Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edy Wahyono
Abstrak :
ABSTRAK
Perubahan Struktur Organisasi merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap organisasi. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk mendukung tercapainya visi organisasi.

Badan Kepegawaian Negara telah mengaiami beberapa kali perubahan; yang terakhir sebagai akibat diundangkannya Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Undang-undang tersebut mengatur pemberian kewenangan administrasi kepegawaian kepada daerah yang sebelumnya menjadi kewenangan Badan Kepegawaian Negara. Pemberian kewenangan ini membawa konsekwensi berkurangnya kewenangan Badan Kepegawaian Negara.

Sejalan dengan itu Badan Kepegawaian Negara telah merubah fungsinya dari fungsi administratif menjadi fungsi Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (Affandi, 1998). Dengan berubahnya fungsi tersebut mengakibatkan perubahan pada Struktur Organisasi Badan Kepegawaian Negara. Walaupun perubahan struktur Organisasi disebabkan karena beberapa faktor, dalam penelitian ini faktor-faktor yang diteliti dibatasi pada berbagai variabel yang mempengaruhi Struktur Organisasi, variabel tersebut meneakup; strategi, besaran organisasi (size), wewenang, teknologi dan teknologi informasi.

Dan hasil penelitian diperoleh gambaran, bahwa pada awalnya variabelvariabel tersebut cukup signifikan berpengaruh terhadap struktur organisasi, namun dalam perkembangannya struktur tersebut sudah kurang efektif lagi, karena perubahannya lebih banyak berdasarkan pertimbangan politis dari pada efektifitas organisasi.

