Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nandang Burhanudin
"Tumbangnya orde baru membawa berkah bagi kader-kader dakwah yang dikenal dengan sebutan jamaah Tarbiyah. Berdasarkan hasil musyawarah, sebagian besar sepakat mensosialisasikan program dakwah melalui jalur partai yang kemudian dinamai Partai Keadilan. Mengingat partai sebagai kepanjangan dakwah, maka apa pun aktifitas dan kebijakan partai tak lepas dari dakwah yang merupakan urat nadi kader-kader yang masih relatif muda dan idealis ini. Sehingga program partai pun, benar-benar merupakan penjabaran dari misi visi dakwah yang dikemas dalam format yang lebih membumi dan modern. Membumi karena senantiasa menjauhi target-target politik yang mengawang serta lebih membaca realitas. Modern, sebab kendati yang diperjuangkan adalah Islam dan syariatnya, Partai Keadilan sama sekali tidak mengkultuskan warisan masa lalu sebagai bagian yang harus dihadirkan masa sekarang. Justru yang diperjuangkan Partai Keadilan adalah nilai-nilai universal Islam yang tercermin dalam keadilan, persamaan hak dan kewajiban, supremasi hukum, memerangi kezhaliman atas dalih apa pun dan memberantas kesewenangan yang kuat terhadap yang lemah atau tirani mayoritas kepada minoritas dan sebaliknya.
Dalam tataran perjuangan nilai-nilai tersebut, Partai Keadilan pun menempuh segala celah yang bisa dijadikan pintu masuk nilai-nilai Islam, mulai dari pembinaan pribadi, pendidikan, sosial, politik, hingga melalui perjuangan legislasi dan konstituisionalisasi perundang-undangan. Cara yang ditempuh pun menjauhi sikap anarkis, brutal, kekerasan apalagi tindakan teror. Bagi kader-kader PK, tujuan yang baik harus melalui cara dan jalan yang baik pula. Satu cara fundamental yang ditempuh PK dalam penerapan perjuangan syariat Islam adalah, yang pertama dan paling utama menerapkannya dulu dalam individu personal kader Partai Keadilan sebelum menyuarakannya pada orang lain. Oleh karena itu, syariat Islam bukanlah bualan politik. Ia adalah sebuah nilai yang harus diterapkan dalam kehidupan.
PK menyadari, jika syariat Islam benar-benar dipahami secara integral dan universal, maka tak kan ada kezhaliman terhadap wanita, non muslim atau praktek-praktek ketidakjujuran dalam segala tatarannya, baik dalam skala interaksi antar personal masyarakat maupun dalam skala negara. Sebaliknya, jika seseorang berbuat zalim apa pun itu, maka sebenarnya orang tersebut tidak sedang menjalankan syariat Islam, walaupun mungkin dalih yang digunakan berasal dari doktrin-doktrin suci agama. Sebuah pemahaman yang sangat diperlukan untuk menjadi solusi di tengah badai krisis moral di Indonesia dewasa.

The fail of the New Order Era has brought a blessing unto the cadres of missionary activities as known by the denomination Jamaah Tarbiyah. On the foundation of deliberations, the majority agreed to popularize the program for propagation trough the instrument of the Justice Party. Considering that the party as the extension means for propagation which being the nerve of the cadres who are relatively still youthful and idealistic. So that even the party program really conveys the realization of the missionary vision of propagation contained in a more popular and modem format. Popular since it keeps itself away from political targets floating in the air of uncertainties. Modern since what is being struggled for is Islam and its law.
The Justice Party never mad as cult of past heritance as a part of its presence in contemporary affairs. Whereas exactly what is being aimed for bay the Justice Party are the values of the universal Islam which is reflected in justice, equality in rights and obligations, the supremacy of the law, the fight against tyranny on the precepts of whatever case and the combat against despotism wrought by the powerful against the weak or the tyranny of the majority toward the minority and otherwise.
Within the concepts of such values the Justice Party even strides all openings which can serve as an avenue for the values of Islam, starting with the self-training, education, social-politic up to the struggle in the legislative ranks for constitutionalization of laws. The method to be adopted even distance anarchy, brutality, violence or even more terror. For the Justice Party cadres the good purposes should also be conducted by decent ways. One fundamental method which should be endeavored by the Justice Party in the struggle for the laws of Islam are, firstly and principally should done primarily among the individual cadres of the Justice Party before propagandizing it toward other people. Therefore, the Islamic Law should not be political big talking. This is one value that must be enacted in everyday life.
