keberhasilan dalam merevitalisasi kota tua. Akibat sejarah, kota tua mempunyai nilai sejarah atau nilai yang tidak tergantikan. Nilai sejarah yang tidak bisa digantikan menjadi patokan dasar penulis dalam mengupas fenomena-fenomena yang terjadi di Kota tua khususnya pada malam hari. Kini, di Kota Tua khususnya daerah fatahillah dan sekitar kali besar, jika dibandingkan dengan siang hari, pada malam hari, kota tua tidak mempunyai objek atau daya tarik bagi masyarakat luar. Dari hasil analisis penulis, kota tua masih menjadikan bangunan lama bukan sebagai objek. Dengan tidak menjadikan objek, atmosfer atau pengaruh dari objek terhadap lingkungan menghasilkan afeksi buruk.

Scription discusses how an important a lighting in old city especially in nightime. This works aim to enhance people who come. The author tried to compare how much historical valur contained in the night with in mid day with daylight. The method I use to answer the question is to compare the effects lighting at the some of sections streets, to measure the luminance values in the field, and to use my own perceptions to assess some of the atmosphere based on the brightness ratio. Moreover, the author also refer to a planner lighting, especially the principles of outside lighting. The focus of the author in this scription can be stated by the old city as a city that need to be born again in terms of lighting. The author choose Fatahillah parka and around Kali Besar become site for doing analysis. This location is an important point at the time Dutch colonialism where still contained historical value. The author consider the basic element of content element that maintains the value of history at the daytime and at night is lighting. Lighting element is one factor that into the parameters of success in revitalizing old city. Due to the history location, the old city has the historical value or irreplaceable value phenomena in old city, especially at night. Now, in the old city, especially Fatahillah Park and around Kali Besar, when compared between at the day time and at night, the old city object. Due to this problem, atmosphere or the influence of old building and their environment produces bad affection."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42309
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Joan Christine
"ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan untuk melihat bagaimana pencahayaan buatan yang baik
di pusat kebugaran ,bagaimana pencahayaan mempengaruhi semangat dan motivasi
anggota pusat kebugaran dalam berolahraga, dan apakah pencahayaan menjadi faktor
utama dalam memicu motivasi anggota dalam berolahraga.
Tidak hanya sebatas untuk memfasilitasi kegiatan berolahraga, tetapi juga
menghadirkan konsep-konsep baru yang berpengaruh pada desain klub-klub
kebugaran,termasuk pengaturan cahaya di dalamnya yang juga mengikuti konsep
klubnya. Menurut Veitch (2006) , pencahayaan mempengaruhi tingkat mental dan
proses yang menentukan kinerja kerja, kepuasan seseorang, dan hasil penting lainnya
yang dikerjakan oleh orang tersebut.Setidaknya menurut rekomendasi dari organisasi
pencahayaan sebaiknya iluminasi di pusat kebugaran berada 200-500lux.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ternyata iluminasi dalam kisaran 20-200
lux sudah dapat memfasilitasi kegiatan dan kenyamanan berolahraga.

Abstract
This thesis aims to look at what is called good artificial lighting in fitness
centre, how lighting affects the mood and motivation of members in the fitness
centre while working out, and whether the lighting becomes a major factor in
triggering the motivation of members in exercising.
Not only limited to facilitate the exercise activities, but fitness centre
nowadays also presents new concepts that affect the design of fitness centre,
including the arrangement of lighting in it which also follows its concept. According
to Veitch (2006), lighting affects the mental processes that determine the performance
of work, one's satisfaction, and other important outcomes people do. According to the
recommendations of an organization of lighting illumination in the gym should be at
least 200-500lux. However,based on the results of research conducted, illumination
range between 20-200 lux is able to facilitate activities and comfort in exercising.;"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42766
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkiyasa Nirmala
"Kegiatan pemasaran merupakan bagian dari proses menjual suatu produk. Salah satu cara yang dilakukan penjual untuk memasarkan produknya adalah dengan menggunakan booth. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana booth sebagai representasi dari produk yang dijual mampu menarik perhatian calon pembeli.
Untuk mencapai tujuan dari skripsi ini maka akan dilakukan pengkajian pada elemenelemen booth berdasarkan teori semiotika Roland Barthes yang membahas tentang kemungkinan makna yang muncul dari suatu tanda, yaitu makna denotatif dan konotatif. Pada akhirnya skripsi ini akan mendeskripsikan bagaimana booth mengkomunikasikan produk yang dijualnya menggunakan tanda-tanda yang akan dimaknai oleh calon pembeli. Sehingga booth dapat memberikan citra tertentu yang menarik bagi calon pembeli.