Oleh karena itu disarankan untuk mengkaji ulang beberapa kebijakan pembentukan Kantor Wilayah Badan Kepegawaian Negara atau peninjauan kembali struktur Badan Kepegawaian Negara yang lebih menitikberatkan pada jabatan fungsional dari pada jabatan struktural.
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Harnanto
Abstrak :
Ditjen Perlindungan HAM sebagai unit organisasi yang baru tidak luput harus menyampaikan akuntabilitas kinerjanya. Berkaitan dengan hal tersebut maka setiap anggaran yang dikeluarkan pada setiap pelaksanaan kegiatan perlu disusun dengan pendekatan kinerja. Masalah pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan kualitas sumberdaya manusia dan sistem informasi terhadap proses penyusunan anggaran berbasis kinerja. Tinjauan pustaka mengindikasikan bahwa proses penyusunan anggaran berbasis kinerja yang merupakan suatu perencanaan berhubungan erat dengan kualitas sumberdaya manusia dan sistem informasi. Indikator kualitas sumber daya manusia mengacu pada pendapat Matindas (1997:102-103) menyebutkan bahwa pengembangan mutu sumber daya manusia bukan saja dengan mengirim ke lembaga-lembaga pendidikan tetapi juga meliputi pula hal-hal yang merupakan unsur kenyataan internalnya sepeti keyakinan, nilai dan kecenderungan. Indikator sistem informasi antara lain mengacu pada pendapat Halim (2002:112-113 mengatakan bahwa sasaran yang harus dicapai oleh sistem informasi adalah sebagai berikut : a) informasi yang dihasilkan harus tepat pada waktunya, b) Biaya harus dibuat seminimal mungkin, c) Sistem informasi harus sederhana dalam arti mudah dipahami, d) Dapat melayani kebutuhan. Karyawan dalam Halim, 2002:230-231 menyebutkan bahwa proses penyusunan anggaran kinerja maka setiap unit kerja haws mempunyai : a) Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) unit kerja, b) Tujuan dan sasaran pokok, c) Program dan kegiatan, d) Indikator kinerja dan e) Target kinerja. Penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 73 responden dari populasi sebanyak 90 orang. Sebelum dilakukan analisa, instrumen diuji terlebih dahulu validitas dan reliabiltasnya. Kemudian data dianalisis berdasarkan frekuensi, median, modus dan crosstab. Setelah itu dilakukan analisis hubungan antar variabel penelitian dengan metode korelasi non-parametric Spearman's Rho. Temuan dari penelitian ini, ternyata dengan tingkat kepercayaan 99 % terdapat hubungan yang kuat antara variabel kualitas sumberdaya manusia dengan variabel proses penyusunan anggaran berbasis kinerja sebesar 0,762. Begitu juga hubungan antara variabel sistem informasi dengan variabel proses penyusunan anggaran berbasis kinerja mempunyai hubungan yang kuat yakni sebesar 0,796. Implikasi dari temuan penelitian, untuk mengoptimalkan penyusunan anggaran berbasis kinerja diperlukan : a) pendidikan dan latihan terutama mengenai perencanaan yang berkaitan dengan perencanaan penganggaran berbasis kinerja, b) kesempatan bagi seluruh personil ikut serta dalam proses perencanaan, c) diberikan kesempatan/waktu Iuang yang lebih baik lagi bagi personil untuk mengembangkan did, d) peningkatan kinerja pegawai dalam pelaksanaan tugas secara tepat waktu, e) penyiapan SAM yang memadai sehingga sistem informasi yang ada lebih dimanfaatkan secara optimal, f)diadakan analisis jabatan mengenai tugas pokok dan fungsi sehingga didapat benang merah yang jelas perbedaan antar tugas pokok dan fungsi antar unit kerja, g)standarisasi yang jelas untuk membuat indikator.kinerja berupa angka numerik atau yang dapat diperbandingkan secara spesisfik sehingga mempermudah pengendalian/pengawasan anggaran dalam rangka mencapai tujuan sasasran yang ingin dicapai oleh Ditjen Perlindungan Hak Asasi Manusia.
The Directorate General of Human Right Protection as a new unit has to give its performance accountability. In accordance with that, each expenditure in every activity needs to be arranged by performance approach. This research mainly focus in how the correlation of the quality of human resources and information system with the arrangement of budgeting process based on working performance. From library reference, it indicates that budgeting process through performance is a plan that is closely related to the quality of human resources and information system. Based on Matindas' statement (1997:102-103) about the indicator of the quality of human resources, which stated that developing he quality of human resources is not only by sending to the course or training but also including the reality internal aspects, such as believe, value and tendency. And referring to Halim's statement about the indicator of information system which stated that the targets that has to be reached out are as followed; a) the information needs to be actual, b) minimize the cost, c) the information has to be simple and easliy understood, d) it can fulfill the needs. In addition, Halim stated (2002:230-231) that in the process of arranging the working performance budget, every working unit needs to have: a) main duty and function of working unit, b) purpose and main goal, c) program and activity, d) performance indicator, e) performance target. This research covers primer and secondary data and 73 respondents from 90 people population. Before doing the analysis, the validity and reliability of the instruments are tested. Then, the data is analyzed based on to frequency, median, modus and crosstab. After that, the correlations between research variables are analyzed by using non-parametric Spearman's Rho correlation method. The findings of this research with the degree of reliability 99 0/0 actually has a strong correlation between the quality of human resources variables and the process of arranging budget based on working performance which is 0.762. And the correlation between information system variables and the process of arranging budget based on working performance also has a strong correlation, which is 0.796. The implication of the findings is that in order to optimize the budget arrangement based on working performance needs: a) course and training mainly on the design of budget based on performance, b) chance for every officials to be involved in the designing process, c) a better chance/time for every officials to develop themselves, d) enhance the officials performance in performing the tasks in an accurate time, e) prepare a qualify human resourse to optimize the existing information system, f) perform a function analysis about main duty and function in order to get a clear red line about the differences of main duty and function between working unit, g) a clear standardization to make a working performance indicator in numeric or other tools that can be compared in a specific way to make an easier budget controlling/monitoring in order to reach the target of the Directorate General of Human Right Protection.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aksamil Khair
