Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhil Shonhadji
"Desa Durian, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Pontianak, merupakan tipe desa berpenduduk multi suku bangsa yang banyak di antaranya hidup campur. Tidak sebagaimana yang terjadi di banyak tempat di Kalimantan Barat yang hubungan antar warga beragam suku bangsa sering menimbulkan pertikaian, bahkan kerusuhan antar suku bangsa, hubungan yang sama di desa ini menunjukkan kenyataan berbeda. Meski terdapat potensi pertikaian, namun dengan prinsip-prinsip sosial budaya yang berkembang selama ini, warga-warga suku bangsa yang 11 jenis itu telah mampu mempertahankan stabilitas hubungan dan suasana keakraban di antara mereka.
Dua hipotesis kerja dikemukakan dalam penelitian ini: (1) berlakunya pranata-pranata sosial umum lokal dalam mengatur interaksi sosial antar warga beragam suku bangsa merupakan penentu terhadap terselenggaranya stabilitas hubungan antar warga tersebut, betapapun terdapat kenyataan bahwa masing-masing kelompok warga suku bangsa itu memiliki pranata-pranatanya sendiri, dan di sisi lain terdapat ketidakseimbangan dalam pembagian sumber daya berharga dan langka di antara mereka; (2) berlakunya pranata-pranata sosial dalam mengatur interaksi sosial antar warga beragam suku bangsa dalam suasana-suasana yang dikemukakan tadi, merupakan akumulasi dari proses perjalanan sejarah dan yang ditopang oleh faktor kepemimpinan lokal.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya proses hubungan sosial antar warga beragam suku bangsa yang naik turun sejalan dengan perkembangan waktu. Sejak mula kedatangan secara bergelombang warga-warga beragam suku bangsa ke desa ini, di pertukaran abad lalu hingga sekurang-kurangnya dekade 1964-an, terdapat warna hubungan patron-klien amat kuat di antara warga-warga suku bangsa tertentu dan warga-warga suku bangsa yang lain. Warga-warga Bugis, Arab, Tionghoa, dan bahkan India dan Jepang, untuk rentang waktu tertentu, dikenal sebagai patron, pemilik kebun karet dan industri pengolahan karet amat potensial; sedang sebagai anak buah yang menjadi kuli dan karyawan terdiri dari warga-warga Madura, Jawa, Dayak, Banjar dan Sunda. Hubungan yang terjalin di antara kedua belah pihak selama itu, meski terdapat riak-riak ketidaknyamanan, khususnya di pihak klien, sehingga menimbulkan ungkapan-ungkapan stereotip tertentu, namun suasana keakraban yang mentradisi di antara mereka tampak telah menjadi realitas yang menyejarah. Muara dari saling hubungan tadi adalah terpolanya kedekatan hubungan dan bahkan saling ketergantungan antar kelompok-kelompok warga suku bangsa tertentu. Misalnya antara warga-warga Tionghoa-Dayak, Jawa dan Madura, Bugis-Madura, Dayak dan Jawa serta Arab-Madura dan Dayak. Pasangan-pasangan hubungan tadi bahkan telah mencapai kondisi sedemikian rupa, bahwa yang satu tidak bisa beraktivitas tanpa bantuan yang lain.
