Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pantjawidi Djuharnoko
Abstrak :
Indeks standar pencemar udara (ISPU) adalah angka yang menggambarkan kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu. Kualitas udara ambien Kota Bandung dalam beberapa hal lebih buruk, hal ini disebabkan karena wilayah udara Kota Bandung merupakan sebuah wilayah udara yang tidak berventilasi baik sehingga dapat terjadi stagnasi udara yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan berupa radang saluran pernapasan atau kelainan paru lainnya. Dan di Kota Bandung ISPA merupakan penyakit terbesar nomor pertama yaitu 32,35 % pada balita (0- 4) tahun. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan ISPU dengan Kejadian ISPA balita di Kota Bandung Tabun 2001. Penelitian ini merupakan studi ekologik yang berupa rancangan epidemiologik deskriptif Partikulate (PMIO) merupakan parameter ISPU yang mempunyai hubungan garis liner yang signifikan secara statistik dengan kejadian ISPA balita di empat lokasi (wilayah) stasiun pemantau kualitas udara ambien Kota Bandung, kecuali di Dago (Cibeunying). Tingginya partikulate (PMIQ) tersebut diperkirakan akibat hasil pembakaran dari kendaraan bermotor dan kegiatan rumah tangga. Untuk menanggulangi hal tersebut di atas disarankan diperketatnya pemantauan emisi gas buang kendaraan bermotor dan atau subsitusi bahan bakar kendaraan bermotor dan rumah tangga dengan bahan bakar gas cair (liquid gas).
Study of Ecologic Relationship Between Air Quality Pollutant Standard Index With Incidence of Acute Respiratory Infections of Children Under Five Years In Five Location Monitoring The Air Quality Ambien In City of Bandung Year 2001.Air Quality Pollutant Satandard index (ISPU) is number depicting the quality of air of ambien in certain time and location. The air Quality ambien of Bandung in some cases, this matter is caused by city air region of Bandung represent a air region which do not ventilate goodness (basin) so that earn happened air stagnation able to cause health trouble in the form of chafing respiratory tract or of other lung diseases. And in city of Bandung of acute respiratory infection (ISPA) represent biggest disease of first number, that is 32,35% at children under five (0-4) year. This research aim to see relationship of ISPU with incidence of ISPA children under five year in city of Bandung year 2001, this reseach represent study of ecologic wich in the form of device of epidemiologi descriptive. Particulate (PMI0) represent parameter of ISPU having linier line relationship wich significant statisticaly with incidence of ISPA children under five year in four station location (region) monitoring air quality of ambien city of Bandung, except in location (region) of Cibeunying. Height of particulate (PM I0) estimated by effect of result of combustion of motor vehicle and avtivity of household. To overcome the mentioned above suggested its it gas enunision monitoring throw away motor vehicle and or motor fuel substitution and household with liquid gas fuel.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sugiarto
Abstrak :
Tuberkulosis paru adalah salah satu penyakit yang muncul sebagai pembunuh yang disebabkan oleh salah satu jenis kuman yaitu Mycrobucterium tuberculosis. Delapan juta penduduk dunia diperkirakan mengidap penyakit TB Paru dengan tingkat kematian penderita sekitar tiga juta orang (33,3 %). Penyakit ini 75 % menyerang kelompok usia produktif (15-50 tahun) dan kematian yang diakibatkannya merupakan 25 % dan seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Indonesia pada tahun 1999 menempati peringkat ketiga sebagai negara yang jumlah penderita TB Paru terbanyak setelah India dan Cina. Peningkatan kasus tuberkuliosis, dari hasil beberapa penelitian yang teiah dilakukan selama ini, dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan diantaranya adalah lingkungan fisik, karakteristik ,individu dan lingkungan sosial yang ada disekilar pemukinnan atau perumahan penduduk. Di Kabupaten Bengkulu Utara telah dilaksanakan upaya penemuan kasus secara terus-menerus, upaya ini mampu menemukan suspek TB Paru. Tahun 2001 dari 1307 suspek, diperiksa 5,121 specimen dan ditemukan penderita BTA (+) sebanyak 220 orang. Periode bulan Januari 2002 sampai dengan Desember 2002, jumlah specimen diperiksa sebanyak 5.343 specimen dari 1.781 orang dan ditemukan BTA (+) sebanyak 261 orang, sedangkan periode tahun 2003 dari 1687 suspek dan 5.061 specimen yang diperiksa ditemukan 258 orang dengan BTA (+). Penelitian ini menggunakan desain case control dengan menggunakan data primer dan sekunder, penelitian dilakukan di 16 (enam helas) Puskesmas wilayah Kabupeten Bengkulu yaitu Puskesmas Penimnas, Kota Arga Makmur, Air Lais, Air Bintunan, Lubuk Durian, Pekik Nearing, Lubuk Pinang, Sebelat, Napa] Putih, Ketahun, D6 Ketahun, Karang Pulau, Kerkap, Karang Tinggi, Taba Penanjung dan Puskesmas Kembang Seri, Pengambilan sampel dilakukan dengan Cara random sederhana sebanyak 182 sampel yang terdiri dari 91 sampel kasus dan 9I sampel bukan kasus. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan tahapan analisis univariat, bivariat dan multivariate. Variabel independen dalam penelitian adalah karakteristik individu (usia, jenis'kelamin, kontak penderita, riwayat imunisasi, perilaku, status gizi), lingkungan fisik (ventilasi, suhu, pencahayaan, kclembaban), lingkungan social (kepadatan penghuni, pendidikan, pengetahuan, penghasi]an). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghuni rumah kebun yang pcrnah kontak dengan penderita TB paru BTA (+) mcmpunyai risiko 5,09 kali, status gizi yang kurang mempunyai risiko 2,26 kali, kelembaban tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 3,56 kali, kepadatan hunian tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 2,716 kali, tingkat pengetahuan tentang penyakit TBC yang kurang mempunyai risiko 2,37 kali untuk terkena TB paru BTA (+). Saran yang dapat disampaikan, agar kegiatan program terkait di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkulu Utara dapat melakukan penanganan masalah TB paru di rumah kebun ini melalui kegiatan pendataan dan pemetaan rumah kebun yang ada di tiap wilayah Puskesmas sehingga diperoleh gambaran populasi yang berisiko, penempatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat dengan rumah kebun,. melakukan koordinasi program gizi, P2M dan kesehatan Iingkungan serta promosi kesehatan. ......Pulmonary tuberculosis (TB) is a severe disease caused by the bacterium Mycobacterium tuberculosis. Around 8 million people suffer from pulmonary TB with a death rate of 3 million people (3,3 %). Approximately 75 % of the pulmonary TB cases occur in the productive age group (15-50 year old) and 23 % of deaths are actually preventable. Indonesia in 1999 occupy the third rank as a country that have the most cases of pulmonary TB after India and China. From previous studies, there are several environmental factors that influence the increase of pulmonary TB cases, such as physical environment, individual characteristics, and the social environment surrounding the residences. In north Bengkulu, continuous efforts have yielded new cases suspected as being pulmonary TB sufferer. In 200], out of 1,707 people suspected, 5,121 specimens were examined and those with BTA (+) were 220 people. During January to December 2002, there were 5,343 specimens examined from 1,78I people, end there were 261 of of those with BTA (+). In 2003, of of 1687 suspected, 5,061 specimens were examined and those with BTA (+) were 258 people. Design of this studying case control study using primary an d secondary data, and was undertaken in 16 public health centers in Bengkulu district, namely Perumnas, Kota Arga Makmur, Air Lais, Air Bintunan, Lubuk Durian, Pekik Nyaring, Lubuk Pinang, Sebelat, Napa! Putih, Ketahun, D6 Ketahun, Karang Pulau, Kerkap, KarangTinggi, Taba Penanjung and Kembang Seri. Samples were collected using a sample random method, and there are 91 case 91 case samples and 91 control sample. Hypothesis testing was done through univariate, bivariate. and multivariate analysis. Independent variables of this study include individual characteristics (age, sex, Ievel of education, knowledge, contact with TB sufferer, history of immunization, behavior, and nutritional status), physical environment (ventilation, temperature, the amount of light entering the house, and humidity), and social environment (density of house occupants, and income). The result of the study show that occupant of plantation house that have had contact with a pulmonary TB BTA (-i) sufferer are 5.09 times more likely to suffer from pulmonary TB BTA (t]. There are risks 2,26 times more for those with poor nutritional status, 3.56 times for poor humadity, 2.72 times for high density of occupants, and 237 times for a lack of knowledge about pulmonary TB. Recommendations that can be derived from this study are the implementation of programs by the district health service of North Bengkulu that include data recording of plantation houses in the areas around various public health centers, thus enabling the District Health Service to determine the population at risk for pulmonary TB. as well as building several several health service facilities that can be easily accessed from the plantation houses, coordinating programs on nutrition, control of infectious diseases, environment health and health promotion.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sadono Mulyo
Abstrak :
Secara konseptual udara di tempat penambangan, dapat terpajan logam Hg total. Maknanya bahwa lingkungan kerja ataupun lokasi kerja penambangan emas termasuk kategori tidak sehat. Pajanan logam Hg tersebut dapat masuk ke dalam tubuh penambang, sehingga dapat berakibat coda kerusakan organ tubuh secara permanen. Dalam kaitannya dengan usaha memahami keberadaan Hg di dalam tubuh penambang, perlu dilakukan dengan pemantauan dan pengukuran biomarker, Salah satunya kadar Hg total dalam urine penambang. Selama ini di Kulon Progo yang merupakan daerah penambangan emas yang belum pernah dilaksanakan pengukuran kadar Hg total dalam urine serta dampaknya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang rnencoba mengetahui gambaran beberapa faktor yang berhubungan dengan kadar Hg total dalam urine penambang emas, di desa Kalirejo Kokap Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian dengan disain kohort retrospektif yang melibatkan 32 responden penambang dan 32 responden non penambang yang masing masing dilakukan wawancara, observasi dan pengambilan sampel urine sewaktu, dan analisis laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tempat kerja penambang merupakan variabel berpengaruh dan menunjukkan kebermaknaan (p-0,050 dan RR = 3,37), yang sekaligus merupakan faktor yang paling dominan bagi kadar Hg dalam urine. Hasil analisis multivariat menunjukkan model matematis sebagai berikut: Logit (p) kadar Hg total dalam urine - 0,251 + 1,215 (Tempat kerja penambang). Peran faktor lain seperti aspek-aspek dan manifestasi klinis, diluar yang telah diteliti, masih perlu untuk diteliti. Sedangkan untuk pencegahan dan pengendaliannya diperlukan pemantauan Hg secara rutin dan intensif dan upaya-upaya intervensi secara teknik diantaranya adalah penerapan daur ulang Hg (amalgam retort) perlu ditingkatkan. ......Factors Related to Total Amount of Hg in Urine of Traditional Gold Miner in Kalirejo Village, Kokap Kulon Progo, Province of YogyakartaConceptually, air in mining location, could be exposed to Hg, which mean gold mining area included to unhealthy environment category. Hg exposure can enter to miner's body and damage body organ permanently. In order to examine Hg status in miner's body, it is necessary to monitor and measuring biomarker, one of this is amount of Hg in urine. No previous measurement of Hg in urine in Kulon Progo which is gold mining area. It is important to conduct study about description of some factors which related to total amount of Hg in urine of gold miner in Kalirejo, sub district of Kulon Progo, Province of Yogyakarta. This study used cohort retrospective design, involve 32 miners and 32 non miner as respondent each interviewed, observed and respondent's urine and laboratory analysis. Result of this study showed that work site variable is most influencing variable and significant ( p-value = 0.05 and RR = 3.370 ) and became most dominant variable to amount of Hg in urine. Multivariate analysis showed mathematics model; logit (p) total amount Hg in urine= 0.251 + 1.215 ( work site ). Other factor role such as aspects and clinical manifestation, out of this study, should be examined. While to prevent and control need monitoring Hg routinely and intensive and intervention effort technically, like implementing Hg recycling (amalgam retort )
