Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anton Ferdianto
"Alat batu adalah salah satu alat bantu yang di buat oleh manusia secara sengaja maupun tidak sengaja, yang diperuntukan untuk sebagai alat bantu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia prasejarah. Dari sekian banyak bahan batuan yang bisa dijadikan alat, obsidian merupakan salah satunya. Penemuan artefak Obsidian di Gua Pawon diharapkan dapat diperoleh tingkat dan rekonstruksi teknologi yang jelas mengenai artefak Obsidian di Gua Pawon tersebut.

Stone tools was one of a kind that man use and made, in purpose or un purpose to help their daily life?s. There's lots of kind of stone material that man used to make stone tool, and one of them is Obsidian. An excavation has made in Pawon cave and obsidian artifact was found there. Analysis from obsidian artifact that found in Pawon cave is for make a technology reconstruction from obsidian artifact."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S11546
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Faizal
"Pemanfaatan alam dilakukan oleh masyarakat prasejarah dalam rangka mendukung kelangsungan hidup mereka. Gua dan ceruk dimanfaatkan oleh manusia masa lampau sebagai tempat tinggal, penguburan, dan sebagai tempat untuk kegiatan religi. Sisa-sisa kehidupan manusia masa prasejarah terdapat pula di Kalimantan Timur. Hal ini terlihat dari adanya tinggalan arkeologis yang terdapat pada beberapa gua clan ceruk di Kalimantan Timur. Pada tulisan ini dibahas sekitar 31 buah gua dan ceruk yang terdapat di Kalimantan Timur. Tinggalan arkeologis tersebut di antaranya fragmen tulang manusia dan hewan, fragmen tembikar, moluska, alat batu, peti mati yang terbuat dari kayu (lungun), dan gambar cadas. Dari asosiasi tinggalan arkeologis dengan gua dan ceruk di Kalimantan Timur dapat dilihat adanya indikasi pemanfaatan gua dan ceruk yang difungsikan sebagai tempat hunian, penguburan, dan sarana untuk melakukan kegiatan religi. Pemanfaatan gua dan ceruk tersebut ada pula yang digabungkan, yaitu sebagai tempat hunian dan penguburan, maupun sebagai tempat hunian dan religi. Gua dan ceruk yang di pilih sebagai tempat hunian umumnya dekat dengan sumber air. Temuan moluska di beberapa gua dan ceruk di Kalimantan Timur menunjukkan indikasi pemanfaatan moluska sebagai sumber makanan, alat bantu, dan perhiasan. Adanya temuan moluska air laut menunjukkan telah adanya interaksi masyarakat pedalaman dengan masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Temuan fragmen tembikar menunjukkan bahwa masyarakat saat itu memiliki waktu luang yang dimanfaatkan untuk membuat tembikar. Temuan fragmen tembikar dengan temper berbahan sekat memperlihatkan terjadinya interaksi antara masyarakat pemburu dan pengumpul makanan dengan masyarakat yang telah mengenal pertanian. Tembikar dipergunakan sebagai wadah untuk kehidupan sehari_-hari dan juga sebagai wadah kubur. Hal ini terlihat dari asosiasi (fragmen tembikar dengan fragmen tulang manusia di beberapa gua dan ceruk di Kalimantan Timur. Pembuatan tembikar hingga kini masih dapat di temui di masyarakat pedalaman Kalimantan Timur. Gambar cadas yang terdapat pada beberapa gua dan ceruk di Kalimantan Timur memperlihatkan bahwa masyarakat saat itu sudah mulai mengekspresikan apa yang mereka lihat sehari-hari ke dalam bentuk visual. Motif yang dominan ialah cap tangan, sedangkan warna yang dominan digunakan ialah merah. Melihat dari tingkat kesulitan dalam pencapaian gua dan ceruk serta pemilihan dinding untuk penerapan gambar cadas, nampaknya gambar tersebut dibuat berkaitan dengan unsur religi. Masyarakat saat itu membuat gambar-gambar tersebut sebagai pengharapan dalam melakukan perburuan kelak akan mendapatkan hasil yang baik. Pengharapan tersebut diwakilkan dengan menggambarkan hewan-hewan buruan mereka dalam keadaan terluka. Konsep ini disebut konsep kontak magis atau sympathetic magic. Namun bentuk aktivitas religi yang dilakukan belum dapat diketahui secara pasti. Sejumlah artefak batu memperlihatkan pemanfaatan sumber Jaya alam sebagai aiat bantu dalam kehidupan masyarakat saat itu. Tinggalan arkeologis berupa peti mati yang terbuat dari kayu (lungun) memperlihatkan keberlanjutan pemanfaatan gua dari masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan ke masyarakat selanjutnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggara Yonathan
