Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riska Rahma Arriani
Abstrak :
Pelecehan seksual di ruang publik merupakan fenomena produksi ruang yang terjadi akibat adanya perbedaan interaksi sosial yang saling bersinggungan yang akhirnya berdampak pada hak atas ruang aman dari pelecehan seksual. Komuter sebagai pelaku aktivitas di ruang publik memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk memproduksi ruang rawan pelecehan seksual. Sebagai area dengan pergerakan komuter terbesar di Indonesia, kejadian pelecehan seksual di Jabodetabek tidak bisa terelakkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif menggunakan tabulasi silang dan inferensial. Penelitian ini melihat kejadian dari pelecehan seksual di Jabodetabek menggunakan Data Survei Komuter 2019 yang dikaitkan dengan faktor individu meliputi jenis kelamin, usia, dan keterbatasan fisik serta faktor perjalanan meliputi aktivitas utama, moda transportasi, jarak tempuh, waktu keberangkatan, dan waktu kepulangan. Dari hasil penelitian ini, sebanyak 1% perempuan di Jabodetabek mengalami pelecehan seksual dan memiliki peluang 2,6 kali dibandingkan laki-laki. Secara hasil inferensial keseluruhan, komuter yang memiliki peluang terbesar untuk mengalami pelecehan seksual adalah perempuan, komuter usia 26-39 tahun, komuter dengan keterbatasan fisik parsial atau tidak terlihat, komuter dengan aktivitas utama bekerja, komuter yang berangkat dan pulang pada waktu non-rush hour, dan komuter yang menggunakan transportasi umum. Pengurangan kejadian pelecehan seksual dapat didorong apabila korban berani untuk melawan kejadian pelecehan seksual yang didukung dengan perubahan nilai dan norma, dasar hukum yang memberikan efek jera, serta infrastruktur yang layak agar terproduksinya ruang kota tanpa pelecehan seksual dan hak aman bagi komuter di Jabodetabek. ......Sexual harassment in public spaces is one of the space production that occurs due to discrepancies of gender norms in social interactions. Commuters have higher risks to encounter sexual harassment as they spend more time in public spaces. Greater Jakarta has the largest number of commuters movement in Indonesia thus the incidents of sexual harassment in Greater Jakarta are inevitable. This study uses a descriptive quantitative approach using cross-tabulation and inferential methods. This study uses the 2019 Commuter Survey Data to analyze sexual harassment with individual factors including gender, age, and physical limitations as well as travel factors including main activity, mode of transportation, travel distance, time of departure, and time of arrival. From the results of this study, 1% of women in Jabodetabek experienced sexual harassment and has a higher probability than men by 2.6 times. From the inferential analysis, commuters who have the greatest probability to experience sexual harassment are women, commuters with age between 26 to 39 years, commuters with a partial or invisible disability, commuters with work as the main activity, commuters who depart and arrive during non-rush hours, and commuters using public transportation. Encouraging the victim to stand up against sexual harassment with the support of changing norms and values towards gender, the legal basis with deterrent effect, and also the proper infrastructure can help the production of urban space without sexual harassment and gain the safety rights for commuters in Jabodetabek.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fira Yunita Kusuma Wardani
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang dinamika hubungan istri dengan suami dan keluarga luasnya dalam menghadapi infertilitas dari sudut pandang istri. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mewawancarai tiga orang informan. Kriteria informannya adalah mereka yang telah menjalani masa perkawinan minimal lima belas tahun, ingin mempunyai anak, tetapi belum mendapatkannya, dan tidak sedang mengadopsi anak sampai penelitian dilakukan. Hasil temuan menunjukkan bahwa ketidakhadiran anak dalam perkawinan membawa dinamika pada hubungan istri dengan suaminya, maupun istri dengan keluarga luasnya. Dinamika yang terjadi tidak selalu membawa efek negatif seperti perbedaan pendapat ataupun konflik, namun juga memberi efek postif, seperti sikap saling mendukung. ...... This study discusses about the dynamics of husband and wife’s relationship and their extended family in facing infertility from wife’s point of view. This study uses qualitative methodology by interviewing three informants. The criteria of the informants are that they have been married at least ten years, they want to have children but they have not had and they are not adopting children when this study is conducting. The finding shows that the absent of children in a marriage causes the dynamic on relation of a wife to her husband and even a wife to her extended family. The dynamic does not always bring negative impact such as: a quarrel or a conflict, but it can also cause positive impact, such as a mutual supporting interaction.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56420
