Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agi Ginanjar
"Disertasi ini membahas komunikasi cagar budaya pada remaja, khususnya informasi cagar budaya yang disajikan dalam narasi underdog, topdog, dan faktual di kawasan Trowulan. Tujuan penelitian dalam disertasi ini adalah untuk membuktikan pengaruh informasi cagar budaya peninggalan Majapahit dalam bentuk narasi tersebut pada sikap, intensi berkunjung, dan kebanggaan publik. Penelitian ini menggunakan disain eksperimen 3 x 2 beetwen partisipan.
Temuan dari penelitian ini membuktikan bahwa pengaruh informasi cagar budaya dalam bentuk narasi topdog secara langsung meningkatkan sikap dan intensi berkunjung partisipan pada peninggalan Majapahit di Trowulan. Selain itu, informasi cagar budaya dalam bentuk narasi topdog juga meningkatkan kebanggaan partisipan terhadap Indonesia.

This dissertation discusses the communication of cultural heritage in adolescents, particularly cultural heritage information presented in the narrative of the underdog, topdog, and factual in Trowulan. The objective of the research in this dissertation is to verify the influence of information on Majapahit cultural heritage in the form of narration on public attitude, visit intention, and pride. The research used 3x2 experiment design between participants.
The findings of the research verified that the influence of cultural heritage information in the form of topdog narration directly increased the participants? attitude and visit intention on the Majapahit relics in Trowulan. Additionally, topdog narration formed cultural heritage information also increased the participants pride on Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richardus Handojo Wiwoho
"Disertasi ini bertujuan untuk merumuskan Model Strategi Pemasaran Potensi Kawasan dan bagaimana masyarakat di sekitar lokasi berpotensi menjadi audiens sekaligus pelaku pemasaran di kawasan tersebut. Metode penelitian kualitatif digunakan dalam disertasi ini. Kajian potensi kawasan menggunakan pendekatan pemasaran, sedangkan kajian potensi masyarakat menggunakan studi eksploratori dan pendekatan pembelajaran pilihan bebas (free-choice learning). Untuk studi eksploratori dipilih sepuluh informan dengan menggunakan metode wawancara semi-terstruktur. Untuk validasi dipilih seorang pakar yang memiliki otoritatif di kawasan. Muarajambi digunakan sebagai studi kasus kajian disertasi ini, dalam pengertian bukan memecahkan kasus di Muarajambi, namun Muarajambi dipilih menjadi kasus untuk studi ini.
Hasil yang diperoleh memperlihatkan Muarajambi memiliki potensi untuk menjadi: (1) Cagar budaya (Cultural heritage); (2) Cagar alam (Natural heritage); dan (3) Tempat umum (Public place). Hasil studi eksploratori memperlihatkan bahwa pengunjung datang dengan motivasimotivasi berbeda yang tergantung pada identitasnya yakni: Explorer, Experience Seeker, Facilitator, Proffesional/ Hobbyist dan Recharger.

The objective of this dissertation is to formulate the model of marketing strategy of potential area and how communities around become the audience as well as the marketers of the area. Qualitative research method was used in this dissertation. The study of potential area uses marketing approach, and the study of the audience uses exploratory study and free-choice learning approach. Ten informants were selected for the purpose of exploratory study using semi-structured interviews. An authority figure was selected for the purpose of expert validation. Muarajambi was used as a case study of this dissertation, in the sense of not solving the case in Muarajambi, but Muarajambi was chosen to be the case for this study.
The results obtained showed that Muarajambi has the potential to be: (1) Cultural heritage; (2) Natural heritage; and (3) Public place. The results of exploratory study showed that visitors come with their identityrelated motivations which are: Explorer, Experience Seeker, Facilitator, Proffesional/Hobbyist and Recharger."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D1927
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naniek Widayati
"Laweyan merupakan salah satu kawasan yang spesifik di kota Surakarta, sebagai kawasan lama di propinsi Jawa Tengah, yang mempunyai kaitan erat dengan kehidupan masa lampau yaitu masa kejayaan kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Sultan Hadiwidjaja. Masih banyak terlihat situs peninggalan di kawasan Laweyan, antara lain: makam peninggalan masa kerajaan Pajang yang berada di belakang Masjid Laweyan. Hal ini dapat dilihat dari bentuk makam yang memakai batu hitam pada nisannya sebagai pertanda dari makam tersebut. Selain itu juga terdapat Langgar Merdeka yang didirikan tanggal 7 Juli 1877 dan keadaannya masih sesuai dengan bangunan aslinya. Di Laweyan juga masih terlihat adanya bekas Bandar sungai Kabanaran yang diduga merupakan bekas pusat perdagangan yang ramai pada jamannya kerajaan Pajang. Selain itu rumah tinggal para pengusaha batik yang indah, masih terpelihara dengan bail: serta kehidupan masyarakatnya yang dari dahulu hingga sekarang sebagian besar sebagai pengusaha batik merupakan situs yang sangat menarik untuk diteliti.
