Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anang Zaki Kurniawan
Abstrak :
Tesis ini membahas penegak hukum mengakomodir keinginan korban dalam penyelesaian perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan langkah tersebut dapat direspon oleh hukum pidana saat ini serta konsep restorative justice dapat digunakan sebagai upaya penyelesaian di masa mendatang. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana penegak hukum mengakomodir keinginan dari korban yang tidak mau meneruskan perkaranya dan berkeinginan untuk berdamai dengan pelaku. Penelitian ini dengan menggunakan metode yuridis normatif yang kemudian dipaparkan secara deskriptif analitis. Hasil penelitian bahwa di tingkat penyidikan keinginan korban dapat direspon oleh penegak hukum dengan cara penyelesaian melalui Alternatif Dispute Resolusion (ADR). Langkah tersebut sepenuhnya belum dapat direspon oleh hukum pidana positif, karena di dalam hukum pidana tidak dikenal adanya penghentian penyidikan yang dikarenakan adanya perdamaian. Di tingkat penuntutan respon yang bisa dilakukan dengan cara memberikan pidana bersyarat atau pidana denda yang memang sudah ada dalam hukum positif, dari hasil penelitian hal tersebut belum dilakukan dikarenakan tidak ada korban yang hendak menghentikan proses hukum di tingkat penuntutan. ......This thesis discusses the role of law enforcement officers in accommodating the wishes of the victims in the settlement of domestic violence cases. At the moment it is a widely accepted practice and the restorative justice principle may be utilizes for future settlement. The objectives of this research is to ascertain how far law enforcement officials would go to accommodate the wish of some victims to close down the investigation or to settle with the perpetrator. The research is done using a judicial normative method and then is presented in an analytic descriptive manner. It reveals that at the investigation stage the victim's wishes may be responded by law enforcement officials through the Alternative Dispute Resolution (ADR) method. This particular step is a not quite in-synch with the positive criminal code since in the prevailing code does not recognize the concept of putting a halt to an investigation due to a peace settlement. At the prosecuting stage, the available venue is to grant probation sentences or fine which are in existence in the positive criminal code. The results of this research are not applicable for such step since there are no victims willing to halt the legal proceeding at the prosecuting stage.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29219
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Dewa Gede Budhy Dharma Asmara
Abstrak :
Keadilan restoratif (restorative justice) dimaknai sebagai pemulihan keadaan korban dan masyarakat oleh terdakwa sebagai pemenuhan kewajibannya karena menginsyafi kesalahannya. Dalam praktik peradilan, masyarakat sering tidak puas atas putusan Hakim yang tidak mengakomodir konsep keadilan restoratif. Sesuai hasil penelitian, seharusnya dalam kasus ORLI MASUDARA Alias OLING dan ASMAN HUSIN Alias ASMAN dapat diterapkan konsep keadilan restoratif. Mengingat berbagai faktor yang mempengaruhi pertimbangan Hakim dan hambatan yang dialaminya, direkomendasikan pengaturan konsep keadilan restoratif dalam KUHP berupa perluasan makna alasan pemaaf. Sebagai kebijakan pidana, terdakwa-terdakwa tersebut seharusnya dilepaskan dari tuntutan hukum/ onslag.
