Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Ketut Wisnaya Widi
"Hukum waris adat yang merupakan ketentuan tersendiri tentang sistem kewarisan, asas-asas hukum waris, harta warisan dan ahli waris, dengan memperhatikan sistem kekeluargaan, garis keturunan dan perkawinan. Karena hal-hal tersebut menentukan cara-cara pembagian warisan, penetapan ahli waris serta penentuan hak dan kewajiban ahli waris penerima warisan terutama yang dibicarakan dalam penelitian ini yang menyangkut mengenai akibat hukum pewarisan terhadap ahli waris yang beralih agama berdasarkan hukum adat di Bali. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan penelitian hukum normatif yang bersifat analistis deskriptif, dimana bahan-bahan kepustakaan menjadi sumber utama untuk penyusunan tesis, namun untuk menambah lengkapnya tesis juga dilakukan wawancara dengan pihak yang berkaitan dengan tesis ini. Bahwa dalam hukum waris adat di Bali, apabila ahli waris yang beralih agama pada dasarnya menyebabkan kehilangan hak mewaris dari pewaris, karena pewarisan dalam sistem waris adat di Bali itu berhubungan erat dengan keagamaan seperti halnya ahli waris berkewajihan untuk melakukan pembakaran mayat (pengabenan) orang tuanya, melakukan sembah terakhir, melaksanakan upacara keagamaan (piodalan) di Pura. Hal tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh ahli waris yang telah beralih agama, tetapi pada kenyataan di Bali ahli waris yang beralih agama yang tetap melaksanakan kewajibannya sebagai ahli waris, maka ahli waris tersebut tetap diberikan bagian dari harta kekayaan pewaris yang mana pemberiannya bersifat sukarela."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ngurah Premana
"Adanya stratifikasi sosial masyarakat Bali yang secara umum dikenal dengan adanya Kasta, membuat banyak pihak menghubungkannya dengan adanya pengaruh Agama Hindu yang kuat pada sistem hukum adat Bali. Dalam sistem kekeluargaan yang berpengaruh pada pemhentukan pola perkawinan dan pewarisan ternyata sebagian diantaranya diresepsi dari hukum Hindu. Namun hukum Hindu yang diresipir tidaklah sepenuhnya, ada beberapa bagian yang diresipir berdasarkan konsep Bali yang dikenal dengan istilah Desa (tempat), Kala (Waktu), Patra (Kondisi/keadaan). Istilah wangsa di Bali tidak begitu popular, malah lebih dikenal dengan istilah kasta yang bahkan sampai saat ini berlaku di India, yang berkedudukan vertikal dengan diturunkan berdasarkan kelahiran.
Berdasarkan latar belakang tersebut timbul beberapa pokok permasalahan yang mengemuka, yaitu adakah perbedaan prinsipil antara Kasta, Warna dan Wangsa tersebut?, kemudian kaitannya dengan konsep purusa, bagaimanakah adat menyikapi, apabila ada lelaki non hindu menikah dengan perempuan hindu?, serta bagaimanakah Hukum Agama Hindu diresepsi dalam sistem hukum adat Bali?.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat penelitian kepustakaan, yang bersifat yuridis normatif.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan, diantaranya : asal usul terminologis antara Warna, Rasta dan Wangsa terdapat perbedaan fungsional yang jelas berpengaruh pada implikasi dan implementasinya. Istilah warna terdapat dalam kitab suci Agama Hindu,dibagi menjadi 4 (empat): Brahmana, Kesatriya, Waisya, dan Sudra. Warna ini jelas berdasarkan garis kerjanya di masyarakat, yang berdasarkan fungsi kedudukan sosialnya di masyarakat dan bukan berdasarkan garis keturunan atau kelahiran. Sedangkan Kasta tersebut berasal dari ceste, dari bahasa portugis, yang didasarkan pada kelahiran, sedangkan di Bali, sebenarnya yang dikenal adalah Wangsa. Bila ada penikahan campur, maka pada umumnya adat memberikan solusi bahwa perempuan Hindu tersebut yang pindah nmngikuti Agama suaminya. Adanya pembagian warisan berdasarkan hubungan darah terdekat, garis purusa, pengangkatan sentana radjeg, adanya kewajiban untuk mewaris perawatan tempat suci adalah merupakan cerminan pengaruh hukum hindu pada adat Bali."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noneng Hodijah
"Penelitian ini berangkat dari suatu asumsi bahwa masyarakat adat Minangkabau menganut sistem matrilineal yaitu suatu ketertiban masyarakat dimana kekerabatan dihitung menurut garis ibu semata-mata. Salah satu ciri sistem ini adalah hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya yaitu saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan. Termasuk dalam hal ini harta pencaharian .
