Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Aryani
Abstrak :
Penyakit kolestasis pada bayi dan anak memberikan dampak negatif bagi status nutrisi, pertumbuhan serta perkembangan sehingga berdampak pada mortalitas. Sistem imunitas pada bayi dan anak yang lemah meningkatkan morbiditas dan berdampak pada status nutrisi sehingga meningkatkan angka mortalitas pada anak kolestasis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data rekam medis pasien bayi dan anak kolestasis yang dirawat inap serta rawat jalan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2010-2015. Dengan menggunakan desain cohort retrospektif, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status nutrisi dan morbiditas pada anak dengan kolestasis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Hasil penelitian pengukuran status nutrisi berdasarkan lingkar lengan atas per umur (n=37) didapatkan, status gizi normal 10(27%), gizi kurang 10(27%), dan gizi buruk 17(46%). Dengan pengukuran indeks lingkar lengan atas per umur (LLA/U), hubungan morbiditas common cold memiliki hubungan yang bermakna p<0,05. Namun morbiditas terhadap status nutrisi berdasarkan tinggi badan per umur (TB/U) p>0,05.
Cholestasis disease in infants and children adversely affects nutritional status, growth and development which impact on mortality. The weak immune system in infants and children can increase morbidity and nutritional status thus increasing the mortality rate in children with cholestasis. This research was conducted using data from medical records patients of infants and children with cholestatic who are hospitalized and given outpatient treatment at Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo 2010-2015. By using a retrospective cohort design, this research aims to determine the relationship of nutritional status and morbidity in children with cholestasis in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Research results measuring of nutritional status with the index mid upper arm circumference for age (n=37), normal nutritional status 10(27%), under nutrition 10(27%) and severe nutrition 17(46%). With the index mid upper arm circumference for age (MUAC/A), morbidity relationship common cold against nutritional status has a significant relationship p<0.05. However, the morbidity of the nutritional status based high for age (H/A) p> 0.05.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cholifatun Nisa
Abstrak :
Latar belakang: pada keadaan tertentu kuning pada bayi baru lahir bisa tidak hilang selama lebih dari dua minggu, namun karena kurangnya informasi pada orang tua, diagnosis kolestasis pada anak menjadi terlambat. Kolestasis memunculkan komplikasi, diantaranya sirosis hati, splenomegali, trombositopenia, hipertensi porta, dan varises esofagus yang merupakan faktor risiko perdarahan saluran cerna.

Tujuan: untuk mengetahui besar prevalensi dan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian langusng perdarahan saluran cerna pada anak dengan kolestasis.

Metode: penelitian ini menggunakan desain cohort retrospective dengan jumlah sampel 97 pasien anak kolestasis yang berobat ke RSCM dari tahun 2010-2015. Jenis uji Chi-square atau Fisher exact dan regresi logistik.

Hasil: hasil penelitian diperoleh 27,8% pasien anak kolestasis mengalami perdarahan saluran cerna. Proporsi splenomegali (OR 4,8; IK 95% 1,3-17,6; P=0,018), trombositopenia (OR 23,5; IK 95% 2,3-244,1; P=0,008), dan varises esofagus (OR 7,8; IK 95% 1,1-54,6; P=0,039) memiliki hubungan bermakna dengan kejadian perdarahan saluran cerna. Sedangkan, proporsi koagulopati tidak (p>0,05).

Kesimpulan: pasien anak kolestasis dengan splenomegali, trombositopenia, dan varises esofagus memiliki risiko terhadap kejadian langsung perdarahan saluran cerna.
Background: in a particular circumtances, jaundice may not disappear for more than two weeks. Due to lack information on parents, the diagnosis of cholestasis in children may be delayed. Cholestasis lead to complications, including liver cirrhosis, splenomegaly, thrombocytopenia, coagulopathy, portal hypertension, and esophageal varices as risk factor for gastrointestinal bleeding.

Purpose: aim of this study was to determine the prevalence and risk factor for gastrointestinal bleeding in children with cholestasis.

Methods: this study used a retrospective cohort design of 97 children with cholestasis who admitted to RSCM from 2010-2015.