Memasuki dekade 1970-an, suasana hubungan antar warga beragam suku bangsa mulai mengalami perubahan. Pada tahun-tahun itu, terdapat gelombang kedatangan warga Madura dari daerah-daerah kerusuhan di pedalaman Kalimantan Barat, terutama dari daerah Sambas ke desa Sejak itu, apalagi industri karet sudah tidak lagi menjanjikan seperti tahun-tahun sebelunmya, bersamaan dengan "gangguan" yang dilakukan oknum-oknum Madura dalam soal tanah, maka terjadilah perubahan yang cukup signifikan dalam peta kepemilikan atas tanah di desa ini. Secara perlahan kampung-kampung yang dulunya merupakan pemukiman Bugis telah berubah menjadi pemukiman Madura, atau mayoritas Madura. Warga Bugis, begitu juga warga Tionghoa, mengalihkan perhatian untuk tinggal dan bermatapencaharian di Pontianak. Meski tidak sedikit di antara mereka masih mempertahankan kepemilikan kebun-kebun mereka di desa. Perubahan pun terlihat pads tumbuhnya bermacam usaha industri kecil dan menengah, seperti penggergajian kayu, keranjang, pengolahan saga, peternakan babi, angkutan sungai dan penanaman sayur. Hubungan yang dulu terakumulasi ke patron-klien, sejak tahun-tahun itu berkembang ke pola-pola hubungan pertemanan dan pertetanggaan. Kerja sama yang timbul dari hubungan tadi mulai merambah ke usaha pengolahan kebun, yakni dalam bentuk bagi hasil, numpang dan majek atau kontrak. Dalam pola kerja sama terakhir ini pun terlihat jelas adanya pola ketergantungan antara pasangan-pasangan suku bangsa yang telah disebutkan. Bedanya, warga Jawa tidak lagi masuk dalam kelompok-kelompok pasangan seperti telah disebutkan. Dalam pola hubungan itu tampak jelas bahwa warga Madura dikenal sebagai pemburu, atau pihak yang membutuhkan, tanah amat agresif. Kepada suku bangsa apa pun mereka berupaya menjalin hubungan demi kebutuhan atas tanah tadi, tidak terkecuali dengan warga Dayak.
Penelitian ini, dalam konteks kini, menemukan indikasi adanya persoalan kelangkaan dalam pembagian sumber daya lahan pekarangan dan kebun, kekuasaan di lembaga-lembaga kepemimpinan desa, kesempatan belajar dan bekerja yang dialami kelompok Madura. Jika kalangan warga suku-suku bangsa lain dalam pembagian tadi mengikuti pola plus minus dan saling melengkapi, namun tidak demikian yang dihadapi warga Madura yang akses mereka ke jenis-jenis sumber daya yang ada tampak jauh tertinggal. Kondisi demikian dimungkinkan menjadi faktor pendorong terhadap timbulnya tindak pencurian dan perampokan yang dilakukan, langsung atau tidak langsung, oleh banyak oknum Madura desa ini, sebagaimana hal itu dikeluhkan, kalau bukan dituduhkan, oleh warga-warga bukan Madura. Angka pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi dan tidak terimbangi oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai, di samping pola hidup yang cenderung membatasi ke kelompok sendiri telah memberi pengaruh tersendiri terhadap persoalan yang dihadapi warga Madura.
Upaya bagi penanggulangan atas tindak kriminal tadi bukan tidak dilakukan, namun karena upaya tadi lebih bersifat prefentif dan tidak terkoordinasi, apalagi tidak mendapat dukungan dari pihak aparat keamanan, maka hingga kini upaya tersebut tidak atau belum menampakkan hasil. Akibat dari tindak kriminal tadi, maka stereotip dan prasangka buruk disertai cemooh terhadap oknum-oknum Madura dan kemudian ke keseluruhan suku Madura menjadi tak terelakkan.
Pengamatan seksama atas desa ini memperlihatkan, meski terdapat ketegangan, namun kekentalan hubungan kerja sama dan kebersamaan antar warga beragam suku bangsa merupakan fenomena tersendiri. Hubungan yang bersifat simbiosis dan bahkan amalgamasi merupakan kenyataan lazim yang sudah mentradisi. Kedekatan hubungan dan jalinan pergaulan antar warga beragam suku bangsa yang sudah berlangsung lebih dan seabad tampak telah menjadi tonggak tersendiri dalam menciptakan akar budaya kerja sama antar warga tersebut. Pranata-pranata sosial yang melandasi hubungan antar warga yang berkembang di desa ini pada kenyataannya telah mampu meredam ketegangan yang ada, sehingga tidak menimbulkan akibat yang tidak diinginkan."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Himawan Nurhayat
"Dinamika perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam masyarakat saat ini telah mempengaruhi pola prilaku dan interaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu produk dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi adalah internet. Melalui media internet setiap individu dapat melakukan interaksi sosial dengan siapa saja, tanpa ada batasan ruang dan waktu.
