Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Renny Permatasari
"ABSTRAK
Makanan terfortifikasi yang merupakan salah satu pendekatan berdasar makanan dapat dijadikan salah satu intervenesi untuk mengurangi angka kejadian pendek sedang pada anak dibawah lima tahun. Pada studi ini, level fortifikasi dihitung berdasarkan kesenjangan antara kebutuhan nutrisi dan pengoptimalan makanan pendamping yang dikembangkan berdasarkan pendekatan linear programming. Studi ini dibagi menjadi tiga fase; 1) pengembangan rekomendasi makanan pendamping menggunakan perangkat lunak OPTIFOOD , 2) pengembangan biskuit terfortifikasi, dan 3) uji penerimaan biskuit dengan desain tiga lengan silang acak. Lima puluh satu anak ikut serta pada uji penerimaan. Tepung jagung, tepung kacang kedelai, dan bubuk daun kelor digunakan sebagai bahan baku utama biskuit. Sembilan zat gizi ditambahkan sebagai fortifikan yang ditambahkan pada high nutrient dense fortified biscuit (zatbesi, seng, kalsium, B1, B3,B6 asam folat, B12, dan vitamin A) dan delapan zat gizi (kecuali vitamin A) ditambahkan pada standard nutrient dense fortified biscuit. Anak-anak dapat mengonsumsi 80%, 75%, dan 70% biskuit tidak terfortifikasi, standard nutrient dense fortified biscuit, and high nutrient dense fortified biscuit. Kebanyak pengasuh menyukai aroma dan warna dari biskuit tetapi kurang menyukai teksturnya (dengan nilai uji pengindaraan berurutan 2.08 dan 2.20). tidak ada perbedaan yang nyata pada ketiga jenis biskuit tersebut.

ABSTRACT
Fortified food as one of food based approach can be used as intervention to reduce prevalence of moderate stunting. In this study, fortificant level was calculated based on the gap between requirement nutrient intakes (RNI) and optimized complementary feeding developed using linear programming approach. This study was divided into three phases; 1) developing optimized complementary feeding recommendation using OPTIFOOD software, 2) developing the fortified biscuits, 3) biscuit acceptability trial with three arms randomized cross over design. Fifty one children participated in acceptability trial. Corn flour, soy flour, moringa leaves powder were used as the main ingredients of biscuits. Nine nutrients (iron, zinc, calcium, B1, B3,B6, folate, B12, Vit A) were added as fortificants in high nutrient dense fortified biscuit and eight nutrients (except Vit A) were added in standard nutrient dense fortified biscuit. The children could consume 80%, 75% and 70% of unfortified, standard nutrient dense fortified biscuit, and high nutrient dense fortified biscuit respectively. The majority of caregiver liked the aroma and color of biscuits but less of texture for standard and high nutrient dense fortified biscuit (with organoleptic score 2.08 and 2.20, respectively). There was no significant difference among the three types of biscuits."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Bungsu
"ABSTRAK
Ibu hamil adalah salah satu kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap pangan dan gizi. Diperkirakan sebesar 20% kematian ibu berkaitan dengan rendahnya kadar hemoglobin (anemia gizi) selama kehamilan. Teh memiliki potensi sebagai penyebab anemia karena disinyalir mampu mengabsorbsi mineral sebagai bentuk zat besi yang dikaitkan dengan peranan tanin dalam akndungan teh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar tanin pada teh celup terhadap anemia gizi besi pada ibu hamil. Penelitian dilakukan dengan design Cross Sectional analytic. Responden terdiri dari 94 ibu hamil dengan usia kandungan > 16 minggu. Data dianalisis dengan menggunakan analisa Cox Regression.Hasil analisa bivariat diperoleh bahwa prevalens ibu yang memiliki kadar tanin tinggi perharinya 2.77 kali lebih tinggi (95% CI 0.89 – 8.6) untuk menderita anemia gizi besi dibandingkan ibu yang memiliki kadar tanin lebih rendah. Pada tahap analisa multivariat, didapatkan hasil bahwa prevalens ibu hamil dengan kadar tanin yang tinggi 2,84 kali lebih tinggi (95% CI 0.9 – 9.06) untuk menderita anemia gizi besi setelah dikontrol variabel pola konsumsi protein hewani dengan bioavaiabilitas rendah dan usia ibu. Meskipun hubungan kadar tanin pada teh celup secara statistik tidak significan tetapi kadar tanin, asupan protein hewani dengan bioavaiabilitas rendah dan usia ibu dapat memprediksi nilai kadar serum ferritin ibu hamil.