The Justice Party realizes that, if the Islamic Law is exactly integrally and universally comprehended, there will be no despotism against women, non-Muslims or unfair practices within its ranks. Whether on the level of internal interactions of the communal personality on the level of state affairs. Otherwise, if anyone conducts whatever despotic actions, he in fact does not follow the Islamic Law, event though under the pretences of the holy religious doctrines. A seriously needed understanding for the solution in the midst of the storm of moral crisis in Indonesia nowadays.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11858
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masykur
"Dewasa ini hermeneutika menjadi permasalahan yang menarik untuk dieksplorasi dan dianalisis. Hermeneutika pertama muncul berkaitan dengan kata hermeneia yang diungkapkan oleh Plato, Aristoteles, dan Philo. Signifikansi dan urgensi hermeneutika diperlukan sekali ketika ingin menjelaskan dan memahami realitas yang berkaitan dengan mitos dan agama. Untuk keperluan itu, interpretasi teks Ricoeur ini memberikan alternatif yang berbeda dengan hermeneutika Romantis dan hermeneutika ontologis-eksistensial.
Dengan permasalahan di atas, penulis mengambil judul Interpretasi Teks dalam Hermeneutika Paul Ricoeur. Dengan judul ini, ada tiga masalah dalam bentuk pertanyaan, yaitu: Pertama, apa yang dimaksud dengan interpretasi teks Ricoeur tersebut? Kedua, apa yang dimaksud dengan teks Ricoeur tersebut? Ketiga, bagaimana penerapan interpretasi teks Ricoeur dalam hubungannya dengan hermeneutika Romantis dan hermeneutika ontologis-eksistensial? Kerangka teori yang digunakan adalah bahwa teori interpretasi teks Ricoeur haaya dapat dipahami dengan memahami teks yang difiksasi dengan tulisan.
Tesis ini bersifat deskriptif-analitis yang tampak pada metode-metode yang digunakan. Tesis ini merupakan studi pustaka. Pustaka primer yang digunakan adalah The Conflict of Interpretations: Essays in Hermeneutics, Interpretation Theory: Discourse and the Surplus Meaning, dan From Text to Action: Essays in Hermeneutic. Sedangkan, pustaka sekunder yang digunakan adalah pustaka yang menjelaskan hermeneutika dan interpretasi teks Ricoeur. Persoalan interpretasi teks dalam hermeneutika Ricoeur dideskripsikan, dianalisis, dan diinterpretaslkan dengan metode deskripsi, metode pemahaman,dan metode hermeneutika Ricoeur yang didasarkan pada interpretasi teks.
Pada akhir pembahasan, penulis berefleksikan secara kritis dengan metode refleksi kritis. Inti sari dari tesis ini membahas pemikiran hermeneutika fenomenologis Ricoeur yang meletakkan interpretasi teks sebagai dasar metode hermeneutikanya. Interpretasi teks Ricoeur dapat digunakan untuk membaca makna yang tersembunyi dalam teks yang mengandung makna yang tampak. Interpretasi teks Ricoeur ini merupakan distingsi antara hermeneutika Romantis dan hermeneutika ontologis-eksistensial. Distingsi antara kedua hermeneutika itu tampak pada ontonomi teks dengan konsep apropriasi-distansiasi, erklaren-verstehen, dan tindakan penuh makna sebagai teks. Dengan demikian, sebagai refleksi kritis ada dua temuan dalam tesis ini. Pertama, bahwa interpretasi teks Ricoeur merupakan mediasi antara hermeneutika Romantis sebagai kutub obyektif dan hermeneutika ontologis-eksistensial sebagai kutub subyektif. Kedua, bahwa hermeneutika fenomenologis Ricoeur merupakan mediasi antara fenomenologi Husserl dan strukturalisme Saussure."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Affy Khoiriyah
"Penelitian ini berupaya menguak pemikiran politik Ibn Rusyd dalam menyikapi kondisi politik pada masanya. Karena penelitian ini terfokus pada seseorang dan pemikiran politiknya, maka biografi dan teks-teks yang menunjukkan sikap politiknya mendorong peneliti untuk membacanya dengan menggunakan metode hermeneutika sebagai metode untuk menyingkap makna atau signifikasi bagi obyek penelitian ini.
Dalam penelitian yang telah kami persembahkan ini, sedikit banyak layak untuk melukiskan pengetahuan kita tentang filosof Kordoba, Ibn Rusyd. Karena dalam penelitian ini Ibn Rusyd menampakkan nilai-nilai yang signifikan sebagai wacana "demonstratif' dan analisis-kritis dalam memproduk pemikiran politiknya secara teori dan praktek, sehingga kita bisa mengatakan dengan bangga bahwa dalam tradisi Islam yang kita miliki ada hal yang bisa dibenturkan untuk persoalan-persoalan yang tengah mencuat dalam gelanggang politik kontemporer, terlebih-lebih mengenai bangsa kita Indonesia yang tengah mengalami krisis multidimensi.
