Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Evie Zoelvia
"Masyarakat mengeluhkan, bahwa badan peradilan tidak dapat dipercaya. Alasannya adalah bahwa putusan-putusan hakim kurang berkualitas, proses beracara di pengadilan tidak memuaskan.
Akibat dari ketidak percayaan masyarakat tersebut, berdampak pada kecurigaan terhadap kinerja hakim dan keputus asaan untuk berperkara di pengadilan. Bahkan pandangan masyarakat cenderung melecehkan serta menghinakan badan peradilan tersebut.
Berdasarkan penelitian penulis, didapat bahwa permasalahan yang ada adalah dikarenakan masih kurangnya ilmu, pengetahuan dan pengalaman dari hakim yang bersangkutan. Selain itu belum adanya pendidikan lanjutan dan pembinaan bagi hakim setelah menjadi hakim. Dan selebihnya adalah bergantung pada sikap dan moral hakim itu sendiri dalam memerankan tugasnya.
Sebelum menjadi hakim, calon hakim dididik dan dilatih oleh Pusdiklat Mahkamah Agung. Pendidikan dan pelatihan itu mencakup tentang lmu hukum dan teknik beracara di pengadilan. Namun di dalam silabus pendidkan calon hakim tahun 2006, tidak mengajarkan pendidikan moral yang berhubungan dengan perilaku bagi calon hakim tersebut.
Dalam memutuskan perkara, seorang hakim diharapkan oleh masyarakat terutama bagi pihak-pihak berperkara untuk adil, bijaksana, berhati-hati, tidak memihak dan dapat mengendalikan kemauan pribadi yang dapat merugikan pihak-pihak berperkara.
Guna meningkatkan pengendalian diri seorang hakim terhadap kemuan pribadinya, penulis bermaksud melakukan intervensi terhadap pendidikan calon hakim melalui program pelatihan Self Control (pengendalian diri), agar calon hakim merasa membutuhkan ilmu tersebut, dapat memahami inti pokok pelatihan dan pengetahuan tentang pengendalian dirinya bertambah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
TA17795
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Evie Zoel Via
"Masyarakat mengeluhkan, bahwa badan peradilzm tidak dapat dipercaya. Alasannya adalah bahwa putusan-putusan hakim lcurang bcrkualilas, proses beracara di pcngadilan tidak memuaskan. Akibat dari ketidak percayaan masyarakat tersebut, berdampak pada kecurigaan terhadap kinerja hakim dan keputus asaan untuk berperkara di pengadilan. Bahkan pandangan masyarakat oenderung melecehkan serta menghinakan badan peradilan tersebut.
Berdasarkan penelitian penulis, didapat bahwa pemlasalahan yang ada adalah dikarenakan masih kurangnya ilmu, pengetahuan dan pengalaman dari hakim yang bersangkutan. Selain itu belum adanya pendidikan lanjutan dan pembinaan bagi hakim setelah menjadi hakim. Dan selebihnya adalah bergantung pada sikap dan moral hakim itu sendiri dalam memerankan tugasnya.
Sebelum mcnjadi hakim, calon hakim dididik dan dilatih oleh Pusdiklat Mahkamah Agung. Pendidikan dan pelatihan itu mcncakup tentang lmu hukum dan teknik beracara di pengadilan. Namun di dalam silabus pendidkan calon hakim tahun 2006, tidak mengajarkan pendidikan moral yang bcrhubungan dcngan perilaku bagi calon hakim tersebut. Dalam mcmutuskan perkara, seorang hakim diharapkan oleh masyarakat terutama bagi pihak-pihak berperlcara untuk adil, bii3kS&1I'13, berhati-hati, lidak memihak dan dapat mengendalikan kemauan pribadi yang dapat merugikan pihak-pihak beqaerkara.