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12689
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alkausyari Aziz
Abstrak :
Penanganan sampah padat yang dilakukan pemerintah hanya melayani sekitar 40% dari total penduduk Indonesia. Kurang memadainya penanganan sampah padat di Indonesia karena masih bersifat konvensional dan adanya kendala pendanaan. Penelitian yang dilakukan di kota Tanjungpinang ini bertujuan untuk mencari model pengelolaan sampah padat yang berbasiskan kesehatan masyarakat dan estimasi pembiayaannya dalam kurun waktu 2005-2030. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan informan yang dipilih sebesar 35 orang terdiri dari 5 orang level manajer, 10 orang tokoh masyarakat dan 20 orang petugas pelaksana di lapangan. Informan dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling dan dipilih berdasarkan azas kecukupan serta data dikumpulkan dengan menganalisis data sekunder dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber timbulan sampah yang ada di Kota Tanjungpinang 75,2% berasal dari pemukiman penduduk dan 79,49% didominasi oleh sampah organik. Adapun volume sampah yang dikelola baru mencapai 65% dari total timbulan sampah pads tahun 2003. Tahap penampungan dan pengangkutan dilakukan secara langsung sebesar 30% (door to door) oleh dump truck dan sistem pelayanan langsung (alloy service dan scrub service) sebesar 70%. Sistem pembuangan sampah akhir di Kota Tanjungpinang sampai saat ini masih menggunakan cara open dumping, dengan lokasi pembuangan yang relatif dekat dengan pemukiman rumah penduduk. Untuk memulai perencanaan jangka panjang pertama kali harus dipikirkan kapan kegiatan/proyek dilaksanakan secara keseluruhan (100%). Beberapa hal penting yang perlu dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tanjungpinang adalah sistem pembuangan sampah yang dilakukan saat sekarang ini dengan cara open dumping sudah tidak layak lagi dipertahankan, ditinjau dari segi keamanan dan kesehatan masyarakat, oleh karena itu pemerintah daerah sebaiknya segera melakukan tindakan untuk menggantikan cara pembuangan sampah dan atau memindahkannya secara lebih aman terhadap kesehatan masyarakat dan bahaya dari pencemaran lingkungan. Dari analisa pembiayaan yang menggunakan model pengelolaan sampah sanitary landfill akan mendapatkan keuntungan pada tahun ke 17 dari rencana proyek apabila dengan penarikan restribusi sebesar Rp 7500,- ; dengan penarikan restribusi sebesar Rp 10000,- akan mendapatkan keuntungan pada tahun ke 14 dari rencana proyek ; apabila dengan penarikan restribusi sebesar Rp 12500,- akan mendapatkan keuntungan pada tahun ke 13 dari rencana proyek dan apabila dengan penarikan restribusi sebesar Rp 15000 ,- akan mendapatkan keuntungan pada tahun ke 12 dari rencana proyek. Beberapa alternatif dapat diketengahkan untuk mengatasi masalah-masalah pengelolaan pembuangan sampah akhir tersebut, yaitu dengan merobah cara pembuangan. Dengan sistem sanitary landfill dicari lokasi pembuangan akhir yang cukup jauh dari pemukiman dan kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan untuk masa mendatang. Daftar bacaan : 84 (1976 - 2003 )
Waste Management Model Based on Health Community And Financial Estimation For The Year 2005 - 2030 at TanjungpinangSolid waste handling which is implemented by government serves only 40% from the total of Indonesian population. Solid waste handling in Indonesian is not sufficient because of the confentional way and also financial handicap. The objective of this study is to find out solid waste management model based on health community and financial estimation in the period of 2005 - 2030 at Tanjungpinang. This study uses qualitative method and the informans are 35 persons consists of 5 managers, 10 community leaders, and 20 field officials. The Informans are choosen by purposive sampling technique and adequacy. The data collected by secondary data analysis and depth interview. Results of this study show that source of waste invulnerable at Tanjungpinang is come from community settlement 75,2% and 79,49% are dominated by organic waste. Waste volume that has been managed is only 264 m3 per day or 65% from the total of waste invulnerable in 2003. At the phase of collecting and carrying it is conducted directly (door to door) by dump truck in the amount of 30% and direct service system (alloy service and scrub service) in the amount 70%. Up this moment the last waste disposal system at Tanjungpinang has still using open dumping way, and relatively, the disposal location is close enough with community settlement. Firstly, to begin the long term planning it has to think when the activity/project will be implemented thoroughly (100%). One of the important things that need to be done by Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tanjungpinang is not using open dumping way in waste disposal system because it is not proper enough, considering security and healt community aspects. Therefore, district government is better do an action to replace the former the V district by way of waste disposal and or move them in more safe way that useful for health community and to keep people away from the danger of environment pollution. From the estimation analysis that is using waste management model sanitary landfill, it will be profit in the 17th year of the project planning if the retribution collection is Rp. 7500,00. By retribution collection of Rp. 10000,00 collection it will be profit in the 14th year of the project planning. If the retribution collection is Rp. 12500,00 it will be profit in the 13th year of the project planning and if the retribution collection is Rp. 15000,00 it will be profit in the 12`h year of the project planning. Many alternatives could be offered to overcome problems of the last waste disposal management which is by changing the way of disposal. In the implementation of sanitary system, the finding of the last disposal location must be far enough from settlement so that it could avoid the possibility of environment pollution for the future.