Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simanjuntak, Flowindy Bonauli
"Pendahuluan: LSTV merupakan anomali kongenital vertebra dengan karakteristik morfologi antara vertebra lumbal dan sakral, yang mencakup lumbalisasi dan sakralisasi. Prevalensi LSTV pada populasi umum yang dilaporkan bervariasi antara 4-37%. LSTV dipertimbangkan sebagai salah satu penyebab LBP (Low Back Pain) namun masih terdapat kontroversi mengenai implikasi klinisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara LSTV dengan derajat nyeri pada individu dengan keluhan LBP di RSUPNCM sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan diagnosis dan tatalaksana pasien LBP.
Metode: Data berupa radiografi dan derajat nyeri dengan metode NRS dikumpulkan secara konsekutif dari 116 pasien dengan keluhan LBP yang datang untuk menjalani pemeriksaan radiografi lumbosakral. Penilaian radiografi mencakup ada tidaknya LSTV dan degenerasi diskus intervertebralis. Pasien terbagi menjadi dua grup: yang memiliki LSTV dan tidak memiliki LSTV. Derajat nyeri terbagi menjadi ringan, sedang dan berat. Hubungan antara kedua grup dengan derajat nyeri dilakukan dengan uji statistik Chi Square.
Hasil: Prevalensi LSTV pada individu dengan keluhan LBP adalah 48,2% dengan LSTV yang cenderung lebih banyak ditemukan pada jenis kelamin laki-laki. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara LSTV dengan derajat nyeri pada individu yang memiliki keluhan LBP. Pada penelitian ini juga didapatkan individu dengan LBP yang memiliki LSTV subtipe II dan III cenderung mengalami keluhan nyeri yang lebih berat. Sebagai tambahan, pada penelitian ini juga tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara LSTV dan degenerasi diskus intervertebralis lumbal.
Kesimpulan: LSTV pada individu yang memiliki keluhan LBP tidak berhubungan dengan derajat nyeri yang dirasakan. Penelitian lanjutan dapat dilakukan untuk menentukan hubungan antara berbagai subtipe LSTV dengan derajat nyeri LBP.

Introduction: LSTV is a congenital vertebrae anomaly with characteristic morphology intermediate between the lumbar and sacral vertebrae, which includes lumbalization and sacralization. LSTV prevalence in the general population is reported to vary between 4-37 %. LSTV is considered as one of the causes of LBP, but there is still controversy about its clinical implication. This study aims to investigate the relationship between LSTV and the degree of pain in individuals with LBP complaints in RSUPNCM which is expected to optimize the diagnosis and management of LBP patients.
Methods: The data consisted of radiography and degree of pain by NRS method collected consecutively from 116 patients with LBP complaints who come to undergo lumbosacral radiographs. Radiographic assessment includes the presence of LSTV and degenerative disc disease. Patients were divided into two groups: who has and does not have LSTV. The degree of pain is divided into mild, moderate and severe. Association between the two groups with the degree of pain is assessed with a Chi Square test.
Results: The prevalence of LSTV in individuals with LBP complaints was 48.2 % with LSTV tended to be more common in male. There was no significant correlation between the degrees of pain in individuals with LBP complaints with LSTV. This study also found that individuals with LBP having LSTV subtypes II and III are more likely to experience severe pain. In addition, this study also found no significant relationship between LSTV and lumbar degenerative disc disease.
Conclusion: LSTV in individuals with LBP complaints are not related to the degree of pain endured. However, further research can be conducted to determine the relationship between various subtypes of LSTV and degree of pain in LBP.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59153
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Bagus Yudistira Nugraha Yustama
"ABSTRACT
Osteoarthritis genu adalah penyakit sendi degeneratif perusakan kartilago artikular dan tulang subkondral berujung disabilitas. Diabetes melitus sebagai komorbid osteoartritis genu menyebabkan kekakuan matriks ekstraseluler, kerusakan tulang subkondral, dan disfungsi kondrosit. Tujuan penelitian untuk mencari perbedaan bermakna status pasien osteoartritis genu komorbid diabetes melitus dengan perubahan nilai verbal numeric analog scale pasca terapi. Desain penelitian cross sectional dengan teknik sampling consecutive sampling. Jumlah sampel 72 36 komorbid diabetes melitus dan 36 non komorbid . Analisis data menggunakan uji saphiro-wilk dan Mann-Whitney. Selisih nilai diperoleh melalui pengurangan nilai terakhir pasca terapi dengan nilai saat kunjungan pertama pada rekam medik 2015. Hasil penelitian menunjukkan pasien osteoartritis genu memiliki rentang usia 61-70 tahun 36,1 , mayoritas perempuan 66,7 , dan jenis terapi TENS 58,3. Rerata selisih VNAS OA genu komorbid DM 1,6389, dan OA genu tanpa komorbid DM 2,6389. Hasil uji statistika menunjukkan perbedaan bermakna antara status pasien OA genu diabetes melitus dengan selisih VNAS P 0,024.