Abstrak :
Produk alas kaki merupakan salah satu komoditi ekspor andalan Indonesia. Industri alas kaki terbukti memasukan devisa yang cukup besar kepada negara, di samping itu industri alas kaki juga menyerap tenaga kerja yang cukup besar (tahun 1998 lebih dari 380 ribu). Dalam beberapa tahun terakhir nilai ekspor alas kaki Indonesia mengalami penurunan, penurunan tersebut semakin tajam pada saat Indonesia dilanda krisis. Salah satu penyebab merosotnya nilai ekspor produk alas kaki disebabkan karena semakin ketatnya persaingan di sektor ini, serta tingginya tingkat ketergantungan terhadap bahan baku dan bahan pendukung impor (70%). Daya saing produk alas kaki Indonesia di pasar AS semakin menurun, akan tetapi pada saat yang bersamaan daya saing produk yang berasal dari negara pesaing semakin menguat, ini ditandai dengan nilai ekspor Indonesia menurun sedangkan nilai ekspor negara pesaing justru sebaliknya. Agar kondisi ini (semakin melemahnya daya saing) tidak terns berlanjut, maka diperlukan suatu strategi dalam rangka meningkatkan keunggulan daya saing produk alas kaki tersebut khususnya untuk pasar AS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi kekuatan daya saing produk alas kaki Indonesia di pasar AS dan mencari solusi alternatif strategi yang akan diterapkan dalam upaya peningkatan daya saing. Keterkaitan antara kebijakan pemerintah, pelaku industri, organisasi non pemerintah, asosiasi dan sektor swasta lainnya adalah hal yang juga menjadi perhatian. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), ternyata bahwa kekutan daya saing produk alas kaki Indonesia semakin melemah, ini ditandai dengan nilai RCA yang semakin menurun. Untuk menentukan alternatif strategi, digunakan teknik proses hirarki analitik yaitu permodelan dengan menggunakan skala prioritas. Dengan mengunakan metode ini diperoleh bahwa Faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya peningkatan daya saing produk alas kaki Indonesia adalah : Kondisi Faktor; Kondisi Permintaan; Industri terkait dan Pendukung; Strategi, Struktur dan Persaingan; Kebijakan Pemerintah; Kesempatan/Peluang. Pelaku yang berpengaruh dalam upaya peningkatan daya saing adalah pemerintah, industri, industri pemasok, asosiasi, lembaga keuangan (perbankan), lembaga standar Amerika Serikat dan negara pesaing. Terdapat tiga alternatif strategi dalam upaya peningkatan daya saing, prioritas pertama adalah penguasaan teknologi, alternatif ini dua kali lebih penting dari pada alternatif yang lain, yaitu penciptaan iklim usaha yang kondusif serta peningkatan pemakaian bahan baku dalam negeri. Dewasa ini penguasaan teknologi adalah sesuatu yang mutlak diperlukan karena produk yang dihasilkan dengan teknologi akan lebih mampu bersaing. Semua ini sangat bergantung pada komitmen dari semua pihak baik pemerintah, dunia industri dan pihak terkait lainnya untuk menyadari sepenuhnya, bahwa agar daya saing produk alas kaki tidak terus melemah, harus dicarikan alternatif strategi untuk dapat mengatasinya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Anggiat M.
Abstrak :
Pembinaan Aparatur Pemerintah yang dalam hal ini adalah Pengawai Negeri Sipil merupakan Condition Sine Qua Non guna membentuk sosok aparatur yang profesional dan berkualitas. Pembinaan dimaksud dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang terdiri dari Diklat Struktural, Diklat Teknis dan Diklat Fungsional yang kesemuaanya sebagai suatu sistem. Pada kesempatan ini penulis hanya mengetengahkan salah satu Diklat Struktural yaitu Diklat Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama (SPAMA) yang mempersiapkan pegawai untuk menduduki jabatan eselon III. Jabatan ini sangat strategis dilingkungan pemerintahan, rnengingat pejabat tersebut dituntut mampu memimpin, membimbing dan menguasai pengetahuan serta ketrampilan dalam pelaksanaan kegiatan dan program. Selain itu juga dituntut mampu berperan selaku staf untuk menampung dan menganalisis serta menyiapkan konsep berupa telaahan staf dalam rangka peningkatan pelayanan pemerintahan. Mengingat betapa strategisnya keberadaan Diklat SPAMA bagi PNS, maka komitmen pimpinan merupakan keharusan dalam pembinaan PNS. Dalam kaitan ini pemerintah telah menetapkan PP Nomor 14 dan 15 Tahun 1994, kemudian ditindak lanjuti oleh LAN selaku Instansi Pembina Diktat dengan menerbitkan berbagai pedoman sebagai alat sebagai alat (tool) yang efektif untuk meningkatkan kualitas aparatur pemerintah. Namun kenyataannya bahwa Diklat SPAMA belum sebagaimana diharapkan, hal ini dapat dilihat pada Departemen Agama, Departemen Sosial, Departemen Penerangan, Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Perhubungan belum sepenuhnya dilakukan dengan perencanaan yang matang, pelaksanaan yang baik serta pemanfaatan yang tepat. Oleh karena itu untuk Diktat SPAMA yang efektif, seyogianya diawali dengan analisis kebutuhan Diklat (Training Needs Analysis) dan atas dasar kebutuhan dimaksud dirumuskan program Diklat SPAMA yang benar-benar sebagai bagian integral dari pengembangan kualitas aparatur pemerintah.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sapta Dwikardana
Abstrak :
ABSTRAK
Sistem Hubungan Industrial pada waktu tertentu di dalam sejarah perkembangannya terdiri dari aktor-aktor tertentu yaitu serikat pekerja, pengusaha atau asosiasi pengusaha, dan pemerintah; konteks tertentu; dan suatu ideologi tertentu yang mengikat. Sistem Hubungan Industrial Pancasila merupakan konsep mengenai bentuk hubungan kerja yang dianggap mampu menjamin kepentingan pengusaha maupun para pekerja, dan juga. dianggap mampu menjamin stabilitas pembangunan nasional, melalui industrial peace.

