Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marisa Kusumasari
"Latar Belakang: Long COVID merupakan istilah umum yang digunakan untuk pasien yang telah pulih dari COVID-19 tetapi masih menunjukkan gejala jauh lebih lama dari yang diperkirakan. Gejala di area mulut baik yang muncul setelah terinfeksi COVID-19 ataupun adanya persistensi gejala COVID dapat memperburuk kondisi kesehatan umum. Identifikasi dan deteksi dini merupakan hal yang penting dalam memberikan perawatan dan tatalaksana temuan oral yang diperlukan sebagai kunci prognosis perawatan pasien penyintas COVID-19. Oleh karena itu, diperlukan penelitian temuan long COVID oral di Indonesia. Tujuan: Untuk mengeksplorasi dan mengetahui bentuk temuan long COVID oral di Indonesia. Metode: Penelitian ini menggunakan desain deskriptik cross-sectional pada 386 penyintas COVID-19 di Indonesia. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya, secara daring melalui google form. Hasil Penelitian: Dari 386 responden, sebanyak 120 responden memiliki gejala rongga mulut setelah COVID, di antaranya bibir kering (83,3%), mulut terasa kering (60%), perubahan indra pengecapan (59,2%). Kesimpulan: Sebagian besar responden pada penelitian ini tidak memiliki gejala rongga mulut setelah COVID, namun terdapat 31,1% dari total responden menyatakan memiliki gejala rongga mulut setelah COVID. Dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa dapat ditemukannya Long COVID Oral. Namun hanya terdapat sebagian kecil dari populasi memiliki temuan Gejala Long COVID Oral.

Background: Long COVID is a general term used for patients who have recovered from COVID-19 but are still showing symptoms much longer than expected. Symptoms in the mouth area whether they appear after being infected with COVID-19 or the persistence of COVID symptoms can worsen general health conditions. Early identification and detection are important in providing care and managing oral findings which are needed as a key to the prognosis of the treatment of COVID-19 survivors. Therefore, it is necessary to study the findings of long COVID oral in Indonesia. Objectives: To explore and find out the forms of oral manifestations of COVID-19 and long oral COVID-19 in Indonesia. Methods: This study used a cross-sectional descriptive design on 386 survivors of COVID-19 in Indonesia. Data collection was carried out by filling out a questionnaire that had been tested for validity and reliability, online via the Google form. Results: Of 386 respondents, 120 respondents had symptoms of the oral cavity after COVID, including dry lips (83.3%), dry mouth (60%), changes in the sense of taste (59.2%). Conclusion: Most of the respondents in this study did not have oral symptoms after COVID, but 31.1% of the total respondents said they had oral symptoms after COVID. From the results of the study, it can be concluded that Long COVID Oral can be found. However, only a small portion of the population has Long COVID Oral Symptoms."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Rahmantiyo
"Latar Belakang: Lansia rentan terhadap penyakit gigi dan mulut maupun sistemik. Sampai saat ini, belum ada penelitian mengenai laju alir saliva (LAS) dan profil Candida sp pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Binaan Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta. Tujuan: mengetahui profil saliva dan Candida sp pada lansia di PSTW. Metode: Dilakukan pengukuran LAS dengan dan tanpa stimulasi pada subjek lansia. Kemudian sampel saliva tanpa stimulasi dikultur menggunakan media CHROMagarTM yang selanjutnya dilakukan identifikasi dan perhitungan koloni Candida sp. Hasil: Subjek yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 279 orang, yaitu 107 laki-laki, dan 172 perempuan. Sejumlah 160 subjek tidak memiliki penyakit sistemik, sedangkan subjek dengan 1, 2 dan ≥3 penyakit sistemik masing-masing adalah 70, 18 dan 31 subjek. Terdapat 226 subjek yang memiliki LAS normal dan 53 subjek hiposalivasi; 225 subjek memiliki LAS terstimulasi normal dan 74 subjek hiposalivasi.  Dari 48 sampel saliva ditemukan C. albicans, C. tropicalis, C. krusei, dan C. glabrata dengan 153, 84, 72, dan 100 koloni. Kesimpulan: Subjek penelitian ini didominasi oleh perempuan, kebanyakan subjek tidak memiliki penyakit sistemik dan tidak mengalami hiposalivasi. Candida albicans merupakan spesies yang paling sering ditemukan pada penelitian ini.