Restorative justice understood as a state of recovery of victims and the community by the defendant as the fulfillment of its obligations due to realizing the fault. In judicial practice, people often are not satisfied with the Judge's decision that does not accommodate the concept of restorative justice. The research result, in the case of ORLI MASUDARA Alias OLING and ASMAN HUSIN Alias ​​ASMAN should be apply the concept of restorative justice. Given the variety of factors that affect judgment and barriers experienced judge, recommended setting the concept of restorative justice in the Criminal Code in the form of expansion of the meaning of the forgiving ground. As a penal policy, both defendants should be released from prosecution/onslag.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrawan Saputra
Abstrak :
Dalam tindak pidana perdagangan anak, anak sebagai korban sangatlah dirugikan baik secara kejiwaan, fisik, dan mental. Seharusnya mereka mendapatkan perlindungan, pengawasan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya dan orang-orang disekelilingnya. Sebelum ditetapkannya UUPA dan UUTPPO,sanksi pidana terhadap pelaku/traffickerperdagangan anak dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan ditetapkannya Undang-Undang tersebut telah memunculkan aspek-aspek hukum terhadap anak, khususnya bagi perlindungan hukum bagi korban perdagangan anak diantaranya bentuk perawatan medis, psikologis dan konseling termaksut penampungan dan pemulangan ke daerah asal korban, sanksi pidana yang lebih berat bagi pelaku/trafficker, serta mendapatkan ganti rugi/restitusi terhadap korban. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis-empiris berupa studi kepustakaan yaitu meneliti dokumen berupa literatur buku-buku, peraturan-peraturan dan pedoman-pedoman, dan juga melakukan wawancara dengan narasumber. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan: perlindungan hukum dan penanggulangan terhadap tindak pidana perdagangan anak dalam peraturan perundang-undangan, praktek dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan anak, upaya dalam mengoptimalkan perlindungan hukum dan penanggulangan terhadap tindak pidana perdagangan anak. Terdapat sejumlah pasal didalam KUHP terhadap tindak pidana perdagangan anak, serta dalam UUPA dan UUTPPO kemudian memberikan Rehabilitasi, konseling, psikologis, dan pemberian retitusi/kompesansi terhadap korban, Praktek perlindungan hukum tindak pidana perdagangan anak Kepolisianmengeluarkan Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak MABES POLRI membentuk Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di Kepolisian Daerah (Propinsi), KPAI melakukan pengawasan terhadap kinerja penegak hukum, individu masyarakat, maupun institusi pemerintahan dalam penyelenggaraan perlindungan hukum terhadap anak dalam kasus tindak pidana perdagangan anak serta bekerjasama dengan instansi lembaga penegak hukum dan lembaga setingkat dengan KPAI. LPSK memberikan perlindungan hukum kepada saksi dan/atau korban(Perdagangan anak) seperti perlindungan fisik/non fisik dan penjagaan kepada saksi dan/atau korban (Perdagangan anak) sampai ke pengadilan, sedangkan gugus tugas TPPO Menko menetapkan Peraturan Menteri Koordinasi Bidang Kesejahteraan Nomor 25/KEP/MENKO/KESRA/VIII/2009 Tentang Pemberantasan Perdagangan Orang (PTPPO) dan Eksploitasi Seksual Anak (ESA) 2009-2014, dengan disusunnya RUU KUHP 2013 diharapkan memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap korban perdagangan anak, baik secara konkret dimasa yang akan datang. ...... In the crime of child trafficking, child as a victim is harmed either psychological, physical, and mental. They should have get the protection, control and affection from both parents and the people around them.Prior to the enactment of the BAL and UUTPPO, criminal sanctions against perpetrators / traffickers Of Child Trafficking was using the Criminal Code (Criminal Code). With the enactment of the Act has led to the legal aspects of the child, particularly the legal protection for victims of trafficking Such Asmedical treatment, psychological counseling and referred to the shelter and repatriation of victims to their hometown, more severe criminal sanctions for perpetrators / traffickers, as well as the redress/ restitution to the victim. By using the method of a