ABSTRACT
Pregnant women is one of the critical group in lot os aspect, one of it is food and nutrition. abaut 20% of mother mortality have correlation with less level of haemoglobin (nutrition anemia) during pregnancy. tea has potential causing anemia, because it has possibility be able to absorbs mineral as a form of iron which correlation to the contain of tannin in tea.
this study puposes is to observe the effects of tannin in tea bags to iron nutritional anemia on pregnant women. the design of this study is Cross Sectional analysis. Respondents are 94 pregnant women with gestation > 16 weeks. data analyze by Cox Regression by bivariate analysis pregnant women with high tannin level in each day have prevalence 2.77 more high (95% CI 0.89 - 8.6) to be iron dificency comapre to pregnant women who has lower tannin level. in multivariate analysis step, pregnant women with high tannin level have prevalence 2.45 more high (95% CI 0.9 - 9.06) to be iron deficiency after control by heme consumtion and age of pregnant women variable.
Although the correlation of tannin in tea bags statiscally not significant, but tannin level, heme consumption with low bioavaiability and age of pregnant women be able to predict the value of ferritin level in pregnant women."
Universitas Indonesia, 2012
T32607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miza Agria Yudisti
"ABSTRAK
Asam lemak tak jenuh rantai panjang diakui sebagai zat gizi kunci dalam pertumbuhan dan perkembangan mental. Plasma darah dianggap sebagai biomarker yang baik untuk mengkonfirmasi asam lemak yang diasup. Namun, factor individu sangant mepengaruhi hubungan antar keduanya, khususnya polimorfisme gen. Studi ini bertujuan untuk mengetahui peran polimorfisme gen FADS dalam hubungan antar asupan makan dan kadarnya dalam plasma. 115 anak berusia 12-16 bulan dihitung asupan makannya dengan Semi Quantitative-Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) dan diidentifikasi genotypenya.kadar asam lemak dalam plasma dianalisa dengan metode gas chromatography. Hasil studi ini menunjukkan bahwa asupan asam lemak rantai panjang tidak adekuat (EPA=22%, DHA=25%, N-6-LC PUFA=58%, and N-3-LC PUFA=37%). Dengan asupan yang sebanding, anak yang memiliki allele A cenderung memiliki plasma yang lebih tinggi dari anak yang tidak memiliki allele A (p<0.05 untuk total LC PUFAs dan N6-LC PUFA). Allele A menunjukkan adanya kemungkinan metabolism asam lemak yang efisien.

ABSTRAK
Long Chain Polyunsaturated Fatty Acids (LC PUFAs) are known as key nutrient for brain development and cognitive function which intermediated by plasma level. Plasma level in blood was mentioned as a good biomarker of related dietary fatty acids intake. However, role of individual factors particularly gene polymorphism also plays role on their relationship. This study was aimed to assess LC PUFAs intake, its plasma level, and the moderation effect of Single Nucleotide Polymorphism (SNP) in FADS gene on their relationship. A total of 115 children aged 12-16 month were assessed their usual intake using Semi Quantitative-Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) and were genotyped for rs174468 (G>A). Plasma LC PUFAs were measured by gas chromatography. The result of usual intake of LC PUFAs were lower than recommendation (EPA=22%, DHA=25%, N-6-LC PUFA=58%, and N-3-LC PUFA=37%). Despite comparable intake of LC PUFAs, children who have allele A have much higher plasma level (p<0.05 for total LC PUFAs and N6-LC PUFA). Allele A on this SNP might be related to a good response for dietary intake or efficient metabolism of LCPUFAs"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnawati Hustina Rachman
"ABSTRAK