Guna meningkatkan pengendalian diri seorang hakim terhadap kcmuan pribadlnya, penulis bermaksud melakukan intervensi terhadap pendidikan calon hakim melalui program pelatihan Self Control (pengendalian diri), agar calon hakim merasa membutuhkan ilmu tersebut, dapat memahami inti pokok pelatihan dan pengetahuan tentang pengendalian dirinya bertambah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
TA34076
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vinaya-Pitaka
"ABSTRAK
Penelitian ini menguji variabel religious fundamentalism, scientific attitude dan
keenam dimensi worldview sebagai prediktor sikap terhadap kebijakan publik yang
berhubungan dengan pembaruan pemikiran Islam. Sebanyak 453 responden dengan
pendidikan minimal SMA dan beragama Islam mengisi kuesioner religious
fundamentalism (Altemeyer & Hunsberger, 2004), scientific attitude inventory II (Moore
& Foy, 1997), worldview assessment instrument (Koltko-Rivera, 2000) serta skala sikap
terhadap kebijakan publik yang terkait dengan pembaruan pemikiran Islam. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa religious fundamentalism, scientific attitude, dan lima
dimensi worldview (iagency\ ‘metafisik’, ‘relasi kelompok’, ‘mutability’ dan ‘lokus
tanggung jawab’) secara signifikan mampu memprediksi sikap terhadap kebijakan publik
yang terkait dengan pembaruan pemikiran Islam sebesar 39,2 %. Tingkat pendidikan
ditemukan berkorelasi positif secara signifikan dengan sikap terhadap kebijakan publik
yang terkait dengan pembaruan pemikiran Islam. Pengembangan teoritis selanjutnya
disarankan meneliti religious fundamentalism dengan penerimaan terhadap hasil
penelitian ilmiah yang mengandung dilema moral dan dipertentangkan antara agama dan
ilmu pengetahuan (seperti teori evolusi dan cloning). Dimensi worldview ‘relasi
kelompok’ dan ‘relasi terhadap kelompok’ diduga juga dapat menjadi moderator
religious fundamentalism dan sikap terhadap kebijakan publik yang terkait dengan
pembaruan pemikiran Islam.

ABSTRACT
This research examined the capability of religious fundamentalism, scientific
attitude and six dimensions of worldview as predictor of attitude on public policies
related to the renewal of Islamic thought. Characteristic of the respondent is Moslem and
minimum have been graduated from high school. Religious fundamentalism scale
(Altemeyer & Hunsberger, 2004), scientific attitude inventory II (Moore & Foy, 1997),
worldview assessment instrument (Koltko-Rivera, 2000) and attitude on public policies
related to the renewal of Islamic thought scale was used on 453 respondents. The result
show that religious fundamentalism, scientific attitude and five dimensions of worldview
(‘agency’, ‘metaphysic’, ‘relation to group’, ‘mutability’, and ‘locus of responsibility’)
significantly 39,2 % as predictor of attitude on public policies related to renewal of
Islamic thought. Educational level is found positive significantly correlate with attitude
on public policies related to the renewal of Islamic thought Topic suggestion for the next
research: religious fundamentalism and acceptance of dilemmatic scientific result (such
as theory of evolution, cloning), ‘relation to group’ and ‘relation to authority’ as
moderator of religious fundamentalism and attitude on public policies related to the
renewal of Islamic thought."
2009
T37856
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Fathoni Wijaya
"ABSTRAK
Tugas akhir ini membahas Konflik Hubungan Industrial Dalam Keijasama
Perusahaan BUMD dengan Perusahaan Mitra Swasta di Wilayah Provinsi DKI
Jakarta. Tugas akhir ini adalah penelitian dengan mengkomparasikan antara fakta
dan data-data dalam Perusahaan BUMD, kemudian dianalisa dengan landasan
teoritis yang telah dikemukakan. Diharapkan dapat mempeijelas serta menjawab
tujuan dan manfaat penelitian. Hasil penelitian menyarankan konflik hubungan
industrial pada Perusahaan BUMD dipecahkan dengan melakukan kompromi
melalui negosiasi antara manajemen dengan karyawan (serikat pekeija).;"
2009
T37867
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Cahyo Nugroho
"ABSTRAK
Penelitian ini menguji apakah ketertarikan anggota crowd kepada prototypical ingroup members akan berbanding lurus dengan derajat prototypicality yang mereka miliki. Selain itu, penelitian ini juga membandingkan ketertarikan anggota crowd tersebut pada dua situasi, yaitu situasi yang novel dan familiar. Sebanyak 114 mahasiswa angkatan 2009 dan 2008 Fakultas Psikologi UNIKA Atma Jaya mengikuti kegiatan eksperimen yang dilaksanakan untuk menguji kedua pernyataan di atas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada lebih banyak anggota crowd yang tertarik pada prototypical ingroup members yang paling prototypical dibanding prototypical ingroup members yang kurang prototypical. Selain itu, gejala ini hanya terlihat saat crowd menghadapi situasi novel. Sementara itu dalam situasi yang familiar, gejala ini tidak terlihat. Hasil lainnya menunjukkan bahwa gejala tersebut hanya muncul jika para prototypical ingroup nmembers memiliki diskrepansi derajat prototypicality yang jauh berbeda. Pengembangan teoretis selanjutnya disarankan meneliti tentang perilaku crowd ini dalam konteks kategorisasi sosial yang lain. Selain itu, penelitian serupa bisa diulang dengan desain field experiment atau naturalistic observation guna meningkatkan validitas eksternal dan manfaat aplikatif data penelitian."