Media internet telah melahirkan komunitas-komunitas baru di dalam masyarakat, yakni komunitas virtual yang terbentuk berdasarkan keinginan yang sama dalam berbagi pengalaman, dan memiliki kepentingan yang sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu, misalnya; komunitas virtual yang berdasarkan kesamaan hobi, komunitas virtual bisnis, komunitas virtual pendidikan, dan sebagainya. Adapun hubungan sosial yang terbina dalam komunitas virtual adalah berdasarkan keintiman, komitmen, dan rasa saling percaya.
Kajian penelitian ini, berfokus pada interaksi sosial yang terjadi di dalam komunitas virtual Natural Cooking Club (NCC) dan melihat bagaimana proses membangun reputasi di komunitas virtual Natural Cooking Club (NCC) melalui media internet dengan menggunakan fasilitas mailing list (milis)."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T42715
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Burhanuddin Gala
"Menghilangnya ekosistem hutan bakau merupakan salah satu ciri dari munculnya masalah kerusakan di lingkungan pesisir pantai. Hilangnya hutan bakau ini yang sebagian besar dikonversi menjadi lahan tambak ikan dan udang merupakan cerminan dari faktor-faktor yang saling terkait seperti sistem kepemilikan dan model pengelolaan. Untuk menghindari semakin rusaknya wilayah pesisir dan juga untuk mengembalikan kelestariannya, banyak usaha ditempuh oleh berbagai kalangan seperti pemerintah, lembaga swadaya masyarakat maupun organisasi atau individu lain yang memiliki kepedulian terhadap wilayah pesisir.
Tesis ini berangkat dan upaya-upaya tersebut di atas, khususnya yang dilakukan oleh masyarakat yang langsung bersentuhan dan hidup di wilayah pesisir yang mengalami kerusakan. Dengan mengambil kasus Tongke-tongke yang terletak di pesisir kecamatan Sinjai Timur kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, penulis berusaha memperlihatkan bagaimana wilayah pesisir yang dulunya hancur oleh abrasi berhasil diselamatkan dengan usaha penanaman bakau oleh penduduk sekitarnya, yang bekerja sebagai nelayan dan mencari nafkah di laut.
Secara detail penulis juga memperlihatkan bagaimana lingkungan fisik yang ada disiasati untuk dapat ditanami bakau, bagaimana hubungan pekerjaan kenelayanan dengan keberhasilan penanaman, dan motivasi apa yang membuat penduduk begitu giat melakukan penanaman terus menerus hingga kini. Akan diperlihatkan pula bagaimana hubungan kekerabatan yang mendasari modal sosial (social capital) yang mengarah ke terjadinya kerjasama dapat memberi dukungan terhadap upaya penanaman. Sejauh mana kerjasama tercipta dan dalam konteks apa saja, juga termasuk dalam pembahasan di sini.
Fokus utama tesis ini adalah menyoroti bagaimana institusi sosial yang diciptakan penduduk nelayan Tongke-tongke mendukung keberhasilan usaha mereka menyelamatkan wilayah pesisir, dan mengembalikan ekosistem hutan bakau. Dengan menggunakan konsep institusi sosial Ostrom beserta prinsip-prinsip pengembangannya, penulis berusaha memperlihatkan proses penciptaan institusi tersebut sampai akhirnya dapat disepakati penduduk. Konsep Bourdieu mengenai struktur objektif dan teori schema dan Strauss dan Quinn juga digunakan untuk melihat perkembangan dari institusi yang tercipta. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T2108
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Suhardjito
"ABSTRAK
Penelitian ini menjelaskan pengembangan sistem agroforestry kebun-talun sebagai wujud strategi adaptasi sosial kultural dan ekologi terhadap perubahan lingkungan, yakni peningkatan tekanan penduduk dan intervensi ekonomi pasar. Pertanyaan utama dari penelitian ini adalah bagaimana keluarga/rumah tangga mengembangkan sistem agroforestry kebun-talun dalam menghadapi peningkatan tekanan penduduk dan intervensi ekonomi pasar; mengapa pengembangan sistem kebun-talun menjadi pilihannya dan mengapa keberadaan kebun-talun terus dipertahankan.