juridical-empirical study of literature that examined the documents in the form of literature books, regulations and guidelines, as well as conducting interviews with sources. This study aims to answer the problems: legal protections and countermeasures against child trafficking crime in legislation, practice in law enforcement against child trafficking crime, in an effort to optimize the legal protection and countermeasures against the crime of trafficking in children. There are a number of articlesin the Criminal Code against the crime of trafficking in children, as well as articles of criminal sanctions for perpetrators /traffickers in BAL and UUTPPOSuch Asmedical treatment, psychological counseling and referred to the shelter and repatriation of victims to their hometown, more severe criminal sanctions for perpetrators / traffickers, as well as the redress/ restitution to the victim, Police Chief issued Regulation No. 10 Year 2007 on the Organization and Work of Women and Children's Services Unit. Police Headquarter established Women and Children Services(PPA) at the Regional Police (province), KPAI to supervise the performance of law enforcement, individual communities, and government agencies in the implementation of the legal protection of children in cases Of Child Trafficking and cooperate with law enforcement agencies and with institutionsin the same level withWitness and Victim Protection Agencies (LPSK) protectionof physical/non-physicalandsafeguardstowitnessand/orvictim(Trafficking) goes to courtwhile the task force of TPPO sets by Coordinating Minister for People’s Welfare with RegulationNo.25/KEP/MENKO/KESRA/VIII/2009 ByOn Combating Trafficking in Persons (PTPPO) and Exploitation Child Sexual (ESA) from 2009 to 2014, with the formulation of the Criminal Code Bill 2013 is expected to provide better protection to victims of child trafficking,both in concrete terms in the future.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35429
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Zainuddin
Abstrak :
Anak merupakan anugrah tuhan yang Maha Esa. Anak merupakan penerus dan generasi bangsa. Dalam perkembangan zaman yang makin maju ini, anak tidak lagi merupakan sosok yang lucu dan menggemaskan. Beberapa anak dalam masyarakat tumbuh menjadi anak yang nakal, kejam yang melanggar aturan hukum. Anak yang bermasalah dengan hukum merupakan persoalan yang mengkhawatirkan, dimana apabila anak dihadapkan pada peradilan maka akan timbul stigma negatif bagi anak tersebut, sehingga anak bukan menjadi lebih baik setelah dipidanakan akan tetapi menjadi penjahat yang lebih profesional. Sebab anak-anak yang bermasalah tersebut dikumpulkan dengan anak-anak lain yang bermasalah sehingga ilmu-ilmu kejahatan akan mereka pertajam lagi. Pemidanaan bukan merupakan solusi yang terbaik bagi anak. Dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak tidak mengenal istilah penyelesaian perkara anak bermasalah dengan hukum menggunakan mekanisme diversi. Diversi merupakan penyelesaian perkara anak dengan mengenyampingkan atau meniadakan pidana terhadap anak tersebut. Diversi merupakan penyelesaian suatu perkara pidana oleh anak dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Landasan hukum diversi baru lahir setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam Undang- Undang Sistem Peradilan Pidana anak diupayakan penyelesaian secara restorative justice dimana dalam tiap tingkat proses peradilan baik ditingkat penyidikan, penuntutan hingga pengadilan diupayakan dahulu dilakukan diversi. Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak baru berlaku setelah 2 tahun diundangkan, hal ini dikarenakan pelaksanaan diversi yang merupakan penjabaran nilai-nilai keadilan restoratif merupakan barang baru bagi aparat penegak hukum. Sehingga terdapat hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan diversi dalam penyelesaian perkara pidana oleh anak. Untuk itu dalam penulisan ini akan dilakukan penelitian tantang perbandingan hukum pelaksanaan diversi diberbagai negara, guna mengetahui pelaksanaan diversi dan mengambil pelaksanaannya yang sekira dapat diterapkan dilaksanakan di Indonesia. Serta guna memantapkan pelaksanaan diversi dicari faktor-faktor penghambat pelaksanaan diversi guna mencari jalan keluar agar pelaksanaan diversi dapat berjalan dengan baik.