ABSTRACT
Knee osteoarthtritis, a joint degenerative disease, the process of which include damage of knee articular cartilage and subchondral bone that may caused dissabilitation. Diabetes mellitus as a comorbid for this disease that may cause joint extracellular matrix rigidity, subchondral bone defect, and chondrosite dysfunction. Research purporse is finding the significant difference between diabetes mellitus status on knee osteoarthtritis and verbal numeric analog scale score changes after treatment. This research use cross sectional design and consecutive sampling technique. Total sample is 72 medical records. Analyzing the data by using Shapiro wilk and Mann whitney test. Score changes is a score gained by reducing the final pain score with the initial one in the medical record. The results are common age having knee osteoartrtis 61 70 years old 36,1 , woman gender majority 66,7 , and TENS treatment 58,3 . Mean pain score changes of knee osteoarthritis with diabetic comorbidity and knee osteoarthritis without diabetic comorbidity are 1,6389 and 2,6389. Statistic test shows significant difference between diabetes mellitus status on knee osteoarthtritis and verbal numeric analog scale VNAS score changes after treatment P 0,024. "
2016
S70357
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcel Aditya Nugraha
"Osteoarthritis OA genu merupakan penyakit yang menjadi penyebab terjadinya disabilitas tertinggi di di dunia serta dapat menimbulkan beban sosial dan ekonomi. Obesitas merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya OA genu serta menyebabkan rasa nyeri dan deformitas pada pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara obesitas dan perkembangan terapi pasien dengan OA genu. Penelitian dilakukan dengan membandingkan perubahan intensitas nyeri dari nilai visual numeric analog scale VNAS pada pasien OA genu komorbid obesitas dan pasien OA genu non-komorbid obesitas yang telah menjalani rehabilitasi di poli Rehabilitasi Medik RSCM-FKUI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan nilai VNAS lebih rendah yang bermakna pada pasien dengan faktor komorbid obesitas dibandingkan dengan pasien tanpa faktor komorbid obesitas. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa obesitas memiliki hubungan yang bermakna terhadap perubahan nilai VNAS pada pasien OA genu yang telah menjalani rehabilitasi.

Knee osteoarthritis OA is an illness which has now become one of the leading causes for disabilities in the world and may lead to increasing social and economical burdens. Obesity is one of several factors that may influence the onset of knee OA and induce pain and deformity in patients. This research aims to understand the association of obesity and progress of therapy in patients with knee OA. To accomplish that, changes in the intensity of pain determined by the value of the visual numeric analog scale VNAS are compared between knee OA patients with and without obesity who have undergone rehabilitation at Medical Rehabilitation Unit of RSCM FKUI. The result showed significantly lower change in VNAS value in knee OA patients with obesity compared to knee OA patients without obesity. From this research, a statistically significant association is found between obesity and change in VNAS values in patients with knee OA who have undergone rehabilitation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winny
"Tesis ini disusun untuk mengetahui efektivitas latihan back exercise dan yoga terhadap intensitas nyeri, meningkatkan kekuatan otot trunk dan disabilitas fungsional. Penelitian menggunakan desain uji eksperimental Randomized Control Trial. Subjek penelitian merupakan pasien overweight dan obesitas derajat I dengan nyeri punggung bawah mekanik kronik, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok back exercise dan yoga. Semua subjek dari kedua kelompok mendapatkan latihan standar berupa latihan aerobik dengan ergocycle sesuai dengan prosedur di Poliklinik Obesitas Departemen Rehabilitasi Medik RSCM Jakarta yang dilakukan dua kali seminggu selama enam minggu. Sebagai tambahan, kelompok back exercise mendapatkan latihan senam punggung dan kelompok yoga mengikuti kelas yoga yang dilakukan 45 menit per sesi, dua kali seminggu, selama enam minggu. Hasil keluaran penelitian ini berupa skala nyeri (Visual Analogue Scale), kekuatan otot fleksor dan ekstensor trunk yang diukur menggunakan handheld dynamometer dan disabilitas fungsional (Oswestry Disability Index). Analisis statistik dilakukan untuk membandingkan perubahan intensitas nyeri, kekuatan otot trunk, dan disabilitas fungsional sesudah intervensi pada kelompok perlakuan dan kontrol. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan intensitas nyeri, kekuatan otot trunk, dan disabilitas fungsional setelah intervensi diberikan selama enam minggu. Median selisih total penurunan VAS pada kelompok back exercise dan yoga masing-masing sebesar 2 (1-3) dan tidak didapatkan perbedaan signifikan dengan nilai p = 0,054. Rerata peningkatan kekuatan otot fleksor trunk pada kelompok back exercise dan yoga masing-masing sebesar 4.45±2.84 kg dan 5.91±2.20 kg dan tidak didapatkan perbedaan signifikan dengan nilai p = 0,139. Rerata peningkatan kekuatan otot ekstensor trunk pada kelompok back exercise dan yoga masing-masing sebesar 7.56±3.73 kg dan 7.06±3.97 kg dan tidak didapatkan perbedaan signifikan dengan nilai p = 0,520. Rerata perubahan skor ODI pada kelompok back exercise dan yoga masing-masing sebesar 4.64±4.11 dan 4.57±4.33 dan tidak didapatkan perbedaan signifikan dengan nilai p = 0,965. Dapat disimpulkan bahwa back exercise dan yoga memiliki efektivitas yang sama dalam menurunkan nyeri, meningkatkan kekuatan otot trunk dan mengurangi disabilitas fungsional pasien overweight dan obesitas derajat I dengan nyeri punggung bawah mekanik kronik. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menilai efektivitas latihan back exercise dan yoga terhadap aktivitas otot trunk secara lebih spesifik menggunakan Surface Electromiography (sEMG) yang menggambarkan rekruitmen motor unit otot.

This thesis was aimed to determine the effectiveness of back exercise and yoga exercises on pain intensity, increase trunk muscle strength and functional disability. The study used an experimental randomized control trial design. The subjects were overweight and obese patients with chronic mechanical low back pain, which were divided into 2 groups: back exercise and yoga. All subjects from the two groups received standard training in the form of aerobic exercise with ergocycle in accordance with the procedures at the Obesity Polyclinic of the Department of Medical Rehabilitation at the RSCM Hospital, which was conducted 2x / week for 6 weeks. In addition, the back exercise group received back exercises and the yoga group attended a yoga class conducted 45 minutes / session, 2x / week, for 6 weeks. Statistical analysis was performed to compare changes in pain intensity (Visual Analogue Scale), trunk muscle strength (using handheld dynamometer), and functional disability (Oswestry Disability Index) after the intervention in the treatment and control groups. The results of the study stated that there were no differences in pain intensity, trunk muscle strength, and functional disability after the intervention was given for 6 weeks. The median difference in total VAS reduction in the back exercise and yoga groups was 2 (1-3) respectively and no significant difference was found with a value of p = 0.054. The mean increase in flexor trunk muscle strength in the back exercise and yoga groups was 4.45 ± 2.84 kg and 5.91 ± 2.20 kg, respectively, and no significant difference was found with a value of p = 0.139. The mean increase in extensor trunk muscle strength in the back exercise and yoga groups was 7.56 ± 3.73 kg and 7.06 ± 3.97 kg and no significant difference was found with the p value = 0.520. The mean changes in ODI scores in the back exercise and yoga groups were 4.64 ± 4.11 and 4.57 ± 4.33, respectively, and there were no significant differences with p = 0.965. It can be concluded that back exercise and yoga have the same effectiveness in reducing pain, increasing trunk muscle strength and reducing functional disability of overweight and obese patients with degree I with chronic mechanical low back pain. Further research is needed to assess the effectiveness of back exercise and yoga exercises on trunk muscle activity more specifically using Surface Electromiography (sEMG) which illustrates the recruitment of motor muscle units."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nelfidayani