Lebih dari itu, menantang keberanian kita dan kemampuan kita dalam mengkritik berbagai sistem pemerintahan yang ditawarkan, seperti yang terjadi "di negeri dan zaman kita", sebuah ungkapan yang acapkali dikatakan Ibn Rusyd dalam satu-satu karya politiknya yang menjadi pokok dari obyek penelitian ini; yang bermaksud sebagai kecaman terhadap pemerintahan yang diktator pada masanya: sebuah hukum yang dikatakan Ibn Rusyd dengan istilah yang diciptakannya sendiri dengan istilah Wahdaniyyah Al-Tasalluth (kekuasaan yang egois), sebagai padanan dari kata Yunani, yatu: tirani.

This research attempt to explorer the political thought of Ibn Rusyd and his attitude within the politics' phenomenon during period of his life. Because this research focused on study about man and his political idea, therefore, I prefer to use hermeneutics' method for this research. Hermeneutic is a method to reveal the meaning and the significance of the object of this research (Biography and political teks of Ibn Rusyd).
This research can give us more information to straighten our perception about Cordoba Philosopher "Ibn Rusyd". Cause Ibn Rusyd -in this research- appears the significant values; demonstrative discourse and critical analysis to construct his political thought, within theoretical and practical field. Then we can say with rightfully proud that, in our Islamic tradition there is some thing we can use to face a contemporary political discourses, especially our state Indonesia with the multi dimensions crisis. More than that, Ibn Rusyd challenges ours courage's and capabilities to give critical opinion for all governmental system today, like what happen "in ours state and period". Ibn Rusyd repeatedly used this idiom in his political work which being the main object of this research. The aim of Idiom -"In ours state and period"- is to criticize dictator's government at his period or the system that lbn Rusyd called with term: Wahdaniyyah Al-Tasalluth (egoism power) same with term tyranny in Greek.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11941
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amar Makruf
""Pendekatan lslami" yang muncul dari pemikir Islam, sebagai pendekatan alternatif dari pendekatan barat yang materialis dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong kebangkitan kembali umat Islam. Tokoh dunia Islam kontemporer yang mempelopori pendekatan ini, Ismail Raji al-Faruqi, memandang selama ini landasan untuk mencari, mengembangkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi hanya didasari oleh akal semata dan mengabaikan wahyu. Pendekatan ini telah menimbulkan ketidakadilan sehingga timbul upaya untuk memperkenalkan kembali cara Islami yang pernah menghantarkan umat Islam berjaya di abad pertengahan.
Pandangan dan langkah ini ditemukan pula di Indonesia. Habibie dengan organisasi keislamannya, ICMI, berupaya mensinergikan nilai agama dan ilmu pengetahuan modern untuk menghindari terlucutinya nilai-nilai insani akibat pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak seimbang.
Pemikiran kedua tokoh ini mempunyai banyak persamaan yang dapat melengkapi khususnya untuk program mengembangkan Sumber Daya Manusia melalui metode yang tidak menyanipingkan aspek moral/agama dengan ilmu terapan.

Islamic approach as the alternate approach toward the western approach that considered materialism has supported the Renaissance of Islamic people. Ismail Raji al-Faruqi, the iniator of the alternate approach, views that the western epistemology is only based on ratio neglecting wahyu that caused injustice. So there must be an effort to change the situation by reintroducing Islamic approach.
The same view and measure are also found in Indonesia. BJ Habibie and Islamic intellectual association (ICMI) are trying to synergize religious and modern applied sciences and technology in the way of searching and utilizing science and technology to avoid dehumanization of human itself.
Habibie and al-Faruqi's thinking being considered to be complementary to each others, especially in their effort to develop human resources by doing the education program that not neglecting religious and applied science and technology.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13224
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Mura P.
