Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shenly Riatna Erliza
Abstrak :
Masa remaja yang dimulai dari umur 12 tahun hingga 18 tahun biasanya adalah mereka yang sedang menempuh pendidikan SMP/sederajat dan SMA/sederajat. Remaja yang sedang duduk dibangku sekolah ini, selain melakukan kegiatan belajar di sekolah, mereka juga melakukan kegiatan tersebut di ruang lainnya. Remaja mempunyai karakter khusus yang menjadi transisi antara karakter anak-anak menuju karakter dewasa seperti, kecenderungannya untuk menghabiskan waktu luang bersama dengan kelompoknya di ruang publik. Berdasarkan hal tersebut, keberadaan perpustakaan publik sebagai salah satu ruang belajar bagi remaja dipilih untuk menjadi topik yang akan dibahas pada penulisan ini. Dengan metode penulisan deksriptif analitis, penulis mencoba memaparkan bagaimana elemen ruang yang ada di dalam perpustakaan publik sebagai third place dapat memenuhi kebutuhan remaja saat mereka menggunakan suatu ruang dan dapat mendukung kegiatan belajarnya. Studi kasus dilakukan pada salah satu perpustakaan publik yang ada di Jakarta yaitu, Perpustakaan Kemdikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). ......Adolescence starts from the ages of 12 to 18, who usually are studying in junior high school or senior high school. Those teenagers do learning activities at school and also in other rooms. Teenagers have a special character that becomes a transition from childrens characters to adults characters, such as their tendency to spend free time together with their groups in a public space. Based on this, the existence of a public library as one of learning spaces for teenagers was chosen to be the topic to be discussed. With analytical descriptive method, the author tried to explain how the elements of space in the public library as third place can meet the needs of adolescents when using a space and can support their learning activities. Case study was conducted in one of the public library in Jakarta, which is the Ministry of Education and Cultures Library.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Knya Dwihany Ruth Oktavia
Abstrak :
Untuk menciptakan pertunjukan tari yang baik, penari melakukan proses latihan yang berulang-ulang. Anggota tari mempelajari gerakan dan formasi dalam tari. Sistem sensori digunakan penari dalam mengumpulkan informasi dan detail untuk setiap gerakan, perpindahan posisi, formasi dan arah. Proses mempelajari elemen pada tari ini, membentuk semua memori spasial yang menyebabkan penari mampu mengingat gerakan berdasarkan formasi maupun music atau lagu. Pada tulisannya ini, penulis mencoba melihat proses kelompok tari (dengan delapan anggota) mempersiapkan sebuah penampilan tari. Penulis melihat bagaimana memori spasial pada masing-masing anggota bekerja pada satu kelompok tari dalam melakukan latihan. Analisis dilakukan dengan mengamati gerak dan formasi pada tari serta perbandingan pada tiga rekaman latihan. ......In order to perform a great dance performance, dancer should pass through many practices. Dancers need to learn the movements and formation. Which require sensory systems, to gather the information and detail about each movement, gesture, formation, orientation. As the dancers learning about the elements of dancing, the bodies create spatial memories, that allowed dancers to memorize each gestures with the movements based on the music. On this writing, we tried to see how a group of dancers -consists of 8 individuals- create a performance with 8 different memories. We tried to see, how the spatial memory of each individual works in a group dance, considering the space, choreographies, blockings, dance flows, music and energy. By learning each individual way to move, to dance, and how the group dancing spatial from three practice videos.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanti Amelia
Abstrak :
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) merupakan sasana yang dikelola oleh pemerintah atau badan swasta terkait sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat berusia lanjut. PSTW sebagai salah satu ruang hidup manusia lanjut usia memiliki pengaruh dalam memunculkan perilaku yang terjadi. Perilaku ini muncul sebagai manifestasi lanjut usia dalam berekspresi dan beraktivitas dalam konteks spasial yang dipengaruhi oleh interioritas tubuh manusia lanjut usia dan desain ruang interior di PSTW. Skripsi ini ditulis secara deskriptif menggunakan kajian literatur dan pembahasan studi kasus. Studi kasus dilakukan pada dua individu lanjut usia yang menetap di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung dan dianalisis dengan menggunakan pemetaan perilaku sebagai perwujudan penulisan yang utuh untuk melihat variasi perilaku lanjut usia di dalamnya. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa intensitas perilaku lanjut usia yang muncul dipengaruhi oleh besarnya intensitas aktivitas yang dilakukan pada suatu ruang, dimana ruang tersebut merupakan ruang favoritnya di dalam PSTW. ...... Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) is a place that was managed by the government or private institution as a service form for the elderly community. PSTW as one of the elderly living space has an influence to elderly behaviors. This behavior has presented as a manifestation of expression and activities in the spatial context that is affected by the interiority of elderly bodies and implication of interior design in PSTW. This undergraduate thesis is written in descriptive method by using literature study and review of case studies. An analysis of case study was conducted in two eldery people who are living in PSTW Budi Mulia 1 Cipayung and presented by using behavioral mapping to see variations of elderly behaviors. The analysis showed that the intensity of elderly behavior is affected by the intensity of activities that appear on their everyday space, which belongs to their favorite space in PSTW.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56203
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trisha Syakira Prawiraatmadja
Abstrak :
Manusia memiliki ketertarikan alami terhadap makhluk hidup lain dan alam, dan manusia membutuhkan kehadiran alam dalam hidupnya untuk mencapai kondisi well-being terbaiknya. Fenomena ini disebut dengan biophilia dan desain biophilic sebagai salah satu upaya untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut dalam perancangan. Penggunaan elemen alam dalam desain biophilic dapat dihadirkan antara lain melalui tanaman. Dengan banyaknya waktu yang dihabiskan manusia dalam ruang, kehadiran tanaman sebagai elemen ruang dalam menjadi penting yang berdampak pada well-being manusia. Tanaman yang terdapat pada ruang dalam tentunya membutuhkan perawatan untuk hidup. Kehadiran tanaman sebagai elemen alam terbukti memberikan dampak positif bagi keadaan fisik maupun psikis manusia dan juga dapat menjadi elemen ruang dalam yang berpengaruh penting pada elemen desain lain dan kualitas ruangnya. Sebagai hasil simpulan, untuk mendapatkan hasil yang optimal, kondisi ruang dalam harus dipahami untuk menentukan bentuk penerapan dan jenis tanaman yang tepat, serta karakteristik dari tanaman itu sendiri kemudian dikombinasikan menjadi sebuah komposisi. ......Human has natural intention towards other living things and nature elements, and human needs the presence of nature in their life to achieve their best well-being. this phenomena is called biophilia and biophilic design as one of the attempt to accommodate that need in design. One of nature elements in biophilic design can be presented by plant. People spend most of their time in indoor space, so the presence of plant as indoor element becomes important and impact human's well being. Plant in indoor space needs maintenance to live. The presence of plant a as nature element in indoor space gives a positive impact for human's physical and mental health and plant can also be an interior element that compliment other design elements and the quality of the space. As a conclusion, to obtain optimal result, the condition of indoor space should be fully understood to determine the application and the type of plant that suits best, and the characteristics of the plant itself to be combined into a composition.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60827
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nijiko Suryadikara
Abstrak :
Indoor cycling merupakan salah satu variasi olahraga hasil dari inovasi manusia untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran. Indoor cycling merupakan kelas olah fisik dengan menggunakan alat sepeda stasioner dalam ruang tertutup (indoor). Indoor cycling merupakan hasil inovasi dan perkembangan dari aktifitas bersepeda outdoor (luar ruang) konvensional. Oleh karena indoor cycling merupakan inovasi olahraga yang dilaksanakan di dalam ruangan, maka dalam perkembangannya, indoor cycling dilengkapi dengan suasana kualitas ruang yang sengaja dirancang untuk memicu semangat dan gairah para penggunanya melalui indera penglihatan dan pendengaran. Elemen kualitas ruang yang diperhatikan pada penulisan skripsi ini adalah warna, cahaya, dan musik (audio).