Children are the gift of God Almighty Son is successorand the future generation In the development of a more advanced age the child is notagain a figure that is funny and adorable. Some children incommunity grew into a naughty child in violation of the rule of law cruel. Children in conflict with the law is a matter of concern which if children are exposed to justice will arise negative stigmafor the child so the child is not getting better after criminalized willbut become more professional criminals. For the people with problems.The gathered with other children with problems so that the sciencescrime will they sharpen again. Punishment is not a solution best for the child. In Act No 3 of 1997 on Judicial Children do not know the term settlement with the troubled child law divesi mechanisms. Diversion is a child settlement with mengemyampingkan or negate the crime against children. Diversion represents the completion of a criminal case by the child using the restorative justice approach. The legal basis diversion newborn after the enactment of Law No 11 Year 2012 on the Justice System Criminal child. In Act attempted child Criminal Justice System completion of the restorative justice where judicial process in each levelboth in the investigation prosecution until the court first soughtcarried diversion Law No 11 Year 2012 on the Justice System Criminal Children take up to 2 years of enactment this is because implementation of diversion which is a translation of the values of restorative justice is new to law enforcement officials. So there hambatan-hambatan encountered in the implementation of diversion in settlement crime by children. Therefore in this study will be conducted the research challenge comparative law versioned implementation in different countries in order to know implementation of diversion and take approximately implementation that can be applied implemented in Indonesia And in order to strengthen the implementation of the factors inhibiting the implementation of diversion sought diversion in order to find a way out so that the implementation diversion can run well.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35856
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Usman
Abstrak :
ABSTRAK
Penanggulangan tindak pidana korupsi harus dilakukan secara komprehensif, yang meliputi legal substance, legal structure, dan legal culture . Pemidanaan narapidana di lembaga pemasyarakatan tidak semata-mata sebagai tujuan untuk menghukum orang atau sebagai pembalasan bagi pelaku perbuatan pidana (tindak pidana), tetapi diterapkan sebagai tempat pembinaan bagi narapidana agar nanti setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan dapat kembali menjadi manusia/orang yang berkelakuan baik, tidak lagi melakukan perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian atau keresahan orang lain atau perbuatan yang dapat mengganggu ketenteraman hidup masyarakat. Remisi adalah merupakan salah satu bagian dari fasilitas pembinaan yang tidak bisa dipisahkan dari fasilitas pembinaan yang lainnya, dimana hakekat pembinaan adalah selain memberikan sanksi yang bersifat sanksi /nestapa (punitive), juga memberikan hadiah (reward) sebagai salah satu dari upaya pembinaan.
ABSTRACT
The prevention of corruption have to be comprehensive, covering "legal substance, legal structure, and legal culture". Corruption offenses classified as "extraordinary crime", so as to eradicate it takes "extraordinary measure". Sentencing inmates in correctional institutions are not solely to punish the person as an end or as a reprisal for the perpetrators of criminal acts (a crime), but applied as a guidance for inmates so later after coming out of prison can get back into a human / person of good character, no longer perform acts that cause harm or anxieties of others or act that may disturb the public life. Remission is a one part of coaching facilities that can not be separated from the other coaching facilities, where the essence of coaching is in addition to sanctions that are sanctioned / sorrow (punitive), also give a gift (reward) as one of the construction effort.
Universitas Indonesia, 2013
T35230
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiyarto Makmur
Abstrak :
Pada hakikatnya negara menjamin perlindungan, pribadi, keluarga dan masyarakat yang diwujudkan dengan pembangunan serta pembaharuan hukum yang konsisten serta responsif pada kondisi maupun kebutuhan masyarakat. Dalam pembaharuan hukum termasuk hukum pidana harus mempertimbangakan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga memiliki karakteristik tersendiri, terletak pada subyek yang spesifiknya yaitu pelaku sekaligus korbannya berada dalam satu lingkup rumah tangga. Pada umumnya penyelesaian suatu perkara pidana menggunakan mekanisme peradilan formal (Sistem Peradilan Pidana). Dalam perkembangan hukum pidana dikenal Keadilan Restoratif yaitu keadilan yang berorientasi pada pemulihan kekeadaan semula (restorasi). Tesis ini membahas tentang penerapan restorative justice sebagai upaya penyelesaian tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui proses penanganan tindak kekerasan dalam rumah tangga di Polres Metro