Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agung Sandi Perdani
Abstrak :
ABSTRAK
Hilangnya batasan antara culture dan nature menghasilkan etnografi yang valid. Kajian Antropologi ekologi yang antroposentris secara tegas memisahkan antara culture dan nature. Hasilnya, Akibatnya, etnografi tidak diproduksi secara holistik karena tidak ada interaksi antara kedua pihak. Penelitian dilakukan pada Orang Kampung Laut yang tinggal di daerah Segara Anakan, Cilacap. Data dikumpulkan melalui penelitian lapangan menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi partisipatoris. Temuan dalam penelitian ini, Orang Kampung Laut yang tinggal di area sedimentasi, dalam kesehariannya berinteraksi secara resiprokal dengan alam di sekitarnya. Hubungan harmonis ini menghasilkan perspektif bahwa keadaan dirasakan oleh orang lain seperti Pemerintah, LSM sebagai bencana, tetapi Orang Kampung Laut berarti sebagai berkah. Kegiatan pertanian padi yang dilakukan di tanah sedimen, mengalami dinamika tekanan alam yang secara finansial dan power merusak tetapi Orang Kampung Laut berusaha untuk berkompromi dengan alam dengan cara menanam mangrove yang sesuai sehingga berkontribusi pada keseimbangan ekosistem. Dengan demikian, tidak hanya secara finansial Orang Kampung Laut mendapat manfaat dari penjualan tanaman bakau, tetapi alam dapat dijaga kelestariannya. Sebuah perspektif antropologis ekologis antroposentris, sering mengabaikan posisi alam sebagai subjek aktif dalam kelangsungan hidup ekosistem. Akibatnya penjelasan menjadi tidak holistik. Saya berargumentasi bahwa perspektif multispesies etnografi yang digunakan dalam penelitian ini memberikan cara pandang baru dalam membuat penjelasan-penjelasan holistik antara hubungan manusia dan alam.
ABSTRACT
The absence of a boundary between culture and nature produces a valid ethnography. Studies in ecological anthropology have been using anthropocentric perspectives that strictly divide the boundaries between culture and nature. As a result, ethnography is not produced holistically because it places humans solely as subjects and nature only as objects, not on a balanced order in the interaction between the two party. Research is take place on Orang Kampung Laut who live in Segara Anakan area, Cilacap. Data were collected through fieldwork using in depth interview and participation observations. The findings this study, Orang Kampung Laut who live in the sediment area, his life interacts reciprocally with the natural surroundings. This harmonious relationship produces a perspective that the circumstances considered by others such as the Government, NGOs as disasters, but Orang Kampung Laut mean as grace. Rice farming activities conducted in sedimentary soils, experienced the dynamics of natural pressures that are financially and power harming But Orang Kampung Laut seek to compromise with nature by planting the appropriate mangrove so as to contribute to the balance of the ecosystem. Thus, not only financially Orang Kampung Laut benefit from the sale of mangrove plants, but nature can be maintained its sustainability. An anthropocentric ecological anthropological perspective, often ignoring the position of nature as an active subject in the survival of ecosystems. As a result explanation become not holistic. I have argued that the multispecies ethnographic perspective used in this study provides a new perspective on making holistic explanations between human and nature relationships.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofiatul Hardiah
Abstrak :
Penelitian ini hadir untuk memperlihatkan makna dan upaya yang dilakukan oleh petani perempuan dan laki-laki (suami-istri) dalam merespons kerentanan produksi pertanian tanah timbul menggunakan perspektif multispesies dan gender. Data pada penelitian ini dihimpun melalui observasi partisipan dan wawancara mendalam dengan bantuan kepekaan lima indera (sensory awareness) dan arts of noticing. Temuan dari penelitian ini adalah proses identifikasi makna, tindakan, dan relasi antara manusia dengan ‘alam’ tidak dapat ditentukan satu arah. Tindakan dan relasi yang muncul adalah pertukaran resiprokal oleh manusia dan alam yang merepresentasikan keterhubungan mereka sebagai “self” dan “other” melalui pengoperasian pengalaman hidup dan relasi gender yang kompleks dengan entitas- entitas yang berkenaan, baik manusia perempuan dan laki-laki, spesies non-manusia, lingkungan abiotik, dan