"Jurgen Habermas adalah sosok Filsuf yang sudah tidak asing lagi. Ia pewaris pemikiran Madzhab Frankfurt. Pemikiran-pemikirannya terkenal sangat rumit dan sarat acuan-acuan filosofis. Mereka terkenal dengan Teori Kritis yang mengkritik positivisme sebagai saintisme karena mengadopsi metode ilmu-ilmu alam untuk menggagas unified Science. Teori Kritis berhasil membuktikan bahwa positivisme dengan berpura-pura objektif atau bebas nilai ternyata menyembunyikan kekuasaan dan mempertahankan status quo masyarakat dan tidak mendorong perubahan. Teori Kritis juga mampu membongkar kedok rasionalitas pencerahan yang disebut rasionalitas instrumental telah gagal mencapai tujuannya yang emansipatif yaitu membebaskan manusia dari perbudakan dan membangun masyarakat atas dasar hubungan antar pribadi yang merdeka sebagai subjek yang mengelola sendiri kenyataan sosial. Kegagalan Teori Kritis generasi. pertama adalah disebabkan terperangkap atas pengandaian filosofis dari Karl Marx yang mereduksi manusia hanya sebagai makluk yang bekerja. Kemudian Jurgen Habermas muncul sebagai pembaharu Teori Kritis dengan menggeser pradigma kerja ke paradigma komunikasi. Oleh karena itu dalam penelitian ini juga digambarkan bagaimana Habermas berdialog dengan Foucoult tentang kekuasaan, dengan Parson tentang krisis sosial dengan Popper mengenai falsifikasi dan terakhir bagaimana Habermas merumuskan hermeneutika kritis yang megadopsi psikoanalisa untuk menggabungkan explaination dan understanding yang mengarah pada metode refleksi diri. Oleh karena itulah Teori Kritis ini mampu diterapkan dalam berbagai Studi sosial seperti dalam penelitian sosial kritis, kebijakan negara dan kebijakan sosial, kontrol sosial, budaya pop analisa wacana dan media massa, kajian jender, psikologi sosial, sosiologi pendidikan, gerakan sosial, metode penelitian, ras dan etnisitas, politik mikro, pendidikan, Serta pembaharuan sosiologi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mabroer MS
"Hubungan antara Timur dan Barat, khususnya Islam dan Barat banyak mengalami pasang dan surut. Terkadang kedua kutub tersebut mampu menjalin komunikasi yang harmonis, namun acapkali suasana hubungan tersebut diwarnai ketegangan. Dan, salah satu puncak ketegangan tersebut adalah peristiwa pengeboman bunuh diri dengan menggunakan pesawat terbang terhadap gedung WTC di New York. Bagi Amerika Serikat yang selama ini diposisikan sebagai kiblat Barat itu, serbuan tersebut benar-benar telah mempermalukan sekaligus meruntuhkan kedigdayaan AS. Dengan mengabaikan isu demokrasi seperti HAM serta supremasi hukum, Amerika Serikat langsung melakukan invasi militer ke Afghanistan karena dianggap menjadi sarang para teroris yang telah menyerbu gedung WTC. Setelah itu, Amerika Serikat dibawah kendali Presiden AS Goerge W.Bush juga melakukan tindakan serupa di Irak. Meski tuduhan bahwa pemerintahan Saddam Husain telah menyimipan senjata pemusnah massal serta berkongsi dengan para teroris, khususnya para aktifis AL-Qaidah itu tidak terbukti, namun AS terlanjur mengambilkan keputusan untuk melakukan tindakan unilateral yang menyebabkan ribuan nyawa warga sipil berjatuhan. Tempo dulu, konflik antara Barat dan Timur juga telah terjadi yakni dalam Perang Salib yang berlangsung lebih dari 200 tahun. Akibat konflik tersebut, ribuan nyawa dari kedua belah pihak telah menjadi korban. Salah satu kerugian terbesar yang diderita oleh umat Islam adalah runtuhnya peradaban dan berpindahnya niiai-nilai tersebut ke Barat. Namun, dibalik sejarah konflik yang cukup panjang tersebut, sebetulnya ada satu hal yang patut dicatat bahwa antara Barat dan Timur dalam konteks teologis merupakan realitas yang unik karena keduanya yakni Islam dan Kristen sama-sama tergolong sebagai agama samawi.
Indonesia, sebagai salah satu negara yang berpenduduk mayoritas muslim juga tak lepas dari sejarah panjang dan konflik tersebut. Meski tidak mempunyai pengalaman langsung terhadap Perang Salib, namun nilai-nilai historis dari peristiwa itu juga tumbuh di Indonesia bersama dengan perkembangan Islam itu sendiri. Oleh karena itu, acapkali reaksi sebagian umat Islam di Indonesia terkesan cukup keras dalam merespon setiap kejadian maupun kebijakan pihak Barat yang dinilai lebih banyak didasari oleh sikap diskriminatif. SaIah satunya adalah proses stigmatisasi yang dilakukan secara sistemik pihak Barat terhadap Islam sehingga membuat posisi Islam terpojok karena melihat Islam sebagai sebuah ancaman seperti yang digambarkan Samuel P. Huntington. Diantara contoh dari proses stigmatisasi tersebut adalah berbagai kebijakan baik politik maupun yuridis dari Amerika Serikat dan beberapa negara Barat lainnya pasca pertiswa 11 September 2001 yang cenderung memojokkan Islam. Terlebih lagi, tuduhan bahwa pelaku dari pengeboman WTC tersebut adalah aktifis muslim juga masih menimbulkan tanda tanya besar, namun AS langsung mengambil kebijakan untuk menyerbu Afghanistan dan Irak. Padahal, kedua negara tersebut mayoritas berpenduduk muslim sehingga menimbulkan berbagai kecurigaan dan tafsiran. Kebijakan AS tersebut merupakan salah satu puncak dari proses sdgmatisasi yang mereka Iakukan terhadap Islam melalui obyek kewilayahan (Timur tengah).