Seiring dengan perubahan struktur sosial yang terjadi menyebabkan pegeseran sistem pewarisan harta pencaharian dalam masyarakat adat Minangkabau. Pergeseran struktur keluarga luas ke keluarga inti disebabkan faktor-faktor masuknya agama Islam, ekonomi, pola menetap, serta pergeseran hubungan mamak dan kemenakan. Harta pencaharian tidak lagi diwariskan oleh mamak kepada kemenakan tetapi pada anaknya.
Dalam memahami masalah penelitian yang telah dirumuskan, digunakan pendekatan kualitatif. Untuk memperoleh data primer dan sekunder digunakan pengamatan dan wawancara. Tekhnik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif.
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa Pergeseran ini telah menjadi kenyataan yang diterima dan hidup serta diterapkan secara umum dalam masyarakat adat Minangkabau dimana semakin pentingnya kedudukan harta pencaharian dalam kelangsungan hidup sehari-hari. Salah satu ekses dari pergeseran ini adalah meningkatnya sengketa antara mamak dengan kemenakan maupun antara anak dan kemenakan mengenai harta pencaharian di Sumatera Barat pada umumnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T16396
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noneng Hodijah
"Penelitian ini berangkat dari suatu asumsi bahwa masyarakat adat Minangkabau menganut sistem matrilineal, yaitu suatu ketertiban masyarakat dimana kekerabatan dihitung menurut garis ibu semata-mata. Salah satu ciri sistem ini adalah hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya yaitu saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan. Termasuk dalam hal ini harta pencaharian.
Seiring dengan perubahan struktur sosial yang terjadi menyebabkan pegeseran sistem pewarisan harta pencaharian dalam masyarakat adat Minangkabau. Pergeseran struktur keluarga luas ke keluarga inti disebabkan faktor-faktor masuknya agama Islam, ekonomi, pola menetap, serta pergeseran hubungan mamak dan kemenakan. Harta pencaharian tidak lagi diwariskan oleh mamak kepada kemenakan tetapi pada anaknya.
Dalam memahami masalah penelitian yang telah dirumuskan, digunakan pendekatan kualitatif. Untuk memperoleh data primer dan sekunder digunakan pengamatan dan wawancara. Tekhnik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif.
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa Pergeseran ini telah menjadi kenyataan yang diterima dan hidup serta diterapkan secara umum dalam masyarakat adat Minangkabau dimana semakin pentingnya kedudukan harta pencaharian dalam kelangsungan hidup sehari-hari. Salah satu ekses dari pergeseran ini adalah meningkatnya sengketa antara mamak dengan kemenakan maupun antara anak dan kemenakan mengenai harta pencaharian di Sumatera Barat pada umumnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T16396
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
K. Dibia Wigena Usada
"Sistem kekerabatan yang umum berlaku dalam masyarakat adat di Bali adalah sistem kekerabatan patrilineal, yang mengharuskan seseorang mengambil garis keturunan dari pihak ayah (laki-laki). Sistem kekerabatan ini menentukan bahwa yang menjadi ahli waris sekaligus pelanjut keturunan dalam sebuah keluarga adalah anak atau keturunan laki-laki. Dalam beberapa kasus kewarisan adat Bali yang diselesaikan melalui pengadilan, Mahkamah Agung Republik Indonesia memutuskan seorang anak perempuan bisa memperoleh hak untuk mewaris sebagaimana seorang anak laki-laki. Putusan tersebut memunculkan pertanyaan, apa yang menjadi dasar pertimbangan diambilnya putusan tersebut, kemudian apa solusinya bila sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki, dan terakhir bila seorang anak perempuan yang menjadi ahli waris menikah, adakah bentuk perkawinan adat tertentu yang harus dipilihnya agar tetap memiliki hak untuk mewaris tersebut.
Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis. Hak mewaris yang dimiliki oleh seorang perempuan di Bali biasanya diperoleh ketika seorang anak perempuan diangkat sebagai ahli waris oleh seseorang atau oleh keluarganya sendiri dengan status adat sentana rajeg. Seseorang atau sebuah keluarga yang tidak memiliki keturunan laki-laki, oleh hukum adat yang berlaku di Bali diperbolehkan untuk mengangkat anak sebagai ahli waris sekaligus pelanjut keturunan. Kemudian untuk menjaga agar statusnya sebagai ahli waris dan penerus keturunan dalam keluarganya tidak hilang, seorang anak perempuan yang telah berstatus sebagai sentana rajeg nantinya diharuskan untuk melakukan perkawinan dengan bentuk perkawinan adat nyeburin. Berbeda dengan bentuk perkawinan yang umum dikenal di Bali, perkawinan nyeburin mengakibatkan pihak mempelai laki-laki masuk ke dalam kelompok kekerabatan pihak mempelai perempuan. Adanya aturan adat yang memperbolehkan seorang anak perempuan menjadi ahli waris sekaligus pelanjut keturunan bagi keluarganya, menunjukkan bahwa sistem kekerabatan yang berlaku dalam masyarakat adat di Bali adalah sistem kekerabatan patrilineal tidak murni atau yang disebut dengan sistem patrilineal beralih-alih."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16536
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Eva
"Perkawinan merupakan bagian dari proses kehidupan manusia. Adanya janji kawin diantara pasangan yang sedang berpacaran biasanya mendahului sebelum terjadinya perkawinan itu sendiri. Janji kawin yang biasanya terjadi di kalangan muda mudi hanyalah sebatas lisan tanpa disertai bukti tertulis. Hal ini akan sulit dituntut pertanggungjawabannya bila suatu saat terjadi pengingkaran oleh salah satu pihak. Sekalipun perbuatan ingkar janji kawin sering terjadi di masyarakat, sangat jarang ada pihak yang menuntut ke pengadilan bila terjadi pengingkaran. Hal ini dikarenakan perbuatan ingkar janji kawin tidak diatur dalam undang-undang perkawinan. Namun meskipun belum diatur secara jelas dalam undang-undang perkawinan, bukan berarti setiap perbuatan ingkar janji kawin tidak dapat dituntut. Masih ada hukum adat sebagai hukum yang hidup dan terus berkembang di masyarakat, yang dapat dijadikan pegangan untuk menyelesaikan masalah yang timbul dalam masyarakat. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah apakah ada hubungan antara ingkar janji kawin dengan sanksi adat, apakah ingkar janji kawin dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar hukum pidana adat, dan apakan yang menjadi sanksi adatnya terhadap perbuatan ingkar janji kawin tersebut. Pada masyarakat hukum adat, janji kawin dikukuhkan dalam suatu upacara yang disebut pertunangan.Pertunangan biasanya dilakukan secara resmi dan mengikuti aturan tata tertib adat yang berlaku, sehingga pelanggaran terhadap tata tertib pertunangan itu dapat dikategorikan sebagai suatu delik adat, yaitu perbuatan yang melanggar hukum pidana adat. Tesis ini mengangkat beberapa kasus putusan Mahkamah Agung mengenai ingkar janji kawin. Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Tipe penelitiannya eksplanatoris, fact finding, penelitian berfokus masalah, dan monodisipliner. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan alat pengumpulan data adalah melalui studi dokumen. Sedangkan Metode yang digunakan untuk menganalisis adalah kualitatif. Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan, bahwa terdapat hubungan antara ingkar janji kawin dengan sanksi adat yaitu apabila perbuatan tersebut termasuk delik adat. Terhadap perbuatan ingkar janji kawin yang melanggar tata tertib perkawinan adat dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum pidana adat dan diberikan sanksi adatnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saerang, Seruni Lissari