Results: The result were obtained 97 samples and 27.8% had gastrointestinal bleeding. The proportion of splenomegaly (OR 4.8; 95% CI 1.3-17.6; P=0.018), thrombocytopenia (OR 23.5; 95% CI 2.3-244.1; P=0.008), and esophageal varices (OR 7.8; 95% CI 1.1-54.6; P=0.039) had significant correlation with the prevalence of gastrointestinal bleeding. Meanwhile, the proportion of coagulopathy was not (p>0.05).

Conclusion: children with cholestasis who suffered splenomegaly, trombocytopenia, and esophageal varices have a risk for gastrointestinal bleeding.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khansa Salsabila
Abstrak :

Konstipasi fungsional (KF) adalah gangguan pencernaan yang disertai dengan kesulitan defekasi yang persisten atau tidak tuntas serta jarangnya pergerakan usus dan tidak disertai dengan penyebab sekunder. KF kerap diasosiasikan dengan status nutrisi pada anak-anak. Jika tidak diobati, dapat berujung pada rendahnya kualitas hidup. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk dilakukan agar dapat mengubah kualitas hidup anak menjadi lebih baik. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan menganalisis data 292 subjek dari SMP Labschool Jakarta pada Maret 2018. Umur subjek berkisar antara 11 hingga 14 tahun. Mereka diminta untuk mengisi kuesioner tentang pola makan, aktifitas fisik, dan evaluasi KF yang menggunakan ROME III criteria, serta pengukuran tinggi dan berat badan untuk penilaian status nutrisi (klasifikasi menggunakan Waterlow criteria). Prevalensi KF dan asosiasinya terhadap status nutrisi dan karakteristik lainnya (jenis kelamin, kelas, pola makan, dan aktifitas fisik) didapatkan dengan Chi Square Test, sementara Mann-Whitney U Test untuk asosiasinya dengan umur. Dari 292 subjek yang dievaluasi, KF ditemukan pada 57 subjek (19,5%), di mana 34 dari mereka adalah perempuan (59,4%). Berdasarkan status nutrisi mereka, 29 subjek (50,9%) normal, 20 subjek (35,1%) memiliki gizi lebih, sementara 8 lainnya (14,0%) gizi kurang. Terdapat hubungan yang bermakna (p<0,05) antara status nutrisi gizi lebih dengan KF (p=0,011), studi ini sependapat dengan studi-studi yang telah dilakukan. Namun, tidak terdapat adanya hubungan bermakna lain antara jenis kelamin (p=0,398), kelas (p=0,480), umur (median=13,0, p=0,658), pola makan (tidak sarapan, konsumsi sayur dan buah), dan aktifitas fisik (p=0,699) dengan KF.


Functional constipation (FC) is a gastrointestinal disorder often characterized by persistent or incomplete difficult defecation with infrequent bowel movements and absence of secondary causes. FC is often associated with nutritional status among children. If left untreated, it can lead to a decreased in quality of life. Hence why, this study is essential to improve the children’s quality of life. This research used a cross-sectional method by analyzing a total of 292 subjects from SMP Labschool Jakarta on March 2018. The subjects ranged from 11 to 14 years old and were asked to fill in the questionnaire for dietary pattern, physical activity and FC assessment using ROME III criteria, along with their body height and weight measurement for nutritional status (classified using Waterlow criteria). The prevalence of FC and its association with nutritional status and other characteristics (gender, grade, dietary pattern, and physical activity) is acquired by using Chi Square Test, while Mann-Whitney U Test is for its association with age. Out of 292 subjects that were evaluated, FC is found in 57 subjects (19.5%), in which 34 of them are female (59.4%). Based on their nutritional status, 29 subjects (50.9%) are normal, 20 subjects (35.1%) are overweight or obese, while the remaining 8 subjects (14.0%) are malnourished. A meaningful association (p<0.05) is found between overweight or obese nutritional status and FC (p=0.011), which is in concordance with previous findings. However, no other meaningful association is found between gender (p=0.398), grade (p=0.480), age (median=13.0, p=0.658), dietary pattern (skipping breakfast, intake of vegetables and fruits), and physical activity (p=0.699) with FC.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Rossa Atika
Abstrak :