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hania Alifa Adzhani
Abstrak :
Memasuki era industri modern, perempuan mulai memiliki kesempatan untuk masuk dunia kerja. Hal tersebut sedikit banyak telah mempengaruhi kondisi keluarga, dimana keluarga akan berubah sejalan dengan perubahan di lingkungan sekitarnya. Saat ini keluarga modern memiliki bentuk yang bervariasi, salah satu contohnya adalah keluarga stay-at-home dad (SAHD) atau dapat pula kita sebut dengan keluarga bapak rumah tangga. Dalam keluarga SAHD, suami dan istri akan mengalami perubahan peran. Suami dapat bertanggungjawab atas tugas domestik serta pengasuhan anak dan istri dapat berperan sebagai pencari nafkah. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, skripsi ini memberikan gambaran tentang fleksibilitas dalam melakukan negosiasi dan pembagian peran antara suami istri pada keluarga SAHD. Ditemukan bahwa di Indonesia, suami yang menjadi SAHD disebabkan karena tersisih dalam pasar kerja. Sehingga belum dapat dikatakan sebagai SAHD yang penuh waktu seperti di negara barat, belum ada komitmen untuk sepenuhnya menjadi SAHD. ...... Entered the modern industrial era, women have the opportunity to enter the world of work. This has affected family condition in which the family will adapt with the environment changes arround them. Today, there are various types of modern family, one of those is the stay-at-home dad (SAHD), or in other word is a family where the father is the family household. In SAHD family, husband and wife will have to change their roles. Husband is responsible for domestic tasks while wife’s responsibility is to earn fo their family living. By using a qualitative approach, this thesis provides an overview of flexibility in negotiating and division of roles between husband and wife in SAHD family. It found that in Indonesia, a husband who becomes SAHD due eliminated in the labor market. So it can’t be said as a fully SAHD as in the western countries, there’s no commitment to fully become a SAHD.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55418
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspa Damai Asri
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan studi yang bertujuan untuk mengetahui apakah peran keluarga mempengaruhi penggunaan pengobatan alternatif di kalangan lansia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tehnik pengumpulan data survey terhadap 70 responden. Penelitian ini dilakukan di dua tempat pengobatan alternatif wilayah Bogor Utara dengan tehnik penarikan sampel secara accidental sampling. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa peran keluarga mempengaruhi penggunaan pengobatan alternatif di kalangan lansia dengan kekuatan hubungan cukup. Selanjutnya, hasil penelitian ini diketahui bahwa peran keluarga sebagai motivator yaitu anak dan menantu perempuan mempengaruhi lansia dalam penggunaan pengobatan alternatif.
ABSTRACT
This research was a study in order to knowing whether family role have an influence in using of alternative medication among elderly people. This research using quantitative approach with survey data technique of 70 respondents. This research ongoing in two alternative medication clinics in North Bogor.This research also using accidental for sample. Based on this research, it is found that family role influencing the using of alternative medication among elderly people with the point of relationship was enough. Then, this result told that family role as a motivator is children and daughter in law. They are influencing elderly people in using alternative medication.
2015
S60971
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Anisa
Abstrak :
ABSTRAK
Resiko seksual merupakan masalah yang kurang disadari oleh para remaja. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana pengaruh tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksualitas terhadap tingkat kesadaran remaja dalam menghindari resiko seksual. Penelitian ini menggunakan metode survei di dua sekolah, yakni penerima program PKRS (SMK WANUS, 46 siswa) dan dibandingkan dengan bukan penerima program (SMK YPR, 59 siswa). Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksualitas terhadap tingkat kesadaran remaja dalam menghindari resiko seksual meskipun hubungannya lemah. Menariknya hal ini berlaku di dua sekolah, baik penerima program maupun bukan penerima. Artinya, keberadaan program PKRS tidak berpengaruh secara positif.