Laweyan sebagai salah satu pusat industri batik dijadikan daerah penelitian karena kawasan itu mempunyai ciri yang sangat spesifik dibandingkan dengan pemukiman lainnya. Ciri spesifik tersebut antara lain ialah: (1) lokasinya berada di pinggiran kota, sementara kawasan lainnya berada di tengah kota; (2) bentuk kawasan ini juga berbeda dengan yang lainnya, karena berbentuk ""kantong"" (enclave); dan (3) bentuk bangunannya berbeda dengan yang terdapat pada kawasan lainnya. Di kawasan Laweyan, terutama pemukiman para saudagar terdiri dari bangunan pendopo, dalem, sentong, gandhok dan paviliun. Ketinggian lantai dalem lebih tinggi dari ruang-ruang yang lainnya Hal ini sesuai dengan susunan ketinggian lantai pada ruang bangsawan Jaw& Bangunannya ditutup dengan atap berbentuk perisai dan limasan, bukan atap joglo. Demikian pula 'empat tiang (saka guru) yang mendukung atap joglo juga tidak ditemuuan; yang ada hanya dua tiang yang berfungsi sebagai hiasan, bukan merupakan tiang penyangga atap yang berfungsi struktural. Juga merupakan kenyataan bahwa pada rumah tinggal bangsawan Jawa tidak mempunyai bangunan pabrik, sebaliknya di Laweyan hampir semua rumah tinggal dilengkapi dengan bangunan pabrik. Pabrik semacam ini mempunyai ruang-ruang sebagai berikut: ruang untuk membuat pola (gambar), ruang pembatikan, ruang pengecapan, ruang pewarnaan, ruang wedelan, ruang pembaharan, ruang pembuhuran, ruang pengkanjian, halaman penjemuran, ruang pelipatan, ruang pengepresan, ruang pelabelan dan ruang penjualan. Dui uraian tersebut timbuI permasalahan yaitu bagaimana masyarakat Laweyan menerapkan pola permukiman sesuai dengan dua macam sistem di atas yang dipengaruhi oleh nilai-nilai tradisional Jawa, dan nilai-nilai ekonomi industri. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengkaji pola pemukiman supaya mengetahui bagaimana masyarakat Laweyan yang kenyataannya bukan-bangsawan menata pemukimannya sesuai dengan sistem pemukiman bangsawan Jawa dan sistem industri batik.
Selain itu kajian ini untuk mengetahui pandangan masyarakat sebagai akibat usaha batik mereka. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk melengkapi hasil-hasil penelitian arkeologi pemukiman sebelum ini, khususnya yang berkenaan dengan masyarakat dan kebudayaan yang masih hidup (living culture). Hingga scat ini, kajian arkeologi pemukiman dengan data wilayah Laweyan belum dilakukan sehingga basil penelitian ini dapat mengisi kekosongan tersebut. Oleh karena sifat tinggalan arkeologis tersebut, dan juga sifat data arkeologi yang terbatas, maka diperlukan adanya suatu usaha pelestarian dan perlindungan. Nilai tetap (keajegan) maupun yang berubah tetapi penting yang dihasilkan melalui penelitian arkeologi pemukiman"."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
D1846
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tinia Budiati
"Disertasi ini membahas mengenai perkembangan sejarah Tarakan dengan menggunakan data arkelogi berupa benda-benda bersejarah peninggalan masa lalu. Dari kajian terhadap data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan sejarah Tarakan dapat dibagi dalam 4 fase yang terdiri atas Tarakan pada masa awal, Tarakan sebagai kota tambang minyak bumi, Tarakan sebagai kota tambang minyak pada masa kedudukan asisten residen, dan Tarakan sebagai kota tambang minyak pada masa pertahanan. Keempat karakteristik sejarah beserta peninggalan sejarah berupa bangunan-bangunan itudapat diangkat sebagai potensi cagar budaya yang menjadi daya tarik pariwisata budaya tarakan untuk dapat dimanfaatkan bagi pengembangan sektor pariwisata dan sektor ekonomi."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
D1666
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Triwurjani
"Kajian ini mengungkapkan makna arca-arca megalitik yang terdapat di kawasan Pasemah, Sumatera Selatan. Persebarannya yang luas dan bentuknya yang khas menjadikan kawasan Pasemah sebagai suatu kelompok budaya tersendiri. Penggambaran arca Pasemah, tidak begitu natural tapi jelas menyiratkan individu manusia dengan komponen-komponen dasar seperti kepala, badan, tangan, kaki digambarkan jelas. Cara penggambarannya yang tidak harafiah, seperti mata melotot, hidung datar, mulutnya digambarkan bulat dan besar, seperti bentuk bibir tebal, memakai pakaian prajurit, memakai perhiasan, membawa pedang, menunggang gajah atau kerbau. Beberapa bentuk arca digambarkan tangan kanan lebih besar dari tangan kiri, atau jari tangan digambarkan lebih besar dari tangan, yang semuanya tidak harafiah melainkan mengarah ke simbolis. Proses deskripsi bentuk serta pemerian unsur dalam atribut dilakukan dengan menggunakan metode arkeologi dan proses pemaknaan dilakukan dengan metode semiotik.