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuruddin Arief Gunawan
Abstrak :
Saat ini penyakit malaria masih terdapat di 100 negara di dunia, setiap tahun malaria menyebabkan kematian antara 1,1 juta - 2,7 juta penduduk dunia, di Indonesia masih merupakan penyakit endemis. Angka Kesakitan Malaria di Jawa Tengah dan di Kabupaten Banjarnegara dalam tiga tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Malaria sulit diberantas karena pengaruh lingkungan sangat besar, bersifat lokal spesifik dan tidak mengenal batas wilayah administrasi, sehingga perlu dilakukan analisis spatial untuk menanganinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah kejadian penyakit malaria berdasarkan perbedaan kondisi iklim, geografi dan demografi. di wilayah endemis Kabupaten Banjamegara.. Penelitian ini adalah penelitian ekologi dan bersifat eksplorasi, sumber data sekunder, dengan analisis multiple regression dan t test, pola persebaran kasus dengan analisis spatial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan faktor iklim dengan jumlah kasus malaria mempunyai arah hubungan linier negatif,kekuatan hubungan lemah ( R 0,26) dan tidak adanya hubungan yang bermakna (p value >0,05 ), dengan MBR An. aconilus arah hubungan linier positif, kekuatan hubungan sedang ( R.ch 0,280, R.hh 0,316, R.ich 0,272, R.sh 0,368 ) dan adanya hubungan yang bermakna (pv.ch 0,030, pv.hh 0,014, pv.ich 0,036, pv.sh 0,004 ), dengan MBR An. maculatus arah hubungan linier positif, kekuatan hubungan sedang pada hari hujan dan suhu udara (R.hh 0,285 R.sh 0,293 ), variabel lainnya lemah ( R < 0,26 ), adanya hubungan yang bermakna hari hujan dan suhu udara. (pv.hh 0,027, pv.sh 0,023 ) dan hubungan MBR An. aconitus dengan jumlah kasus malaria arah hubungan linier positif, dan MBR An. maculatus arah hubungan linier negatif, kekuatan hubungan lemah (R < 0,26) dan tidak adanya hubungan bermakna (p value > 0,05 ). Hasil uji nudtiple regression diketahui suhu berpengaruh terhadap MBR An.aconitus dan hari hujan terhadap MBR An.maculatus. Hasil uji independent t test pada wilayah ketinggian dan kepadatan penduduk menunjukkan bahwa ada perbedaan jumlah kasus malaria diantara tingkat ketinggian (pv = 0,030) dan tidak ada perbedaan jumlah kasus malaria diantara tingkat kepadatan penduduk (pv = 0,128 ). Secara spatial pola persebaran kasus malaria wilayah kecamatan menunjukkan bahwa Kecamatan Banjarmangu sebagai pusat kasus malaria terbanyak dan diduga sebagai pusat penularan di 4 wilayah kecamatan lainnya selama 5 tahun, pergerakan distribusi kasus malaria dan Banjarmangu ke arah Tenggara. Pola persebaran kasus malaria di wilayah endemis cenderung meningkat pada wilayah contour 251- 425 mdpl dan 426 - 650 m dpl, Pala persebaran kasus penyakit malaria berada pada wilayah desa yang penduduknya jarang dan pola bergerak dan wilayah yang penduduknya jarang ke wilayah yang penduduknya padat. Pola persebaran kasus berdasarkan landuse terbanyak berada pada wilayah tanah tegalan, kemudian di wilayah dekat sawah dan sumber air seperti mata air, alur mata air, anak sungai, dan sungai. Perlu adanya perhatian dan pertimbangan yang khusus terhadap faktor iklim, topografi, dan tata guna lahan dalam melaksanakan program pemberantasan penyakit menular, sehingga dicapai penanganan program malaria yang komprehensif ......Spatial Analysis Malaria Disease in Banjarnegara Regency, Central Java Province, 1996-2000Malaria disease still be in 100 state in the world and caused 1,1 - 2,7 million people die every years. Malaria is endemic disease in Indonesia. Malaria incidence increase in Central Java and Banjarnegara in three years later. Malaria is very difficult to eliminate caused environmental effect, local specific and not according to administration border, so need spatial analysis. The purpose of this research is to know the sum of malaria disease based on the difference of climate, geographical and demographical condition in malaria endemic area. This is ecological research with exploration study, which using secondary data, with multiple regression and t test, and spatial analysis for case distribution pattern. The result of this study show between climate and malaria case has a negative linier correlation, a weak assosiation (R<0,26) and has not significant relation (p value >0,05), with MBR An. aconitus has a positive liner correlation, a moderate assosiation (Rrainfall 0,28; R.raindays 0,316; Rrain index 0,272; Rtemperature 0,368) and has a significant regression (pv rainfall 0,030; pv raindays 0,014; pv rain index 0,036; pv temperature 0,004); with Man Biting Rate An. maculatus has a positive linier correlation, moderate assosiation (R.raindays 0,285; R temperature 0,293), an other variable have a weak assosiation (R<0,26) and has a significant regression (pv rain days 0,027; pv temperature 0,023). The correlation between sum malaria case with MBR An. aconitus has positive liaier, with Man Biting Rate An. maculatus has negative linier, a weak assosiation (R<0,26) and has a significant regression (pv>0,05). The result of multiple regression test show that temperature influence to