Background: Elderly is susceptible to systemic and oral disease. Until to now, there has been no research that discuss salivary flow rate (SFR) and Candida sp profiles in elderly at Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Binaan Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta. Objective: To determine the profiles of saliva and Candida sp in elderlies of PSTW. Methods: Stimulated and unstimulated SFR were measured. Then, unstimulated saliva samples were cultured using CHROMagarTM kit and the Candida colonies were counted and identified. Results: There were 279 elderly subjects composed of 107 males and 172 females. There were 160 subjects without systemic disease whereas subjects with 1, 2 and ≥3 systemic diseases were 70, 18, and 31 subjects respectively. There were 226 subjects with normal SFR and 53 hyposalivation subjects. Subjects with normal and hyposalivation in stimulated SFR were 53 and 74 subjects respectively. The saliva culture resulted with 153, 84, 72, and 100 colonies of C. albicans, C. tropicalis, C. krusei and C. glabrata. Conclusion:In this study, female subjects were dominant. Most subjects were without systemic disease and with normal SFR. Candida albicans was the most common species found in this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tassya Lay
"Latar Belakang: Kesehatan mulut mengacu pada kesehatan gigi, gingiva, dan seluruh sistem mulut-wajah yang memungkinkan kita untuk tersenyum, berbicara, dan mengunyah. Kesehatan mulut yang buruk dapat memperburuk kondisi kesehatan umum, juga sebaliknya. Kolaborasi yang baik antara tenaga kesehatan merupakan hal yang penting dalam memberikan perawatan mulut. Untuk membangun kolaborasi yang baik, edukasi perawatan kesehatan mulut diperlukan.
Tujuan: Untuk mengetahui tingkat kesadaran, sikap, dan persepsi tentang kesehatan gigi dan mulut yang dimiliki mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Angkatan 2021.
Metode: Penelitian deskriptif analitik potong lintang pada 442 mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan realibilitasnya.
Hasil Penelitian: Dari 442 mahasiswa, sebanyak 223 mahasiswa (50,5%) memiliki tingkat kesadaran, sikap, dan persepsi yang tinggi. Namun, tingkat kesadaran, sikap, dan persepsi yang dimiliki mahasiswa FIK lebih rendah dibandingkan mahasiswa FK dan FKG, dengan 65,8% mahasiswa FIK memiliki tingkat kesadaran, sikap, dan persepsi yang rendah, sedangkan mayoritas mahasiswa FK (51,9%) dan FKG (63,2%) memiliki tingkat kesadaran, sikap, dan persepsi yang tinggi.
Kesimpulan: Sebagian besar mahasiswa (50,5%) memiliki tingkat kesadaran, sikap, dan persepsi yang tinggi. Tingkat kesadaran, sikap, dan persepsi responden dipengaruhi asal fakultas.