Indoor cycling is one of sport varieties of human?s innovations to increase health and fitness. Indoor cycling is a form of physical exercise held indoors, using stationary bikes. It is a result of the innovation and development from the conventional outdoor cycling. Since indoor cycling is an innovation of workout held indoors, in its development, it is completed with the atmosphere of spatial interior which is deliberately designed to trigger its users to feel vigorous and excited through visual and auditory senses. Elements of spatial qualities studied in writing this thesis are color, lighting, and music (audio).
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Chairunnisa
Abstrak :
Masa tua adalah masa ketika manusia memiliki kebutuhan khusus akibat penurunan fungsi tubuh, sehingga mempengaruhi cara ber-dwelling. Panti werdha memfasilitasi kebutuhan tersebut untuk memenuhi kebutuhan ber-dwelling lansia. Fasilitas yang memfasilitasi kegiatan ber-dwelling tidak lepas dari definisi home yang menjadi kebiasaan dan definisi home yang menjawab kebutuhan lansia. Hierarki home terdiri dari aspek-aspek yang memenuhi standar kebutuhan home pada umumnya dan pada lansia. Ketika hierarki home tersebut terpenuhi, tempat tinggal yang didefinisikan sebagai home dapat dirasakan sebagai perasaan homey. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana X Senior Living memenuhi aspek-aspek home untuk memenuhi gagasan akan perasaan homey. ...... Being old is the period man has special needs because of the frailty of the body?s functions, affecting the way to dwell. Senior Living facilities provide these needs of dwelling for elderly. Dwelling activities on senior living facilities can not be separated from the definitions of home as its standard definition and becomes an everyday and home as the fulfillment for seniors. Hierarchies of home consists of aspects that meet the standard needs of the common and the elderly. When these hierarchies of home which required certain requirements are met, the house which defined as a home can the state of homey feeling. This thesis aims to determine the extent to which Senior X Living fulfill aspects of home which give the notion of a homey feeling.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64327
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retna Ningtias Catur Rehajeng
Abstrak :
Dalam film the Lord of the Rings, dikisahkan mengenai konflik antar pihak protagonis dan antagonis yang terjadi di Middle-Earth. Middle-Earth adalah dunia imajinasi yang dihuni oleh bermacam bangsa yang tinggal di bermacam kota. Salah satu dari kota di Middle-Earth adalah Kota Rivendell, kota yang dihuni oleh bangsa elf. Dengan situasi kondusif dan bentangan alam yang indah, Kota Rivendell berhasil digambarkan sebagai kota yang aman. Hal ini kontras dengan daerah sekitar Kota Rivendell yang terlibat dalam bermacam konflik akibat penyebaran kekuasan pihak antagonis. Rivendell sebagai kota yang aman meski dikelilingi bermacam konflik memunculkan pertanyaan, apakah diantara beragam kota di dunia nyata juga terdapat daerah yang aman meskipun daerah sekitarnya dipenuhi konflik? Ternyata, di wilayah Karet Tengsin terdapat bermacam kekuasaan dan potensi konflik. Penyebaran juga beragam, terdapat banyak perbedaan secara fisik, sosial, politik, spiritual dan ekonomi. Akan tetapi, warga tidak merasa terancam oleh kekuasan, potensi konflik dan penyebaran. Bila dibandingkan dengan Kota Rivendell dari film the Lord of the Rings, Karet Tengsin memiliki kemiripan, yakni berada di sekitar area berkonflik. Meski begitu, penduduknya merasa aman untuk tinggal di dalamnya. ...... The Lord of the Rings the movie tells about the conflict between the protagonist and the antagonist that was happening in Middle-Earth. Middle-Earth is an imaginary world inhabited by various race living in various cities. One of the cities in Middle-Earth is the City of Rivendell, a city inhabited by the elves. With a conducive environment and beautiful landscapes, City of Rivendell successfully portrayed as a safe city. This is in contrast with the area around the city of Rivendell which involved in various conflicts caused by the antagonist. Rivendell as a safe city while being surrounded by various conflicts raises the question, is there in real world a safe area while being surrounded by conflicts? Apparently, in the area of ​​Karet there are variety of power and potential for conflict. Deployment also diverse, there are many differences in the physical, social, political, spiritual and economic aspect. However, residents do not feel threatened by the power, potential conflicts and diversity. When compared with the City of Rivendell from the movie Lord of the Rings, Karet have similarities, which is located around the area of ​​conflict. Even so, people feels safe to stay in it.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62817