Kondisi-kondisi tersebut diciptakan oleh aktor-aktor di dalam sistem Hubungan Industrial Pancasila, yaitu Pekerja Pengusaha Pemerintah yang diwakilkan kepada SPSI , APINDO, DEPNAKER Jadi, kekuatan relatif dari ketiga aktor tersebut menentukan proses maupun prosedur untuk pembuatan keputusan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan ketenagakerjaan, seperti kondisi kerja, upah, jam keija, jaminan sosial, kesehatan dan kcselamatan kerja, serta tunjangan dan fasilitas lainnya. Sebagai realisasi, Pemerintah dan Jegislatif telah menyetujui UU Jamsostek, menetapkan Upah Minimum Regional (UMR), serta membentuk Lembaga Tripartit yang bersifat otonom berikut perangkat kelengkapannya, seperti Dewan Produktivitas Nasional, Dewan Penelitian Pengupahan dan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional.

Di samping mewajibkan setiap perusahaan menyelenggarakan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) dan membentuk Lembaga Bipartit di lingkungan kerjanya bersama-sama dengan PCTK-SPSI. Pada kenyataannya, hasil catatan sementara menunjukkan sepanjang tahun 1990-1992 situasi masyarakat industri di Indonesia ditandai oleh masalah perselisihan perburuhan. Dimana telah terjadi ratusan pemogokan dan unjuk rasa dari para pekerja dalam rangka mempenjuangkan nasibnya. Pergolakan itu tidak lagi bersifat lokal, tetapi telah melanda seluruh pelosok Pulau Jawa.

Dari data Departemen Tenaga Kerja sepanjang tahun 1990 ditunjukkan bahwa sebab-sebab terjadinya pemogokan dan unjuk rasa didominasi oleh masalah pengupahan, masalah jaminan sosial, masalah KKB, masalah SPSI, serta masalah syarat kerja. Dari kasus unjuk rasa dan pemogokan yang terjadi, hampir seluruhnya menyangkut tuntutan para pekerja atas hak-hak yang bersifat normatif, karena adanya pelanggaran para pengusaha terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti tidak dipenuhinya ketentuan upah minimum dan tidak mengikutsertakan para pekerja dalam program ASTEK.

Pada umumnya, aksi-aksi tersebut dilakukan tanpa didahului musyawarah, baik melalui forum Bipartit maupun Tripartit. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa konsep Hubungan Industrial Pancasila belum secara efektif dilaksanakan. Secara umum, kajian mengenai sistem Hubungan Industrial di Indonesia harus diletakan pada kerangka hubungan antara sistem politik dan sistem ekonomi.