Background: Oral health refers to the health of teeth, gums, and the entire mouth-face system that enables us to smile, talk, and chew. Poor oral health can worsen general health conditions. Good collaboration between health workers is important to providing oral health care. In order to promote collaborative oral health care, oral health care education is needed.
Objectives: To determine the level of awareness, attitudes, and perceptions of oral health care among students of Health Sciences Cluster, Universitas Indonesia, batch 2021.
Methods: Cross-sectional analytic descriptive study method involving 442 students of Health Science Cluster, Universitas Indonesia using valid and reliable questionnaire.
Results: 223 out of 442 students (50,5%) had high level of awareness, attitudes, and perceptions of oral health care. However, the level of awareness, attitudes, and perceptions of nursing students were lower than medical students and dental students, 65.8% of nursing students had low levels of awareness, attitudes, and perceptions, while the majority of medical students (51.9%) and dental students (63.2%) had high level of awareness, attitudes, and perceptions.
Conclusion: Most students (50,5%) had high level of awareness, attitudes, and perceptions. The level of awareness, attitudes, and perceptions were influenced by faculty.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafika Shanti
"Latar belakang: Gangguan mental emosional menjadi perhatian global bagi kaum dewasa muda, khususnya mahasiswa perguruan tinggi. Gangguan kecemasan merupakan gangguan mental paling umum. Salah satu bentuk dari respons tubuh terhadap kecemasan adalah melakukan kebiasaan abnormal dan biasanya tidak disadari seperti kebiasaan menggigit mukosa pipi, bibir, maupun lidah.
Tujuan: Mengetahui gambaran ansietas pada mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia dengan kebiasaan menggigit mukosa mulut.
Metode: Studi potong lintang dengan metode voluntary response sampling pada 404 mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen kuesioner Generalized Anxiety Disorder 7 (GAD-7) untuk mengukur tingkat ansietas dan kuesioner mengenai kebiasaan menggigit mukosa mulut. Data dianalisis dengan menggunakan uji komparatif kategorik.
Hasil: Dari 404 mahasiswa, sebanyak 185 mahasiswa (45,8%) memiliki kebiasaan menggigit mukosa mulut. Mayoritas mahasiswa yang memiliki kebiasaan menggigit mukosa mulut memiliki tingkat ansietas “parah” (38,4%). Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingkat ansietas dan kebiasaan menggigit mukosa mulut (p < 0,05).
Kesimpulan: Tingkat ansietas pada mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia yang memiliki kebiasaan menggigit mukosa mulut tergolong parah.

Background: Mental disorders are global concern for young adults, especially in college students. Anxiety disorders are the most common of mental disorders. One form of the body's response to anxiety is to engage in abnormal and usually unconscious habits such as the habit of biting the mucosa of the cheeks, lips, or tongue.
Objective: To determine the level of anxiety of Health Sciences Cluster students in Universitas Indonesia with oral mucosa biting habit.
Method: Cross-sectional study using voluntary response sampling method on 404 students of Health Sciences Cluster students in Universitas Indonesia. Data was collected using the Generalized Anxiety Disorder 7 (GAD-7) questionnaire instrument to measure the level of anxiety and another questionnaire regarding the oral mucosa biting habit. Data was analyzed using categorical comparative test.
Results: 185 out of 404 students (45.8%) had the oral mucosa biting habit. Most students with oral mucosa biting habit had severe level of anxiety (38.4%). Chi-Square test showed that there was a significant relationship between the level of anxiety and oral mucosa biting habit (p < 0.05).
Conclusion: The level of anxiety of Health Sciences Cluster students in Universitas Indonesia with oral mucosa biting habit were classified as severe.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonia Adhelia Sulisfianty
"Latar belakang: Kanker kepala dan leher dinyatakan sebagai kanker ketujuh yang paling umum ditemukan di dunia dan hingga saat ini prevalensinya kian meningkat. Kanker kepala dan leher umumnya disebabkan karena tingginya kebiasaan merokok dengan tembakau dan konsumsi alkohol yang berlebihan. Mahasiswa perguruan tinggi yang menginjak usia dewasa muda umumnya memiliki keterlibatan dengan kedua faktor risiko kanker kepala dan leher, yaitu paparan tembakau dan konsumsi alkohol. Penelitian yang menilai pengetahuan mahasiswa mengenai kesehatan umumnya dilakukan pada mahasiswa medis yang telah terpapar pembelajaran yang berfokus pada ilmu-ilmu kesehatan. Belum ada penelitian tentang kesadaran dan pengetahuan tentang kanker kepala dan leher pada mahasiswa nonmedis di Indonesia.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif potong lintang pada 570 mahasiswa Rumpun SAINTEK dan Rumpun SOSHUM UI menggunakan kuesioner tentang kesadaran dan pengetahuan kanker kepala dan leher yang telah diadaptasi lintas budaya ke dalam Bahasa Indonesia.
Hasil: Secara keseluruhan, sebagian besar mahasiswa mengetahui istilah kanker kepala dan leher. Namun, berdasarkan variabel-variabel kesadaran dan pengetahuan lain yang diteliti, masih banyak mahasiswa yang tidak dapat mengidentifikasi gejala awal dan faktor risiko kanker kepala dan leher.
Kesimpulan: Kesadaran dan pengetahuan mengenai kanker kepala dan leher pada mayoritas mahasiswa Rumpun SAINTEK dan Rumpun SOSHUM kurang memadai.