ABSTRACT
Sexual risk is neglected topic yet very crusial to teenagers. This study observe the effect of reproductive health and sexuality knowledge to level of teenagers consciousness in sexual risk prevention. By using quantitative survey, this study compare two school theay are SMK WANUS (46 students) as receiver of reproductive health and sexuality education programme and SMK YPR (59 students) as non-receiver of the programme mention above. This study show the linked connection between level of reproductive health and sexuality knowledge to level of teenagers cousciousness in sexual risk prevention both in receiver and non-receiver programme. Therefore, this sexual education programme has no positive effect.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62487
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Rahmawati
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengisi kekosongan dari studi terdahulu yang tidak melihat aspek digitalisasi dalam praktik bersedekah secara online di kalangan Generasi Z. Studi terdahulu menyatakan bahwa Generasi Z melakukan sedekah konvensional dilatari oleh aspek religiusitas dan altruisme. Penelitian ini berpijak pada teori religiusitas dan altruisme. Religiusitas yang dikemukakan oleh Glock & Stark (1996) memfokuskan pada keyakinan, praktik agama, penghayatan, pengetahuan, dan konsekuensi. Sedangkan, Myers (2014) melihat altruisme dari empati, sukarela, dan keinginan untuk membantu. Berpijak pada hal itu, penelitian ini berargumen bahwa religiusitas dan altruisme tetap ada dalam praktik bersedekah online, namun saat ini praktik sedekah online dikemas menjadi lebih kekinian melalui tampilan visualisasi yang menarik, kemudahan bersedekah, dan munculnya kepercayaan terhadap platform crowdfunding. Visualisasi, kemudahan bersedekah, dan kepercayaan pada platform crowdfunding dalam kampanye sosial didapatkan dari pengaplikasian digitalisasi. Ketiga aspek tersebut digunakan untuk mendorong sisi religiusitas dan altruisme dari para pendonor ketika melihat tampilan kampanye sosial dalam platform sedekah online. Penelitian ini mengangkat BenihBaik.com sebagai salah suatu platform penggalangan dana online di Indonesia dan menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Generasi Z melakukan sedekah online dipicu oleh tampilan visualisasi yang menarik, kemudahan bersedekah, dan kepercayaan pada platform BenihBaik.com sebagai platform penggalangan dana online. ......This research aims to fill the void of previous studies that did not look at the digitalization aspect in the practice of giving alms online among Generation Z. Previous studies stated that Generation Z does conventional give alms based on aspects of religiosity and altruism. This research is based on the theory of religiosity and altruism. Religiosity proposed by Glock & Stark (1996) focuses on beliefs, religious practices, appreciation, knowledge, and consequences. Meanwhile, Myers (2014) sees altruism from empathy, volunteering, and the desire to help. Based on that, this studies argues that religiosity and altruism still exist in the practice of online charity, but now the practice of giving alms online is packaged to be more contemporary through attractive visualization, ease of charity, and the emergence of trust in crowdfunding platforms. Visualization, ease of giving alms, and trust in crowdfunding platforms in social campaigns are obtained from the application of digitalization. These three aspects are used to encourage the religiosity and altruism of donors when viewing the display of social campaigns on online alms platforms. Those research takes BenihBaik.com as one of the online fundraised platforms in Indonesia and uses qualitative methods with data collection techniques in the form of in-depth interviews. The results of this studies show that Generation Z's online charity is triggered by attractive visualizations, ease of charity, and trust in the BenihBaik.com platform as an online fundraised platform.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatiha Hansa Aulia
Abstrak :