Latar belakang: Pada tahun 2018, Indonesia memiliki 3,55% kasus pneumonia pada balita. Proporsi status nutrisi pada balita juga beragam meliputi sangat kurus (3,5%), kurus (6,7%), dan gemuk (8,0%). Belum adanya suatu instrumen prediktor luaran klinis pada pneumonia anak menjadi alasan dilakukannya penelitian ini. Hubungan status nutrisi dengan luaran klinis juga perlu diketahui lebih jauh. Hal ini bertujuan untuk membantu klinisi agar tata laksana dapat dilakukan lebih cepat dan tepat. Metode: Penelitian dilakukan pada pasien anak dibawah dua tahun dengan pneumonia komunitas di RS Pasar Rebo, Jakarta. Desain penelitian adalah studi potong lintang dengan sumber data primer yang diambil sejak Maret 2020 hingga September 2020. Skor RISC diperoleh dengan metode kuesioner. Status nutrisi didapatkan berdasarkan hasil antropometri dan dikategorikan berdasarkan kurva BB/TB WHO. Hasil luaran yang diteliti adalah mortalitas, kebutuhan ICU, dan lama rawat. Hasil: Sampel terdiri dari 25 pasien. Sebagian besar pasien memiliki Skor RISC 1 dan status nutrisi baik. Empat dari dua puluh lima pasien meninggal. Sebagian besar pasien dirawat <7 hari dan membutuhkan ICU. Hasil uji hipotesis menunjukan tidak adanya hubungan Skor RISC dan status nutrisi terhadap mortalitas, kebutuhan ICU, dan lama rawat. Uji Skor RISC untuk mortalitas menghasilkan cutoff Skor RISC 3 (AUC = 0,702). Kesimpulan: Skor RISC dan status nutrisi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan luaran klinis pasien. Skor RISC untuk mortalitas memiliki nilai diagnostik yang rendah pada pasien anak dibawah dua tahun dengan pneumonia komunitas di RS Pasar Rebo. ......Background: In 2018, Indonesia has 3.55% pneumonia cases in children under 5 years old. There was also variance in nutritional status including severely wasted (3.5%), wasted (6.7%), and overweight (8.0%). This research was conducted because instrument for predicting outcomes in children with pneumonia is not yet available. It is also necessary to know the association between nutritional status and outcomes in children with pneumonia. Predicting outcomes of pneumonia in children will be helpful for clinicians to choose the effective treatment. Methods: Patients were children under 2 years old with community acquired pneumonia in Pasar Rebo Hospital, Jakarta. This is a cross-sectional study with primary data that obtained from March 2020 until September 2020. RISC score were taken with questionnaire methods. Nutritional status are anthopometry results that is categorized by WHZ chart from WHO. Outcomes include mortality, ICU admission, and length of stay. Results: There were 25 patients. Most patients had RISC score of 1 and normal nutritional status. Four out of twenty five patients died. Majority of the patients stayed in the hospital for <7 days and needed ICU admission. From our study, we found no association between RISC score and nutritional status with the outcomes. Three in RISC Score is the cutoff for mortality (AUC = 0,702). Conclusion: There is no significant association between RISC score and nutritional status with clinical outcomes. RISC score for mortality has low diagnostic value in children under 2 years old with community acquired pneumonia in Pasar Rebo Hospital.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diar Riyanti
Abstrak :
ABSTRAK
Diarrhea is one of the most common gastro intestinal problem in Indonesia. One of the causes of diarrhea in children might be adverse reactions to food. Cow rsquo s milk allergy is the most prevalent food allergy as a result of an abnormal immunologic reaction to cow rsquo s milk protein. The gastrointestinal symptoms, including diarrhea occur in 50 60 children with cow rsquo s milk allergy. The aim of this research is to identify the prevalence of cow rsquo s milk allergy in pediatric patients who suffer from diarrhea and its association to nutritional status and age of patients who were treated in RSUPN Cipto Mangunkusumo from the year 2012 to 2016. The research design used for this study is a case control study using a secondary data. The data was obtained from stool analysis profile and medical record from pediatric patients in Gastrohepatology Division, Department of Pediatric Health, Cipto Mangunkusumo Hospital. There were 13 patients suffer from cow rsquo s milk allergy and 78 patients without allergy compared in this study. The prevalence of cow rsquo s milk allergy and malnutrition in pediatric patients with diarrhea were 14.3 and 38.4 . There is no association between cow rsquo s milk allergy and weight for age, height length for age, and weight for length height p 0.05 . In conclusion, cow rsquo s milk allergy is not associated with malnutrition in pediatric patients under three years old who suffered from diarrhea.