"Sebagai suatu peninggalan masa prasejarah maka kapak perunggu merupakan artefak yang cukup menonjol dibanding perkakas tajaman perunggu yang lain. Artefak ini cukup banyak ditemukan di berbagai situs yang tersebar di wilayah Indonesia. Sejauh ini penelitian yang dilakukan terhadap temuan kapak masih bersifat deskriptif dan terbatas pada pembahasan mengenai dimensi bentuk. Korelasinya dengan kronologi temuan sukar diwujudkan karena bagian terbesar himpunan kapak memang berasal dari warisan lembaga masa kolonial yang mengumpulkannya sebagai temuan lepas dari penduduk sekitar situs. Bertolak dari situasi tersebut maka penelitian ini mengkaji ulang penelitian dari tiga orang ahli yang menggunakan metode klasifiasi untuk menganalisa himpunan kapak perunggu. Didasari kepustakaan yang berkaitan dengan kapak perunggu dan metode klasifikasi maka dilakukan proses penggolongan pada sejumlah kapak perunggu milik Museum Nasional Jakarta dengan menggunakan rangkaian atribut penggolongan dari masing-masing ketiga cara klasifikasi. Segala kesulitan dalam proses dicatat dan akan menjadi pertimbangan dalam perbandingan hasil kahir dari ketiga klasifikasi. Apa yang bisa diungkap dari tipologi hasil klasifikasi itu dan seberapa besar sumbangannya bagi penelitian arkeologi prasejarah khususnya mengenai kapak perunggu merupakan pembahasan utama dalam menyimpulkan mana diantara tiga klasifikasi tersebut yang paling berarti"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S11521
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Eko Prasetyo
"Alat batu merupakan peralatan manusia yang paling sederhana. Teknologi pembuatan alat batu mengalami perkembangan dari tingkat yang paling sederhana hingga tingkat yang sulit. Diperlukan adanya metode secara sistematis untuk dapat mengidentifikasi pengenalan tanda-tanda atau indikator lainnya yang terdapat pada alat batu. Pengetahuan tentang alat batu sebagai salah satu awal kebudayaan manusia daps: memberikan gambaran tingkah laku budaya pada masa prasejarah. Bertolak dari uraian tersebut, dilakukan penelitian tentang temuan artefak batu yang berasal dari Situs Daerah Aliran Sungai Ogar, Sumatera Selatan. Artefak ini seluruhnya merupakan koleksi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional. Penelitian yang dilakukan meliputi tipologi dan teknologi artefak batu. Metode pada kajian ini menitikberatkan pada analisis khusus terhadap artefak batu yang meliputi ukuran, bahan batuan, bentuk, retus, keadaan permukaan dan ciri-ciri teknologis lainnya yang terdapat pada artefak batu. Dari analisis yang telah dilakukan, diperoleh 21 buah tipe. Artefak batu yang terdapat pada Situs Daerah Aliran Sungai Ogan didominasi oleh alat-alat masif dengan pengerjaan yang sederhana yang merupakan ciri dari teknologi masa Paleolitik. Namum demikian, kondisi situs yang memiliki bahan batuan yang berlimpah, serta letak situs yang strategis dapat mempengaruhi kehidupan masa lalu pada situs ini. Kemudahan yang didapat oleh para pendukung kebudayaan masyarakat prasejarah pada situs ini, memungkinkan adanya suatu pola teknologi yang bertahan lama, yaitu teknologi Paleolitik."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S12012
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vulovik, Visna
"Penelitian ini mengkaji tentang subsistensi manusia terutama dalam memanfaatkan tulang sebagai bahan baku peralatan. Alat tulang dimanfaatkan manusia sebagai alat bantu dalam melakukan suatu pekerjaan. Adanya pemanfaatan tulang untuk alat dapat dikenali dari bentuk, ukuran, serta ciri-ciri fisik lain yang terlihat pada alat tulang. Hal ini dapat terjadi karena adanya perlakuan tertentu pada tulang pada saat proses pembuatan dan pemakaian alat. Proses tersebut dapat berupa penajaman, penggosokan, pemangkasan, kilapan, peretusan, dan patahan. Usaha untuk menginterpretasikan pemanfaatan alat tulang oleh manusia masa lampau dilakukan dengan beberapa analisis, yaitu analisis khusus yang meliputi analisis fauna dan analisis artefaktual, serta analisis kontekstual. Tujuan analisis ini untuk