"Tesis ini disusun untuk mengetahui efektivitas latihan retrowalking dalam meningkatkan kekuatan otot quadriceps pada pasien overweight dan obesitas derajat I dengan osteoarthritis lutut. Penelitian menggunakan desain uji eksperimental Randomized Control Trial. Subjek penelitian merupakan pasien overweight dan obesitas derajat I dengan osteoarthritis lutut, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kontrol. Semua subjek dari kedua kelompok mendapatkan latihan standar berupa latihan aerobik dengan ergocycle, latihan penguatan otot quadriceps dan hamstring dengan NK table dan latihan keseimbangan dengan balance board sesuai dengan prosedur di Poliklinik Obesitas Departemen Rehabilitasi Medik RSCM Jakarta yang dilakukan 3x/minggu selama 4 minggu. Sebagai tambahan, kelompok perlakuan mendapatkan latihan retrowalking yang dilakukan 15 menit/sesi, 3x/minggu, selama 4 minggu. Hasil keluaran penelitian ini berupa kekuatan otot quadriceps yang diukur menggunakan handheld dynamometer pada sebelum, setelah 2 minggu dan setelah 4 minggu latihan. Analisis statistik dilakukan untuk membandingkan perubahan kekuatan otot quadriceps sesudah intervensi pada kelompok perlakuan dan kontrol. Hasil
penelitian menyatakan bahwa latihan retrowalking sebagai terapi tambahan efektif dalam meningkatkan kekuatan otot quadriceps pada pasien overweight dan obesitas derajat I
dengan OA lutut setelah diberikan intervensi selama 4 minggu. Rerata peningkatan kekuatan otot quadriceps pada kelompok perlakuan dan kontrol masing-masing sebesar 3,026±1,33 kg dan 1,72±1,31 kg, dan didapatkan perbedaan signifikan dengan nilai p = 0,004. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menilai efektivitas latihan retrowalking terhadap aktivitas otot quadriceps secara lebih spesifik menggunakan Surface Electromiography (sEMG) yang menggambarkan rekruitmen motor unit otot.

This thesis was aimed to determine the effectiveness of retrowalking exercises in increasing quadriceps muscle strength in overweight and obese I patients with knee osteoarthritis. The design was randomized control trial. The subjects were overweight and obese grade I patients with knee osteoarthritis, and divided into 2 groups:
intervention and control groups. The subjects from both groups received standard exercises : aerobic exercise with ergocycle, quadriceps and hamstring muscle strengthening exercises with NK tables and balance exercises with balance board in accordance with procedures at the Obesity Polyclinic, Department of Medical Rehabilitation of RSCM Hospital, which was conducted 3x/week for 4 weeks. In addition, the intervention group received a retrowalking exercise during 15 minutes/session, 3x week, for 4 weeks. Handheld dynamometer were used to measure quadricieps muscle stregth in several time intervals before and after 2 weeks then after 4 weeks of completed training. Statistical analysis was performed to compare changes in quadriceps muscle strength after the intervention between the intervention and control groups. The results
of the study stated that retrowalking exercise as an adjunct therapy is effective in increasing quadriceps muscle strength in overweight and obese grade I patients with knee OA after 4 weeks training. The mean increase in quadriceps muscle strength in the intervention and control groups were 3.026 ± 1.33 kg and 1.72 ± 1.31 kg, respectively, and a significant difference was obtained with p value 0.004. Further research is needed to assess the effectiveness of retrowalking exercises on quadriceps muscle activity more specifically using Surface Electromiography (sEMG) which assesses the recruitment of motor muscle units.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Inez Widyasari Halim
"ABSTRAK
LATAR BELAKANG. Skoliosis merupakan suatu bentuk deformitas tulang belakang
yang berdampak pada banyak aspek kualitas hidup. Salah satu cara menilai patologi dasar
dan efektivitas intervensi adalah menggunakan kuesioner kualitas hidup terkait kesehatan,
salah satunya Scoliosis Research Society 30 (SRS-30) Questionnaire dan Short Form-36
(SF-36). Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji kesahihan dan keandalan SRS-30
versi Bahasa Indonesia.
