Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Rosyana Lieyanty
"Keluarga etnis Tionghoa-Indonesia merupakan salah satu etnis di Indonesia yang mengalami sejarah panjang di dalam menghadapi tantangan etnis dan menunjukkan adanya kemampuan di dalam beradaptasi secara positif yang dikenal sebagai resiliensi keluarga. Literature review menunjukkan bahwa family ethnic-racial socialization berpengaruh pada resiliensi keluarga. Akan tetapi, masih ditemukan kesenjangan penelitian antara hubungan kedua variabel tersebut dan dibutuhkan peranan positive ethnic identity sebagai mediator untuk membuat hubungan ini menjadi signifikan. Partisipan terdiri dari 338 individu yang terbagi dalam kelompok generasi Y dan Z. Desain studi di dalam penelitian ialah cross- sectional dengan metode convenience sampling. Alat ukur yang digunakan ialah Walsh Family Resilience Questionnaire, Asian American Parental Racial-Ethnic Socialization, dan Multidimensional Inventory of Black Identity yang diadaptasi ke dalam konteks Etnis Tionghoa-Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa family ethnic-racial socialization memengaruhi resiliensi keluarga secara langsung maupun tidak langsung melalui mediasi positive ethnic identity pada kelompok generasi Z dan mediasi total pada kelompok generasi Y.
The Chinese-Indonesian Ethnic families is one of the ethnic groups in Indonesia that has experienced a long history of facing ethnic challenges and has demonstrated the ability to adapt positively, that known as family resilience. Literature review shows that family ethnic-racial socialization has an effect on family resilience. However, research gap is still found between the two variables and positive ethnic identity role is needed as a mediator to make this relationship significant. Participants in this research consist of 338 individuals who were divided into two groups of generation Y and Z. Study design in this research was cross-sectional with convenience sampling method. The measuring tools used were Walsh Family Resilience Questionnaire, Asian American Parental Racial-Ethnic Socialization, and Multi-dimensional Inventory of Black Identity that adapted into Chinese-Indonesian Context. Result shows that family ethnic-racial socialization affects family resilience direct or directly through positive ethnic identity in the generation Z group and total mediation in the generation Y group."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Hana Lazuardy Rahmani
"Populasi remaja di era saat ini tumbuh dengan paparan penggunaan internet yang sangat masif sehingga meningkatkan resiko munculnya perilaku penggunaan internet bermasalah. Penggunaan internet bermasalah dijelaskan sebagai adanya gejala kognitif dan perilaku penggunaan internet yang berdampak pada berbagai konsekuensi negatif, salah satunya munculnya distres psikologis. Disisi lain, studi menunjukkan bahwa dukungan sosial diduga dapat berperan sebagai salah satu faktor protektif dari kemunculan distres psikologis sebagai dampak dari penggunaan internet yang bermasalah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran dukungan sosial sebagai moderator hubungan antara penggunaan internet bermasalah dengan distres psikologis pada remaja. Penelitian dengan desain kuantitatif dilakukan pada 323 remaja berusia 15-18 tahun dengan menyebarkan instrumen kuesioner Generalized Problematic Internet Use Scale-II (GPIUS-II), Depression, Anxiety, and Stress Scale-21 (DASS-21), dan Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS). Hasil menunjukkan bahwa dukungan sosial, khususnya yang bersumber dari keluarga, berperan sebagai moderator dalam hubungan antara penggunaan internet bermasalah dan distres psikologis remaja. Temuan ini memperkuat pentingnya peran dukungan sosial sebagai salah satu faktor yang dapat menurunkan dampak negatif dari penggunaan internet bermasalah.