"Di Indonesia, hukum waris adat sangat dipengaruhi oleh prinsip garis keturunan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Hukum Waris Adat Batak menganut sistem kekeluargaan patrilinial dan menganut sistem pewarisan individual atau perseorangan, yaitu sistem pewarisan dimana setiap waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Dalam pewarisan adat Batak ini garis keturunan ditarik dari pihak bapak, sehingga anak perempuan tidak ditempatkan sebagai ahli waris. Dampak dari hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan ini menyebabkan laki-laki yang mempunyai hak waris dan perempuan tidak mempunyai hak semacam itu. Akan tetapi hal ini dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada sekarang. Sehingga menimbulkan pokok permasalahan yakni, faktor apa yang berpengaruh terhadap pergeseran budaya hukum waris di masyarakat Batak? Serta, apakah agama, adat istiadat atau hukum waris perdata yang menjadi sebab terjadinya pergeseran hukum waris masyarakat Batak? Terakhir bagaimanakah sikap Mahkamah Agung terhadap sistem kewarisan Masyarakat Batak? Berdasarkan pokok permasalahan diatas maka metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah kepustakaan yang bensifat yuridis normatif. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran budaya hukum waris di Masyarakat Batak adalah hubungan yang erat antara orang tua dan anak, faktor perantauan dan ekonomi, agama, adat istiadat dan hukum waris perdata."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16433
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafera Mairita Achmad
"Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai rnacam suku bangsa, yang memiliki adat istiadat yang berbeda-beda, misalnya perkawinan, pewarisan dan lain-lain. Perbedaan ini sangat dipengaruhi oleh prinsip garis keturunan, yaitu garis keturunan patrilinial, matrilinial dan bilateral. Menurut hukum waris adat, janda bukanlah ahli waris dari suaminya, kedudukan janda terhadap warisan suaminya dipengaruhi oleh bentuk perkawinan yang mereka lakukan.
Pada masyarakat patrilinial yang melakukan perkawinan jujur, janda hanya boleh menikmati tapi tidak boleh memiliki warisan suaminya sedangkan pada masyarakat Matrilinial dengan perkawinan semendo bebas dan dikota serta masyarakat bilateral dengan berkawinan bebas, janda berhak atas setengah bagian dari harta bersama. Begitu juga kedudukan anak perempuan terhadap warisan bapaknya, juga dipengaruhi oleh prinsip keturunan tersebut, pada masyarakat bilateral anak-anak adalah ahli waris dari bapaknya, sedangkan pada masyarakat patrilinial dan masyarakat matrilinial anak perempuan bukanlah ahli waris dari bapaknya. Tetapi berdasarkan yurisprudensi yang ada, sekarang tidak dibedakan lagi anak laki-laki dan perempuan, mereka sama-sama dianggap ahli waris dari bapaknya.
Hukum kewarisan yang diatur dalam Kitab Undangundang Hukum Perdata mengenal adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, dimana suami isteri saling mewaris dan anak-anak baik laki-laki maupun perempuan sama-lama mewaris dari orang tuanya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif empiris dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Kemudian penelitian dilakukan secara diskriptif dimana penggabungan antara hasil penelitian dengan data-data yang ada untuk memberikan gambaran secara kualitatif."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T18957
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pandjaitan, Dinar L.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>