Sikap Amerika Serikat dan sekutunya itu telah menyulut reaksi keras dari berbagai kalangan, khususnya umat Islam, tak terkecuali juga umat Islam di Indonesia. Sesuai dengan terra darn tesis ini, maka fokus utama yang disorot dalam tulisan ini adalah reaksi serta berbagai kemungkinan yang menyebabkan munculnya reaksi tersebut. Bahkan, pada awal serangan Amerika Serikat ke Afghanistan, beberapa aktifis muslim juga melakukan pendaftaran bagi relawan yang berkenan untuk menjadi pejuang bagi pembebasan Afghanistan dari cengkraman Amerika Serikat dan Inggris yang diklaim sebagai new colonialis.
Selain itu, ada juga reaksi lebih lunak yang dilakukan oleh beberapa organisasi Islam, seperti NU dan Muhammadiyah. Namun, agak berbeda dengan ormas Islam lainnya, NU dan Muhammadiyah mewujudkan sikapnya itu dalam bentuk imbauan dan seruan agar Amerika Serikat tidak melakukan invasi. Seruan serupa juga disampaikan masyarakat Internasional, tak terkecuali juga masyarakat non muslin yang peduli terhadap nasib dan derita rakyat sipil di Afghanistan maupun Irak. Namun, berbagai seruan maupun reaksi tersebu tidak mampu mengubah kebijakan AS.
Akibat dari kebijakan AS yang cenderung diskriminatif tersebut, secara tdak langsung telah membawa implikasi terhadap umat Islam di Indonesia. Salah satu bentuknya adalah sikap kritis, sensitif dan cenderung reaktif terhadap berbagai kebijakan Barat yang dianggap telah melecehkan Islam. Dalam konteks ini, mereka acapakali dikategorikan sebagai kelompok Islam radikal karena cenderung memilih garis perjuangan yang konfrontatif. Diantara tema-tema perjuangan yang mereka sebarkan adalah penegakan syariat Islam yang diyakini dapat mengakhiri krisis multidimensional itu."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14875
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hasanuddin Wahid
"Perang sebagai sebuah institusi sosial tertua di dunia, sampai detik ini tetap menjadi isu yang paling mematikan dalam sejarah umat manusia. Perangdalam banal ( hampir semua orang-terkait erat dengan penggunaan kekerasan, tipu muslihat (kelicikan), irrasional, penghancuran, kenestapaan, dan despotisme. Perang bukanlah soal politik atau diplomasi ataupun konsep-konsep modem lainnya. Perang adalah sesuatu yang sangat primitif, dan menyangkut rasa kebencian yang mendalam dan sulit dijelaskan.
Penelitian ini berusaha untuk melakukan kajian terhadap perang melalui karya Clausewitz On War dengan menggunakan pendekatan filosofis demi membuktikan apakah perang identik dengan pemahaman umum di atas. Terkait dengan masalah perang ini, peneliti berupaya menelitinya dengan menggunakan pendekatan konstruktivis/perspektif untuk memperoleh kejelasan seperti apakah sebenarnya pemikiran perang itu berdasarkan karya Clausewitz On War. Lebih dari itu, penelitian ini sebenarnya dikonsentrasikan untuk menelaah secara filosofis konsepsi Clausewitz tentang perang, sebab perang bagi Clausewitz tidaklah identik dengan irrasionalitas, penuh kebiadaban dan primitif. Penelitian ini mengungkapkan bahwa perang dalam pandangan Clausewitz hanyalah merupakan alat dari politik (tujuan nasional sebuah bangsa). Perang bukanlah sebuah tujuan melainkan hanyalah alat dari politik (kebijakan/tujuan nasional) sebuah bangsa. Perang itu sendiri bersifat konstan, sedangkan tata cara, alasan berperang, strategi, taktik, skala ataupun bentuknya berubah-ubah dari waktu ke waktu. Dengan demikian, Clausewitz melihat bahwa perang bukan hanya tindakan politik, namun juga alat politik yang nyata, suatu kelanjutan dari perdagangan politik, upaya untuk mencapai yang sama namun melalui jalan yang berbeda. Pandangan politik adalah tujuannya, perang adalah sarananya dan dalam konsepsi Clausewitz, sarana harus selalu tercakup dalam tujuan. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa didalam On War ditemukan koordinasi yang kuat antara filsafat dan pengalaman. Sejumlah penlikiran filosofis tentang perang dalam On War banyak memperoleh pengaruh dan Machiavelli, Hegel dan Kant. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa Clausewitz melalui karyanya On War juga menegaskan bahwa masalah perang dapat dipelajari secara logis-ilmiah dengan pendekatan-pendekatan filosofis. Pada akhirnya, penelitian ini membuktikan bahwa perang tidaklah identik dengan penggunaan kekerasan yang buta tanpa batas, biadab, primitif dan tidak dapat dikendalikan. Selain perang bukanlah monopoli para jenderal militer. Meski Clausewitz menyatakan bahwa object perang adalah vernichtung (penghancur leburan) kekuatan musuh secara total, Clausewitz justru menunjukkan bahwa perang itu memiliki logikanya sendiri dimana penggunaan kekerasan dapat diukur dan dibatasi oleh sesuatu di Iuar perang itu sendiri. Perang selalu berada dibawah pada tujuan politik ekstemal yang menentukan luas dan sifat kekerasan yang hendak diterapkan. Perang dibenarkan hanya pada saat hal tersebut secara rasional digunakan untuk kepentingan masyarakat luas.