Tujuan langsung dari penelitian ini adalah memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang apa dan bagaimana sistem hubungan industrial di Indonesia, melalui investigasi terhadap sejarah pergerakan buruh berikut konteks ekonomi, politik dan ideologi-nya. Serta bagaimana sejarah melahirkan suatu konfigurasi strategis Pemerintah-Pengusaha-Pekerja. Dari konfigurasi tersebut akan dikenali distribusi kemasan dan kekuatan antar aktor yang secara langsung mempengaruhi efektivitas pelaksanaan Kebijaksanaan Hubungan Industrial Pancasila di tingkat nasional maupun perusahaan.

Informasi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman komprehensif dan perspektif alternatif bagi para aktor yang terlibat di dalam dinamika hubungan industrial di Indonesia, sehingga pada proses formulasi, penetapan strategi dan implementasi kebijaksanaannya di tingkat nasional, telah mempertimbangkan akibat langsung serta dampak yang mungkin terjadi. Manfaaat bagi praktisi manajemen sumber daya manusia di tingkat per!ahaan adalah mempertimbangkan hasil-hasil yang diperoleh dari implementasi dan monitoring di PT Unilever Indonesia dan Indofood.

Penelitian lapangan dan kepustakaan dilaksanakan sejak Januari 1992 sampai dengan Juni 1993 oleh Sapta Dwikardana, mahasiswa program Pascasarjana Ilmu Sosial Universitas Indonesia. Lokasi penelitian konteks makro secara kualitiatif dilakukan di Jakarta, yaitu : Departemen Tenaga Kerja, DPP-Asosiasi Pengusaha Indonesia, DPP-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum, Centre for Strategic and International Studies, serta berbagai perpustakaan di Jakarta dan Bandung. Sedangkan penelitian pada unit analisa mikro dilakukan pada 2 (dua). perusahaan PT Unilever Indonesia dan Indofood Group (PT. Sanmaru Food Manufacturing Co. Ltd).