Jakarta Pusat, bagaimana mekanisme penerapan restorative justice dalam menanganai perkara KDRT, serta mengetahui kendala penegak hukum khusunya penyidik dalam menyelesaiakan perkara KDRT terkait dengan penerapan restorative justice tersebut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Polres Metro Jakarta Pusat, dimana warga kota Jakarta berada dalam berbagai suku dan budaya serta etnis yang beragam. Hasil penelitian ini bahwa penerapan mediasi penal sebagai implementasi dari nilai-nilai restorative justice dalam kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di wilayah Polres Metro Jakarta Pusat oleh penyidik dilakukan mesikipun terdapat kendala hukum dalam penerapannya, hal ini dilakukan karena penyidik yang lebih mengedepankan keutuhan rumah tangga tersebut serta lebih memperhatikan faktor-faktor sosial dan psikologis anak dalam rumah tangga tersebut. Hingga penelitian ini selesai, pihak Polres Metro Jakarta Pusat follow up atau tindak lanjut perlindungan hukum terhadap korban sebagai upaya pencegahan dengan cara mewajibkan kepada pelaku kekerasan untuk wajib lapor. Selanjutnya dengan adanya delik aduan pada UU PKDRT menjadi dasar bagi penyidik Unit PPA Polres Metro Jakarta Pusat untuk membuat kebijakan untuk menyelesaikan perkara kekerasan dalam rumah tangga dengan mediasi yang mendamaikan antara pihak korban dan pelaku serta keluarga dalam mencari solusi yang terbaik (win-win solution).
In principal, the country guarantees the protection of individual, family and community through the development of consistent and responsive law reform towards the conditions and needs of the community. In the law reform including criminal law, the values that exist in the community must be considered. Domestic Violence has its own characteristics in which the perpetrators and victims are within the same domestic sphere. Generally, the resolution of a criminal case employs the formal justice mechanisms (Criminal Justice System). In the development of criminal law, Restorative Justice which is restorationoriented justice is employed to restore a case into its normal state (restoration). This thesis discusses the implementation of restorative justice as an attempt in adjudicating domestic violence. The purpose of this study is to investigate the handling of domestic violence in Central Jakarta Metro Police Resort, the mechanism of the implementation of restorative justice in domestic violence cases, and to find out the constraints that the investigating officers have in solving the cases of domestic violence associated with the implementation of restorative justice. This research uses descriptive qualitative method. The study was conducted at the Central Jakarta Metro Police Resort which in charge for residents coming from various cultures and ethnics living in the area. The results of this study revealed that the application of penal mediation as an implementation of the values of restorative justice in the cases of domestic violence that occurred in the area of Central Jakarta Metro Police Resort conducted by the investigating officers is employed because the unity of the household is primarily put into attention by considering the social and psychological factors of children. Until the completion of this study, the Central Jakarta Metro Police Resort keeps on following up legal protection for victims as prevention by requiring the crime abuser to do compulsory report to the police office. Furthermore, with the abuse compliance on the Domestic Violence Law (UU PKDRT) as the base for the PPA Unit investigating officers at the Central Jakarta Metro Police Resort to make a policy to resolve domestic violence cases through mediation between parties both victims and perpetrators as well as families in finding the best solution (win-win solution).
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatul Hidayat
Abstrak :
ABSTRAK
Hakim dan kebebasannya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. Dimana hakim memiliki sebuah kebebasan yang sangat luas untuk menjatuhkan sebuah sanksi, meskipun hakim memiliki kewenangan yang besar ia tidak bebas secara mutlak. Kekuasaan memiliki arti penting, sebab kekuasaan tidak saja merupakan instrument pembentukan hukum (law making), tetapi juga merupakan instrument penegakan hukum (law enforcement) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hukum memiliki arti penting bagi kekuasaan karena hukum dapat berperan sebagai sarana legalisasi bagi kekuasaan formal lembaga-lembaga negara dan unit-unit pemerintahan. Dan dalam penegakan hukum, menghendaki agar kekuasaan kehakiman yang merdeka terlepas dari pengaruh pemerintah atau kekuasaan lainnya. Discretionary power yang dimiliki oleh hakim dianggap sedemikian rupa besarnya sehingga terjadi adalah abuse of power yang berujung pada kesewenang-wenangan dalam menjatuhkan hukuman. Pedoman pemidanaan dianggap sebagai jalan terbaik dalam membatasi kebebasan hakim sehingga objektifitas dan konsistensi dalam memutuskan perkara akan tetap terjaga, sehingga dengan pedoman pemidanaan itu juga akan diperoleh sebuh hukuman yang proporsionalitas sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh pelaku tindak pidana.