sebagainya. Proses identifikasi makna dan relasi antara petani perempuan dan laki-laki di Kampung Laut dengan air asin, padi, dan air tawar melibatkan pengalaman hidup dan opersionalisasi gender di ruang lingkup mikro dan meso yang kompleks dan dinamis. Dengan demikian, nature dan culture yang hidup dalam kosmologi mereka bersifat cair berdasarkan dinamika sosial ‘alam’ pertanian tanah timbul dan proses pemaknaan yang terhubung secara resiprokal. Telaah pada konsep nature dan culture menjadi sebuah pijakan untuk melihat dan memahami dunia secara holistik dan seimbang. ......This research is here to discuss the meaning and efforts of women and men (husband and wife) farmers in responding to soil-emerging agricultural production using multispecies and gender perspective. The data in this study were collected through participant observation and in-depth interviews with the help of the sensitivity of the five senses (sensory awareness) and the art of attention. The findings of this study are the process of gathering meanings, actions, and relations between humans and 'nature' which cannot be determined in one direction. Actions and relationships that emerge are reciprocal exchange by humans and nature that represent their connection as "self" and "other" through discussion of complex life experiences and gender relations with related entities, both male and female, non-human species, abiotic environment, and so on. The process of taking meaning and the relationship between female and male farmers in Kampung Laut with sea water, rice, and freshwater bargains life experiences and the operationalization of gender in the complex and dynamic realm of micro and meso aspects. Thus, the nature and culture that live in their cosmology change fluidly based on the social dynamics of 'natural' in soil-emerging agricultural and the process of meaning that is connected reciprocally. Reviewing the concepts of nature and culture is the basis for seeing and completing a holistic and balanced world.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safiera Nadya Utama
Abstrak :
Isu food desert (kesulitan akses makanan sehat dengan harga terjangkau) merupakan fenomena yang sudah lama melanda sejumlah wilayah di Amerika Serikat. Uniknya, isu ini memiliki keterkaitan erat dengan rasisme karena mayoritas penduduk yang tinggal di wilayah food desert merupakan penduduk kulit hitam, seperti di wilayah selatan kota Memphis yang pada tahun 2019, dijuluki The Hunger Capital of America.  Artikel ini bertujuan untuk untuk memahami perancangan dan penerapan solusi terhadap isu food desert di wilayah selatan kota Memphis menggunakan lensa konsep local food network dan just sustainability. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis bagaimana kesadaran ras dan kelas diintegrasikan dalam solusi yang dirumuskan komunitas lokal, mengingat mayoritas penduduk yang tinggal di wilayah food desert adalah penduduk kulit hitam dalam golongan kelas menengah ke bawah. Terkait dengan aspek berkelanjutan dari konsep just sustainability, penelitian ini juga akan mengevaluasi bagaimana program seperti farmers market dan dapur komunitas yang berupa praktik non-komersial, dapat menjadi solusi isu food desert yang efektif dan dapat dipertahankan dalam jangka panjang. ......The issue of food desert (difficulty in accessing healthy food at affordable prices) is a phenomenon that has long plagued a number of regions in the United States. Uniquely, this issue has a close relationship with racism because the majority of the population living in food desert areas are its black population, such as the area of South Memphis, which in 2019, was nicknamed “The Hunger Capital of America”. This article aims to understand the design and implementation of solutions to the food desert issue in South Memphis using the lens of local food network and just sustainability concept. This study also aims to analyze how racial and class awareness are integrated into solutions formulated by local communities, considering that the majority of the population living in the food desert area are black and in the lower middle-class group. Related to the sustainable aspect of the just sustainability concept, this study will also evaluate how initiatives such as farmer's market and community kitchens in the form of non-commercial practices, can be an effective and sustainable solution to the food desert issue in the long term.  