Penelitian kualitatif mengandalkan kepada information rich-cases dalam rangka studi yang mendalam. Informasi kunci diperoleh dari berbagai kalangan pejabat pemerintahan, pengurus organisasi serikat pekerja, organisasi pengusaha, lembaga swadaya masyarakat, NGO, serta pengumpulan data sekunder. Sedangkan pemilihan sampel di tingkat perusahaan, dilakukan berdasarkan kepada extreme and deviant case sampling, yaitu Unilever Indonesia dan Indofood. Teknik wawaneara mendalam secara terstruktur dan tidak terstruktur, serta penggunaan kuesioner bagi para pekerja di dalam perusahaan yang ditentukan sampelnya secara purposive, merupakan teknic pengumpulan data dalam penelitian ini.
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Maria Tri Anggraini
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan pendekatan per se illegal dan rule of reason dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Di samping itu, penelitian berusaha untuk mengetahui kesulitan-kesulitan penerapan kedua pendekatan tersebut. Selanjutnya apakah pendekatan tersebut sudah dengan tepat ditetapkan dalam penerapan pasal-pasal teretntu dalam UU No. 5 Tahun 1999. Akhirnya, penelitian ini bertujuan untuk melihat dalam berbagai studi kasus, apakah penerapan salah satu pendekatan sebagaimana dikehendaki oleh UU No. 5 Tahun 1999 dapat mencapat tujuan dari UU tersebut. seperti efisiensi dan perlindungan kepentingan konsumen. Penulisan ini akan mempergunakan metode penelitian yuridis normatif, yakni metode penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Di samping itu digunakan pula metode perbandingan hukum, dengan memperhatikan latar belakang politik dan ekonomi dari negara-negara yang diperbandingkan tersebut. Adapun faktor-faktor yang diperbandingkan dalam sistem hukum meliputi hal-hal yang antara lain berkaitan dengan perkembangan sistem hukum, karakteristik pola pikir di bidang hukum, eksistensi dan kewenangan lembaga hukum setempat, cara penanggulangan masalah hukum, serta ideologi dari masing-masing sistem hukum.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
D1060
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Sjafei
Abstrak :
Pendekatan pembangunan bidang prasarana dan sarana ke PU-an (PSPU) mengandalkan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang mampu memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai iptek serta mampu menjawab tantangan pembangunan prasarana dan sarana ke-PU-an di masa datang. Hal ini, disebabkan oleh adanya tugas-tugas yang dirasakan semakin berat dan kompleks di masa mendatang, sedangkan di sisi lain kurangnya motivasi terhadap pegawai dapat menurunkan produktivitas kerja. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis memandang perlu meneliti secara ilmiah yaitu apakah faktor-faktor motivasi berhubungan dengan produktivitas kerja PNS dan motivasi manakah yang dominan berhubungan dengan produktivitas kerja di lingkungan Direktorat Bina Jalan Kota. Untuk menguji hubungan antara faktor-faktor motivasi dengan produktivitas kerja digunakan analisis kualitatif secara statistik :
Dari temuan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hipotesis altematif yang menyatakan bahwa motivasi berhubungan dengan produktivitas kerja PNS di Lingkungan Direktorat Bina Jalan Kota, temyata dapat diterima.
2. Hipotesis altematif yang menyatakan bahwa :
a. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan PNS maka semakin tinggi Pula tingkat produktivitas kerja PNS.
b. Semakin tinggi tingkat kemampuan PNS maka semakin tinggi pula tingkat produktivitas kerja PNS.
c. Semakin tinggi pengamalan budaya kerja PNS maka semakin tinggi pula tingkat produktivitas kerja PNS.
d. Semakin tegas peraturan, maka semakin rendah tingkat produtivitas kerja PNS. Dengan demikian strategi yang perlu dikembangkan dalam meningkatkan produktivitas kerja PNS di Lingkungan Direktorat Bina Jalan Kota adalah dengan memberi prioritas utama pada program pengembangan dan pengamalan budaya kerja dengan sistim pola terpadu.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subandi
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian yang dilaksanakan, adalah tentang pengaruh pelatihan terhadap produktivitas kerja TPHI Non Kloter dengan responden 32 orang.

Teknik analisis penelitian melalui analisis kuantitatif dengan menggunakan teknik korelasi pangkat Spearman (re). Hasil penelitian menunjukkan bahwa :

Terdapat pengaruh pelatihan terhadap produktivitas kerja TPHI Non Kloter. Faktor-faktor dari pelatihan adalah perencanaan pelatihan, metoda dan biaya. Faktor dari produktivitas kerja adalah efisiensi, efektivitas, kualitas dan prestasi kerja.

Besarnya koefisiensi Spearman 0,31 dengan signikansi 0,084. Kondisi demikian memberikan arti bahwa sebesar 9 %, pengaruh yang terjadi pada produktivitas kerja pegawai dapat diterangkan oleh pelatihan, adapun sisanya dijelaskan oleh variabel lain.

Pendidikan, golongan/pangkat dan eselon peserta pelatihan tidak berpengaruh terhadap produktivitas, kecuali frekuensi tugas mempunyai pengaruh yang kuat terhadap produktivitas kerja.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S. Suminto
Abstrak :
ABSTRAKPendidikan merupakan salah satu sasaran pokok program pemerintah dalam upaya mempercepat mutu kehidupan menjadi lebih baik. Disamping itu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI memikul tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui berbagai program-program kegiatan rutin dan pembangunan.

Sedangkan masalah yang berkembang sejak tahun 1983/1984 menunjukkan bahwa nilai rata-rata NEM siswa SMA dari tiap bidang studi mencapai 4,88. Pada sisi lain jumlah siswa tiap tahun bertambah 4,43%, sedangkan laju pertambahan biaya rutin persatuan murid mencapai rata-rata 14,60% per tahun.

Berdasarkan pada masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh anggaran biaya rutin terhadap nilai ebtanas murni siswa SMA Negeri di DKI Jakarta.