ABSTRACT
Judge and independent have been regulating in Under Act No. 48 of 2009 The judge have a extensive independency to give a sanction, although the judge have a extensive authority, but his not absolutely free. The authority have significance, because the authority isn’t just a law-making instrument, but also an instrument of law-enforcement in the life of society, nations and state. Law have significance the authority cause the law could act as a means of formal authority legalization of state institutions and the government units. And in lawenforcement, calls for independent judiciary from the influence of government or other authority. Discretionary power held by judges considered such magnitude that happened was abuse of power that led to the arbitrariness in sentencing. Sentencing guidelines are considered as the best way of limiting the independent of judge so that objectivity and consistency in deciding cases will be maintained, so that the sentencing guidelines would also obtained a proportionality punishment in accordance with what has been done by criminals.
Universitas Indonesia, 2013
T35897
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dormian
Abstrak :
ABSTRAK
Kejahatan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia di dunia. Segala aktifitas manusia baik politik, social dan ekonomi, dapat menjadi kausa kejahatan. Sehingga keberadaan kejahatan tidak perlu disesali, tapi harus selalu dicari upaya bagaimana menanganinya. Berusaha menekan kualitas dan kuantitasnya serendah mungkin, maksimal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pidana ganti kerugian telah difungsikan sebagai syarat khusus dalam praktek pengadilan selama ini, dan bagaimana semangat Restorative Justice diwujudkan dalam kebijakan formulasi pidana ganti kerugian bagi korban sebagai syarat khusus dalam putusan pidana bersyarat. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normative, diperoleh gambaran bahwa secara yuridis, Indonesia telah merumuskan adanya lembaga pidana bersyarat dalam induk hukum pidananya (KUHP) dan pidana ganti kerugian (KUHAP). Namun penerapan pidana ganti kerugian sebagai syarat khusus dalam putusan pidana bersyarat selama ini kurang difungsikan. Adanya berbagai kendala di lapangan dianggap sebagai hambatan dalam penerapan pidana bersyarat tersebut. Kendala tersebut baik berada pada pembinaan, kendala yuridis dan perundang-undangan, kendala teknis dan administrasi, maupun kendala sarana dan prasarana. Terdapat tiga model perumusan formulasi pidana bersyarat yaitu sistem continental dan sistem common law. Pada sistem continental, pidana tetap dijatuhkan, hanya saja pelaksanaannya ditiadakan dengan syarat-syarat tertentu. Sedang pada common law system terdakwa hanya dinyatakan bersalah sedangkan pidananya ditunda. Adapun KUHP menganut system campuran dengan sistem continental lebih dominan sebagai model ketiga. Restorative Justice sendiri muncul sebagai upaya untuk menanggulangi kejahatan dan tindakan kepada para pelakunya perlu diusahakan berbagai cara agar tercapai tujuan pemidanaan seperti mencegah dilakukannya tindak pidana, memasyarakatkan terpidana, menyelesaikan konflik, memuIihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana, ternyata telah mengilhami para hakim dalam mengambil putusan pidana ganti kerugian sebagai syarat khusus dalam putusan pidana bersyarat. Maka dengan dirumuskanlah Konsep KUHP sebagai salah satu usaha penal reform (legal reform) mampu merumuskan pidana bersyarat dan pidana ganti kerugian sebagai salah satu alternative pemidanaan dengan semangat Restorative Justice.