MBR An.aconitus and raindays to MBR An.maculatus. The result of independent t test to elevation area has a difference sum of malaria case (pv-A:1,030) and density of population show that there are not difference (pvM:1,128). In spatial pattern, the distribution of malaria case based on sub district area show that Banjarmangu has a highest sum of malaria case and suppose that area is center of transmitted in other four sub district in five years. The distribution movement malaria case from Banjarmangu to the south-east. Distribution pattern of malaria case in endemic area is ascend in contour 251-650 m, in the low density population and moved to highest density of population. The distribution pattern based on land use is in village near the dry field, near the rice field and near the water source. There is need more attention to climate, topography and land use when do the eliminated infectious diseases program, so can have a comprehensive malaria program.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12976
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamsul
Abstrak :
Penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di negara berkembang adalah penyakit diare. Penyakit ini sering menimbulkan KLB dan penyebab kesakitan serta kematian pada balita. Diperkirakan di seluruh negara berkembang setiap tahun terdapat 1,3 milyar penderita dengan 3,2 juta kematian pada balita akibat diare. Dari SKRT 1992, penyakit diare sebagai penyumbang kematian kedua pada bayi dan balita, dengan proporsi 11% kematian pada bayi dan 23% pads anak balita. Sedangkan SKRT 1995, disebutkan penyakit ini penyebab kematian ketiga pada balita yaitu sebesar 13,9%, untuk luar Jawa dan Bali penyebab kematian 16,4% pads bayi dan 20,6% pada anak balita. Di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 1998 tercatat angka kesakitan diare 18,38/1000 penduduk (CFR 0,003%), Tahun 1999 meningkat menjadi 21,19/1000 penduduk (CFR 0,001%) dan Tahun 2002 meningkat lagi menjadi 22,97/1000 penduduk dengan CFR 0%. Pada tahun 2000, jumlah kasus diare yang berobat ke Puskesmas di propinsi ini sebanyak 36.557 kasus, 40,8% diantaranya (14.913 kasus) adalah kasus diare pada golongan balita. Untuk Kota Palembang, data Tahun 2002 dilaporkan kasus diare 28,7/1000 penduduk (26,4% dari jumlah kasus di Prop. Sumatera Selatan), angka tersebut juga sudah meningkat dari tahun sebelumnya (2001) yang tercatat sebesar 24,55/1000 penduduk dengan CFR 0%. Beberapa penelitian mengatakan diare tidak terlepas dari kondisi sanitasi dasar yang tidak baik, seperti sarana air bersih, jamban dan lain-lain, disamping faktor status gizi, perilaku atau faktor lainnya. Berdasarkan data dan informasi tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian serupa di tempat berbeda dengan tujuan ingin mengetahui hubungan sanitasi dasar yang meliputi penggunaan sarana air bersih, tingkat risiko pencemaran sarana air bersih, kondisi jamban keluarga, kondisi saluran pembuangan air limbah, kondisi tempat pembuangan sampah sementara, dan kondisi rumah dengan insiden diare pada balita di Puskesmas Wilayah Kota Palembang Tahun 2001-2003. Dengan desain penelitian ekologi, dan unit analisis data laporan triwulan insiden diare pada balita dan sarana sanitasi dasar di 34 Puskesmas di Kota Palembang selama 3 tahun (2001-2003) serta menggunakan analisis regresi linier ganda maka disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara kondisi jamban keluarga, kondisi saluran pembuangan air limbah dan kondisi rumah dengan insiden diare pada balita. Faktor paling dominan yang berhubungan dengan insiden diare pada balita adalah kondisi saluran pembuangan air limbah. Untuk mengantisipasi insiden diare pada balita dimasa mendatang hendaknya dilakukan upaya perbaikan sarana sanitasi dasar dengan memprioritaskan pada faktor yang berhubungan secara signifikan dengan insiden diare yaitu kondisi SP.AL, rumah dan jamban keluarga yang dapat dilakukan secara bertahap melalui kegiatan proyek percontohan, pemberian dana atau material stimulan untuk perbaikan rumah dan pembuatan sarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat. Disisi lain guna meningkatkan pengetahuan masyarakat, perlu juga dilakukan penyuluhan kepada masyarakat melalui kegiatan di posyandu, pertemuan di kelurahan, RT atau RW serta kegiatan pemantauan rumah yang dilakukan secara berkala dalam waktu 3 bulan sekali. Disisi lain, sebaiknya perlu juga dilakukan penelitian lanjutan dengan melihat faktor-faktor lain yang berhubungan dengan insiden diare sehingga hasil penelitian yang ada akan lebih komprehensif untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi diare. ......The Relation Between the Base Sanitation and the Diarrhea Incident on Under Kindergarten at Polyclinic in Palembang City Region of Year 2001-2003The contagious disease that is still being a health problem factor of the growth country is diarrhea disease. This disease often brings about KLB, painful and death on under kindergarten. On predict, in all of growth country every years there are 1.3 billions sufferers with 3.2 millions deaths on under kindergarten caused by diarrhea. From SKRT 1992, the diarrhea disease is the second death contributor of baby and under kindergarten, with proportion 11% death on baby and 23% death on under kindergarten. Meanwhile, in SKRT 1995 was said that this disease is the third death agent on under kindergarten that is as big as 13.9%, for outer of Java and Bali is the death agent 16.4% on baby and 20.6% on under kindergarten. In Province of Sumatera Selatan in year of 1998 was recorded the number of diarrhea sufferer 18.38/1000 inhabitant (CFR 0.003%), in year of 1999 was increased became 21.19/1000 inhabitant (CFR 0.001%) and year of 2002 was increased again became 22.97/1000 inhabitant with CFR 0%. In year of 2000, the amount of diarrhea cases which got medical treatment at polyclinic in this province was as many as 36,557 cases, 40.8% among of them (14,913 cases) were diarrhea cases on under