Background: Head and neck cancer is declared as the seventh most common cancer in the world with its increasing prevalence. Head and neck cancer is caused due to the high habit of tobacco use and excessive alcohol consumption. College students generally have an involvement with tobacco exposure and alcohol consumption, as are the two most important risk factors of head and neck cancer. Research that assesses students’ knowledge of health is generally conducted on medical students who have been exposed to a curriculum that focuses on health sciences. There has never been any research in Indonesia assessing awareness and knowledge regarding head and neck cancer on non-medical students.
Methods: A descriptive cross-sectional study was conducted on 570 non-medical students using a cross-cultural adapted questionnaire.
Results: In general, most of the students knew the term head and neck cancer. However, based on other awareness and knowledge variables studied, there were still many students who were not able to identify the early symptoms and risk factors for head and neck cancer.
Conclusion: This study shows that the awareness and knowledge about head and neck cancer in the majority students of Engineering and Technology Cluster and Social Sciences and Management Cluster Universitas Indonesia is inadequate.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almaida Annisanti
"Pendahuluan: Kesehatan gigi dan mulut yang baik pada lansia dapat memberikan dampak yang positif dan negatif pada kesehatan tubuh lansia. Hal tersebut dapat dipicu dari diri lansia dan faktor pelayanan kesehatan gigi. Para lansia, baik yang memiliki keterbatasan fisik maupun tidak, cenderung kurang baik dalam menjaga kebersihan gigi dan mulutnya sehingga perawatannya bergantung pada orang lain, terutama bagi lansia yang tinggal di panti. Pramurukti memegang peran yang besar dalam perawatan lansia, termasuk perawatan kesehatan gigi dan mulut. Maka dari itu, Chalmers (2003) mengembangkan alat yang bisa digunakan oleh pramurukti untuk mengukur status kesehatan gigi dan mulut, yaitu Oral Health Assessment Tool (OHAT). Namun, belum ada penelitian di Indonesia mengenai penggunaan OHAT oleh pramurukti dan perbandingan tingkat konsistensinya dengan dokter gigi. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian kembali guna mendapatkan perbandingan hasil penilaian antar dokter gigi dan pramurukti saat menggunakan OHAT. Tujuan: Mengetahui tingkat konsistensi pada hasil dari penilaian status kesehatan gigi dan mulut lansia yang diukur menggunakan OHAT oleh pramurukti dan dokter gigi pada panti lansia di Jakarta. Metode: Studi cross-sectional dengan data primer berupa pemeriksaan langsung. Hasil: Dari 70 lansia yang dilakukan pemeriksaan klinis, didapatkan hasil analisis dengan uji kappa agreement, yaitu, dilaporkan bahwa dokter gigi dan pramurukti memiliki persepsi yang berbeda-beda, dengan tingkat konsistensi terendah pada kategori gusi dan jaringan lunak mulut lainnya yang memiliki konsistensi yang buruk/positive disagreement, serta nilai konsistensi tertinggi pada kategori sakit gigi yang memiliki konsistensi yang mendekati sempurna. Pada kategori lidah dan air liur/ludah mendapat tingkat konsistensi sedang, sedangkan kategori bibir dan kebersihan mulut mendapatkan tingkat konsistensi cukup. Pada kategori gigi asli mendapatkan tingkat konsistensi sedikit buruk. Sementara itu, kategori gigi palsu memiliki hasil penilaian yang konstan. Kesimpulan: Bervariasinya tingkat konsistensi tersebut dapat dipengaruhi dari kondisi lansia dan pramurukti itu sendiri. Walaupun demikian, OHAT ini merupakan alat yang dapat digunakan oleh pramurukti dalam mengecek kondisi gigi dan mulut lansia sehari-hari.