ABSTRACT
Crime is present not only in the majority of societies of one particular species but in all society that is not contronted with the problem of criminality. It is form changes : the act thus caracterize are not the same every where : but every where and always, there have been men who have behaved in such a way as to draw upon then selves penal repression. (Emile Durkneim, 1971 : 6) This research aim to know how far suspended sentence using approach of normative obtained that by rule Indonesia have formulated the existence of conditional sentence in the criminal law mains (KUHP), but in practice less is functioned. As for KUHP embrace mixture system with system of continental more dominant. As effort to overcome badness and act to the perpetrator need various means is performed by effort to target of centencing like prevention of crime, finishing conflict, curing balance, delivering to feel peace in society, and free to feel guilty at punished. To support that thing is, hence formulated by concept of KUHP as one of the effort penal reform. Conception KUHP formulate various alternative sanction having the character to avoid of short term sentence for example social servis order and probation as substitution of custodial sentence. This thesis discusses the issue of criminal sentencing in personal reparation to the victim as the special condition in probation sentencing in Indonesia. The research which is judicial normative in nature and utilizes data gathering methods of literature review including primary legal material, secondary legal material, secondary legal material, tertiary legal material, as well as empirical research through in depth interviews with competent sources. Restorative justice is a theory of justice that emphasizes repairing the harm caused by criminal behaviour. It is best accomplished when the parties themselves meet cooperatively to decide how to do this. This can lead to transformation of people, relationships and communities. Meanwhile, the basic used by the judge at Tangerang District Court, Koto Baru District Court in awarding sentence with probation in special condition of restitution is primarily for creating a sense of justice for both the convict and the victims alike. Where the judges are ready making the sentencing base on Restorative Justice as how they treat the victims to have a restitution for what they have lost because of what criminal do to them.
Universitas Indonesia, 2013
T35442
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Sylvie Patricia
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S10636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mely Chinthya Devi
Abstrak :
Skripsi ini membahas dua permasalahan. Pertama, mengenai pelaksanaan pidana denda yang dijatuhkan bagi pelaku Illicit Traffic berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009. Kedua, mengenai tepat atau tidaknya perumusan ancaman pidana denda bernominal tinggi bagi pelaku Illicit Traffic pada Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 guna mencapai tujuan pemidanaan yang diharapkan oleh perumus undang-undang. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang dipadu dengan penelitian lapangan, penulisan skripsi ini bertujuan untuk meninjau kembali ketepatan perumusan ancaman pidana denda bagi pelaku Illicit Traffic dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009, dalam kaitannya guna mencapai tujuan yang diharapkan oleh undang-undang. Perumusan pidana denda dalam jumlah tinggi bagi pelaku Illicit Traffic pada Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 dibentuk guna meningkatkan fungsi prevensi umum dan represif sehingga dapat menekan angka penyalahgunaan dan peredaran narkotika dan prekursor narkotika. Namun, tingginya jumlah ancaman pidana denda justru menjadi salah satu faktor yang secara tidak disadari justru menghambat pelaksanaan pidana denda oleh para pelaku Illicit Traffic itu sendiri dan berakibat pada tidak tercapainya tujuan pemidanaan yang sebenarnya diharapkan. ......The thesis mainly discusses about two problems. First, about execution of fines sanction for Illicit Trafficker of Narcotic Drugs which sentenced by Law of 2009 Number 35. Second, about exactness of fines for Illicit Trafficker of Narcotic Drugs which regulated by high amount in Law of 2009 Number 35 regarding on the purpose of sentencing which brought by the legislators. By combining the literature research method with the field research method, this thesis aims to review the regulation about the high amount of fines for Illicit Trafficker of Narcotic Drugs which regulated by Law of 2009 Number 35. The high amount of fines for Illicit Trafficker in this law is regulated by the thought of increasing the functions of punishment in deterrence and retributive ways, so it can reduce the number of illicit use and traffic of Narcotic Drugs. In the other hand, those high amounts of fines also being a factor, the legislators had not aware, which can pursues the execution of fines sanction itself and makes the purpose of sentencing unreachable.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46953
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>