METODE. Dilakukan penerjemahan SRS-30 ke dalam Bahasa Indonesia melalui
prosedur forward-backward dan uji coba kuesioner. Pada 30 pasien skoliosis yang
memenuhi kriteria dan bersedia menjadi responden, dilakukan pengisian SRS-30 dan SF-
36. Karakteristik data dasar dikumpulkan dan dicatat.
HASIL. Nilai keseluruhan koefisien Cronbachs alpha adalah 0,679. Analisa kesahihan
intratest didapatkan korelasi kuat antara domain fungsi per aktivitas, nyeri, citra
diri per penampilan, dan kesehatan jiwa dengan skor subtotal (r=0,649-0,793), sedangkan
untuk koefisien korelasi domain kepuasan manajemen dengan skor total nilai korelasinya
lemah (r=0,295). Skor SRS-30 versi Bahasa Indonesia dibandingkan dengan SF-36 untuk
menilai kesahihan konvergen. Diperoleh korelasi bermakna pada empat domain SRS-30
dengan domain SF-36, yaitu domain fungsi per aktivitas, nyeri, citra diri per penampilan, dan
kesehatan jiwa (r=0,260 hingga 0,673).
KESIMPULAN. SRS-30 versi Bahasa Indonesia merupakan alat ukur kualitas hidup
penderita skoliosis yang sahih dan andal.

ABSTRACT
Background Scoliosis is a spinal deformity which may affect many aspects of quality
of life. One way to measure the basic pathology and intervention effectiveness is using
health related quality of life questionnaire, one of them is Scoliosis Research Society 30
(SRS-30) Questionnaire and Short Form-36 (SF-36). The purpose of this study is to
assess the validity and reliability of SRS-30 in Indonesian version.
Method Forward-backward translation approach, followed by trial of the questionnaire
was done to develop Indonesian version of SRS-30. Thirty scoliosis patients that fulfill
the inclusion and exclusion criteria and willing to participate in this study filled the SRS-
30 Indonesian version along with SF-36. The baseline characteristic was collected.
Results The SRS-30 Indonesian version had an overall Cronbachs alpha was 0,679.
Intratest validity showed strong correlation between function per activity, pain, body
image per appearance, and mental health domain with subtotal score (r=0,649-0,793), while
for satisfaction with management domain with total score showed weak correlation
(r=0,295). There were significant correlation between four domains of SRS-30 and SF-36, those are function per activity, pain, body image/appearance, and mental health domain
(r=0,260-0,673).
Conclusion The SRS-30 Indonesian version is a measuring tool of quality of life in
scoliosis patient that is valid and reliable."
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fracella Putri
"Latar Belakang: Berlari merupakan pilihan olahraga yang semakin banyak diminati, namun seringkali menyebabkan cedera khususnya pada pergelangan kaki. Ligamen lateral pergelangan kaki merupakan bagian yang paling sering mengalami cedera. Kejadian cedera yang berulang dapat mengakibatkan terjadinya instabilitas pergelangan kaki kronis yang dapat mengganggu fungsi keseimbangan. Kinesio taping merupakan pendekatan baru yang dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi keseimbangan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efek kinesio taping dengan teknik Ankle Balance Taping (ABT) dan Sham disertai latihan penguatan otot pada pelari dengan instabilitas pergelangan kaki kronis. Metode: Studi intervensi pada pelari dengan instabilitas pergelangan kaki kronis yang berusia 17-35 tahun dengan status gizi normal. Subjek dibagi ke dalam kelompok ABT dan kelompok Sham. Kedua kelompok juga diberikan latihan penguatan otot kaki dan tetap berlari. Fungsi keseimbangan kemudian diukur dengan Stork Test dan SEBT. Hasil: Didapatkan 36 subjek yang memenuhi kriteria penerimaan. Rerata usia pada kelompok perlakuan adalah 24.37 tahun dan kelompok kontrol 27.47 tahun (p<0.05). Setelah mendapatkan taping dan latihan penguatan otot kaki selama 3 minggu didapatkan perbaikan jarak jangkauan pada arah anterior, posteromedial dan posterolateral pada pemeriksaan SEBT di kelompok perlakuan, dan perbaikan pada arah posteromedial pada kelompok kontrol. Untuk keseimbangan statis diadapatkan perbaikan pada kedua kelompok (p<0,05). Kesimpulan: Pemberian Ankle Balance Taping (ABT) dan latihan penguatan otot kaki efektif dalam meningkatkan keseimbangan statis dan dinamis pada pelari dengan instabilitas pergelangan kaki kronis.