2010
T38330
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abu Bakar Fahmi
"Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa persepsi orang terhadap kelas sosialnya di masyarakat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk kognisi sosial. Dalam penelitian ini, kami menguji hipotesis bahwa persepsi orang terhadap kelas sosialnya mempengaruhi penilaian atas keadilan prosedural di mana orang yang berada pada tingkat kelas sosial atas lebih peka penilaian keadilan proseduralnya berkenaan dengan prosedur pengambilan keputusan baik adil maupun tidak adil; dan orang yang berada pada tingkat kelas sosial bawah lebih peka penilaian keadilan proseduralnya saat orang lain mendapat prosedur pengambilan keputusan yang tidak adil. Kami melakukan dua studi dengan memanipulasi kelas sosial subjektif relatif partisipan dan meminta mereka membayangkan berada dalam kondisi adil atau tidak adil baik untuk diri sendiri (studi 1) maupun orang lain (studi 2).
Hasilnya menunjukkan bahwa manipulasi kelas sosial subjektif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penilaian keadilan prosedural. Dibandingkan dengan partisipan yang berada dalam kondisi kelas sosial bawah, partisipan yang berada dalam kondisi kelas sosial atas tidak menunjukkan kepekaan yang lebih besar dalam penilaian keadilan prosedural baik saat berada pada prosedur voice maupun no-voice (Studi 1). Dibandingkan dengan partisipan yang berada dalam kondisi kelas sosial atas, partisipan yang berada dalam kondisi kelas sosial bawah tidak menunjukkan kepekaan yang lebih besar saat berada pada prosedur tidak akurat (Studi 2).

Recent studies sugest that individual perceptions of his own social class in society influence many aspect in life, including social cognition. In the present study, we tested the hypotheses that perceptions of social class influence procedural justice judgment where upper-class rank individuals would be more sensitive to procedural justice judgment in the matter of decision making procedur either fair or unfair; and lower-class individuals would be more sensitive to procedural justice judgment when others get unfair of decision making procedure. We conducted two studies by manipulating participant?s relative social class and asked them to imagine being in fair or unfair condition either for themselves (study 1) or others (study 2).
Results revealed that manipulated subjective social class did not significantly influence procedural justice judgment. Compared with participants in lower class condition, participants in upper class condition did not reveal more sensitive to procedural justice judgment either in voice or no-voice procedure (Studi 1). Compared with participants in upper class condition, participants in lower class condition did not reveal more sensitive to procedural justice judgment when they were in unaccurate procedure (Studi 2)."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T43189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Tenri Faradiba
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara kepribadian dan resolusi konflik
interpersonal yang dialami oleh remaja (N=227). Uji hipotesis satu arah antara
variabel kepribadian dan resolusi konflik dilakukan dalam penelitian ini. Kepribadian
dijelaskan menurut teori kepribadian Five Factor Model (McCrae & Costa, 2006)
yang terdiri dari faktor openness to experience, conscientiousness, extraversion,
agreeableness, dan neuroticism sedangkan resolusi konflik dijelaskan sebagai upaya
penyelesaian konflik yang terbagi atas tiga kategori, yaitu resolusi konflik power
assertion, negotiation,dan disengagement (Jensen-Campbell, Graziano & Hair, 1996).
Semakin tinggi neuroticism remaja, semakin tinggi kemungkinan menggunakan
resolusi konflik power assertion, negotiation, dan disengagement. Semakin tinggi
conscientiousness remaja, semakin rendah kemungkinan menggunakan resolusi
konflik power assertion dan disengagement. Remaja yang memiliki agreeableness
tinggi cenderung tidak menggunakan resolusi konflik power assertion.