mendapatkan gambaran pemanfaatan tulang hewan sebagai bahan baku, teknologi dan morfologi alat tulang, serta gambaran perkembangan teknologi alat tulang dalam satuan lapisan budaya. Gambaran pengolahan dan pemanfaatan alat tulang menggunakan teknologi pembentukan tulang yang dikemukakan oleh Eileen Johnson (1985). Gambaran pengolahan dan pemanfaatan alat tulang dilakukan dengan menempatkan unsur tajaman sebagai indikator utama dalam mengamati alat tulang. Berdasarkan bentuk, alat tulang dibagi menjadi dua hentuk utama, yaitu spatula dan lancipan. Berdasarkan indikasi kemunculan dan sebaran, penggunaan elemen tulang hewan untuk dijadikan sebagai alat pada situs Braholo didominasi oleh ulna Macaca sebagai bahan baku lancipan, dan tulang panjang Bovidae sebagai bahan baku spatula. Teknologi dan morfologi alat tulang tampak pada munculnya ciri-ciri luka buat dan pakai yang menimbulkan beberapa bentuk dan variasi. Alat tulang pada Situs Braholo memiliki jumlah dan bentuk yang beragam. Penyebab keragaman tersebut terutama disebabkan oleh faktor teknologis, antara lain proses pembuatannya yang belum terstandardisasi sehingga menghasilkan cukup banyak subtipe dan varian. Dalam hal ini, spatula memiliki 3 bentuk subtipe dan 19 bentuk varian, sedangkan lancipan memiliki 5 bentuk subtipe dan 13 bentuk varian. Ciri pembentukan alat tulang yang sama pada setiap lapisannya, menunjukkan adanya kelanjutan tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Puncak pemanfaatan alat tulang pada situs Braholo terdapat pada lapisan Preneolitik Holosen dan Preneolitik-Neolitik Holosen, sama halnya dengan situs-situs lainnya di Gunung Sewu. Situs Braholo sendiri mungkin juga mendapat pengaruh tradisi Sampung, di mana alat tulang dari Situs Braholo memiliki kesamaan bentuk dengan alat tulang dari Sampung."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S12042
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Rauf Andar Adipati
"Temuan batu di situs Gua Togi Ndrawa merupakan hasil ekskavasi di situs tersebut yang dilakukan pada tahun 2004. Pada ekskavasi ini dibuka dua kotak Bali yaitu C6 dan E6. Kotak C6 memiliki 375 buah temuan batu, sedangkan kotak E6 memiliki 498 buah temuan batu. Permasalahan yang diajukan pada penelitian ini berkaitan dengan tipologi dan pemanfaatan sumber daya batuan. Proses selanjutnya memperlihatkan bahwa kebanyakan temuan batu di situs ini merupakan temuan non alat. Analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan adalah analisis khusus. Langkah awal dilakukan dengan mengelompokan temuan batu berdasarkan kotak gali, unit kedalaman lapisan tanah, jenis batuan, kisaran ukuran, dan korteks. Dari temuan batu ini disusun pula tipologi. Penentuan tipologi bukan didasarkan pada fungsi, namun dilakukan atas dasar pengamatan terhadap bentuk, ciri-ciri morfologi, bekas buat, dan bekas pakai. Terdapat enam tipe batuan, yaitu sempalan, perkutor, runtuhan, serpih, batu inti, dan manuport. Tipe runtuhan merupakan temuan batu yang paling banyak ditemukan. namun karena tipe ini tidak terkait dengan teknologi alat batu maka tidak dilakukan analisis lebih lanjut terhadapnya. Tipe yang terkait dengan teknologi alat batu adalah sempalan, serpih, dan perkutor. Temuan perkutor sebanyak 7 buah dan serpih sebanyak 24 buah memang bukan merupakan jumlah yang signifikan dalam melihat proses teknologi. Namun dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa di situs ini pernah terjadi proses pemakaian alat batu. Kemungkinan hal yang mendasari minimnya temuan batu yang termasuk alat adalah pembukaan kotak gali yang masih sedikit. Selain itu dari temuan yang diperoleh dapat diprediksi bahwa kemungkinan pada bagian gua yang lain terdapat temuan batu yang memiliki lebih banyak ciri-ciri alat. Namun demikian, karena pada situs ini tidak tercipta suatu pola umum alat batu maka kemungkinan alat batu yang ditemukan tidak menunjukkan bentuk-bentuk khusus yang dapat dipakai untuk membedakan antara fungsi alat yang satu dengan lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S11892
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irdiansyah