Background: Running is one of sport choices that is increasingly in interest, but often causes injury especially to the ankles. The lateral ankle ligament is the most frequently injured part. Recurring injuries can lead to chronic ankle instability that can interfere the balance function. Kinesio taping is a new approach that can be used to improve balance function. Therefore, this study aims to compare the effects of kinesio taping with Ankle Balance Taping (ABT) and Sham techniques accompanied by muscle strengthening exercises in runners with chronic ankle instability. Methods: Interventional studies of runners with chronic ankle instability aged 17- 35 years with normal nutritional status. Subjects were divided into ABT groups and Sham groups. Both groups were also given exercises to strengthen foot muscles and keep running. The balance function is then measured by the Stork Test and SEBT. Results: There were 36 subjects who met the inclusion criteria. The mean age in the treatment group was 24.37 years and the control group was 27.47 years (p <0.05). After getting taping and leg strengthening exercises for 3 weeks, there was an improvement in the range of anterior, posteromedial and posterolateral direction in the SEBT examination in the treatment group, and improvement in the posteromedial direction in the control group. For static balance there was an improvement in both groups (p <0.05). Conclusion: Provision of Ankle Balance Taping (ABT) and leg strengthening exercises are effective in increasing static and dynamic balance in runners with chronic ankle instability."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Asiah
"Tesis ini disusun untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien adolescence idiopathic scoliosis (AIS). Desain penelitian merupakan studi potong pada 100 pasien AIS yang berusia di atas 13 tahun dengan menggunakan kuesioner Scoliosis Research Society 30 (SRS-30) sebagai alat ukur kualitas hidup. Dilakukan analisis faktor-faktor yang berhubungan yang meliputi faktor penyakit (usia terdiagnosis, derajat keparahan kurva, tipe kurva) faktor terapi (exercise, brace, operasi) dan faktor sosiodemografik (kelompok usia, jenis kelamin, body mass index). Hasil penelitian didapatkan skor total yaitu 3.42 ± 0.46. Didapatkan skor tertinggi pada domain nyeri yaitu 3.66 (2-5), serta skor terendah pada domain citra diri yaitu 3.33 ± 0,9. Pada faktor penyakit, didapatkan skor domain kepuasan terhadap manajemen yang lebih tinggi secara bermakna pada kurva derajat ringan. Pada faktor terapi, didapatkan skor total dan skor domain fungsi yang lebih tinggi secara bermakna pada kelompok exercise, skor domain citra diri dan kepuasan terhadap manajemen yang lebih rendah secara bermakna pada kelompok brace, serta skor domain citra diri yang lebih tinggi, tetapi skor domain fungsi dan kepuasan terhadap manajemen yang lebih rendah secara bermakna pada kelompok operasi. Tidak didapatkan perbedaan skor yang bermakna pada faktor sosiodemografi (usia, jenis kelamin, body mass index).

This thesis aimed to determine the quality of life of patients with adolescent idiopathic scoliosis (AIS). The study design was a cross-sectional study of 100 AIS patients aged over 13 years using the Scoliosis Research Society 30 (SRS-30) questionnaire as a measurement tool of quality of life. Analysis of related factors including disease factors (age at diagnosis, degree of curve severity, type of curve), therapeutic factors (exercise, brace, surgery), and sociodemographic factors (age group, sex, body mass index) was performed. The results showed a total score of 3.42 ± 0.46. The highest score was in the pain domain (3.66 (2-5)), and the lowest score was in the self-image domain (3.33 ± 0.9). In the disease factors, a significantly higher score of satisfaction for management was found in mild degree curve. In the therapeutic factors, a significantly higher total score and function domain score was found in the exercise group, a significantly lower in self-image and satisfaction with management domain score in the brace group, and a significantly higher self-image domain score but lower in function and satisfaction with management domain score was found in the operating group. There were no significant differences in sociodemographic factors (age, gender, body mass index)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Kresna
"Latar belakang: CT scan merupakan modalitas yang dapat digunakan untuk menilai otot multifidus pada pasien-pasien NPB terutama pasien yang kontraindikasi terhadap MRI. Ketersediaan CT scan lebih merata, waktu pemeriksaan singkat, memiliki akurasi yang tinggi dan dapat menilai rasio infiltrasi lemak secara kuantitatif terutama dalam evaluasi lemak otot mulfidus pasien NPB pasca terapi sehingga hasil terapi terukur. Belum ada penelitian yang menilai kesesuaian rasio tersebut dengan MRI skala Goutallier. Metode: Penelitian dilaksanakan dengan sampel dari data pasien yang melakukan pemeriksaan MRI lumbal atau whole abdomen dan CT scan whole abdomen/abdomen atas/urografi di Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan interval antara pemeriksaan <12 minggu. Pada awalnya dilakukan penentuan derajat infiltrasi lemak sesuai skala modifikasi Goutallier setinggi level endplate superior L4 kanan kiri pada T2WI aksial, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan infiltrasi lemak pada otot multifidus pada CT scan dengan ketebalan 0,1 cm dan dilanjutkan dengan perhitungan rasio infiltrasi lemak otot multifidus. Sampel yang didapatkan dianalisis menggunakan uji statistik Shapiro Wilk yang dilanjutkan dengan uji statistik ANOVA pada sebaran data yang normal dan Kruskal Wallis pada sebaran data yang tidak normal. Hasil: Rasio infiltrasi lemak otot multifidus pada kelompok skala modifikasi Goutallier ringan lebih rendah daripada kelompok klasifikasi modifikasi sedang, dan kelompok skala modifikasi sedang lebih rendah daripada kelompok skala modifikasi Goutallier berat.