kindergarten group. In Palembang City, data of year of 2002 was reported that the diarrhea cases 28.7/1000 inhabitant (26.4% number of cases in Province of Sumatera Selatan), the number had increased from previous year (2001) which was recorded as big as 24.5511000 inhabitant with CFR 0%. Several researches assert that diarrhea is not regardless with bad condition of the base sanitation, such as pure water supply, lavatory, and so on, besides nutrient status factor, behaviors or another factors. Based on the data and such information, I am interesting to perform similar research in different place with objective is to determine the relation of sanitation base which is consist of pure water utilizing, risk level of water supply pollution, family's lavatory, drainage of waste water, temporary dump and house condition, with diarrhea incident on under kindergarten at polyclinic in Palembang City Region of year 2001-2003. With ecology research design, analysis unit of three-months data report of diarrhea incident on under kindergarten and base sanitation facility in 34 polyclinics in Palembang City during 3 years (2001-2003), and using double analysis of linear regression, so having a conclusion that there is significant correlation between family's lavatory condition, waste water drainage. condition and house condition with diarrhea incident on under kindergarten. The most dominant factor which has correlation with diarrhea incident on under kindergarten is waste water drainage condition. To anticipate the diarrhea incident on under kindergarten in the future, ought to effort restoration of sanitation base facility by taking priority on factors which have significant relation with diarrhea incident, that is SPAL condition, house and family's lavatory that could do gradually through model project activities, donation, or stimulant material for house restoration and developing qualify base sanitation facility. In another side for upgrading public knowledge, also need to take elucidation toward public through posyandu activities, confluence in kelurahan, RT or RW, and houses monitoring activity, that are performed periodically once of 3 months. Additionally, preferable that needs to do the advance research by consider another factors which have correlation with diarrhea incident, thus the available research result would more comprehensive for describing the factors which have diarrhea influence.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13090
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aidilfit Chatim
Abstrak :
Sungai Ciliwung selain berperan dalam urat nadi perdagangan dan pintu pertahanan kota Jakarta, juga berperan sebagai sumber air minum bagi penduduk yang bertempat tinggal di sekitar aliran sungai Ciliwung. Pada saat ini keadaan sungai tersebut masih cenderung demikian, dimana penduduk yang berada di kelurahan Manggarai masih menggunakan air sungai Ciliwung sebagai sumber kehidupan. Selama periode tahun 1983 sampai 1986 sungai Ciliwung dikatakan telah tercemar berat akibat buangan limbah .domestik, pabrik dan pencernaran oleh industri kecilsepanjang tepi sungai.. Begitu juga sumur-sumur sepanjang tepi sungai terutama yang berjarak 1-5 meter dari jamban. Secara fisik air sumur ini dapat memenuhi persyaratan, dari segi untuk bakteriologinya telah tercemar 100% oleh bakteri golongan coli. Menghadapi masalah tersebut perlu diusahakan suatu teknologi sederhana yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas air menjadi air bersih, terutama bagi masyarakat yang tinggal disekitar sungai. Salah satu alternatif penjernihan yang dapat menghasilkan air bersih yaitu dengan penggunaan campuran obat kimia. Cara ini dapat dilakukan baik perorangan ataupun secara bersama-sama dalam waktu yang relatif singkat untuk menghasilkan air bersih. Formula kimia tersebut terdiri dari tawas untuk koagulasi, soda untuk mengatur pH, kaporit untuk mernbunuh kuman di tambah dengan kaolin atau tanah infusoria yang dapat mempercepat pengendapan partikel-partikel untuk menjadikannya air bersih. Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu eksperimen yang menggunakan campuran tersebut diatas untuk mendapatkan air bersih dari sumber air sungai Ciliwung dan air sumur sepanjang sungai di kelurahan Manggarai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian formula kimia kaolin dosis 125 mg/1 dan formula kimia tanah infusoria dosis 125 mg/1 sangat baik untuk menurunkan kadar zat organik terlarut dalam air sungai Ciliwung dan air surnur, tetapi perlakuan ini kurang baik untuk membunuh mikroorganisme. Pemberian formula kimia kaolin dosis 250 mg/1 dan formula kimia tanah infusoria. 250 mg/1 tidak begitu baik untuk menurunkan kandungan zat organic terlarut, akan tetapi untuk menghilangkan mikroorgani.sme sangat efektif.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1988
T 1180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Kusuma
Abstrak :
Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) adalah penyakit yang menyerang organ reproduksi, dapat disebabkan oleh pertumbuhan tidak normal organisme seperti Hemophylus vaginalis dan Candidia albicans. Dapat juga ditularkan melalui hubungan seks dengan pasangan yang telah terinfeksi seperti gonore, sifilis dan lain-lain. Bisa juga disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme lainnya yang masuk ke dalam saluran reproduksi melalui prosedur medis yang kurang/tidak steril. Pada beberapa penelitian terlihat bahwa faktor lingkungan perumahan berpengaruh terhadap kejadian suatu penyakit. Kondisi kebersihan perseorangan dan Individu dengan perilaku seksual berisiko berpotensi untuk menderita ISR. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai kejadian ISR pada istri supir truk di PT. Tegas dan PT. Tjadik Gazali dan sanitasi lingkungan rumah serta kebersihan perseorangan yang berhubungan dengan kejadian ISR tersebut. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan sampel adalah seluruh istri supir truk tangki PT. Tegas dan PT. Tjadik Gazali. Pada hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa dari 112 responden, yang menderita ISR adalah sebesar (78,6%) dan yang menderita ISR selain gonore sebesar (64,3%). 53 suami responden (47,7) mengaku pernah menderita ISR dalam enam bulan terakhir. Faktor lingkungan perumahan yang berhubungan secara bermakna terhadap ISR adalah Sarana Air Bersih (SAB) (OR=69,0) dan rumah (OR=28,9) Faktor karakteristik responden yang berhubungan bermakna adalah pendidikan istri (OR=5,9). Faktor perilaku dengan hubungan yang bermakna adalah variabel pengetahuan tentang kebersihan perseorangan (020,1), sikap istri terhadap kebersihan perseorangan (OR=36,5), perilaku kebersihan perseorangan secara umum (OR=36,5), perilaku kebersihan perseorangan saat menstruasi (OR=12,5), perilaku seksual berisiko istri dengan (OR=13,8) dan perilaku seksual berisiko suami diluar rumah (OR=85,0). Faktor yang secara bermakna paling berhubungan dengan kejadian ISR adalah SAB (OR=43,7), Rumah (OR=41,1) dan Sikap terhadap kebersihan perseorangan (OR=41,8). Dari ketiga faktor tersebut, faktor yang berinteraksi adalah SAB dengan sikap terhadap kebersihan perseorangan (OR=2,9E+08). Sedangkan untuk ISR selain gonore, faktor lingkungan perumahan yang memiliki hubungan bermakna adalah variabel sarana air bersih (SAB) (OR= 7,0), jamban (OR= 2,9) dan rumah (OR=11,0). Faktor perilaku dengan hubungan yang bermakna adalah variabel pengetahuan tentang kebersihan perseorangan (OR=1,1), perilaku kebersihan perseorangan secara umum (OR=2,7), perilaku seksual berisiko suami diluar rumah (OR=18,8) Faktor yang secara bermakna paling berhubungan dengan kejadian ISR selain gonore adalah jamban (OR=3,3), rumah (OR=7,2) dan perilaku seksual berisiko suami (OR=10,2). Dari ketiga faktor tersebut, yang berinteraksi adalah jamban dengan rumah (OR=1,5) dan rumah dengan perilaku seksual berisiko suami (OR=1123,6). Disarankan untuk mengobati dan mengurangi penularan ISR pada responden dengan pemberian konseling dan penyuluhan oleh klinik serta upaya penyehatan lingkungan perumahan responden. Diharapkan klinik bisa berkoordinasi dengan instansi terkait dalam menangani ISR. Responden diharapkan mau merubah kondisi lingkungan perumahan yang kurang baik dan merubah perilaku berisiko untuk mengurangi kejadian ISR. ...... Reproductive Tract Infections (RTIs) is a disease that attacks reproductive organs, caused by overgrowth of organism that supposed to grow normally in the genital tract of healthy women, such as Hemophylus vaginalis and Candidia albicans. Sexually Transmitted Diseases (STD's) such as viral infections, bacterial infection or parasites microorganism infections that mostly transmitted by sexual intercourse with infected partners. And not so sterile medical care also have changes to cause RTIs. Climate, wearing tight clothes and bad air circulation are also other risky factors that may cause RTIs such as candidia. In several survey, the environment of house are also related to some severe. Personal hygiene also related to RTIs. The most vulnerable to become the victims of RTIs are the ones with the risky sexual behavior and bad personal hygiene. The objective of this research is to get some information of RTIs case by driver wifes at PT. Tegas and Tjadik Gazali and the housing sanitation and also personal hygiene of that related to RTIs. The research was based on cross sectional design method of all drivers? wives at PT. Tegas and Tjadik Gazali. In this study was found that from 112 drivers wives, there are about (78,6%) respondents with RTIs and (64,3%) respondents with RTIs without gonorrhea. 53 drivers (47,7%) said that they had been suffering from RTIs in the last six months. The housing environment factors that have significant related to RTIs are the clean water (OR=69,0) and the house (OR=28,9). For respondent characteristic factor that also have significant related to RTIs is wife's education (OR=5,9). Behavior factors that also have significant related to RTIs are personal hygiene knowledge (OR=20,1), personal hygiene attitude (OR=36,5), general personal hygiene behavior (OR=36,5), personal hygiene menstruation (OR=12,5), wife's risky sexual behavior (OR=13,8) and husband's risky sexual behavior (OR = 85,0). The most significant relation with RTIs are the clean water (OR=43,7), the house (OR=41,1) and personal hygiene attitude (OR=41,8). The interaction of that three factors is clean water with personal hygiene attitude (OR=2,9E+08). The housing environment factors that have significant related to RTIs without gonorrhea are the clean water (OR=7,0), the toilet (OR=2,9), and the house (OR=11,0). Behavior factors are also have significant related such as knowledge about personal hygiene (OR=1,1), personal hygiene behavior (OR=2,7), husband's risky sexual behavior (OR 18,8). The most significant relation with RTIs are toilet (OR=3,3), house (OR=7,2) and husband's risky sexual behavior (OR-10,2). The interaction of that three factors are toilet with house (OR=1,5) and house with husband's risky sexual behavior (OR=1123,6) In conclusion, it is recommended to do therapy and minimize the transmission of RTIs by giving counseling in the clinic, and healthy housing program. Respondent have to make healthier housing environment and driver have to change their risky sexual behavior to prevent RTIs.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2005
T15282
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrial
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik rumah terhadap kejadian TB Paru BTA Positif di Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau tahun 2005. Janis penelitian bersifat kasus kontrol. Kasus adalah orang yang menderita TB Paru dengan BTA positif yang berumur > 15 tahun, sedangkan kontrol adalah tersangka penderita TB Paru (suspek) dengan hasil pemeriksaan sputum BTA negatif yang berumur > 15 tahun yang bertempat tinggal di wilayah Kota Batam. Perbandingan kasus dan kontrol adalah 1 : 1 dengan jumlah sampel untuk kasus sebanyak 100 orang dan kontrol sebanyak 100 orang. Pada kasus dan kontrol dilakukan wawancara, observasi dan pengukuran kualitas lingkungan fisik rumah, karakteristik individu dan keadaan penghuni di rumah. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan bermakna antara peneahayaan (OR=4,4), kelembaban udara (OR=3,6), luas ventilasi (OR=4,9), kepadatan hunian (OR=2,1) dan lama tinggal (OR=4,7) terhadap kejadian TBC Paru BTA positif di Kota Batam tahun 2005. Simpulan menyatakan faktor dominan terhadap kejadian TB Paru BTA positif di Kota Batam tahun 2005 adalah pencahayaan, kelembaban udara, luas ventilasi, kepadatan hunian dan lama tinggal. ...... This research to know relation of house physical environmental factor toward fast acid positive tuberculosis case at Batam City Riau Archipelago Province 2005. Type of research is case control. Case is people who suffering fast acid positive tuberculosis case more than? 15 years old, while control were patients who suffering tuberculosis (suspect) with inspection result of sputum with fast acid negative tuberculosis case more than > 15 years old who residence at Batam. Comparison of case and control 1 : 1 with 100 cases and control each. The interview was held on both case and control, observation and measurement of house physical environmental quality, individual characteristic and situation of dweller at home. Research result shows the existence of significant relation between illumination (OR=4,4), dampness of air (OR=3,6), wide of ventilation (OR=4,9), density of dwelling (OR=2,1) and long time of residence (OR=4,7) to fast acid positive tuberculosis case at Batam City Riau Archipelago Province 2005. Dominant factors to fast acid positive tuberculosis case at Batam City Riau Archipelago Province.2005 are illumination, dampness of air, wide of ventilation, density of dwelling and long time of residence.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19013
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Wardani
Abstrak :
Latar Belakang : Timbal merupakan salah satu polutan yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Pajanan timbal dapat menyebabkan adanya gangguan hemapoetik, salah satunya adalah anemia. Tujuan : Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pajanan timbal di udara ambien terhadap peningkatan risiko kejadian anemia pada komunitas di Kawasan Puspiptek, Serpong. Metode : Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain studi kohort retrospektif. Sebanyak 108 sampel terpilih secara stratified random sampling masing-masing pada daerah terpajan dan daerah tidak terpajan. Data terkait pajanan timbal di udara ambien selama tahun 2012 didapat dari data pengukuran yang dilakukan oleh Pusarperdal (terpajan) dan BLH Depok (tidak terpajan). Selanjutnya, peneliti mengukur kadar hemoglobin responden dengan menggunakan hemometer digital. Selain itu, juga dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui faktor-faktor lain yang berhubungan. Setelah itu dibentuk model regresi logistik dengan memasukkan variabel lainnya, yaitu umur, jenis kelamin, durasi pajanan, status masyarakat, tingkat asupan zat besi, tingkat asupan vitamin C dan tingkat asupan asam folat untuk mengetahui hubungan timbal dan keja Hasil : Hasil studi menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik antara konsentrasi pajanan timbal dalam udara ambient dengan kejadian anemia dengan nilai PR = 7.00 (95% CI : 3.32-14.76). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa seseorang yang berada di daerah terpajan timbal di udara ambien, memiliki risiko 1.8 kali untuk menderita anemia dibandingkan dengan seseorang yang berada di daerah tidak terpajan setelah dikontrol dengan variabel usia, durasi pajanan indoor, durasi pajanan tahunan, tingkat asupan Fe, tingkat asupan vitamin C dan tingkat asupan asam folat. Kesimpulan : Pajanan timbal di udara ambien berhubungan dengan kejadian anemia pada komunitas di Kawasan Puspiptek. ......Background : Lead is one of the pollutants that are harmful to human health. Lead exposure can cause disorders of hemapoetik system, one of them is anemia. Objective : The main goal of this research is to know the relation of lead exposure in ambient air and increasing risk of anemia occurrences in the community of Puspiptek Area, Serpong. Method : Research was conducted by retrospective cohort design study. Amount of 108 samples selected by stratified random sampling method for each exposure and non exposure area. The data related to lead consentration in air embient along 2012 is taken from the result measurement by PUSARPERDAL (exposure area) and BLH Depok (non exposure area). Furthermore, the researchers measured the levels of hemoglobin respondents using digital hemometer. In addition, the researchers also conducted interviews with respondent by questionnaires to find out other factors which related. After that, logistics regression model was formed by inserting other variables, including age, sex, duration of exposure, the status of the community, the level of intake of iron, intake levels of vitamin C and folic acid intake levels to know the factors that most influence the incidence of anemia on the respondent. Result : Results of the study showed statistically significant relationship between exposure concentration of lead in ambient air and anemia with PR value = 7.00 (95% CI: 3.32-14.76). Results of the multivariate analysis showed that someone who is in the lead in ambient air-exposed, have risk of 1.8 times to suffer from anemia compared with someone who was in the area of unexposed after controlled with variables age, duration of exposure, duration of exposure, the annual intake levels of Fe, the level of intake of vitamin C and folic acid intake levels. Conclusion : exposure to lead air pollutant was associated with anemia in Community of puspiptek Area
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S53007
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>