Introduction: Good oral and dental health in the elderly can have both positive and negative impacts on the health of the elderly’s body. This can be triggered by the internal factors in the elderly themselves and from the dental health service factors. Older people, whether they have physical limitations or not, they tend to be poor at maintaining oral hygiene and so they depend on other people for their oral care, especially older people who live in institutions. Caregiver plays a crucial role in providing health care to older people, including dental and oral health care. Therefore, Chalmers (2003) developed a tool that can be used by caregivers to measure dental and oral health status, namely the Oral Health Assessment Tool (OHAT). However, there has been no research that conducted in Indonesia regarding the use of OHAT by caregivers and the comparation of the level of consistency with dentists. Therefore, a research is required to obtain a comparison of results between dentists and caregivers when using OHAT. Objectives: This study aims to determine the level of consistency in the results of assessing the dental and oral health status of the elderly using OHAT by caregivers and dentists at elderly homes in Jakarta. Methods: A cross-sectional study was conducted using primary data through clinical examination. Results: Out of 70 elderly who underwent a clinical examination, the results of the analysis using the kappa agreement test were obtained, it was reported that dentists and caregivers had different perceptions, with the lowest level of consistency in the category of gums and other oral soft tissue which had poor/positive disagreement, as well as the highest consistency score in the toothache category which has a consistency that is close to perfect. The tongue and saliva categories received a moderate level of consistency, while the lips and oral hygiene categories received a sufficient level of consistency. In the natural teeth category, the level of consistency is slightly worse. Meanwhile, the denture category has constant assessment results. Conclusion: The varying levels of consistency can be influenced by the condition of the elderly and the caregivers themselves. However, OHAT is a tool that can be used by caregivers to check the condition of the mouth of the elderly on a daily basis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Amalia
"Latar Belakang: Gangguan jiwa, termasuk psikosis, dapat memengaruhi kesehatan oral. Faktor emosional dan psikologis berperan dalam gangguan oromukosa. Individu dengan gangguan jiwa cenderung mengalami masalah kesehatan oral serta penyakit oral dapat memperburuk gejala psikiatri.Tujuan: Menganalisis prevalensi lesi oral pada pada individu dengan gangguan psikosis. Metode: Pencarian studi dilakukan melalui database dengan kata kunci terkait oral mucosal lesions, oral mucosal disorder, Oral mucosal diseases, psychiatric illness, psychosis, psychiatrics, Delusional infestation, Schizophrenia, depression. Kriteria inklusi: studi tentang prevalensi lesi oral pada individu dengan gangguan psikosis dalam 10 tahun terakhir dan tersedia gratis dalam bahasa Inggris.. Hasil: Dari hasil pencarian didapatkan 4 artikel yang memenuhi metode pencarian. Sebanyak tiga buah literatur dengan desain studi potong lintang menyajikan data prevalensi lesi oral yang ditemukan pada sejumlah individu dengan gangguan psikosis. Satu buah literatur menyajikan gambaran temuan lesi oral pada pasien dengan gangguan psikosis dengan cara melaporkan kasus temuan dari empat pasien yang dipilih. Kesimpulan: Studi menunjukkan bahwa individu dengan gangguan psikosis, terutama ansietas dan depresi, memiliki risiko lebih tinggi mengalami lesi oral, terutama oral lichen planus, diikuti oleh aphtous ulcer dan leukoplakia. Pada pasien dengan delusional infestation, dua dari empat kasus mengalami mulut kering. Faktor individu dan psikologis berperan penting dalam meningkatkan risiko ini.