Overweight and obesity is prevalent in both developed and developing countries in the past few years. Yet studies on the role of micronutrients, such as calcium, towards overweight and obesity is limited among children in developing countries. This study investigated the association between dietary calcium intake with the risks of overweight and obesity among preschool children aged 3 to 6 years. A case control study with 81 matching pairs by age, sex and school was conducted in 23 randomly selected preschools in East Jakarta. Cases (n=81) were overweight or obese children, whereas controls (n=81) were normal children. The total dietary calcium intake among the cases and controls was 1285 mg and 1006 mg per day, respectively. Milk was the main contributor of calcium intake for both groups. After adjusted for high energy and protein intake, introduction to formula milk < 6 months, high restriction, overweight and obese mothers, preference of sweet snacks, duration of breastfeeding < 6 months, and high pressure to eat, the risks of calcium intake towards overweight and obesity were not significantly different between case and control (Adjusted OR, 95% CI = 1.537, 0.57-4.16). Calcium intake was not associated with the risk of overweight and obesity among Indonesian preschool children. However, this finding needs to be confirmed with another larger population to detect positive association in obese and overweight group

ABSTRAK
Kelebihan berat badan (KBB) dan obesitas di negara maju maupun di negara berkembang telah meningkat drastis dalam kurun waktu yang relatif singkat. Namun studi mengenai peran mikronutrien, seperti kalsium, terhadap KBB dan obesitas masih kurang , terutama pada subjek anak-anak di negara berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan kalsium dengan resiko KBB dan obesitas pada anak prasekolah usia 3 sampai 6 tahun di Jakarta. Desain kasus kontrol dengan matching untuk usia, jenis kelamin, dan sekolah dilakukan di 23 sekolah taman kanak-kanak yang dipilih secara acak. Sebanyak 81 pasang kasus kontrol dianalis. Kasus merupakan (n=81) anak dengan KBB dan obesitas, sedangkan kontrol merupakan anak normal. Total asupan kalsium pada kelompok kasus adalah 1285 mg dan 1006 mg per hari pada kontrol. Susu menyumbang asupan kalsium tertinggi untuk kedua kelompok. Setelah dikontrol dengan variabel perancu yakni, asupan energi dan protein, waktu memperkenalkan susu formula < 6 bulan, tinggi restriksi, ibu yang KBB dan obbesitas, preferensi terhadap makanan manis, durasi menyusui < 6 bulan, serta tinggi paksaan untuk makan, resiko asupan kalsium terhadap KBB dan obesitas tidak berbeda nyata dengan anak normal. Asupan kalsium tidak berhubungan dengan resiko KBB dan obesitas pada anak pra sekolah di Indonesia. Namun, penemuan ini perlu dikonfirmasi pada populasi yang lebih besar untuk mendeteksi asosiasi positif pada kelompok KBB dan obese."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Ade Ari Wiradnyani
"LATAR BELAKANG. Prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi. Di lain pihak, pemerintah telah menjalankan program nasional gizi ibu dan anak pada 1000 hari pertama kehidupan/HPK anak yang merupakan periode emas untuk mencegah/menurunkan kejadian stunting.Studi menunjukkan bahwa untuk mendapatkan dampak yang diharapkan,diperlukan kepatuhan ibu menjalankan rekomendasi program gizi tersebut. Studi ini bertujuan untuk mengukur faktor yang berhubungan dengan praktek ibu dalam menjalankan rekomendasi program gizi nasional pada 1000 HPK, serta hubungannya dengan prevalensi stunting pada anak usia 6-23 bulan.
METODE. Studi ini menganalisis data sekunder dari Survei Nasional (SDKI 2002, 2007 dan 2012, dan Riskesdas 2010) dan pendekatan kualitatif untuk melengkapi hasil analisisagar mendapat gambaran yang utuh tentang faktor yang berhubungan dengan praktek ibu tersebut. Program gizi nasional yang diukur adalah suplementasi tablet besi-folat/TBF, pemberian ASI lanjutan, pemberian makanan pendamping ASI/MP-ASI, dan suplementasi kapsul vitamin A.