Dengan perumusan hipotesis adalah bahwa pembiayaan pendidikan melalui anggaran rutin yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan belanja pemeliharaan berpengaruh nyata terhadap NEM siswa SMA Negeri di DKI Jakarta.

Dengan menggunakan sampel 44 SMA dan 71 Guru di Wilayah DKI Jakarta diperoleh data, yang kemudian dihitung dengan model regresi linier berganda.

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan :

1. Hipotesis yang diajukan dapat diterima dengan sangat nyata.

2. 81,24% Nilai Ebtanas Murni (NEM) Siswa SMA Negeri di DKI Jakarta dipengaruhi oleh besarnya belanja pegawai, belanja barang dan belanja pemeliharaan. Sedangkan sebesar 18,76% Nilai Ebtanas Mumi (NEM) itu dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya.

3. Strategi pokok yang perlu dilakukan agar NEM siswa meningkat adalah bila meningkatkan anggaran belanja pegawai sebesar 1 satuan dapat meningkatkan NEM siswa sebesar 1,49 satuan.

4. Sebanyak 35,21% responden menyatakan bahwa meningkatnya NEM siswa dipengaruhi oleh motivasi dari faktor intrinsik, dan 56,33 % responden menyatakan dari faktor ekstrinsik.

5. Sebanyak 49,30% responden menyatakan pencapaian NEM SMA Negeri di DKI Jakarta sudah sangat baik.

1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal Wahid
Abstrak :
Upaya pengembangan sumber daya manusia merupakan kebutuhan suatu organisasi publik ataupun lembaga bisnis, termasuk organisasi yang bergerak di bidang pendidikan. Tesis ini meneliti tentang pengembangan sumber daya dosen STMIK Budi Luhur. Pada Bab I dibahas tentang Pendahuluan yang berisikan latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, tujuan penelitian.Bab II menyajikan kerangka dan metode penelitian. Bab III menjelaskan tentang organisasi dan menajemen STMIK Budi Luhur. Bab IV berisikan penelitian pengembangan sumber daya dosen Budi Luhur dan pada Bab V menyimpulkan hasil sebagai berikut Pertama, keterbatasan dalam jumlah dosen dan kemampuan dibandingkan jumlah mahasiswa membatasi dalam tugas proses belajar mengajar. Kedua, perencanaan dan pengembangan sumber daya dosen tidak terencana dan keputusan strategis maupun taktis sangat ditentukan oleh Ketua Yayasan Budi Luhur. Ketiga, besarnya kompensasi yang diperoleh dosen STMIK Budi Luhur menurut struktur penggajian relatif masih rendah. Kompensasi dalam bentuk non finansial sudah cukup memadai. Keempat, penilaian prestasi kerja dosen tetap menggunakan rating scale, tetapi untuk dosen tidak tetap (honorer) didasarkan pada umpan balik dari mahasiswa. Penilaian belum dikaitkan dengan penelitian, pengabdian masyarakat dan penulisan. Kelima, belum adanya wadah yang terorganisir untuk menyampaikan aspirasi dosen kepada Yayasan dan Pimpinan Sekolah Tinggi. Sebagai bahan pertimbangan disampaikan saran sebagai berikut: Pertama, STMIK Budi Luhur perlu membuat perencanaan sumber daya dosen baik jangka pendek maupun jangka panjang yang disesuaikan dengan rencana penambahan jumlah mahasiswa. Kedua, STMIK Budi Luhur masih perlu memperbaiki struktur penggajian dosen dan meningkatkan besarnya penerimaan dosen. Kompensasi dalam bentuk non finansial agar tetap diberikan dan ditingkatkan. Ketiga, penilaian prestasi kerja untuk dosen tidak tetap sebaiknya juga menggunakan rating scale dan perlu penambahan unsur-unsur dalam penilaian prestasi kerja seperti penelitian, pengabdian masyarakat dan penulisan. Keempat, sebaiknya para dosen STMIK Budi Luhur mempunyai suatu wadah (organisasi), yang dapat menyalurkan aspirasi dan keluhan mereka pada Pimpinan Sekolah Tinggi dan Yayasan Budi Luhur.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>