War is an oldest social institution in the world until this moment had been issue which is most killing issue in history of mankind. War-in almost human mind-related to the violence usage, gimmick, irrational, devastation, sorrow and despotism, war is not a politic manner or diplomation or others modem concept. War is something which is very primitive and concerning deep hatred which is hard to be explained. This research try to conduct study as to war by Clausewitz's work On War with using philosophical approach by proof what is identical war with general understanding above. Related to this war problem, researcher tries to research with using constructivist/perspective approach for getting clarity as what is truly that was opinion according to Clausewitz's work On War. More than it, this research is actually concentrated for analyzing philosophically Clausewitz's conception about war, because war for Clausewitz is not identical with irrational, hatred and primitive. This research was showed that war in Clausewitz's opinion is merely tool from politic (national aim in a nation). War is not a means but is merely tool of politic (policy/national aim) a nation. War it self had the quality of constant whereas procedures, wage war's reason, strategy, tactics, scale or its form fluctuated from time to time. Thereby, Clausewitz saw that war is not merely political action, but also real political action, a continuation of political commerce, effort for reaching the same thing but using the different way. Political view is the aim, war is the tool and in Clausewitz's conception, a tool is always come within in the aim.
This research also showed that inside On War can be found strong coordination between philosophy and experience. Amount philosophy view about war in On War a lot of obtaining influence from Machiavelli, Hegel and Kant. Beside that, this research also showed that Clausewitz by his work On War also affirmed that war problem can be studied logically-scientific with philosophical approach. In the end, this research showed that war is not identical with blind of violence usage, barbaric, primitive and can not be controlled. Beside that, war is not military General's monopoly. Although Clausewitz expressed war object is Vernichtung (destruction) enemy's strength totally, Clausewitz exactly showed that war have its logic where violence usage can be measured and bordered by something outside the war it self. War always exists under external political target in determining wide and nature of hardness which will be applied. War is merely agreed at the time of mentioned above rationally is used for the sake of wide society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17340
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Sumakto
"Tulisan ini merupakan suatu refleksi terhadap perkembangan pemikiran [teori] hukum dan filsafat hukum Kelsen. Bertolak dari keinginan memperoleh pemahaman yang lebih lengkap mengenai konstruktivisme [epistemologi] hukum dalam perkembangan Teori Hukum Murni Kelsen itu. Kajian ini bertujuan menguji dan mengkritisi klaim bahwa apakah benar teori hukum yang dikembangkan Kelsen itu merupakan "Teori Murni", atau sebaliknya pasti "tidak murni". Dalam mengkonstruksi Teori Hukum Murni, Kelsen menekankan pada "kemurnian" dengan berusaha membebaskan obyeknya dari segala sesuatu yang bukan hukum. Kemurnian teori ini ialah independensi ("kemandirian") hukum sebagai satu obyek kognisi ilmiah. Karena teori itu terarah pada kognisi yang difokuskan pada hukum itu sendiri, dan kemurnian ini berlaku sebagai "prinsip dasar metodologisnya".
Pertanyaan-pertanyaan pokok [inti] yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah Kelsen mengembangkan "konstruktivisme" [epistemologi] hukum dalam menyusun "kemurnian" teori hukum pada keseluruhan pandangan Teori Hukum Murni?; (2) Apakah Teori Hukum Murni Kelsen dipengaruhi oleh epistemologi neo-Kantianisme? Terutama pengaruh dari pengetahuan transendental Kant yang dikembangkan oleh kaum neo-Kantian; (3) Apakah Kelsen mampu mempertahankan konsistensi ide-ide dan pemikirannya yang dikonstruksi sendiri dalam perkembangan keseluruhan [struktur] Teori Hukum Murni?