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atri Atikah
Abstrak :
Kegiatan berwisata adalah kegiatan perpindahan spasial untuk suatu tujuan tertentu yang berbeda dari rutinitas sehari-hari. Motif seseorang dalam melakukan kegiatan berwisata dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri maupun dari luar, salah satu faktor dari luar yag menarik adalah adanya representasi image ruang wisata yang ditampilkan memlaui media sosial. Dengan melihat image yang dihadirkan dalam media sosial secara tidak sadar dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam menentukan untuk mengunjungi suatu destinasi wisata. Dengan melihat representasi visual suatu ruang seseorang dapat membayangkan pengalaman-pengalaman yang mungkin terjadi di ruang tersebut. Elemen-elemen yang diperhatikan dalam skripsi ini adalah elemen yang berpengaruh dalam membentuk pengalaman secara virtual dan pada keadaan sesungguhnya. Elemen-elemen tersebut adalah elemen townscape, infrastruktur perencanaan ruang wisata, dan karakter-karakter yang terdapat pada ruang wisata itu sendiri.
Travel activity is the spatial displacement for a specific purpose that is different from the daily routine. Internal and external factor can influence people rsquo s motivation to travel. One of those internal factor that interest writer is the image representation of one rsquo s travel area shown by social media that can influence person rsquo s decision regarding their visit. Visual representation of the travel area can help people imagine the experiences that may occur in there. This thesis considering elements that influence people rsquo s experience from virtual to reality. These elements are the elements of townscape, travel area planning infrastructure, and the the travel area 39 s characters itself.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S66160
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Pramodya Wardani
Abstrak :
Tulisan ini merupakan studi yang mengungkap keterkaitan event temporer dengan pergeseran variabel interioritas. Event temporer yang dibahas dalam studi ini adalah gig musik yang diadakan secara berkala pada setting interior, Yesterday Backyard Kafe Bar. Variabel interioritas dalam ruang interior meliputi boundary, performance, intimacy, betweenness, dan atmosphere. Hal ini diakibatkan oleh adanya komponen yang terdapat dalam event temporer meliputi aspek visual tata cahaya, aksi performer, dekorasi , dan auditori genre, tempo, dinamika yang menjadi stimulan bagi variabel interioritas dalam ruang. Shifting variabel interioritas terjadi karena adanya pergeseran kondisi ruang interior yang berbeda dari kondisi awalnya. Masing- masing komponen yang terkandung dalam event temporer dapat membuat satu atau lebih variabel interioritas mengalami shifting. Hasil studi ini menunjukan bahwa event temporer dapat memengaruhi terjadinya shifting variabel interioritas dalam ruang interior. ......This study examines the interrelation between temporary event with the shifting of interiority variables. The temporary event discussed in this study is music gig held periodically at interior setting, Yesterday Backyard Cafe Bar. Interiority variables in interior space consist of boundary, performance, intimacy, betweenness, and atmosphere. The presence of components contained in temporary event are the visual aspect, including lighting, performer action, decoration, and auditori aspect, including genre, tempo, dynamics which become stimulant for interiority variables in space. Shifting variables interiority occurs because of the interior space conditions are changing from the initial conditions. Each component contained in a temporary event can maje various shifting of interiority variables. The results of this study show that temporary event can influence the occurrence of shifting interiority variables in interior space.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68915
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Rahadiani Maheswari
Abstrak :
ABSTRACT