Penelitian ini dilakukan di sebuah masyarakat desa di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat selama Juni 1999 sampai Oktober 2000. Desa penelitian ini berada di daerah lahan kering (upland). Penelitian ini menggunakan pendekatan emik dan etik. Metode penelitian kualitatif dan kuanlitatif digunakan dalam penelitian ini.
Pengembangan sistem pengelolaan kebun-talun sebagai wujud strategi adaptasi sosial kultural dan ekologi terhadap peningkatan tekanan penduduk dan intervensi ekonomi pasar terjadi pada aspek teknis dan organisasi sosialnya. Pada aspek teknis, kebun-talun tidak mengalami perubahan selain pilihan komposisi jenis tanamannya yang lebih cenderung berorientasi pada pasar. Pada aspek organisasi sosialnya, sistem pengelolaan kebun-talun mengalami perubahan, yaitu pengembangan pola-pola hubungan sosial (social relations) dalam pengelolaan kebun-talun. Pengembangan pola hubungan sosial dalam pengelolaan kebun-talun berkaitan dengan strategi adaptasi sosial kultural lainnya yang terjadi pada pengaturan alokasi tenaga kerja dan pengembangan matapencaharian keluarga/rumah tangga. Rumah tangga dalam kondisi tekanan penduduk dan pasar yang tinggi. Pengembangan pola hubungan sosial dan pranata sosial dalam pengelolaan kebun-talun berimplikasi pada penguatan solidaritas sosial antar lapisan sosial pada tingkat komunitas. Keberadaan kebun-talun bukan hanya mempunyai fungsi ekonomi dan ekologis melainkan juga fungsi sosial. Pada satu sisi kebun-talun menjadi media bagi penguatan solidaritas sosial, pada sisi yang lain hubungan-hubungan sosial dan pranata sosial pengelolaan kebun-talun menguatkan keberadaan kebun-talun sebagai sumber ekonomi keluarga/rumah tangga. Kedua sisi itu berimplikasi pada sisi ketiga, yakni keberlanjutan keberadaan kebun-talun yang mempunyai fungsi ekologis. Namun demikian strategi adaptasi tersebut masih rentan untuk menghadapi peningkatan tekanan penduduk dan intervensi ekonomi pasar, terutama pada keluarga/rumah tangga buruh tani dan tidak memiliki lahan.
Pengaturan alokasi tenaga kerja keluarga/rumah tangga dimaksudkan untuk dapat akses pada beragam matapencaharian. Akses pada beragam matapencaharian dicapai dengan cara membangun hubungan sosial (social relations) dan jaringan sosial (social networks). Beragam matapencaharian dilakukan dengan cara seorang anggota keluarga melakukan lebih dari satu pekerjaan maupun setiap anggota keluarga melakukan pekerjaan yang berbeda-beda.
Pengembangan matapencaharian non-pertanian didorong oleh peningkatan kebutuhan hidup keluarga yang tidak lagi dapat dipenuhi hanya dari pertanian. Daya dukung sumberdaya pertanian sudah terlampaui. Teknologi pertaniannya relatif tidak berkembang (stagnant), kecuali intensifikasi sawah yang luasnya sangat terbatas. Namun, matapencaharian pertanian masih tetap penting, paling tidak sebagai katup penggunaan bagi tingkat subsistensinya. Matapencaharian di luar pertanian semakin penting untuk menutup kekurangan pendapatan dari pertanian.
Matapencaharian di luar pertanian dilakukan di dalam desa maupun di luar desa (kecamatan, kabupaten, propinsi, lintas pulau) dengan pola migrasi komutasi ataupun sirkulasi. Kegiatan mencari nafkah dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Bagi keluarga/rumah tangga yang tidak memiliki lahan dan tidak akses pada sumber matapencaharian di luar pertanian berusaha untuk membangun hubungan sosial dalam penguasaan lahan, khususnya kebun-talun. Sebaliknya, bagi keluarga petani yang memiliki lahan luas dan akses ke aktivitas ekonomi di luar pertanian membutuhkan kerjasama dengan buruh tani dan petani kecil untuk mengelola kebun-talun.