ABSTRACT
Diare adalah salah satu masalah gastro usus yang paling umum di Indonesia. Salah satu penyebab diare pada anak-anak mungkin reaksi negatif terhadap makanan. Alergi susu sapi adalah alergi makanan yang paling umum sebagai akibat dari reaksi imunologi abnormal terhadap protein susu sapi rsquo. Gejala gastrointestinal, termasuk diare terjadi pada 50 60 anak-anak dengan alergi susu sapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi prevalensi alergi susu sapi pada pasien anak yang menderita diare dan hubungannya dengan status gizi dan usia pasien yang dirawat di RSUPN Cipto Mangunkusumo dari tahun 2012 hingga 2016. Desain penelitian digunakan untuk penelitian ini adalah studi kasus kontrol menggunakan data sekunder. Data diperoleh dari profil analisis tinja dan rekam medis dari pasien anak di Divisi Gastrohepatologi, Departemen Kesehatan Anak, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Ada 13 pasien menderita alergi susu sapi dan 78 pasien tanpa alergi dibandingkan dalam penelitian ini. Prevalensi alergi susu sapi dan gizi buruk pada pasien anak dengan diare adalah 14,3 dan 38,4. Tidak ada hubungan antara alergi susu sapi dengan berat badan untuk usia, tinggi badan untuk usia, dan berat badan untuk tinggi badan p 0,05. Kesimpulannya, alergi susu sapi tidak dikaitkan dengan kekurangan gizi pada pasien anak di bawah tiga tahun yang menderita diare.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pulungan, Andria Amanda
Abstrak :
ABSTRAK
Diare telah menjadi salah satu penyebab meningkatnya kesakitan dan kematian pada anak. Diare biasanya disebabkan oleh infeksi. Sindrom Malabsorpsi dan beberapa enteropatogen bisa menyebabkan diare. Studi ini dilaksanakan untuk mencari prevalensi malabsorpsi laktosa dan malnutrisi pada pasien anak dengan diare dan mencari asosiasi malabsorpsi laktosa dan malnutrisi. Studi ini menggunakan studi potong lintang dengan menggunakan data sekunder. Jenis studi ini dipilih untuk mengetahui asosiasi malabsorpsi laktosa dan malnutrisi. Data yang dibutuhkan akan diperoleh dari profil analisis tinja dan rekam medis pasien anak yang dirawat di RSCM. Penelitian ini menemukan prevalensi malabsorpsi laktosa di pasien anak dengan diare sebanyak 18,2 . Prevalensi malnutrisi di pasien anak dengan diare sebanyak 38 . Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat asosiasi malabsorpsi laktosa dengan status nutrisi p>0.05 . Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai asosiasi malabsorpsi laktosa dan malnutrisi dengan sampel yang lebih besar.
ABSTRACT
Diarrhea remains as a leading cause of childhood morbidity and mortality in Indonesia. Diarrhea in children is usually caused by infection . However, numerous disorders could also result in diarrhea. It includes a malabsorption syndrome and various enteropathies. The study that we conduct is aimed to determine the prevalence of lactose malabsorption and malnutrition in pediatric patients with diarrhea and the association between lactose malabsorption. and malnutrition. The research design used for this study is a cross sectional using secondary data. This study is chosen to know the association between lactose malabsorption and malnutrition. The data in this study will be obtained from stool analysis profile and the medical record of pediatric patients that are treated in Cipto Mangunkusumo Hospital RSCM . This study found that the prevalence of lactose malabsorption in pediatric patients with diarrhea is 18.2 . This study also found that the prevalence of malnutrition is 38 .Moreover, the result of the study revealed that there is no association between lactose malabsorption and nutritional status P 0.05 . A further study is required to explored the association between lactose malabsorption and nutritional status with larger sample size
2016
S70361
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Urfianty
Abstrak :