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Puspitasari
Abstrak :
Tulisan ini membahas tentang perkembangan perkebunan sawit yang semakin meningkat dan tersebar di berbagai negara salah satunya di Indonesia. Perkembangan perkebunan sawit di tingkat global kemudian memiliki dampak kepada konteks lokal salah satunya di Kampung Palawijo yang berbatasan langsung dengan perkebunan sawit Kebun Cikasungka PTPN III KSO PTPN VIII. Para penduduk yang sebelumnya mayoritas bekerja di perkebunan karet milik PTPN VIII yang kemudian secara bertahap mengubah komoditasnya dari karet menjadi sawit dari tahun 2001. Perubahan komoditas tersebut tentu saja mengubah pola dan sistem penghidupan masyarakat yang tadinya bekerja di karet menjadi sawit. Namun, seiring berjalannya waktu terdapat perubahan ketergantungan penduduk Kampung Palawijo yang tadinya hampir seluruhnya menggantungkan penghidupannya dengan bekerja di karet kini setelah beralih menjadi komoditi sawit perlahan kemudian berkurang untuk bekerja di sawit. Situasi dan beban kerja yang berat dianggap tidak setara dengan upah yang diberikan, membuat minat untuk bekerja di sawit semakin menurun. Selain itu perempuan yang bekerja mayoritas menjadi Buruh Harian Lepas yang memiliki beban ganda karena harus mengurus kerja domestik yang sering diidentikkan sebagai pekerjaan yang tidak menghasilkan. Padahal kerja yang mereka lakukan itulah yang memungkinkan laki-laki bekerja di luar rumah dan mendapatkan upah. Kini strategi penghidupan yang dilakukan para penduduk sekitar memilih untuk bekerja di luar perkebunan sawit dan juga memilih untuk bermigrasi untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. ......This paper examines the escalating and widespread development of palm oil plantations in various countries, with a particular focus on Indonesia. The global expansion of palm oil plantations has consequential effects on local contexts, exemplified by the case of Kampung Palawijo, which directly borders the palm oil plantation Kebun Cikasungka owned by PTPN III KSO PTPN VIII. The residents of Kampung Palawijo were predominantly engaged in the rubber plantation owned by PTPN VIII, which gradually transitioned its commodity focus from rubber to palm oil starting in 2001. This shift in commodities undoubtedly alters the patterns and livelihood systems of the community, transforming their occupation from rubber to palm oil workers. Over time, there has been a transformation in the dependency of the residents of Kampung Palawijo, who previously relied heavily on rubber-related employment but gradually reduced their engagement in palm oil-related activities. The demanding work conditions and heavy workload are perceived as disproportionate to the wages provided, leading to a declining interest in palm oil employment. Furthermore, women, who constitute the majority of the workforce, often serve as Casual Daily Laborers (Buruh Harian Lepas), experiencing a dual burden as they are tasked with domestic responsibilities, commonly regarded as unremunerative work, ironically, it is their labor that enables men to seek employment outside the home and earn wages. Presently, the livelihood strategies adopted by the surrounding population involve seeking employment beyond palm oil plantations and opting for migration to attain better livelihoods.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Paramita Saraswati
Abstrak :
Perempuan adalah bagian sejarah, tapi keberadaannya kerap terpinggirkan. Penulisan perempuan membuat perempuan dapat memasukan dirinya dalam narasi sejarah. Hal itu yang dilakukan oleh Paduan Suara Dialita yang beranggotakan para perempuan penyintas tragedi 1965 yang menjadi tahanan politik karena dianggap memiliki hubungan dengan Partai Komunis Indonesia. Penelitian ini menganalisis bagaimana penulisan perempuan dilakukan oleh para perempuan penyintas 1965 melalui lirik lagu yang dinyanyikan oleh Paduan Suara Dialita. Lirik lagu dari Paduan Suara Dialita diperlakukan sebagai teks. Analisis dalam penelitian ini menggunakan perspektif feminis pendekatan analisis wacana kritis. ..... Women is part of history, but their existence often being forgotten. Feminine writing brings women into history, through writing women put themselves into a narration. A choir group called Paduan Suara Dialita consists of women survivors from 1965 tragedy did feminine writing through their songs. These women survivors used to be political prisoners because they were accused as Indonesia Communist Party sympathies or member. This research examines how the lyrics of the songs from Paduan Suara Dialita can be form of feminine writing. This research is a feminist research with critical discourse analysis approach.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yura Muhamad Yusup