he adolescent population in the current era is growing with extensive exposure to internet usage, which is increasing the risk of problematic internet use behaviors. Problematic internet use is characterized by cognitive and behavioral symptoms that lead to various negative consequences, including psychological distress. On the other hand, social support is suspected to act as a protective factor against the psychological distress resulting from problematic internet use. This study aims to examine the role of social support as a moderator in the relationship between problematic internet use and psychological distress in adolescents. A quantitative research design was conducted with 323 adolescents aged 15-18 years, utilizing Generalized Problematic Internet Use Scale-II (GPIUS-II), Depression, Anxiety, and Stress Scale-21 (DASS-21), and Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS). Results show that social support, especially from family, significantly moderated the relationship between problematic internet use and psychological distress in adolescents. These findings highlight the crucial role of social support to reduce the negative impacts of adolescents’ problematic internet use."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Veri Andrian
"Tingkah laku mencari bantuan psikologis merupakan tingkah laku yang kompleks dan individu yang ingin mengambil keputusan untuk mencari bantuan harus mempertimbangkan berbagai faktor. Literasi kesehatan mental dan perceived social support secara independen dapat meningkatkan intensi individu untuk mencari bantuan psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dari perceived social support sebagai moderator pada hubungan antara literasi kesehatan mental dan psychological help-seeking behavior. Partisipan pada penelitian ini adalah individu di atas 17 tahun (N = 412, Musia = 21.35, SDusia = 3.76) yang tidak menerima pendidikan formal psikologi. Partisipan menyelesaikan survei secara daring yang terdiri dari 3 alat ukur, yaitu Mental Help Seeking Attitudes Scale oleh Hammer et al. (2018), Mental Health Knowledge Questionnaire oleh Wang et al. (2013), dan Multidimensional Scale of Perceived Social Support oleh Zimet et al. (1988). Hasil analisis moderasi menemukan bahwa perceived social support memprediksi kecenderungan individu untuk mencari bantuan psikologis secara positif di kondisi literasi kesehatan mental yang rendah dan literasi kesehatan mental yang menengah, namun tidak pada kondisi literasi kesehatan mental yang tinggi. Penelitian ini berimplikasi bahwa lingkungan sosial yang suportif dapat menjadi agen yang mendorong individu untuk mencari bantuan psikologis di lingkungan yang rendah dan moderat tingkat literasi kesehatan mentalnya.
Psychological help-seeking behavior is a complex behavior and the person that decide to seek help need to consider many factors. Mental health literacy and perceived social support can increase the intention on psychological help-seeking behavior independently. The purpose of this research is to discover the role of perceived social support as a moderator in mental health literacy and psychological help-seeking behavior. Participants in this research are individuals older than 17 years old (N = 412, Mage = 21.35, SDage = 3.76) and not receiving any formal education related to psychology. Participants are asked to fill out a survey consisting of three psychological measurements, which are Help Seeking Attitudes Scale from Hammer et al. (2018), Mental Health Knowledge Questionnaire from Wang et al. (2013), and Multidimensional Scale of Perceived Social Support from Zimet et al. (1988). Moderation analysis prove that perceived social support significantly predict person intention to seek psychological help in the low mental health and moderate mental health literacy, but not in high mental health literacy. This study implies that a supportive social environment can be an agent that encourages individuals to seek psychological help in an environment with low and moderate levels of mental health literacy."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Paramita Estikasari
"Pandemi COVID-19 menyebabkan berbagai dampak negatif dengan menurunkan level kesehatan mental remaja. Selain itu ditemukan bahwa pandemi COVID-19 juga meningkatkan level distres psikologis remaja yang ditandai dengan peningkatan gejala depresi dan kecemasan. Meskipun demikian, ditemukan bahwa resiliensi keluarga dapat berperan sebagai buffer remaja dalam beradaptasi dengan situasi distres sehingga memiliki kesehatan mental yang lebih baik. Penelitian ini ingin melihat peran resiliensi keluarga sebagai moderator dalam memperkuat atau memperlemah hubungan antara distres psikologis dan kesehatan mental pada remaja. Kuesioner penelitian diberikan secara online melalui google form. Analisis data menggunakan analisis multiple regression dan analisis moderasi PROCESS pada 400 remaja terdiri dari 119 laki-laki dan 281 perempuan berusia 11-19 tahun (M=15,2). Hasil analisis multiple regression menunjukkan bahwa distres psikologis dan resiliensi keluarga memiliki sumbangan sebesar 35,3 persen terhadap kesehatan mental remaja setelah mengontrol jenis kelamin, usia, dan status pernikahan orang tua. Hasil analisis moderasi menemukan bahwa resiliensi keluarga secara signifikan memoderasi hubungan antara distres psikologis dan kesehatan mental remaja (t-1.983 dan p≤ 0,05) meskipun peran resiliensi keluarga sebagai moderator tergolong lemah.
The COVID-19 pandemic causes various negative impacts by reducing the mental health level of adolescents. In addition, the COVID-19 pandemic has also increased the level of psychological distress for adolescents, which is marked by an increase in symptoms of depression and anxiety. However, it was found that family resilience can act as a buffer for adolescents in adapting to difficult situations so that they have better mental health. This study wants to see the role of family resilience as a moderator in strengthening or weakening the relationship between psychological distress and mental health in adolescents. The research questionnaire was administered online via a google form. Data analysis used multiple regression analysis and PROCESS moderation analysis on 400 adolescents consisting of 119 boys and 281 girls aged 11-19 years (M=15.2). The results of the regression analysis showed that psychological distress and family resilience contributed 35.3 percent to adolescent mental health after controlling for gender, age, and marital status of parents. The results of the moderating analysis found that family resilience significantly moderated the relationship between psychological distress and adolescent mental health (t=-1.983 and p≤ 0.05) although the role of family resilience as a moderator was weak. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library