ABSTRACT
The aim of this research is to examine correlations between personality and
interpersonal conflict resolution in adolescents (N=227). One tail hypothesized
between personality and interpersonal conflict resolution is verified. Personality is
explained by Five Factor Model (McCrae & Costa, 2006) and measured using NEOFive
Factor Inventory: openness to experience, conscientiousness, extraversion,
agreeableness, conscientiousness. Conflict resolution is explained as an effort to
resolve conflict: power assertion, negotiation, and disengagement (Jensen-Campbell,
Graziano, & Hair, 1996). Adolescents with high neuroticism tend to use power
assertion, negotiation, and disengagement. On the other hand, adolescents with high
conscientiousness tend to avoid power assertion and disengagement. Low-agreeable
adolescents tend to implement power assertion, The aim of this research is to examine correlations between personality and
interpersonal conflict resolution in adolescents (N=227). One tail hypothesized
between personality and interpersonal conflict resolution is verified. Personality is
explained by Five Factor Model (McCrae & Costa, 2006) and measured using NEOFive
Factor Inventory: openness to experience, conscientiousness, extraversion,
agreeableness, conscientiousness. Conflict resolution is explained as an effort to
resolve conflict: power assertion, negotiation, and disengagement (Jensen-Campbell,
Graziano, & Hair, 1996). Adolescents with high neuroticism tend to use power
assertion, negotiation, and disengagement. On the other hand, adolescents with high
conscientiousness tend to avoid power assertion and disengagement. Low-agreeable
adolescents tend to implement power assertion]"
2015
T28996
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Christian Dwi Jayanto
"ABSTRAK
Penelitian ini memiliki tujuan untuk memahami hubungan antara religiusitas dan agresi pada outgroup dalam konteks Indonesia. Agresi pada penelitian ini dapat didefinisikan sebagai sebuah perilaku apapun yang bertujuan untuk melukai orang lain Buss Perry, 1992 . Dalam penelitian ini penulis juga mengajukan variabel berpikir kritis sebagai sebuah variabel yang mampu menurunkan tingkat agresi yang dimiliki individu. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur CRS-15 Huber Huber, 2012 , alat ukur Disposisi pada Berpikir Kritis Lubis, Zhafira, Damayanti, Ghesica, Hamid, 2015 , dan alat ukur Agresi pada Outgroup yang dikonstruksikan sendiri oleh penulis. Partisipan penelitian ini adalah 267 individu yang berusia 20 sampai 30 tahun, dan berdomisili di daerah Jabodetabek. Pengolahan data menggunakan process makro Hayes, 2013 dengan analisis moderasi, dari analisis tersebut diketahui bahwa tidak terdapat efek moderasi dari disposisi pada berpikir kritis pada hubungan antara religiusitas dan agresi pada outgroup. Berdasarkan analisis korelasi antar variabel, ditemukan bukti bahwa religiusitas dan agresi pada outgroup memiliki hububungan, dan hubungan ini bersifat negatif.

ABSTRACT
The goal of this study is to understand the relationship between religiousity and outgroup aggression in Indonesian context. The term aggression in this study is defined as any behavior that intentionally done to hurt other people Buss Perry, 1992 . In this study, writer proposed that disposition towards critical thinking as a variable that can diminish aggression in an individual. Instruments that were use in the study are CRS 15 Huber Huber, 2012 with reliability index Cronbach 0.900, Disposition Towards Critical Thinking measurement Lubis, Zhafira, Damayanti, Ghesica, Hamid, 2015 with reliability index Cronbach 0.679, and Outgroup Aggression measurement constructed by the writer with reliability index Cronbach 0.806. Participant of this study were 267 people that are between 20 until 30 years old, and lived around Jabodetabek. This study use Macro Process Hayes, 2013 to examine moderation analysis. Based on the analysis that were done, it resulted that disposition towards critical thinking have no moderation effect on the relationship between religiousity and outgroup aggression t 267 0.0509, p 0.05 . Evidence found from the result of variable correlation shows that religiousity and intergroup aggression have a negative relationship."