HASIL. Kepatuhan ibu menjalankan program sebagai komposit program tidak berhubungan secara bermakna dengan resiko stunting pada anak. Namun, analisis program secara individu menunjukkan bahwa kepatuhan minum TBFberhubungan bermakna dengan risiko severestunting, dan praktik MP-ASI berhubungan dengan risiko stunting pada anak usia 6-11 bulan. Pada keluarga dengan ekonomi rendah, anak yang masih menerima ASI memiliki risiko stunting yang lebih tinggi dibandingkan pada anak yang sudah disapih. Hal ini berhubungan dengan MP-ASI yang lebih buruk pada anak yang masih menyusu. Faktor lain yang berhubungan dengan risiko stunting adalah tinggi badan ibu, berat lahir serta jenis kelamin dan umur anak.Paparan informasi serta dukungan suami/keluarga berhubungan secara bermakna dengan praktek ibu. Ditemukan empat mispersepsi yang umum pada ibu, yaitu TBF dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, TBF lebih untuk pengobatan daripada pencegahan, ASI dapat menggantikan kebutuhan energi dan zat gizi anak yang seharusnya diperoleh dari MP-ASI, serta makanan lunak untuk anak usia 6-8 bulan yg baik adalah bubur susu siap saji.
KESIMPULAN. Kepatuhan ibu pada program prenatal, serta faktor sebelum dan selama kehamilan berhubungan dengan resiko stunting pada anak. Hal ini menekankan kembali pentingnya status gizi wanita sebelum dan selama hamil. Paparan informasi dan dukungan suami/keluarga sangat berperan dalam praktek ibu. Memaksimalkan kunjungan antenatal dan pemantauan pertumbuhan balita sebagai media untuk memberi ibu paparan informasi menjadi sangat penting. Memberdayakan bidan dan kader Posyandu adalah keharusan. Pendekatan ibu-ayah diusulkan sebagai salah satu cara karena diharapkan dapat memberi hasil yang lebih baik dibandingkan pendekatan pada ibu sebagai satu-satunya target program gizi ibu dan anak.

BACKGROUND. Stunting in Indonesia remains highly prevalent despite the availability of national maternal and child nutrition/MCN programs for the period known to be window of opportunity for stunting prevention/reduction, i.e. the first 1000 days of child's life. Studies confirm that good adherence towards the program recommendations is required to ensure the program's impact. The study aims to assess factors associated with adherence of mothers towards national MCN programs within the first 1000 days of child's life and its association with prevalence of stunting among children aged 6-23 months.
METHODS. The study analyzed national surveys data (Indonesian DHS 2002, 2007 and 2012 and Riskesdas 2010), complemented witha qualitative approach exploring factors associated with the mother's adherence in order to provide the more complete pictures. The MCN programs cover iron-folic acid supplementation/IFAS, continued breastfeeding, complementary feeding/CF practices, and vitamin A capsule supplementation.
RESULTS. Adherence towards MCN programs as a composite program is not associated with risk of stunting in children. However,good adherence towards IFAS program is associated with significant lower risk of severe stunting.The CF practices shows significant association with risk of stunting in 6-11 months old children. On the contrary, risk of stunting of children from poor family was higher among breastfed than non-breastfed ones, which was associated with their poorerCF practices. Other predictors of stunting were maternal height, child's birthweight, sex and age. Good exposures towards information and support from husband/family were associated with good mother's adherence towards the MCN program. Four misleading perceptions were revealed from the qualitative study, i.e. IFA tablets may cause high blood pressure,IFAS was more for curative than preventive, breastmilk can substitute energy and nutrient needs for the children that should be obtained from foods, and instant baby milk porridges were referred as most appropriate 'soft food' for 6-8 months old children.
CONCLUSION. Adherence towards prenatal program, maternal height and child's birthweight were significant predictors of child stunting. It reinforces the needs to put good nutrition of women before and during pregnancy as priority. Good CF practices have to be emphasized more, especially during the transition period. Exposure towards information and support from husband were significant factors of the mother's adherence. Making optimal use of ANC and posyandu visit to expose mothers with information is highly crucial. Thus, empowering midwife andposyandu cadres is a must.Mother-father based approach is proposed to be more beneficial rather than mothers as single target of the MCN programs for pregnancy and child care."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Healthy Hidayanty
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan menentukan efek program
gaya hidup sehat (HLP) berdasarkan teori kognitif sosial (SCT) pada remaja
dengan kelebihan berat badan di Kota Makassar. Studi ini terdiri dari tiga tahap.