Implikasi dari strategi adaptasi yang terwujud dalam pengembangan beragam matapencaharian adalah pemenuhan kecukupan kebutuhan hidup keluarga."
Lengkap +
2002
D372
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Indiwara Pakan Rahardjo
"Karya tulis ini menguraikan pengaruh struktur hubungan kerja pada pola hubungan kerja di antara para pelaku kegiatan modelling di Jakarta. Struktur hubungan kerja kegiatan runway modelling (peragawati) mencakup pola-pola hubungan kerja di antara kelompok para peragawati, kelompok pelaksana kerja (yang terdiri atas perancang busana, koreografer, koordinator dan para assisten) serta dengan para penyandang dana (seperti yayasan, pengusaha hiburan). Struktur hubungan kerja yang ada terlihat mempengaruhi terwujudnya pola hubungan kerja yang berlaku, yang berdasarkan ketergantungan, dan juga berdasarkan prinsip pertukaran (social exchange) yang bersifat asimetris dan simetris.
Struktur hubungan kerja dalam kegiatan runway modelling ini terdiri atas struktur yang bersifat formal, informal dan gabungan keduanya, karena dalam kenyataannya kedua struktur sebelumnya dapat saling tumpang tindih satu sama lain dalam konteks sosial tertentu.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan inilah yang seringkali menyebabkan Para peragawati perlu memiliki dan menerapkan strategi-strategi kerja tertentu, agar keuntungan yang diperoleh cukup besar dan agar kerugian yang diderita dapat ditekan seminimal mungkin.
Strategi kerja yang dilakukan antara lain adalah membina hubungan sosial yang baik dan melakukan pengelompokkanpengelompokkan sesama rekan kerja."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, M. Husen
"Kagitan Pariwisata di statu perkampungan masyarakat tradisional yang masih memegang adat istiadatnya, sering mendapat tantangan keras. Karena pariwisata dianggapnya sebagai suatu yang akan mengancam keberadaan adat istiadat mereka. Munculnya aktifitas ‘pariwisata’dengan pemahaman tersendiri pada masyarakat setempat, berawal dari pandangan-pandangan yang berbeda terhadap kegiatan tersebut dalam suatu masyarakat.
Penelitian yang mengambil lokasi di perkampungan masyarakat Naga, di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat ini. Menyajikan tenting pandangan masyarakat setempat terhadap kegiatan pariwisata di perkampungan tersebut. Dalam penelitian ini ditampilkan suatu masyarakat tradisional Sunda di Jawa Barat yang memiliki kekuatan kultural, khususnya keberdayaan sebagai masyarakat tradisional, yang menjadikan komunitas tersebut sebagai masyarakat yang mandiri, dalam menentukan corak dan warna pembangunan pariwisata di masyarakat.
Masyrakat kampung Naga salam pandangannya terhadap aktifitas Saba budaya, dapat digolongkan kepada masyarakat yang adcocacy, yaitu menerima aktifitas tersebut, sebagai hubungan harmonis antar masyarakat lokal (host) dan Wisatawan (Guest)
Tourism activities in the status of traditional community villages that still hold their customs, often face tough challenges. Because tourism is considered as something that will threaten the existence of their customs. The emergence of 'tourism' activities with its own understanding of the local community, begins with different views on these activities in a society.
This research took place in the Naga community village, in Tasikmalaya Regency, West Java. Presenting the views of the local community on tourism activities in the village. This study shows a traditional Sundanese society in West Java which has cultural strength, especially empowerment as a traditional society, which makes the community an independent society, in determining the style and color of tourism development in the community.
The people of Naga village, in their views on Saba cultural activities, can be classified into adcocacy communities, namely accepting these activities, as a harmonious relationship between local communities (hosts) and tourists (Guests).