Marketing is part of a process selling a product. One of the way, that sellers trying to market its product is by using booth. The goal of this script is to know how booth as a representative from a product to be sold capable of attracting buyers. To achieve this goal from this script, writers are emphasizing the booth elements based on semiotics theory of Roland Barthes which discuss
about the possibility of meanings that came up from a sign, which are denotative and connotative meaning. In the end, this script will describe how booth communicate products that ought to be sold using signs that buyers able to understand. Eventually using booth could give certain images that attract prospect buyers.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46332
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Pradana Cahyadi
"Penelitian ini dilakukan di kawasan kampung kota Kukusan, Depok untuk menganalisis fenomena kejahatan seks di kampung kota dan bagaimana lingkungan berkontribusi terhadap keselamatan perempuan, atau malah menempatkan mereka pada risiko menjadi pelaku kejahatan seksual. Tulisan ini mencakup ruang lingkup perencanaan kota, CPTED, ruang patriarki, dan pengetahuan multidisiplin seputar kekerasan seksual terhadap perempuan dalam ruang kota. CPTED adalah seperangkat aturan dan prinsip dalam proses desain urban yang membantu menciptakan ruang yang aman bagi penggunanya. Konsep utama CPTED adalah menghentikan potensi kejahatan di ruang publik secara alami sekaligus memungkinkan penggunanya membantu melakukan intervensi jika terjadi kejahatan. Kejahatan seks memiliki sifat yang tidak dapat diprediksi, dan terdapat research gap yang besar dalam teori CPTED yang banyak membahas kejahatan yang lebih berwujud seperti pencurian dan vandalisme. Substansi dari penelitian ini adalah diperlukan pemahaman menyeluruh mengenai korelasi antara kualitas arsitektur dan tata ruang kawasan kumuh perkotaan dengan kekerasan seksual. Disertai dengan studi kasus efektivitas  CPTED di kawasan kukusan yang dilakukan melalui metode survei kualitatif dengan teknik wawancara dan observasi. Studi ini mengungkapkan bahwa efektivitas CPTED dalam konteks kekerasan seksual harus melibatkan faktor-faktor yang mendasari seperti sosiokultural demografi berdasarkan karakteristik wilayah, dan tidak dapat diaplikasikan secara general. Efektivitas CPTED juga terbukti berbeda-beda di setiap wilayah pengamatan berdasarkan penempatan elemen arsitektur, tata guna lahan, dan tata ruang perkotaan, sehingga dengan penerapan prinsip CPTED yang tepat pada setiap peruntukan lahan dapat menghasilkan pencegahan kejahatan seksual terhadap perempuan secara signifikan.