Tahap pertama bertujuan untuk mengembangkan HLP. Tahap selanjutnya
bertujuan untuk mengembangkan dan memvalidasi instrument untuk mengukur
efek HLP. Tahap akhir dari studi ini bertujuan untuk menilai efek HLP terhadap
efikasi diri remaja untuk berperilaku sehat, efikasi diri orang tua, perilaku remaja
dan indeks anthropometri dengan menggunakan desain uji kluster acak terkontrol.
Sebanyak delapan (8) sekolah menengah pertama (SMP) diramndomisasi untuk
menentukan sekolah intervensi dan kontrol. Total 238 remaja dengan kelebihan
berat dan orang tuanya diikutsertakan dalam penelitian ini. Perubahan outcome
dianalisis dengan menggunakan uji ANCOVA dengan pendekatan intention to
treat. HLP adalah sebuah program yangh terdiri atas dua belas (12) sesi
pendidikan yang menerapkan beberapa strategi perubahan perilaku dari SCT
antara lain penguatan positif, monitoring diri, penentuan tujuan dan keterlibatan
orang tua yang disampaikan sekali seminggu oleh para fasilitator terlatih melalui
sesi kelompok. HLP berkontribusi dalam meningkatkan efikasi diri remaja untuk
mempraktikkan perilaku sehat, menurunkan kebiasaan cemilan, dan perubahan
pada BMI Z-score menurut umur dan lingkar pinggang.

ABSTRACT
The study aimed to develop and determine the effect of healthy lifestyle program
(HLP) based on Social Cognitive Theory (SCT) among overweight adolescents in
Makassar City. It consisted of three stages. Stage one was to develop HLP. Next
stage was to develop and validate the instruments for measuring the effect of
HLP. The last was to measure the effects of HLP on adolescents? self-efficacy on
healthy behaviors, parents? self-efficacy, adolescents? behaviors, and
anthropometry indices using cluster randomized controlled trial design. Eight
SMP were randomly assigned to intervention and control schools. A total of 238
overweight adolescents and their parents were involved. Changes in outcomes
were analyzed using ANCOVA on an intention to treat basis. HLP is twelve
sessions of education applied behavior change strategies from SCT including
positive reinforcement, self-monitoring, goal setting and parents? involvement
delivered by trained facilitators through weekly group sessions. HLP contributed
in increasing adolescents? self-efficacy for practicing healthy behavior, reducing
snacking habit, and changing BMI for age Z-score and waist circumference"
2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrianti
"

Studi diagnostik ini bertujuan untuk menghasilkan kuesioner skor risiko resistensi insulin, yang merupakan alat skrining untuk membedakan seseorang dengan dan tanpa risiko resistensi insulin. Alat skrining diperlukan untuk pencegahan dini diabetes mellitus tipe 2. Model prediksi resistensi insulin ini dikembangkan melalui analisis regresi logistik multivariat menggunakan indikator diet dan non-diet untuk memprediksi kejadian resistensi insulin yang didefinisikan sebagai HOMA-IR ≥ 0.97. Asupan rata-rata harian dari nasi, telur, ikan dan udang, ayam, bersama dengan indeks massa tubuh (IMT) dipilih sebagai komponen model prediksi terbaik untuk menghitung risiko resistensi insulin. Skor risiko dari penelitian ini memiliki validitas yang baik untuk membedakan orang dengan resistensi insulin, Area Under Curve (AUC) 0.779 (0.721-0.838), sensitivitas 0.806, dan spesifisitas 0.577.


This diagnostic study aimed to generate an insulin resistance risk score questionnaire, which was a screening tool to discriminate someone with and without insulin resistance risk. The screening tool was needed for early prevention of type 2 diabetes mellitus. Insulin resistance prediction models were developed from multivariate logistic regression analysis using dietary and non dietary indicators to predict insulin resistance incidence defined as HOMA-IR ≥ 0.97.  Daily average intake of steamed rice, egg, fish and shrimp, chicken, together with body mass index (BMI), were selected as the components of the best prediction model to calculate insulin resistance risk. The risk score from this study had good validity to discriminate people with insulin resistance, with  Area Under Curve (AUC) of  0.779  (0.721-0.838), sensitivity of 0.806 dan specivicity of 0.577.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library