Background: Mental disorders, including psychosis, can affect oral health. Emotional and psychological factors play a role in oromucosal disorders. Individuals with mental disorders tend to experience oral health problems, and oral diseases can worsen psychiatric symptoms. Objective: To analyze the prevalence of oral lesions in individuals with psychosis. Methods: A literature search was conducted using databases with keywords related to oral mucosal lesions, oral mucosal disorders, oral mucosal diseases, psychiatric illness, psychosis, psychiatrics, delusional infestation, schizophrenia, and depression. Inclusion criteria were studies on the prevalence of oral lesions in individuals with psychosis within the last 10 years and available for free in English. Results: Four articles met the search criteria. Three cross-sectional studies presented data on the prevalence of oral lesions found in individuals with psychosis. One article described oral lesion findings in patients with psychosis by reporting case findings from four selected patients. Conclusion: Studies show that individuals with psychosis, especially anxiety and depression, have a higher risk of developing oral lesions, particularly oral lichen planus, followed by aphthous ulcers and leukoplakia. In patients with delusional infestation, two out of four cases experienced dry mouth. Individual and psychological factors play an important role in increasing this risk."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ariani
"

Latar belakang: Populasi lansia di Indonesia meningkat, sebagian ada yang hidup di PSTW binaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemerintah memiliki wewenang untuk menjamin ketersediaan fasilitas kesehatan dan pendampingan bagi lansia. Namun hanya sedikit penelitian mengenai lesi mulut pada lansia di Indonesia. Tujuan: Untuk menganalisis kondisi rongga mulut dan penyakit sistemik pada lansia di PSTW DKI Jakarta. Metode: Subjek penelitian didapat melalui metode consecutive sampling pada populasi lansia di 5 PSTW di 3 wilayah DKI Jakarta. Dari 1185 penghuni PSTW diperoleh 273 yang memenuhi kriteria inklusi. Data sosiodemografi dan riwayat penyakit sistemik diambil dari rekam medis di panti. Semua subjek dilakukan pemeriksaan oral, yaitu Oral Hygiene Index-Simplified (OHI-S), Papilary Bleeding Index (PBI), Decay, Missing, Filling-Teeth (DMF-T), Skor Indeks Mukosa Plak (MPS), dan pemeriksaan laju alir dan pH saliva, lesi mulut dan topografi lesi mulut. Subjek diwawancarai tentang kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan mulut. Hasil: Prevalensi lesi mulut terbanyak adalah gingivitis dan prevalensi penyakit sistemik terbanyak adalah hipertensi. Kategori OHI-S buruk, kategori PBI baik, kategori DMF-T sangat tinggi, kategori indeks MPS baik. Terdapat hubungan antara jenis kelamin dan jenis pekerjaan dengan penyakit sistemik pada lansia. Lansia dengan kebiasaan merokok, menyirih, dan minum alkohol cenderung memiliki penyakit sistemik. Lansia dengan penyakit sistemik cenderung memiliki lesi mulut. Kesimpulan: Kondisi mulut dan penyakit sistemik pada lansia yang tinggal di PSTW DKI Jakarta dalam keadaan tidak baik. 