Situs Jejaring Sosial (SNS) telah menjadi tempat bertemunya orang-orang dengan latar belakang ataupun minat yang sama, salah satunya adalah pada orang dengan eating disorder (ED). Beberapa studi berpendapat bahwa motivasi orang dengan ED bergabung ke jejaring sosial online ED di SNS Twitter (edtwt) adalah untuk mendapatkan social support, sebagai sarana ekspresi diri, dan untuk bertemu dengan orang lain yang memiliki identitas yang sama sebagai orang dengan ED. Penelitian sebelumnya juga melihat bahwa orang dengan ED bergabung ke jejaring sosial tersebut karena tidak mendapatkan dukungan sosial di jejaring offline seperti keluarga dan teman. Penulis pada dasarnya setuju dengan studi-studi tersebut, tetapi studi-studi tersebut kurang membahas bagaimana terbentuknya collective illness identity pada edtwt serta bagaimana bentuk-bentuk social support yang didapatkan. Peneliti berargumen bahwa collective illness identity yang ada dalam edtwt berperan dalam pemberian dan penerimaan social support. Temuan dalam studi ini adalah bahwa collective illness identity yang terdapat pada edtwt dan membantu mobilisasi social support di dalamnya. Bentuk social support yang terdapat pada edtwt ada lima, yaitu: informational support, tangible aid, esteem support, emotional support, dan network support dan semuanya dirasakan oleh tujuh informan penelitian ini kecuali tangible aid yang hanya terdapat pada satu informan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang menggunakan wawancara mendalam dan etnografi virtual. ......Social Networking Sites (SNS) have become a meeting place for people with similar backgrounds or interests, one of which is people with ED. Several studies have argued that the motivation for people with ED to join ED's online social network on SNS Twitter (edtwt) is to get social support, as a means of self-expression, and to meet other people who share the same identity as ED. Previous study has also seen that people with ED join these social networks because they don't get social support on offline networks such as family and friends. The author basically agrees with these studies, but these studies did not discuss how the forms of social support are obtained and how the collective illness identity is formed in edtwt. Researcher argues that the collective illness identity exists in and helps providing social support. The findings in this study is that collective illness identity is found in edtwt and proven to help mobilize social support in it. There are five social support forms in edtwt, namely: informational support, tangible aid, self- esteem support, emotional support, and network support and all of them were felt by seven informants in this study except for tangible aid which was only found in one informant. This study uses qualitative methods with data collection techniques using in-depth interviews and virtual ethnography.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Rahmayanti
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan menjelaskan proses pengambilan keputusan keikutsertaan individu dalam vaksinasi COVID-19 yang dilatarbelakangi oleh pandangan tentang risiko COVID-19 dan tekanan struktural berupa kebijakan kewajiban penerimaan suntikan vaksin bagi masyarakat. Studi-studi sebelumnya menunjukkan bahwa faktor internal berupa kepercayaan terhadap vaksin dan juga pandangan risiko kesehatan akibat paparan virus COVID-19, serta faktor eksternal berupa interaksi peer-to-peer dan ikatan sosial individu dalam komunitas, sebagai dua faktor yang bergerak secara terpisah dalam melatarbelakangi keputusan seseorang dalam melakukan vaksinasi. Peneliti berargumen bahwa terdapat keterkaitan antara faktor internal dan faktor eksternal sebagai dua hal yang bergerak secara beriringan dalam proses pengambilan keputusan keikutsertaan individu yang pada awalnya memutuskan menolak suntikan vaksin COVID-19. Hasil studi ini menunjukkan bahwa keputusan vaksin pada individu berubah ketika faktor internal berupa pandangan bahwa paparan virus COVID-19 tidak berbahaya bagi kondisi tubuh, diintervensi oleh faktor eksternal berupa tekanan kebijakan pemerintah yang mewajibkan penerimaan suntikan vaksin bagi masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor eksternal memiliki kekuatan yang lebih besar dalam mendorong keputusan individu untuk melakukan vaksin COVID-19 daripada faktor internal. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam kepada individu dari kelompok masyarakat umum yang pada awalnya menolak suntikan vaksin kemudian memutuskan untuk menerima suntikan vaksin COVID-19. ......This study aims to explain the decision-making process for individual participation in COVID-19 vaccination which is motivated by views about the risk of COVID-19 and structural pressures in the form of mandatory policies for receiving vaccine injections for the community. Previous studies have shown that internal factors in the form of trust in vaccines and also the view of health risks due to exposure to the COVID-19 virus, as well as external factors such as peer-to-peer interactions and social ties of individuals in the community, as two factors that move separately in the background. a person's decision to vaccinate. The researcher argues that there is a link between internal factors