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24453
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Yusran Darmawan
"Selama ini studi tentang pembantaian massal pada mereka yang dituduh sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah banyak dilakukan. Misalnya Anderson (1977), Cribb (1990), Crouch (1973), Lev (1966), Robinson (1995), Sulistiyo (2000), dan Suryawan (2007). Namun masih langka ditemukan studi yang melihat bagaimana peristiwa tersebut masih membekas di ingatan korban kekerasan tersebut. Kebanyakan studi tersebut melihat peristiwa dan aktor politik yang saling berkontestasi, tanpa melihat bagaimana masyarakat memaknai kejadian tersebut. Peristiwa pembantaian massal tersebut telah membangkitkan trauma dan rasa perih yang berkepanjangan. Meskipun pemerintah Indonesia setiap tahun menggelar ritual untuk memperingati peristiwa tersebut, namun ritual itu seakan membangkitkan kembali berbagai ingatan perih atas kejadian masa silam. Penelitian ini tidak diniatkan sebagai penelitian sejarah yang ketat dengan penelusuran arsip dan dokumentasi masa silam. Penelitian ini adalah penelitian antropologi yang mensyaratkan studi lapangan serta upaya penggalian fakta-fakta empirik. Penelitian ini hendak memahami bagaimana ingatan-ingatan atas satu peristiwa sejarah dibingkai dan diartikulasikan secara kultural oleh subyek dan komunitas. Penekanan pada aspek kultural akan dilakukan melalui etnografi. Penelitian ini akan lebih sensitif pada jaringan makna yang ditemukan melalui upaya menyelami realitas permukaan secara lebih mendalam. Jaringan makna itu bisa dikenali dengan cara mengetahui pengalaman-pengalaman subyek serta mengetahui bagaimana mereka menyusun strategi dan negosiasi atas berbagai situasi pasca kejadian tersebut.

There have been major studies about Partai Komunis Indonesia (Indonesia Communist Party) and its rebellions. Most of them were paying attention on either the massacre or the actors involved in one of the most unforgettable episode ever happening in Indonesia. Such studies can be found in many researchers? work, namely Anderson (1977), Cribb (1990), Crouch (1973), Lev (1966), Robinson (1995), Sulistiyo (2000), and Suryawan (2007). While they focused on the massacre, numbers of victims, and other statistical facts, I am trying to identify how the mass murder created traumatic and painful memories in every victim's head and how they interpret them. For many years, PKI tragedy have awaken everlasting trauma for Indonesian, especially the victim's themselves. Tough the government held ritual ceremonies yearly, yet it recalled only the memories about what happened in long time past. This project is not intended to be a tight history research through archives and historical documentations. Instead, it is an anthropological research demands on field studies and empirical fact searching. During my research, I am not going to find out how PKI rebelled, as an oral historical researcher did. I intend to see how memories of a historical event captured and uttered culturally by subject and communities. Focused on cultural aspect, I took ethnography as my research method. By doing so, meaning can be recognized, not only from subject's experiences, but also how they arranged strategy and dealt with situations after the massacre. Ethnography helps me understanding both on how historical events influenced human activities and why memories remain or be forgotten."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25230
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Heni Mulyani
"Fokus penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana kekuasaan bergulir dalam kebijakan-kebijakan pendidikan yang muncul dan bagaimana respon yang terjadi. Munculnya perubahan paradigma dalam bidang pendidikan melahirkan kebijakankebijakan baru seperti Sekolah inklusi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Sekolah gratis, Perubahan jadwal masuk sekolah dan Pembelajaran ICT di Sekolah Dasar . Kebijakan pendidikan tersebut bergulir melalui mekanisme kekuasaan yang positif dan produktif, dan digulirkan melalui "micro pouvoir". Kuasa menjelma ke dalam pengetahuan agar ia operatif dan efektif merasuki alam bawah sadar setiap orang melalui kebijakan-kebijakan yang digulirkan. Kebijakan-kebijakan baru tersebut pada gilirannya melahirkan implikasi-implikasi bagi agen-agen pelaku yang dialiri oleh kebijakan tersebut.