Background: The population of elderly in Indonesia is increasing, some are living on government institutions in Jakarta. The government has the authority to ensure the availability of health facilities and assistance for the elderly. There are only a few studies on oral lesions of elderly in Indonesia. Objective: To analyze the condition of the oral lesion and systemic disease of elderly on government institutions in Jakarta. Method: Subjects were obtained through consecutive sampling method of elderly population in 5 governent institutions in 3 areas of Jakarta. Of the 1185 residents, 273 were obtained inclusion criteria. Sociodemographic data and history of systemic diseases were taken from medical records in the institution. All subjects had oral examinations, which are Simplified Oral Hygiene Index (OHI-S), Papilary Bleeding Index (PBI), Decay, Missing, Filling-Teeth (DMF-T), Mucosal Plaque Index Score (MPS), and examination of flow rate and salivary pH, oral lesions and oral lesions topography. Subjects were interviewed about oral health related habits. Results: The most common oral lesions was gingivitis and most common systemic diseases was hypertension. OHI-Scategory is bad, PBI category is good, DMF-T category is very high, MPS index category is good. There is a relationship between gender and type of work with systemic diseases in the elderly. Elderly with the habit of smoking, snacking, and drinking alcohol tend to have systemic diseases. Elderly with systemic diseases tend to have oral lesions. Conclusion: Oral conditions and systemic diseases in elderly who living in institution in Jakarta are not good.

"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Handayani
"

Tujuan: Mengetahui keterkaitan antara faktor risiko perilaku seksual dan temuan oral dengan kejadian sifilis pada populasi lelaki seks lelaki (LSL) yang berkunjung di Puskesmas Cibodasari Kota Tangerang.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain case control. Data jumlah responden LSL dengan status penyakit sifilis dan tidak sifilis dari Januari – Desember 2017 dikumpulkan. Kemudian di recall oleh tenaga penjangkau program Voluntary Counselling Testing (VCT) yang menyetujui ikut serta dalam penelitian. Responden mengisi kuesioner terkait data pribadi dan perilaku seksual mereka yang telah dilakukan selama 12 bulan terakhir, mengingat kelainan di genital, anal dan oral selama 12 bulan terakhir yang serupa dengan gambar yang disiapkan, dilanjutkan pemeriksaan rongga mulut.

Hasil: LSL dengan riwayat sifilis 80 orang sedangkan tidak terinfeksi IMS sebanyak 175 orang. Namun yang menjadi resposden untuk kelompok kasus 44 orang dan kelompok kontrol 52 orang. Sekitar 60-80% responden adalah yang berusia < 30 tahun, belum menikah, pendidikan terakhir SMA, dan bekerja sebagai pegawai swasta. Analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan beberapa perilaku seksual dengan kejadian sifilis yaitu perilaku seks oral-anal, oral-penis, pesta seks, seks berbayar, menyikat gigi dan berkumur sebelum dan sesudah hubungan seksual, serta penggunaan kondom dan pelumas. Analisis multivariat diketahui 7 variabel yang mempunyai peluang terhadap kejadian sifilis yaitu oral-penis (B. 4,116; sig. 0,019;  OR 61,306), seks berbayar (B. 4,116; sig. 0,002; OR 61,296), penggunaan sabun antiseptik (B. -3,160; sig. 0,068; OR 0,042), konsumsi antibiotik (B. 3,290; sig. 0,009; OR 26,853), penggunaan obat kumur (B. 2,449; sig. 0,048; OR 11,581), ulkus traumatik (B. 2,983; sig. 0,061; OR 19,752), dan status sunat (B. -2,699; sig. 0,086; OR 0,067).

Kesimpulan: Terdapat perilaku seksual yang berisiko menular sifilis serta temuan oral yang terkait sifilis dan tidak sifilis.


Objectives : This thesis aims to determine the correlation risk factors of seksual behavior and oral findings of syphilis disease in man who have seks with man (MSM) who visited the Cibodasari Public Health Center Tangerang City.

Methods : This is an observational analytical research and case control design. We had collected MSM with syphilis history from January to December 2017. We had support by the Voluntary Counseling Testing (VCT) program to recall and asked them to join in our research. Subjects were asked to answers the question about personal informasion and seksual behavior and history diseases that similar to the prepared picture  during the last 12 months, and then followed by oral examination.