This research is conducted in urban slums of Kukusan, Depok to analyze the phenomenon of sex crimes within kampung kota areas and how the built environment contributes to the safety of these women, or puts them in risk of sex offenders .This paper encompasses the scopes of urban planning, CPTED, gendered spaces, and multidisciplinary knowledge surrounding sexual assault towards women in everyday spaces. CPTED is a set of rules and principles in the urban design process that helps create a safe space for its users. The main concept of CPTED is to naturally deter potential crime in a public space while enabling its users to help intervene in the event of a crime. Sex crimes possess an unpredictable nature, and there is a huge research gap in CPTED textbook theories that heavily discuss more tangible crimes such as theft and vandalism. The bottom line of this study is within the architecture and spatial qualities of urban slums, fully understanding them in correlation with sexual assault is carried out, along with the case study of the effectiveness of CPTED in Kukusan that is conducted through qualitative methods of survey, interviews, and observations in the field. This study ultimately reveals that the effectiveness of CPTED in context of sexual assault must implicate underlying factors such as socioculture of the demographics in the designated region and that textbook CPTED cannot be placed in an area without fully understanding the nature and context of the people living in the area. The effectiveness of CPTED is also proven to differ within each observed area based on the placement of architectural elements, land use, and urban settings, hence with the right CPTED principles for each designated land use can result in significant deterrence of sexual crimes towards women."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Anjani
"Dalam arsitektur grid banyak menjadi dasar untuk memberi bentuk, dimensi, dan susunan dalam skala interior maupun eksterior. Selain fungsi yang mewujud grid juga dapat digunakan sebagai proses yang memberi kerangka pada rancangan. Dengan memelajari grid dalam proses merancang Le Corbusier dan Peter Eisenman, dapat terlihat peran grid dalam praktek arsitektur dan arsitektur interior. Penggayaan dan konsep merancang dari masing-masing arsitek tersebut memengaruhi bagaimana grid diaplikasikan ke dalam rancangan. Terdapat dua realitas penggunaan grid yang bertolak belakang dari kedua arsitek. Le Corbusier menginginkan keteraturan dalam rancangannya, sedangkan Eisenman menciptakan dislokasi sebagai aturan baru dalam merancang.
Le Corbusier bermain dengan dimensi dan permukaan bidang grid yang diproyeksikan secara tiga dimensi untuk menghasilkan elemen interior dan keseluruhan bangunan, sedangkan Eisenman memanipulasi bidang-bidang grid dalam rancangannya sehingga terjadi ruang-ruang interior dan eksterior bangunan. Akan tetapi keduanya memiliki kesamaan yaitu adaptasi grid sebagai proses sistematis. Dalam hal ini grid menghasilkan elemen-elemen interior dan ruang-ruang yang tersusun dalam keseluruhan bangunan. Penggunaan grid sangat beragam sesuai tujuan yang ingin dicapai masing-masing arsitek. Elemen arsitektural dan elemen interior dapat dieksplorasi dan diekspresikan melalui berbagai metode merancang berbasis grid.

In the architecture grid is widely used as bases in providing the shape, dimension and structure in the interior as well as exterior scale. Beside its forming function, grid is also utilised as a process which provides structure in the design. By studying the grid in Le Corbusier and Peter Eisenman designing process, one can notice the role of grid in the practice of architecture and interior architecture. Styling and designing concept of both architects influence how grid being applied in the designs. There are two opposite use of grid between the two. Le Corbusier desires order in his designs, while Eisenman creates dislocation as new rules in designing.
Le Corbusier plays with dimension and grid plane which are projected into three dimension in order to create interior elements and the whole building, while Eisenman manipulates grid planes in his designs in such a way that creating interior spaces and the exterior of building. However, they have similarity, i.e. the adaptation of grid as systematic process. In this instance grid creates interior elements and structured spaces in the whole building. The use of grid can be so varies, depends on the goal of individual architects. Architectural and interior elements can be explored and expressed through all kind of grid-based designing methods.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S53875
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Zakiah
"ABSTRAK
Fenomena penggusuran-bermukim kembali yang terjadi berulang kali pada masyarakat hunian pinggir rel kereta di Jakarta mengindikasikan adanya gejala hunian sebagai tempat kembali (home). Meskipun memiliki kondisi fisik yang buruk rupa (ugly), hunian masyarakat bawah ini juga memiliki kelebihan dalam hubungan sosialnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna home yang terbentuk dengan mengkaji proses produksi ruang sosialnya. Hal ini dilakukan untuk membuktikan adanya keterkaitan antara home dengan hubungan sosial. Kajian ini dilakukan dengan menganalisis interaksi yang terjadi antara manusia dengan lingkungannya dalam skala makro maupun mikro.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari segi keteraturan, mekanisme produksi ruang sosial masyarakat hunian pinggir rel kereta ini terbentuk dalam skala personal, bukan skala kolektif. Meskipun demikian, saat terjadi ketidakteraturan (ancaman), muncul indikasi rasa keterikatan dan rasa identitas yang mengikat satu kesatuan kolektif dan mengikis rasa individualitas antar penghuni.