Background: CT scan is a modality that can be used to assess multifidus muscle in NPB patients, especially patients who are contraindicated with MRI. The availability of CT scans is more evenly distributed, the examination time is short, has high accuracy and can assess the ratio of fat infiltration quantitatively especially in the evaluation of mulfidus muscle fat in low LBP patients post-therapy so that the therapeutic outcome is measurable. There are no studies that assess the suitability of the ratio with the Goutallier scale MRI. Methods: This study was conducted using samples from data from patients who performed a lumbar or whole abdominal MRI examination and CT scan of the entire abdomen / upper abdomen / urography in the Radiology Department of Cipto Mangunkusumo General Hospital with intervals between examinations <12 weeks. Initially, the degree of fat infiltration is determined according to the Goutallier modification scale at the level of the left and right superior L4 endplate on axial T2WI, then proceed with the calculation of fat infiltration in multifidus muscle on CT with a thickness of 0.1 cm and followed by calculating the multifidus muscle fat infiltration ratio. Samples obtained were analyzed using the Shapiro Wilk statistical test followed by ANOVA statistical tests on normal data distribution and Kruskal Wallis on abnormal data distribution. Results: The fat infiltration ratio of multifidus muscle in the mild Goutallier modification scale group was lower than the moderate modification scale group, and the moderate modification scale group was lower than the severe Goutallier modification scale group. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendriko
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mencari nilai fleksibilitas otot hamstring pada atlit voli KONI Propinsi DKI Jakarta, khususnya berdasarkan usia, jenis kelamin dan posisi bermain. Studi potong lintang terhadap 25 atlit putri dan 24 putra dengan menggunakan kotak Sit and Reach Test (SRT), dilakukan sebanyak 3 kali percobaan dan diambil nilai tertinggi diantara ketiganya. Nilai rerata fleksibilitas otot hamstring sebesar 18,21 (SD 6,5) cm, atlit putra sebesar 17,6 (SD 6,5) cm, atlit putri sebesar 18,8 (SD 6,6) cm, middle adolescence 14-16 tahun sebesar 15,55 (SD 6,1) cm, late adolescence 17-20 tahun sebesar 19,91 (SD 6,9) cm, young adulthood 21-24 tahun sebesar 18,79 (SD 4,6) cm, pemain penyerang sebesar 18,8 (SD 6,6) cm, pemberi bola 15,5 (SD 6,3) dan pemain serba bisa 20,4 (SD 5,9) cm.

ABSTRACT
This study tends to find hamstring muscle flexibility among KONI Propinsi DKI Jakarta?s volleyball players, based on age, sex and playing position on particularly. A cross sectional study performed in 25 female and 24 male athletes using Sit and Reach Test (SRT) box had done 3 times trial with the best score was recorded. Hamstring muscle?s mean value score was 18,21 (SD 6,5) cm, male athletes was 17,6 (SD 6,5) cm, female athletes was 18,8 (SD 6,6) cm, middle adolescence 14-16 years old was 15,55 (SD 6,1) cm, late adolescence 17-20 years old was 19,91 (SD 6,9) cm, young adulthood 21-24 years old was 18,79 (SD 4,6) cm, hitters was 18,8 (SD 6,6) cm, centers was 15,5 (SD 6,3) while allround players was 20,4 (SD 5,9).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>