Latar belakang: Epilepsi merupakan salah satu penyakit kronik dan memiliki risiko tinggi untuk mengalami gangguan kognitif yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Pemeriksaan Intelligence quotient (IQ) memerlukan waktu pemeriksaan yang lama dan biaya yang mahal, diperlukan alat skrining untuk mendeteksi gangguan kognitif pada pasien epilepsi anak yaitu School Years Screening Test For Evaluation Of Mental Status-Revised (SYSTEMS-R) Tujuan: Mengetahui seberapa besar nilai diagnostik dari School Years Screening Test For Evaluation Of Mental Status-Revised (SYSTEMS-R) dalam mendeteksi gangguan kognitif pada anak epilepsi usia 6-15 tahun. Metode: Penelitian potong lintang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta terhadap subjek berusia 6-15 tahun dengan epilepsi. Pada sampel dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dilanjutkan pemeriksaan fungsi kognitif dengan School Years Screening Test For Evaluation Of Mental Status-Revised (SYSTEMS-R) dan kemudian dilakukan pemeriksaan baku emas IQ oleh psikolog. Hasil: Prevalensi gangguan kognitif pada pasien epilepsi usia 6-15 tahun sebesar 86,3%. School Years Screening Test For Evaluation Of Mental Status-Revised (SYSTEMS-R) memiliki sensitivitas 84%, spesifisitas 91%, nilai prediksi positif 98%, nilai prediksi negatif 47%, rasio kemungkinan positif 10,11, rasio kemungkinan negatif 0,17 dan akurasi 85%. Simpulan: School Years Screening Test For Evaluation Of Mental Status-Revised (SYSTEMS-R) memiliki nilai diagnostik yang baik dan dapat menjadi pilihan dalam deteksi dini gangguan kognitif pada pasien epilepsi anak. ......Background: Epilepsy is a chronic disease and children with epilepsy are at high risk of cognitive disorders which can affect the quality of life. Intelligence Quotient (IQ) examination requires a long examination time and expensive costs, a screening tool for cognitive clearance is needed in pediatric epilepsy patients, which is School Years Screening Test For Evaluation Of Mental Status-Revised (SYSTEMS-R) Objective: To know the diagnostic value of School Years Screening Test For Evaluation Of Mental Status-Revised (SYSTEMS-R) detecting cognitive impairment in children aged 6-15 years with epilepsy. Methods: This is a cross sectional study done in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta was conducted on subjects aged 6-15 years with epilepsy. We evaluated history of illness, physical examination, and cognitive function using School Years Screening Test For Evaluation Of Mental Status-Revised (SYSTEMS-R) and then a standard gold IQ examination was carried out by a psychologist. Results: The Prevalence of cognitive impairment in 6-15 years epilepsy patients is 86,3%. School Years Screening Test For Evaluation Of Mental Status-Revised (SYSTEMS-R) has a sensitivity of 84%, specificity 91%, positive predictive value 98%, negative predictive value 47%, positive likelihood ratio 10,11, negative likelihood 0,17 and accuracy 85%. Conclusion: School Years Screening Test For Evaluation Of Mental Status-Revised (SYSTEMS-R) has good diagnostic value and it can be an option in early detection of cognitive impairment in paediatric epilepsy patients
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Meilianawati
Abstrak :
BELAKANG: aterosklerosis adalah proses yang mendasarinya penyakit kardiovaskular dan telah terbentuk sejak usia dini. Obesitas dan dislipidemia pada usia anak dan remaja merupakan faktor risiko perkembangan aterosklerosis. Modulasi mikrobiota usus dengan pemberian probiotik pada awal kehidupan diharapkan dapat mencegah obesitas dan dislipidemia. TUJUAN: mengevaluasi efek suplementasi probiotik pada masa kanak-kanak terhadap indeks massa tubuh (IMT) dan profil lipid, setelah 10 tahun pemberian. METODE: Sebanyak 494 anak telah berpartisipasi pada studi baseline(studi Probiocal) di tahun 2007-2008. Saat ini, sebanyak 151 remaja yang berusia 11-18 tahun ikut serta pada penelitian tindak lanjut, yaitu: 42 remaja pada kelompok casei, 43 remaja pada kelompok reuteri, dan 66 remaja pada kelompok kontrol. Pengambilan data dilakukan di dua kelurahan di Jakarta Timur. Kepada seluruh subjek dilakukan pemeriksaan fisik serta wawancara sosio-demografi, aktivitas fisik, dan asupan makanan. Pengukuran antropometri berupa pengukuran berat badan, tinggi badan, dan lingkar pinggang. Pemeriksaan profil lipid berupa kadar trigliserida, kolesterol LDL, dan HDL dilakukan setelah subjek berpuasa. HASIL: rerata kadar kolesterol HDL pada remaja di kelompok probiotik reuteri cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, sebelum penyesuaian (p = 0.093). Pemberian probiotik L. casei atau L. reuteri pada masa kanak-kanak tidak memberikan efek jangka panjang terhadap IMT serta kadar trigliserida, kolesterol LDL, dan HDL pada remaja, setelah dilakukan