2017
S67366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasya Alifa Woroningtyas
"Temuan-temuan terdahulu mengenai deprivasi kebutuhan akan rasa memiliki dan pengaruhnya terhadap tingkah laku prososial masih berujung pada hasil yang tidak konsisten. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor situasi perlu dipertimbangkan dalam interaksi antara kebutuhan akan rasa memiliki dan tingkah laku prososial. Pada individu yang mengalami deprivasi kebutuhan akan rasa memiliki, kecenderungan individu untuk melakukan tingkah laku prososial akan meningkat jika tingkah laku prososial tersebut dilakukan secara publik. Studi eksperimental ini berargumen bahwa individu yang mengalami deprivasi dan memprioritaskan nilai altruistik akan cenderung bertingkah laku prososial terlepas dari tingkah laku prososial dilakukan secara publik atau anonim, sedangkan individu yang mengalami deprivasi dan memprioritaskan nilai egoistik akan semakin terdorong untuk bertingkah laku prososial pada situasi publik. Oleh karena itu, penelitian ini ingin melihat interaksi tiga arah antara nilai, situasi, dan kebutuhan akan rasa memiliki terhadap tingkah laku prososial. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen randomized multigroup, sebanyak 643 WNI berusia 18-35 tahun yang tidak memiliki latar belakang pendidikan psikologi (78.8% perempuan, M usia = 21.37, SD usia = 2.56) dilibatkan dalam pengambilan data. Uji T menunjukkan tidak adanya perbedaan skor rata-rata jumlah berdonasi yang signifikan antara partisipan yang mengalami deprivasi kebutuhan akan rasa memiliki dan yang tidak. Efek moderasi dari situasi berdonasi tidak ditemukan. Penelitian ini juga tidak menemukan interaksi tiga arah antara ketiga variabel bebas terhadap tingkah laku prososial berdonasi. Meskipun demikian, penelitian menemukan efek langsung yang signifikan dari nilai, baik altruistik maupun egoistik, terhadap tingkah laku berdonasi.

Previous findings regarding the need to belong deprivation and its impact on prosocial behavior still lead to inconsistent results. Several studies have shown that situational factors must be considered in the interaction between the need to belong and prosocial behavior. In individuals who experience the need to belong deprivation, the individual's tendency to carry out prosocial behavior will increase if the prosocial behavior is carried out in public. This experimental study argues that individuals who experience deprivation and prioritize altruistic values ​​tend to behave prosocially regardless of prosocial behavior carried out publicly or anonymously. In contrast, individuals who experience deprivation and prioritize egoistic values ​​will be increasingly motivated to behave prosocially in public situations. Therefore, this study wants to see a three-way interaction between values, situations, and the need to belong to prosocial behavior. This study used a randomized multigroup experimental design; as many as 643 Indonesian citizens aged 18-35 years with no educational background in psychology (78.8% female, M age = 21.37, SD age = 2.56) were involved in data collection. The T-test showed that there was no significant difference in the average score of the number of donations between deprived and non-deprived participants. The moderating effect of the donation situation was not found. This study also did not find a three-way interaction between the three independent variables to the prosocial behavior of donating. Nonetheless, research has found a significant direct effect of both values on donating behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ragah Rizkiawan Saputra
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk menguji peran efikasi kolektif sebagai variabel mediator dalam hubungan antara persepsi identifikasi pemimpin dengan kinerja tim dalam ranah olahraga pada tim olahraga bola basket amatir. Penelitian ini dilakukan pada tim-tim bola basket amatir yang berada pada tingkat Universitas dan Divisi (U-23) (N = 50). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi identifikasi pemimpin dapat memprediksi efikasi kolektif secara positif (p < .001) dan efikasi kolektif dapat memprediksi kinerja tim secara positif (p < .05). Ditunjukkan pula bahwa efikasi kolektif dapat memediasi penuh hubungan antara persepsi identifikasi pemimpin dengan kinerja tim dikarenakan hasil indirect effect yang signifikan (p < .05) dan direct effect yang tidak signifikan (p > .05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seorang pelatih yang dipersepsikan dekat dengan tim nya oleh para pemain yang dirinya latih, akan meningkatkan efikasi kolektif mereka lantas meningkatkan pula kinerja mereka sebagai tim.

This research aims to test the role of collective efficacy as an mediator on the relationship between perceived leader group identification and team performance in sports on an amateur basketball team. This research is done on an amateur basketball team in a college and under-23 division level (N = 50). The results show that perceived leader group identification positively predicts collective efficacy (p < .001) and collective efficacy positively predicts team performance (p < .05). Other results also show that collective efficacy is able to fully mediate the relationship between perceived leader group identification and team performance because of a significant indirect effect (p < .05) and a not significant direct effect (p < .001). This research shows that a coach that is perceived to be identified with the team whom he/she coached, could potentially increase their collective efficacy thus increasing their performance as a team."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>