ABSTRACT
Displacement-Re-dwelling phenomenon which occurs repeatedly on the rail-edge dwelling in Jakarta indicates sign of occupancy as a place of return (home). Despite having such a poor physical condition (ugly), low-income dwelling also have strength in its social milieu.
The purpose of this study was to determine the meaning of a home that is produced by examining the production process of social space. This is done to prove the relation between home and social relationship. The study was conducted by analyzing the interactions between humans and their environment in the macro and micro scale.
The results showed that in terms of order, the social space production mechanism of railedgeinhabitantsis formed in a personal scale, not a collective scale. Nonetheless, in the term of disorder (threat), there are indications of?sense of belonging? and ?sense of identity? that bind the collective unity and erode the ?sense of individuality? among the inhabitants.
"
2014
S55331
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annas Resaldi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara maternal employment dan gaya pengasuhan ibu, gaya pengasuhan ibu dan masalah penyesuaian diri anak, maternal employment dan masalah penyesuaian diri anak, serta peran gaya pengasuhan ibu sebagai mediator antara maternal employment dan masalah penyesuaian diri anak. Maternal employment ditentukan berdasarkan jumlah jam kerja ibu, dengan acuan 35 jam sebagai batasan antara bekerja paruh waktu dan bekerja penuh waktu. Pengukuran gaya pengasuhan dilakukan menggunakan alat ukur Parenting Style and Dimension Questionnaire (PSDQ) (Robinson, Mandelco, Olsen, & Hart, 1995). Pengukuran masalah penyesuaian diri anak dilakukan menggunakan alat ukur Child Adjustment and Parenting Self Efficacy (CAPES) (Marowska & Sanders, 2010). Partisipan penelitian ini berjumlah 171 ibu (72 ibu tidak bekerja, 31 ibu bekerja paruh waktu, dan 68 ibu bekerja penuh waktu) yang memiliki anak berusia enam hingga 10 tahun dan tinggal di daerah Jabodetabek.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan gaya pengasuhan antara ibu tidak bekerja, ibu bekerja paruh waktu, dan ibu bekerja penuh waktu hanya ditemukan dalam gaya pengasuhan otoriter dan otoritatif, sementara dalam hal gaya pengasuhan permisif tidak ada perbedaan yang signifikan. Ibu yang bekerja penuh waktu paling tidak otoriter dan paling otoritatif dibanding ibu yang tidak bekerja maupun bekerja paruh waktu. Berikutnya, ditemukan bahwa semakin otoriter dan permisif seorang ibu, semakin sering masalah penyesuaian diri anak muncul. Sebaliknya, semakin otoritatif seorang ibu, semakin jarang masalah penyesuaian diri anak muncul. Melalui penelitian ini, ditemukan pula bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal masalah penyesuaian diri anak dari ibu yang bekerja penuh waktu, paruh waktu, dan tidak bekerja. Ibu yang bekerja penuh waktu memiliki anak dengan masalah penyesuaian diri paling sedikit, disusul oleh ibu tidak bekerja dan ibu bekerja paruh waktu secara berturut-turut. Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa hubungan antara maternal employment dan masalah penyesuaian diri anak hanya dimediasi oleh gaya pengasuhan otoriter.

The objective of the present study is to investigate the relationship between maternal employment and maternal parenting style, maternal parenting style and child adjustment problems, maternal employment and child adjustment problems, as well as how maternal employment affects child adjustment problems with maternal parenting style as potential mediator. Maternal employment is determined by mothers’ working hours, with 35 hours as boundary between part-time and full-time employment. Maternal parenting style is measured with Parenting Style and Dimension Questionnaire (PSDQ) (Robinson, Mandelco, Olsen, & Hart, 1995). Child adjustment problems is measured with Child Adjustment and Parenting Self Efficacy (CAPES) (Marowska & Sanders, 2010). 171 mothers (72 unemployed, 31 employed parttime, and 68 employed full-time) with at least one child aged six to ten years old who live in Jabodetabek participated in this study.
The result of this study shows that differences in parenting style between full-time employed, part-time employed, and unemployed mothers are only found in authoritarian and authoritative parenting style, meanwhile there is no significant differences in permissiveness. Full-time employed mothers are the least authoritarian and most authoritative, compared to unemployed and part-time employed mothers. Secondly, this study found that the more authoritarian and permissive mothers are, the more frequent child adjustment problems happen. On the contrary, the more authoritative mothers are, the less frequent child adjustment problems happen. The next finding is that there are significant differences in child adjustment problems between children from full-time employed, part-time employed, and unemployed mothers. Full-time employed mothers are found to have children with the least adjustment problems, followed by nonemployed and part-time employed mothers, consecutively. Lastly, mediation analysis revealed that the relationship between maternal employment and child adjustment problems is only mediated by authoritarian parenting style and not by the other two parenting style.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56597
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>