The focus of this research is to comprehend how the power flows in existing educational policies and what the responces of the flown agents are. The occurance of new paradigm in education field has borned new education policies such as inclusive schools, school based curriculum which is more well-known with KTSP short for Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, free-charged schools, the time changes in schedule of commencing study at schools, and ICT instruction at elementary schools. The education policies borned through positive and productivepower mecanism and also through "micro pouvoirs". The power transform into knowledge and goes into unconcious minds of every person through the yieldedpolicies. Those new policies cause impliction toward the all agents flowed by the educational policies."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26247
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Handayani
"Angka kematian merupakan barometer status kesehatan masyarakat terutama kematian ibu dan kematian bayi. Penelitian dilakukan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan alasan angka kematian ibu dan angka kematian bayinya tinggi, merupakan daerah kritis jika dilihat dari segi geografis dan keadaan sosial ekonomi masyarakatnya. Selain itu terdapat kebiasaan yang unik, yaitu adanya pengasapan ibu pascapersalinan (se'i) dan kompres panas pada ibu pascapersalinan (tatobi). Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap ibu yang sedang melakukan pengasapan, ibu kandung, ibu mertua, suami, bidan, dan tokoh masyarakat. Tradisi se'i merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk merawat ibu selama masa nifas yang terdiri dari pantangan terhadap makanan, pemanggangan ibu dan tatobi (kompres) selama 40 hari. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan subjek penelitian ibu nifas, suami, ibu kandung, ibu mertua, dukun kampung dan petugas kesehatan. Perawatan nifas yang dilakukan selama pelaksanaaan tradisi se'i bertujuan menunjang proses pemulihan dan pengembalian bentuk tubuh ibu pada keadaan sebelum hamil. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan salah satu strategi dalam penanganan masalah kesehatan ibu dan anak. Di Indonesia pemanfaatan pertolongan persalinan oleh bidan dimasyarakat masih sangat rendah. Disarankan kepada petugas kesehatan untuk menggunakan pendekatan budaya dan adat istiadat setempat dalam peningkatan pelayanan kesehatan.

The death rate is an indicator of the health status in a country, especially for the maternal and child death. The purpose of this research is to see the influences of socio cultural societies toward the treatments of pregnancy, birth process in South Central Timor Regency. This study conducted in West Amanuban District, South Central Timor Regency, East Nusa Tenggara Province where the maternal and Child death rate still high. This District is a critical area, viewed from the aspects of geography and sosio economy. Beside, there are unique community behaviors as for instance mother postpartum conducted 'smoking' themselves and hot water compress for the body. This study is designed use qualitative research method. The qualitative method used In-depth interview as tool to gather primary information. The informan were women who delivered and do 'sei' in Amanuban Barat district, also used hot water compress on their body, mother, mother in law, husband, local elites. Se'i tradition is a series of activities almed to take care of mother during puerperium that consisted of abstain from certain foods, warming of mothers and tatobi (compress) within 40 days. Care that was carried out during the implementation of se'i tradition almed to support the process of recovery and maintain the physical condition as it was before pregnancy. Infant Delivery processed by nurse is one of strategies to solve maternal and child health problems. The coverage of this infant delivery process by nurse in Indonesia is still low compared with expected indicator. The health center officer is recommended to use local culture and local custom approaches to improve of health services."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sifatu, Wa Ode
"ABSTRAK
Fenomena tawuran yang telah menjadi pola di Kampus Perak, mendorong penulis untuk mencari akar masalah melalui pendekatan kebudayaan dengan metode etnografi. Penelitian menggunakan paradigma/teori Foucault, Giddens, dan Bourdieu tentang kekuasaan, dapat mengungkapkan akar tawuran.