and external factors as two things that move hand in hand in the decision-making process for the participation of individuals who initially decided to refuse the COVID-19 vaccine injection. The results of this study indicate that vaccine decisions for individuals change when internal factors are the view that exposure to the COVID-19 virus is not harmful to body conditions, is intervened by external factors in the form of pressure from government policies that require the public to receive vaccine injections. This shows that external factors have greater power in driving individual decisions to take the COVID-19 vaccine than internal factors. This study uses a qualitative approach with primary data collection techniques through in-depth interviews with individuals who initially refused vaccine injections and then decided to receive COVID-19 vaccine injections.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Nugraha Handi Putra
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana peran modal sosial dalam membentuk pola penggunaan media sosial yang berimplikasi terhadap perasaan terisolasi sosial. Pada penelitian-penelitian sebelumnya menemukan hasil yang kontradiktif mengenai bagaimana implikasi media sosial terhadap perasaan terisolasi sosial. Hasil pertama menemukan media sosial dapat membuat masyarakat menjadi semakin merasa terisolasi sosial dan hasil kedua menemukan media sosial dapat mengurangi perasaan terisolasi sosial. Penelitian ini menerapkan pendekatan kualitatif studi kasus dalam mengumpulkan data. Hasil studi menunjukkan bahwa perasaan terisolasi sosial sudah dirasakan mahasiswa sebelum menggunakan media sosial. Lalu, implikasi dari penggunaan media sosial terhadap perasaan terisolasi sosial dapat berbeda tergantung modal sosial yang dimiliki mahasiswa. Mahasiswa dengan bonding social capital yang tinggi cenderung memiliki penggunaan media sosial yang aktif bermakna hingga dapat mengurangi perasaan terisolasi sosial. Sedangkan, mahasiswa bonding social capital-nya rendah cenderung memiliki penggunaan media sosial yang pasif tidak bermakna, hingga menimbulkan perasaan terisolasi sosial yang semakin tinggi. ......The purpose of this study is to explain how the role of social capital in shaping patterns of social media use has implications for perceived social isolation. Previous studies have found contradictory results regarding the implications of social media on perceived social isolation. The first result found that social media can make people feel more socially isolated and the second result found that social media can reduce feelings of social isolation. This research applies a case study qualitative approach to collecting data. The results of the study show that perceived social isolation exist before using social media. Then, the implications of using social media on perceived social isolation can differ depending on the social capital possessed by students. Students with high bonding social capital tend to have significant active use of social media so that it can reduce perceived social isolation. Meanwhile, students with low bonding social capital tend to have meaningless passive use of social media, thus causing a higher feeling of social isolation.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyadi Solih
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh modal sosial terhadap kesejahteraan rumah tangga di Indonesia menggunakan data Susenas Modul Sosial Budaya dan Pendidikan 2012. Modal sosial dan kesejahteraan dihitung menggunakan metode Analisis Komponen Utama atau PCA. Kesejahteraan didekati oleh indeks kekayaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kontrol: jenis kelamin Kepala Rumah Tangga (KRT), umur KRT, pendidikan KRT, daerah tempat tinggal, dan lapangan pekerjaan KRT signifikan mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga. Modal sosial sebagai variabel bebas utama juga signifikan positif mempengaruhi kesejahteraan. Semakin tinggi modal sosialnya maka akan semakin sejahtera. ...... This research aims to study the effect of social capital on household welfare in Indonesia using Susenas data of Socio-cultural and Educational Module 2012. Welfare and social capital calculated using Principal Component Analysis or PCA. Welfare was approached by a wealth index. The results showed that the control variables: gender, age, education of head of household (KRT), area of residence, and employment of KRT significantly affect household welfare. Social capital as the main independent variable was also significantly positively affect welfare. The higher the social capital will be more welfare.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>