Untuk itu, penelitian ini hendak membuktikan, yaitu: seandainya "kemurnian" dari teori hukum Kelsen mampu dipertahankan dari pengaruh elemen-elemen bukan hukum, [atau dengan kata lain, bisa dijamin dalam dua arah, yaitu melawan klaim dari sudut pandang sosiologis dan klaim dari teori hukum kodrat] dari sejak face awal sampai pada perkembangan terakhir dari teori hukumnya itu ketika ia meninggal, maka teori hukum Kelsen bisa disebut sebagai Teori Hukum Murni. Namun, sebaliknya jika "kemurnian" dari teori itu tidak berhasil dipertahankan dan Kelsen mulai meninggalkan konstruktivisme [epistemologi] hukum sebagai landasan Teori Hukum Murni, bagaimanakah bentuk terakhir Teori Hukum Murni Kelsen?
Teori Hukum Murni Kelsen kerapkali dinisbatkan kepada tradisi positivistis dan tradisi pemikiran neo-Kantian. Perkembangan Teori Hukum Murni tidak dapat dilepaskan dari [mengabaikan] pengaruh tradisi positivistis dan tradisi neo-Kantian. Kecenderungan tradisi filosofis yang berbeda dalam pemikiran Kelsen ini tidak hanya sulit didamaikan, tetapi juga sangat bertolak belakang [bertentangan] secara radikal satu sama lain. Karena itu, sejumlah ide Kelsen yang berasal dari salah satu tradisi ini hams dihilangkan [diabaikan] dalam rangka menjadikan Teori Hukum Murni yang utuh. Tradisi manakah yang patut dipertahankan, itu hares ditelusuri konstruksi pemikiran Kelsen melalui penelitian ini sehingga ditemukan apakah pandangan positivistis atau pandangan Kantian menjadi pilihan ini.
Penelitian ini telah memeriksa dan menunjukkan bahwa Kelsen melakukan refleksi dengan menggunakan teori pengetahuan Kant [epistemologi Kant] dalam membekikan pendasaran transendental dari teori Murni. Namun, argumen Kelsen mengenai "Grundnorm" ("Norma dasar"), atas nama kategori hukum fundamental, berfungsi sebagai pengandaian ilmu hukum yang perlu bersifat hipotetis dan dipahami sebagai "dasar" terakhir bagi keabsahan seluruh sistem; bagaimanapun tetap saja problematis, ketika dirumuskan dan ditafsirkan dalam memberikan satu landasan neo-Kantian bagi Teori Hukum Murni. Konsepsi norma dasar ini diajukan, sebagai mendasari keabsahan obyektif dari hukum sebagai satu kesatuan sistem norma-norma hukum yang mengikat. Namun, solusi Kelsen mengenai masalah menetapkan keabsahan hukum ini masih tidak memuaskan dan doktrin norma dasar sebagai kategori transendental selalu memperoleh kecaman dan penolakan dari para filsuf hukum. Upaya Kelsen menjelaskan konsep keabsahan sebagai kekuatan mengikat sesuai dengan konsepsi positives dan ilmu hukum berdasarkan doktrin norma dasar dapat disimpulkan telah berakhir dengan kegagalan.
Kelsen tidak mampu menjelaskan status norma dasar dalam memberi landasan kepada keabsahan hukum. Apakah "norma dasar" hanya merupakan asumsi konseptual atau sebagai norma yang sejati dan mengikat? Ketidakmampuan Kelsen menjelaskan status norma dasar yang dinilai oleh ilmuwan hukum sebagai membingungkan dan mengacaukan bagi suatu sistem hukum. Penolakan terhadap argumen Kelsen ini karena kita menemukan ketidakkonsistenan radikal dalam teori Murni, Ketidakkonsistenan radikal antara doktrin pengandaian dan positivisme hukum dalam Teori Hukum Murni secara prinsip timbul ketika Kelsen mengusulkan pemecahan persoalan keabsahan hukum melalui doktrin pengandaian, di satu pihak, dan cara di mana ia mengusulkan kesesuaiannya dengan positivisme hukum, di pihak lain. Dalam menutup persoalan ini, Kelsen tidak mampu mempertahankan konsistensi dari pemikirannya yang dikonstruksi sendiri dalam perkembangan keseluruhan [struktur] Teori Hukum Murni?