Mahasiswa di Kampus Perak merepresentasikan masyarakat Sultra yang tidak memiliki kebudayaan dominan mengakibatkan perebutan sumber-sumber kekuasaan dan ekonomi sangat ketat dan berpotensi konflik. Kesejarahan membentuk pengelompokan berdasarkan etnis. Kelompok dominan merendahkan kelompok marginal disebut barata, sebaliknya kaum marginal menolak, merupakan cermin gejala umum dalam masyarakat yang lebih luas. Keterampilan bela diri silat yang semestinya untuk melindungi keamanan dan keselamatan diri, sebaliknya digunakan untuk tawuran telah menjadi kebudayaan para pelaku dan orang-orang yang mengambil keuntungan. Mahasiswa pemenang tawuran mendapatkan kans yang besar menuju posisi sebagai pemimpin kelompok, pemimpin organisasi, hingga birokrat. Dana operasional tawuran bersumber dari tokoh-tokoh Bapak atau Ibu sosial disebut Dalang untuk mendapatkan Pasukan Tertutup (Pastup) sebagai pelindung dan penjaga keselamatan ketika berkontestasi atau mempertahankan kedudukan di birokrasi. Cara tersebut bertentangan dengan kearifan lokal masyarakat yaitu pola pikir kaghati (layang-layang) dan pola tindak toba (proses belajar tindakan) manusia sebagai bagian dari alam semesta. Mahasiswa dari kelompok etnis sub-ordinat atau kaum marginal harus berjuang secara berkelompok dan berkoalisi untuk mendapat kesetaraan dan diperhitungkan. Upaya birokrat Kampus Perak mengatasi tawuran antar kelompok mahasiswa selama ini melalui pendekatan hukum dan dialog antar tokoh masyarakat tidak efektif, tetapi justru menaikkan popularitas individu bermakna sebagai pejuang dan solider kelompok.
Melalui proses penelitian, ditemukan kelompok mahasiswa Kaghati-Toba melawan kelompok Dalang-Barata sebagai ide budaya yang ajeg bersifat being, menggunakan tiga ujung kemampuan yaitu ujung lidah, ujung penis, dan ujung badik sebagai wujud budaya yang cair dan bersifat becoming. Dalam pardigma kekuasaan Foucault, Giddens, dan Bourdieu, bila penggunaan kekerasan akan menyakiti pikiran, sedangkan tawuran mengintervensi pikiran dan menyakiti tubuh atau fisik.

ABSTRACT
The phenomenon of engage in a gang fight which has become a pattern in Kampus Perak, to drive the writer to look for the problems root through cultural approach by ethnography method. This research used paradigms or theories of Foucault, Giddens, and Bourdieu?s power, which express the root of engage in a gang fight.
The students from sub-ordinate ethnic or marginal of social community have to struggle as groups and coalitions to have equality and accounted in Kampus Perak are representation Southeast Sulawesi communities which have not dominant cultures have consequences of power resources and economic fighting too tight and having conflict potentials. The students historical in Kampus Perak formed groups based on ethnicity. The dominant group lowered barata as the marginal groups, in turned over the marginal groups refuse as the mirror of general indication in the larger community. Silat as a self-defense skill to save the security and safe, in turned over uses the need to engage in a gang fight had become a culture of doers and people who take advantages. The winner student of the engage in a gang fight has big chance ahead to the position as group leader, organization, and bureaucrat. The operational fund resource of engaging in a gang fight from prominent figures of Social Fathers or Mothers mentioned as Dalang for having courage troops as safety protectors and guards whenever contestation or to defense position in bureaucracy. This method is in contradiction with community local values such as kaghati mind patterns (kites) and toba action patterns (action learning patterns) of humans as parts of universe. The efforts of Kampus Perak bureaucrat contend of engage in gang fight of the students so far through law and dialogue approaches un effective, but exactly cause individual popularity significant as freedom fighter and group solidarity.
Through the research process, found that the kaghati-toba against Dalangbarata as the culture idea which stable and characterized as ?being?, utilized the three capabilities as tongue, penis, and badik as the implementation of culture which melt and characterized ?becoming?. In the power paradigm of Foucault, Giddens, and Bourdieu, if using the violence will hurt the mind, while the fighting, beside will be intervention the mind, will be hurt the physic or body.
"
Lengkap +
2013
D1404
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>