Abstrak :
Skripsi ini mengaji variasi akses yang dilakukan oleh petani penggarap di Desa Mekarwaru untuk memperoleh keuntungan dari pengelolaan lahan garapan yang secara de jure merupakan lahan milik Negara, akan tetapi secara de facto merupakan lahan yang seakan terbuka dan dapat dimanfaatkan siapa saja. Namun, terdapat aturan tentang pengelolaan lahan dari pemilik lahan yang dipercayakan pada pihak Perhutani. Berarti, lahan yang secara de facto seakan “terbuka” (open access) itu, sebenarnya dikelola oleh pihak yang memperoleh kewenangan dari Negara. Variasi akses yang dilakukan oleh petani penggarap dapat dilihat melalui mekanisme akses berdasarkan hak secara legal dan ilegal, serta melalui mekanisme akses berdasarkan struktural dan relasional. Melalui dua mekanisme tersebut, dapat ditemukan berbagai cara yang dilakukan petani penggarap untuk memperoleh pengelolaan lahan garapan pada kawasan Perhutani. Munculnya variasi akses menunjukkan bahwa kemampuan individu untuk memperoleh keuntungan dapat beragam yang diperoleh melalui berbagai cara, proses, dan hubungan sosial. Setelah memperoleh akses atas pengelolaan lahan garapan, petani penggarap memelihara aksesnya agar tidak berpindah ke pihak lain. Hal itu pun terwujud secara beragam pula.
This thesis examines the variation of access of Mekarwaru’s landless farmers in order to gain profits from de jure state-owned which could be claimed de facto land and utilized by any farmers. However, in reality, there are regulations of land management which have been defined by the land-owners, Perhutani. Therefore, the de facto-claimed land as an ‘open access’ resources is managed by the authority representing the state. The variation of access gained by landless farmers examined through both legal and illegal access mechanisms, as well as structural and relational mechanisms. These variation of access reveal the individual abilities to gain profits from any existing means, processes, and social relations. Furthermore, once the farmers have gained accesses to utilize the land, they are able to maintain and preserve it to avoid any changes of cultivators. Those mechanisms are, in fact, diverse as well.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Athirah
Abstrak :
Kemajuan teknologi informasi dan internet membuka peluang munculnya bentuk- bentuk baru dari pelecehan seksual terhadap perempuan. Media sosial seperti Twitter pun menjadi tempat bentuk baru pelecehan seksual marak terjadi. Meningkatnya penggunaan Twitter selama pandemi COVID-19 semakin memperbanyak kasus pelecehan seksual yang terjadi. Cyber flashing sebagai tindakan mengirim foto seksual eksplisit secara tiba-tiba dan tanpa persetujuan penerimanya menjadi salah satu bentuk pelecehan seksual yang difasilitasi teknologi serta terjadi di Twitter. Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana cyber flashing dipraktikkan di Twitter. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mencakup observasi partisipan serta melibatkan perempuan pengguna Twitter yang menjadi korban dari praktik cyber flashing dalam wawancara mendalam. Praktik cyber flashing sebagai bentuk pelecehan seksual online menghambat perempuan dalam mewujudkan agensi mereka melalui ekspresi diri di Twitter. Penelitian ini juga melihat bagaimana perempuan memahami praktik cyber flashing serta bagaimana perempuan menanggapi praktik ini melalui tindakan resistensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan melakukan bentuk resistensi nontradisional dengan memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki di platform media sosial ini. Pada akhirnya, perempuan membentuk rasa aman dan mewujudkan agensi yang dimiliki dengan cara mereka sendiri. ......Advances in information technology and the internet open up opportunities for the emergence of new forms of sexual harassment against women. New forms of sexual harassment are rife on social media platforms such as Twitter. The increasing use of Twitter during the COVID-19 pandemic has increased the number of sexual harassment cases. Cyber flashing is one of the sexual harassment forms that is facilitated by technology and occurs on Twitter. This research describes how cyber flashing is practiced on Twitter. This research employs a qualitative method that includes participant observation and involves women users who are victims of cyber flashing in in-depth interviews. The practice of cyber flashing as a form of online sexual harassment prevents women from exercising their agency through self-expression. This research also looks at how women perceive the practice of cyber flashing and how they respond to it through resistance. The findings show that women carry out non- traditional forms of resistance by utilizing the resources they have on this social media platform. Women ultimately create a sense of security for themselves and expresstheir agency in their own way.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanin Agis Zahra