penyesuaian dengan faktor perancu (p > 0.05). KESIMPULAN: Kadar kolesterol HDL yang cenderung lebih tinggi pada kelompok probiotik reuteri dapat disebabkan oleh efek pemberian probiotik pada masa kanak-kanak. Jumlah subjek follow-up yang terbatas membuat sulit untuk menyimpulkan efek suplementasi probiotik pada masa kanak-kanak terhadap IMT dan profil lipid pada saat remaja. ......Purpose: Recent studies have discovered the role of probiotic in the prevention of obesity and dyslipidemia. The purpose of the study was to evaluate the effect of probiotic supplementation during childhood on body mass index (BMI) and lipid profile in the adolescence period. Methods: Of 494 children included in baseline study (Probiocal study), 151 entered the follow-up at 11-18 years of age, n = 42 in the casei, n = 43 in the reuteri, and n = 66 in the regular calcium group. This study was conducted in 20 communities in East Jakarta. Subjects underwent physical examination and interviewed of socio-demography, smoking behaviour, physical activity, and dietary intake. Anthropometrics (weight, height, and waist circumference) were assessed. Triglyceride, low-density lipoprotein (LDL), and high-density lipoprotein (HDL) level were determined after overnight fasting.  ......Results: The effect of probiotic supplementation was shown as a tendency to increase the HDL level before adjusted (p = 0.093). The evaluation of lipid profile adjusted for age, sex, and waist circumference showed no differences in the mean of triglyceride, LDL, and HDL level between casei or reuteri groups and control. Lactobacillus casei or reuteri did not affect BMI in adolescent after adjusted for age, sex, and BMI at the end of baseline study (p > 0.05). Conclusion: The higher level of HDL cholesterol in reuteri group might have been a response to probiotic supplementation during childhood. As a relatively small sample was entered in this follow-up study, our research needs to be replicated in different settings to produce comparable findings.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58550
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Saidah
Abstrak :
Mortalitas anak dengan sepsis masih tinggi dengan penyebab yang belum banyak diketahui patofisiologinya. Kerusakan lapisan glikokaliks pada permukaan endotel pembuluh darah dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang mengakibatkan syok sepsis dan disfungsi organ pada pasien sepsis. Peningkatan kadar syndecan-1 dalam darah merupakan salah satu penanda kerusakan lapisan glikokaliks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar syndecan-1 dengan disfungsi organ yang dinilai dengan skor PELOD-2 dan mortalitas 28 hari pada pasien anak dengan sepsis. Hubungan kadar syndecan-1 dengan skor PELOD-2 merupakan studi potong lintang, sementara hubungan syndecan-1 dengan mortalitas merupakan studi prospektif. Penelitian dilakukan pada 55 anak berusia 1 bulan-<18 tahun dengan sepsis yang dirawat di RSCM pada bulan Maret-Agustus 2019 dengan cara consecutive sampling. Evaluasi syndecan-1 dan skor PELOD-2 dilakukan pada hari pertama dan kelima setelah diagnosis sepsis. Pasien diikuti selama 28 hari untuk evaluasi mortalitas. Didapatkan peningkatan syndecan-1 pada seluruh pasien sepsisdengan peningkatan yang lebih tinggi pada pasien dengan syok sepsis (p=0,01). Terdapat korelasi positifantara kadar syndecan-1 dengan skor PELOD-2 pada 24 jam pertama setelah diagnosis sepsis dengan koefisien korelasi 0,32 (p=0,01). Terdapat korelasi positif antara perubahan kadar syndecan-1 dengan perubahan skor PELOD-2 dengan koefisien korelasi 0,469 (p=0,002). Tidak didapatkan hubungan antara kadar syndecan-1 dengan skor PELOD-2 pada hari kelima (p=0,6). Peningkatan kadar syndecan-1 didapatkan tidak berhubungan dengan mortalitas 28 hari (p=0,49).Nilai titik potongsyndecan-1 ≥688 ng/mLpada hari pertama dapat memprediksi skor PELOD-2 ≥8 dengan AUC 73,8%, sensitivitas 67%, spesifisitas 77%, NDP 44,4%, dan NDN 89,2% (p=0,012). ......Sepsis still contributes significantly to morbidity and mortality inpediatric patients. Disruption of glycocalyx layer on vascular endothelium has been described as one of the main pathophysiological events that leads to increased vascular permeability, contributing to organ failure and septic shock. The role of glycocalyx disruption in pediatric sepsis has not