Ruang transit yang ditujukan untuk mengakomodasi banyak orang seringkali dimaknai hanya sebatas fungsi tanpa memikirkan pengalaman ruang dan dampak psikologis terhadap penghuninya, sehingga individu tidak memiliki relasi/memori tertentu terhadap ruang transit tersebut. Padahal, elemen-elemen pembentuk ruang tersebut saling terkoneksi dan membentuk dialog ruang yang berperan menyukseskan penyampaian pesan ruang kepada individu tidak hanya sebagai perantara namun juga pembentuk atmosfer ruang. Sehingga proses transit menjadi humanis. Ruang transit penting sebagai ruang interaksi yang mengakomodasi beragam aktivitas. Untuk memungkinkan hal ini terjadi, masyarakat sebagai subjek aktivitas ini menjadi sakral untuk diperhatikan. Hal ini tidak lain adalah untuk membangun koneksi antara ruang transit dan pengguna ruang transit dengan menciptakan pengalaman menunggu yang akan melekat pada memori mereka. Di dalam lingkup ruang transit, terdapat elemen-elemen transisi yang berperan sebagai pemisah ruang yang menegaskan batas-batas antara ruang yang dialami oleh pejalan kaki dalam konteks jalan dan kota streetscape, dengan interior ruang transit yang melingkupi segala aktivitas di dalamnya. Namun di sisi lain, elemen-elemen transisi ini juga berperan sebagai penguat relasi antara inside dan outside dari ruang transit itu sendiri. Salah satu dari elemen-elemen tersebut, adalah Threshold. Pada fasilitas transit, threshold menjadi elemen utama yang mendukung fungsinya sebagai ruang transisi dan mengkoreografi pegalaman ruang. Namun demikian, ia juga memiliki potensi sebagai pembentuk relasi dengan ruang di sekitarnya, misalnya antara interior-eksterior dan juga dengan ruang kota. Sehingga, pada hubungannya dengan ruang kota, threshold memiliki peran penting sebagai elemen yang menjalin konektivitas antara fasilitas transit dengan konteks kota di sekitarnya yang dapat pembentuk pengalaman manusia dan memicu hadirnya aktivitas publik yang beragam. Riset ini bertujuan untuk menelaah ruang threshold pada konteks ruang transit, melihat sistem hubungan, potensi serta kemungkinan yang tercipta dari relasi antara ruang transit dan ruang kota. Skripsi ini memberikan interpretasi baru pada threshold sebagai ruang antara yang kerap kali tidak terbahas potensinya dalam wacana ruang publik. Penelitian kualitatif dengan menggunakan metode kajian literatur, studi preseden dan observasi lapangan.
ABSTRACT
Transit spaces which are intended to accommodate many people, are often interpreted only as functional without considering the experience of space and its psychological impact on the inhabitants, so that individuals do not have a certain relation memory of the transit space. In fact, the spatial elements that are connected to one another and to its environment of the transit space can form a dialogue of space that plays a major role in the successful delivery of message and meaning to individuals. Hence these element serve not only as an intermediary but also in the creation of the atmosphere within. This is when the transit process becomes humane. The importance of the transit space is to accommodates interaction for the community it surrounds, a place that accommodates diverse activities. To allow this to happen, society as the subject of this activity becomes sacred to be noticed. This is done to establish a connection between that transit space and its users by creating a meaningful waiting experience that will be attached to their memory. Within the sphere of transit space, there are transitional elements that act as space dividers that define the boundaries between the space experienced by pedestrians mdash in the context of the road and the city streetscape mdash and with the interior of the transit spaces encompassing all the activities within them. But on the other hand, these transitional elements also act as a reinforcing relation between the inside and outside of the transit space itself. One of these elements, is Threshold. Threshold is a choreographer of spatial experience, as an element that embodies the transition, because it separates and connects boundaries, and regulates space sequences. Threshold can also be interpreted as the in between condition of interior and exterior and has the characteristics of both, so that there can be ambiguity on the quality of space.in the other hands, it also has the potential to create relation to its surrounding. For example, relation between interior exterior and the urban environment. For that reason, threshold has a key role to create connectivity between transit facilities and urban environment and generate individuals spatial experience and activities. This research aims to examine threshold spaces in the context of transit space, to see the relationship of its system, its potential and possibilities created from the relationship between transit space and cityscape. This study provides a new interpretation of the threshold as the space in between which its potential often not discussed in public space discourse. Qualitative research is conducted through literature review, precedent study and field observation.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>