Abstrak :
Tubuh perempuan tidak terlepas dari adanya gambaran “ideal” yang dikonstruksikan oleh masyarakat. Dalam pembentukan citra tubuh perempuan, bukan hanya masyarakat luas yang turut andil di dalamnya, melainkan juga orang-orang di lingkup terdekat termasuk pasangan. Dapat dibuktikan dengan adanya motto “Cantik untuk Suami” yang berkembang di masyarakat. Para ibu rumah tangga selalu berusaha untuk tampil cantik sesuai dengan perspektif suaminya. Hal ini menunjukkan adanya keterlibatan tatapan laki-laki dalam citra tubuh perempuan yang juga mengarah pada objektifikasi terhadap tubuh perempuan. Penelitian kualitatif dengan metode etnografi ini dilakukan di Jalan Haji Muhammad Ali, Cakung, Jakarta Timur. Penelitian ini melibatkan para ibu rumah tangga dengan usia yang berbeda, kondisi rumah tangga yang berbeda, namun sama-sama memiliki ketertarikan dalam menjaga penampilan. Hasil penelitian menunjukkan penampilan diri dan citra tubuh ibu rumah tangga yang terbentuk karena keterlibatan tatapan laki-laki (male gaze), dalam konteks ini suami, serta munculnya isu ketimpangan gender dalam fenomena ini. ......Women's bodies cannot be separated from the existence of an "ideal" image constructed by society. In the formation of a woman's body image, not only the wider community takes part in it, but also those closest to her, including her partner.. It can be proven by the existence of the motto "beautiful for husband" which is developing in the community. Housewives always try to look beautiful according to their husband's perspectives. This shows the involvement of male gazes in female body image which also leads to objectification of the female body. This qualitative research using the ethnographic method was conducted at Jalan Haji Muhammad Ali, Cakung, East Jakarta. This research involves housewives of different ages, different household conditions, but both have an interest in maintaining appearance. The results of the study show that housewives' self-appearance and body image are formed due to the involvement of male gazes (male gaze), in this context husbands, as well as the emergence of gender inequality issues in this phenomenon.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadilla Dwianti Putri
Abstrak :
Penelitian ini berangkat dari adanya proses penyebarluasan narasi-narasi tentang kesalehan, ibuisme, dan mitos feminin yang mendorong domestikasi perempuan Muslim milenial di Jabodetabek. Penelitian ini melihat bagaimana proses domestikasi tersebut dilakukan, dan menjelaskan bagaimana perempuan Muslim milenial merekonstruksi konsep perempuan salihah melalui pengalaman mereka. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendalam, observasi, kajian pustaka, dan life story. Subjek penelitian ini adalah lima orang perempuan Muslim yang telah menikah, memiliki anak, berusia 27-42 tahun (generasi milenial), berlatar pendidikan tinggi, dan pernah bekerja formal sebelumnya. Penelitian ini dianalisis menggunakan tiga teori, yaitu teori feminine mystique dari Betty Friedan, teori ibuisme dari Madelon Djajadiningrat-Nieuwenhuis yang dikembangkan oleh Julia Suryakusuma menjadi ibuisme negara, dan teori agensi oleh Saba Mahmood. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses domestikasi pada perempuan Muslim milenial berhasil terjadi melalui narasi-narasi keagamaan yang konservatif, dan situasi ini menjadi pengalaman reflektif bagi perempuan karena mereka kehilangan kemandirian ekonomi dan identitas diri. Pengalaman domestikasi membuat perempuan milenial menemukan agensinya karena keberhasilan perempuan dalam merefleksikan makna baru tentang konsep kesalehan. Mereka juga mampu memaksimalkan agensinya untuk mempertahankan identitas dan kontrol diri sebagai seorang perempuan. Reinterpretasi atas konstruksi perempuan salihah berubah dari yang dogmatis menjadi kritis, dari posisi yang subordinat menjadi setara. Perempuan berhasil memperoleh identitas dan otonomi melalui kesadaran tentang aktualisasi diri, relasi dengan suami, dan cara-cara lain untuk mencapai kepentingan diri. Dengan demikian, perempuan Muslim milenial memiliki pemaknaan baru tentang konstruksi kesalehan yang sejalan dengan kepentingannya