been widely studied. Increased syndecan level in blood marks disruption of glycocalyx integrity. This study was aimed to analyze the correlation ofserum syndecan-1 with organ dysfunction assessed by PELOD-2 score, and to evaluate its association with mortality in pediatric sepsis. Correlation of syndecan-1 and PELOD-2 score was a cross sectional study, while association of syndecan-1 with mortality was a prospective study. The study was conducted in pediatric intensive care unit, emergency unit, and pediatric ward of Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, on March-August 2019. The subjects were 55 patients aged 1-month to 18-year-old with sepsis that fulfilled the inclusion criteria consecutively. Serum syndecan-1 level and PELOD-2 score were evaluated on day 1 and 5 after diagnosis of sepsis. Survival was assessed after 28 days. There was increased level of syndecan-1 in all subjects, with significantly higher level found in patients with septic shock (p=0,01). There was positive correlation of syndecan-1 with PELOD-2 score in the first 24 hours after diagnosis of sepsis with correlation coefficient of 0.32 (p=0.01). Changes in syndecan-1 level within 5 days positively correlated with changes of PELOD-2 score with correlation coefficient of 0.469 (p=0.002). Syndecan-1 level and PELOD-2 score on day 5 was not significantly correlated (p=0.6). There was no association of increased syndecan-1 level with mortality in 28 days (p=0.49). Cut-off point of syndecan-1 ≥688 ng/mL in the first 24 hours can predictsignificant organ dysfunction (PELOD-2 score of ≥8) with AUC of 73.8%, sensitivity 67%,specificity 77%, positive predictive value 44.4%, and negative predictive value 89.2% (p=0.012).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ety Mariatul Qiptiah
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar fecal calprotectin (FC) pada anak dengan BB normal, BB lebih termasuk obesitas akibat inflamasi dan disfungsi saluran cerna serta faktor risiko apa saja pada awal kehidupan yang dapat menyebabkan terjadinya obesitas usia pra sekolah. Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol, subyek penelitian terdiri dari 58 anak kelompok kasus (BB lebih atau obesitas) dan 58 anak kelompok kontrol (BB normal) yang dipasangkan dengan jenis kelamin, usia, dan sekolah. Hasil penelitian didapatkan median IMT z-zcore 2,05 (-1,86?6,78) SD, rerata asupan energi total sebesar 1541,66 + 389,69 kkal dan asupan lemak 54,92 + 17,48 gram. Didapatkan hubungan bermakna asupan energi total dan lemak pada kelompok kasus dan kontrol (p=0,040 dan p=0.022). Tidak ditemukan hubungan bermakna kadar FC antara kelompok kasus dan kontrol (p=0,454). Dilakukan analisis multivariat terhadap faktor risiko awal kehidupan dengan status gizi lebih lebih dan kadar FC diaatas normal, tidak didapatkan hubungan. Namun setelah dihubungkan dengan faktor penggangu, didapatkan kecendrungan kenaikan nilai OR dan penurunan p-value. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kejadian obesitas dan peningkatan kadar FC pada anak pra sekolah dengan faktor risiko awal kehidupan
ABSTRACT
This study was conducted to determine levels of fecal calprotectin (FC) in children that have normal weight, overweight (OW) including obesity due to inflammation and dysfunction of the gastrointestinal tract and any risk factors in early life can lead to obesity preschool children. This study was a case-control study, subjects consisted of 58 children in group cases (OW or obese) and 58 controls group (normal weight) were matched by sex, age, and school. The results showed a median BMI z-zcore 2.05 (-1,86-6,78) SD. Mean total energy intake and fat intake were 1541.66+389.69 kcal and 54.92+17.48 grams. We found significant relationship between subject cases and control for total energy intake and fat intake (p=0,040 and p=0.022). And no significant value of FC between case and control (p=0,454). Multivariate analysis of the early life risk factors with nutritional status and levels of FC, no significant. However, after adjusted with a disturbance factor, obtained trend increase the value of OR and decrease p-value. This suggests that there is a relationship between the incidence of obesity in preschool children and increased value of FC with risk factors early in life
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>