"Situs Gua Pandan di Sumatra Selatan merupakan salah satu situs di Indonesia yang memiliki beragam tipe artefak batu, selain itu penelitian tentang jejak pakai alat batu di situs ini belum pernah dilakukan. Berdasrkan klasifikasi, didapat lima tipe alat yang mayoritas berupa alat dengan tajaman unifasial bersudut sangat landai (tipe 11), kemudian diikuti alat dengan tajaman bersudut sangat terjal (tipe 13), tajaman unifasial bersudut terja (tipe 12), tajaman bifasial bersudut landai (tipe 11), tajaman bifasial bersudut sangat terjal (tipe 113), dan tajaman bifasial bersudut landai (tipe 111). Berdasarkan analisis jejak pakai serta penapsiran melalui analogi etnografi dan eksprimen, alat pakai tipe 12 cendrung dekat dengan kegiatan yang sangat beragam, seperti menyerut/memotong kayu, menyerut tumbuhan, melubangi kulit segar, memoton/mengiris daging dan menggergaji tulang. Alat pakai tipe pada 11 cendrung dekat dengan kegiatan memotong/mengiris daging, meraut tulang, dan meraut/menyerut/memotomg kayu. Alat pakai tipe 13 dekat dengan kegiatan menyetut/mengetam kayu dan menyerut kulit kerang. Alat pakai pada tipe 113 dekat dengan kegiatan membelah kayu. Berdasarkan berbagai perkiraan, kemungkinan individu/kelompok, manusia di situsGgua Pandan dekat dengan kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan yang secra langsung dilakukan melalui alat-alat berbahan baku kayu, sementara itu, alat batu merupakan alat bantu untuk memproduksi alat-alat kayu tersebut. Dengan demikian, alat batu yang cukup efisien dan proporsional di Gua Pandan tidak dibuat untuk mudah dibawa saat kepentingan berburu, tetapi mudah dibawa dalam perjalanan saat perpindahan tempat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11799
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ruly Fauzi
"Penelitian ini mengkaji kemungkinan adanya okupasi manusia pada Lapisan Budaya Terus yang memiliki kronologi Pleistosen-Atas (+ 300-60 ribu tahun yang lalu). Lapisan Terus secara umum memiliki karakter sedimentasi sungai sehingga dianggap tidak memungkinkan manusia untuk mengokupasinya. Namun demikian terdapat temuan yang dapat dianggap sebagai indikator okupasi manusia serta suatu lapisan yang menunjukan karakter deposit gua kering. Temuan arkeologis yang dianggap sebagai indikator okupasi manusia dalam penelitian ini berupa artefek rijang dengan kondisi segar, tulang macrofauna yang menunjukkan jejak aktivitas manusia dengan kondisi segar, serta batu terbakar. Sementara itu, temuan yang dianggap merepresentasikan kondisi lantai gua yang kering dan memungkinkan untuk diokupasi manusia yaitu tulang microfauna dan stalagmit..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11953
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ezwin Budiman Rosyadi
"Moluska merupakan jenis hewan invertebrate yang terdiri dari tujuh kelas. Dua kelas diantaranya adalah Gastropoda dan Pelecypoda. Kemunculan moluska (khususnya dari habitat air laut) dalam jumlah besar di satu situs ceruk/ gua yang terletak di wilayah yang cukup jauh dari pantai menunjukkan adanya proses transformasi yang mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya oleh manusia. Pada masalalu kemungkinan manusia mencari dan memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan mereka bertahan hidup, salah satunya adalah memanfaatan moluska sebagai salah satu sumber pangan pada masalalu ataupun sebagai bahan baku artefak. Beberapa jenis artefak yang terdapatdisitus ini antara lain: alat serut, penesuk, dan ornamen dari cangkang moluska. Habitat moluska yang ada di situs Song Gentong II adalah darat, air tawar, dan laut..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11904
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Agus Oktaviana
"Skripsi ini membahas mengenai penggambaran bentuk motif perahu pada seni cadas di Indonesia. Metode yang digunakan adalah analisis khusus terhadap komponen atribut bentuk motif perahu dan analisis taksonomik untuk mengetahui keragaman bentuk motif perahu. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa motif perahu pada seni cadas memperlihatkan keragaman bentuk dan perkembangan teknologi perahu. Penggambaran motif perahu juga ada yang distilir dan memiliki makna te"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11436
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>