dan tujuan yang ingin ia capai. ......This study departs from the propagation of narratives surrounding piety, ibuism, and feminine myths that drive the domestication of Muslim millennial women in the Jabodetabek area. The research aims to examine how this domestication process occurs, and analyze how millennial Muslim women reconstruct the concept of pious women through their lived experiences. Employing qualitative research methods such as in-depth interviews, observation, literature review, and life story analysis, the study focuses on five married Muslim women aged 27-42 (millennial generation) with a background in higher education and previous formal employment. The research is framed by three theoretical perspectives: the feminine mystique theory by Betty Friedan, ibuism theory by Madelon Djajadiningrat-Nieuwenhuis that is later developed into state ibuism by Julia Suryakusuma, and agency theory by Saba Mahmood. The findings reveal that the domestication process among millennial Muslim women is successfully facilitated through conservative religious narratives, and it becomes a reflective experience for women as they lose economic independence and self-identity. However, this domestication experience does not hinder millennial women from finding new meanings about the concept of piety. They demonstrate the ability to maximize their agency to preserve their identity and self-control as women. The reinterpretation of the pious women construction transforms from dogmatic to critical, and from subordinate to equal position. Women have successfully regained their identity and autonomy through self-actualization awareness, relations with their husbands, and alternative means to achieve personal interests. Thus, millennial Muslim women have developed a new understanding of the concept of piety that align with their interests and goals.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulya Saida
Abstrak :
Penelitian ini mengkaji tentang kompleksitas pergulatan perempuan menjadi ibu dalam tahanan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe studi kasus dengan lokus di Rutan Pondok Bambu Klas IIA Jakarta Timur. Melalui narasi delapan perempuan yang sedang dalam keadaan hamil maupun menyusui dan sedang menjalani hukuman, penelitian ini ingin memahami pengalaman perempuan terkait proses terlibatnya dalam tindak pidana, praktik pengasuhan yang dijalani dalam tahanan dan pemaknaan peran sebagai ibu. Metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan wawancara mendalam dan observasi. Penelitian menunjukkan bahwa konstruksi gender yang menempatkan perempuan pada posisi inferior juga dapat membiatnya rentan terlibat dalam masalah pidana. Situasi menjadi lebih sulit ketika perempuan ada dalam kemiskinan dan gelasi gender yang tidak setara dengan pasangan. Kondisi yang serba tidak ideal menyebabkan perempuan menghadapi berbagai tantangan untuk menjalankan peran sebagai ibu dan dapat mengasuh anak dalam tahanan. Karenanya, dapat dimengerti bila perempuan yang berstatus sebagai ibu dalam tahanan sulit melihat diri menjalankan peran sebagai ibu secara ideal. Diskusi membahas hal-hal yang perlu dilakukan untuk memberikan dukungan maksimal bagi perempuan yang harus menjalankan peran sebagai ibu dalam tahanan. ......This research examines the complexity of women's struggles to become mothers in detention. This study used a qualitative approach with a case study type with a locus at the Pondok Bambu Class IIA Prison, East Jakarta. Through the narrative of eight women who are pregnant or breastfeeding and are currently serving sentences, this study seeks to understand women's experiences related to the process of being involved in criminal acts, the practice of parenting in detention and the meaning of motherhood. The methods used to obtain data were in-depth interviews and observations. Research shows that gender constructs that place women in an inferior position can also make them vulnerable to get involved in criminal matters. The situation becomes more difficult when women are in poverty and in gender relations that are not equal with their partners. The conditions that are not ideal cause women to face various challenges in carrying out the role of mother and being able to raise children in detention. Therefore, it is understandable if women who are mothers in detention find it difficult to see themselves as carrying out the role of mothers in an ideal manner. The discussion discussed what needs to be done to be able to provide maximum support for women who have to play the role of mothers in detention.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>