Results : About 60-80% of respondents are aged <30 years old, unmarried, senior high school, and mployees. Bivariate analysis showed a significant association of some seksual behaviors with syphilis, oral-anal, oral-penis, seks party, seks commercial, brushing teeth and gargling before and after seksual intercourse, and the using condoms and lubricants. A multivariate analysis was known to be 7 variables that had an opportunity to syphilis incidence of oral-penis (B. 4,116 sig, 0.019 OR 61,306), seks commercial (B. 4,116 sig 0,002 OR 61,296), using antiseptic soap (B. -3,160 sig. OR 0.042), concumsing antibiotic (B. 3,290 sig .009 OR 26,853), using mouthwash (B. 2.449 sig .048 OR 11,581), and traumatic ulcers (B. 2.983 sig 0.061 OR 19.752).

Conclusion : There are seksual behaviors that are at risk of transmitting syphilis and oral findings related to syphilis and not syphilis.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cytha Nilam Chairani
"Latar Belakang: Kanker kepala dan leher (KKL) termasuk kanker yang paling umum, menempati urutan keenam secara global. Kanker rongga mulut termasuk dalam entitas KKL, yaitu sekitar 75% kasus. Salah satu modalitas terapi onkologi, yaitu radioterapi (RT) dapat menyebabkan efek samping di oral, contohnya seperti berkurangnya fungsi mengunyah dan menelan, serta penurunan nafsu makan yang kemudian berkaitan dengan penurunan berat badan kritis. Penurunan berat badan kritis (PBBK) didefinisikan sebagai penurunan berat badan yang tidak disengaja sebesar 5% pada 1 bulan atau 10% pada 6 bulan sejak dimulainya RT. Tujuan: Mengetahui faktor yang berhubungan dengan PBBK pada pasien RT kepala dan leher di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Metode Penelitian: Analisis observasional retrospektif dengan menggunakan data sekunder (rekam medis) dari 125 pasien kanker mulut di Rumah Sakit Kanker Dharmais periode 2018-2022. Hasil: Rata-rata usia pasien adalah 50,2±14,5 tahun terdiri dari laki-laki sebanyak 68 orang (54,4%) dan perempuan sebanyak 57 orang (45,6%). Pasien yang mengalami PBBK pada satu bulan sejak RT selesai sebanyak 69 orang (72,6%). Analisis bivariat untuk melihat faktor yang berpengaruh terhadap PBBK menunjukkan hanya variabel xerostomia selama RT yang signifikan (p = 0,006). Kesimpulan: Xerostomia selama RT merupakan faktor yang berpengaruh terhadap PBBK. Kolaborasi multidisipliner tim onkologi diperlukan untuk mencegah PBBK, termasuk dokter gigi untuk memantau komplikasi oral selama RT.

Introduction: Head and neck cancer (HNC) is the sixth most common cancer worldwide. 75% of HNCs are oral cancer. Radiotherapy (RT) is generally an oncology therapy that can develop side effects associated with oral complications due to RT. These complications can interfere with chewing and swallowing, which subsequently cause a decrease in appetite. Furthermore, patients may experience critical weight loss (CWL) defined as involuntary weight loss of 5% at one month or 10% at six months from the start of RT. Objective: To investigate the factor which correlates with CWL in head and neck RT patients treated in Dharmais Cancer Hospital. Methods: A retrospective observational analysis using secondary data (medical records) of 125 oral cancer patients at Dharmais Cancer Hospital in 2018-2022. Results: The mean age of patients was 50,2±14,5 years, with 68 (54,4%) male and 57 (45,6%) female. Sixty-nine patients (72,6%) developed CWL one month after RT, and the only significant factor in CWL was xerostomia during RT (p = 0,006). Conclusion: Xerostomia during RT is an influencing factor of CWL. Multidisciplinary collaboration of the oncology team is needed to prevent CWL, including the dentist to monitor oral complications during RT."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library