Kelsen tetap memakai peranan norma dasar tampil dalam perkembangan terakhir dari Teori Hukum Murni. Dalam General Theory of Norms, 1991 Kelsen menggambarkan keabsahan dipengaruhi norma dasar dalam silogism teoritis (meliputi pernyataan ilmu hukum, bukan norma-norma itu sendiri). Di sini, Kelsen mengklaim norma dasar qua fiksi [khayalan]. Tetapi ini sepenuhnya tidak konsisten, norma fiksi tidak dapat mensahkan norma positif dan pernyataan-pernyataan ilmu hukum tidak dapat mensahkan atau menciptakan norma-norma. Kelsen telah menggambarkan penggantian keabsahan proposisi-proposisi dengan proposisi juridis-deontik mewakili, inter alia, pembebasan karakter ilmu hukum normatif, dan peranan logika dalam hukum ditampilkan [di mana Kelsen mengklaim bahwa tidak ada logika norma-norma]. Teori Hukum Murni dikuruskan oleh Kelsen dari landasan neo-Kantian yang telah dijadikan teori, dalam bentuk klasiknya, dikenal sebagai hampir khas [spesifrk]. Perkembangan konsepsi Kelsen mengenai peranan logika norma-norma benar-benar menggambarkan konsekuensi-konsekuensi terakhir dari pemikiran Kelsen sebelumnya, dengan mengeluarkan rasio seluruhnya dari dunia normatif Karena itu, dapat disebutkan di sini, "normative irrationalism" merupakan bentuk akhir teori Kelsen. Karya Kelsen sebagai versi final dari Teori Hukum Murni ini telah meninggalkan ciriciri yang paling berbeda dari teori ini. Apakah Kelsen mengalami kesulitan dengan teorinya sehingga irrasionalisme normatif perlu dikonstruksi untuk memecahkan? Dalam karya Kelsen yang terakhir ini kita melihat kekuatan Teori Hukum Murni, yaitu norma dasar qua kategori transendental telah digantikan dengan fiksi. Kajian ini ditutup dengan meminjam kata-kata Michael Hurtney, bahwa karya terakhir ini merupakan benih-benih kontradiksi dan Kelsen di sini dipengaruhi "dekonstruksi"-[nya] sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khayrurrijal
"Penekanan bahwa keraguan memiliki kegunaan dalam mencapai kebenaran seolah menetapkan bahwa keraguan merupakan sebuah jalan yang sah untuk mencapai kebenaran. Namun, hal tersebut tidak demikian adanya. Al-Attas melancarkan kritik yang serius terhadap hal tersebut dari sudut epistemologi Islam. Ia mengungkapkan dalam Prolegomena to The Metaphysics of Islam, bahwa tidak ada bukti kuat bahwa keraguanlah yang mengantarkan seseorang kepada kebenaran dan bukan sesuatu yang lain. Kritik tersebut memiliki nilai yang serius jika lebih lanjut ditelusuri. Kuiditas keraguan dan kebenaran serta hubungan yang ada di antara keduanya menunjukkan sesuatu yang tidak kausalitatif. Keraguan nyatanya dapat melampaui kepada kondisi lain selain kebenaran dan hal itu berarti bukan kebenaran.

The Emphasizing on the thought that doubt has usefulness in achieving the truth as if affirms that doubt is a correct path to arrive to the truth; nevertheless, in fact it is different. Al-Attas made a serious critic on the thesis through the Islamic epistemology. In his book Prolegomena to the Metaphysics of Islam, Al-Attas said that there is no valid evidence if there is nothing else but the doubt that leads someone to arrive to the truth. These critics have significant values if we elaborate them further. The relationship between the doubt and the truth show something that is not causal. The doubt, in fact, can exceed to other condition in spite of the truth, and it means not the truth."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S16197
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stevanus
"Teknologi adalah salah satu simbol keberhasilan manusia dalam eksistensinya di alam ini; dengan teknologi, manusia berhasil mengambil jarak, bahkan membedakan dirinya dari alam dan makhluk lainnya. Teknologi menjadi "alat" untuk menjelaskan keberadaan manusia sebagai makhluk yang menjelaskan realitas di alam ini. Oleh karena itu, teknologi tidak hanya digunakan sebagai alat pemuas kebutuhan manusia dan pengetahuan, akan tetapi lebih daripada itu, teknologi menjadikan manusia seperti "tuhan". Teknologi di abad ke-21 merupakan "jalan" agar manusia dapat menampilkan kekuatannya, yang seolah-olah kekuatan itu hanya bisa dibandingkan dengan kekuatan Tuhan yang umumnya digambarkan sebagai Sumber dari segala sesuatu atau Ada Yang Tertinggi. Itulah sebabnya, motif manusia dalam memperkembangkan teknologi di abad ke-21 ini adalah motif untuk menjadi seperti"tuhan".

Technology is one of the symbols of success in human existence in this nature; with technology, people have been successful in taking the distance, even to distinguish himself from nature and other beings. Technology become a "tool" to explain human existence as beings, which explains this reality on the nature. Therefore, technology is not only used as a tool of human needs satisfaction and knowledge, but more than that, technology makes the man as "god". Technology in the 21st century is a "way" to showing the human power. The power seems that it can only be compared with the power of God that is generally described as a Source of all things or It"s the Top. That is why, the motive in development of human technology is to be as "gods"."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S16036
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>