Kajian ini menggunakan semiotik Roland Barthes, dimana dikembangkan aspek denotasi dan konotasi sebagai alat untuk membedah teks sebagai suatu fenomena budaya. Denotasi adalah pemaknaan yang terlihat dalam tanda apa adanya sebagai sistem primer sedangkan konotasi merupakan makna baru/khusus yang diberikan pemakai tanda sebagai sistem sekunder. Mitos nenek moyang sebagai ?divine power? adalah perilaku yang dipraktekkan bagi manusia yang masih hidup di dunia agar mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan baik di dunia dan di akhirat kelak.
Hasil kajian ini menunjukan bahwa bentuk-bentuk arca seperti arca manusia, hewan dan arca manusia dengan hewan merupakan gambaran suatu aktivitas dari suatu kelompok masyarakat yang semuanya memperlihatkan peran dari suatu figur yang ditokohkan, termasuk gambaran mengenai hal-hal yang disukai tokoh-tokoh tersebut ketika masih hidup di dunia. Gambaran orang yang sudah meninggal dalam bentuk arca-arca ini, secara tidak langsung merupakan gambaran aktivitas masyarakat Pasemah ketika masih hidup di dunia. Dengan demikian Kebudayaan Pasemah adalah suatu kebudayaan dimana kehidupan akhirat digambarkan di dunia.

This research reveals the meaning of megalithic statues found in the area of Pasemah, South Sumatera. Their extensive distribution and unique shapes have made Pasemah a distinct cultural group. The representation of Pasemah statues is not very natural, but indicates human individual(s) with basic components, such as head, body, hands and feet that are depicted clearly. Examples of their unnatural depictions are for instance bulging eyes, flat nose, round and big mouth with thick lips, as well as donning soldier?s outfit, wearing ornaments, carrying swords, riding an elephant or buffalo. Some statues that are depicted are right hand bigger than left one or fingers are depicted bigger than hand. Everything is not natural, but refers to symbolism. Process of describing form as well as giving elements in attributes were done using archaeological method, while the process of attaching meaning were carried out using semiotic method.
The research employed Roland Barthes? semiotic concept, in which aspects of denotation and connotation were developed to analyze text as cultural phenomenon. Denotation is a meaning that is seen in a sign as it is as a primary system, while connotation is a new/special meaning that is given by the user of sign as a secondary system. The myth of ancestor as a ?divine power? is behavior practiced by human beings in the world to achieve safety and well-being in the world and afterworld.
The research results reveal that the statue figures, like human figure, animal figure, and human with animal figure are representation of the community activities showing the roles of certain figures during his/her life in the world, including things he/she loved when he/she were still in the world. The representation of deceased people in the statues is indirectly a depiction of the activities of Pasemah communities when they were alive in the world. Therefore, the Pasemah culture is a culture which is the afterworld is depicted in the world."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D2158
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Marhaendra Djaja
"Kabupaten Blitar dikenal sebagai daerah seribu candi. Namun anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk sektor pariwisata dan budaya sangat kecil sekitar 0,1% dari total APBDnya. Hal ini tidak sebanding dengan arti pentingnya peninggalan cagar budaya bagi penguatan jatidiri bangsa. Selain itu, merawat dan melestarikan cagar budaya yang sering dianggap selalu menjadi beban bagi pemerintah. Sehingga diperlukan upaya untuk memberdayakan situs cagar budaya sehingga minimal menjadi suatu cagar budaya yang profit center bahkan membiayai dirinya sendiri yakni dengan peran serta masyarakat.
Hasil analisis spasial dan ekonomi memperlihatkan peran serta masyakarakat berdampak adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar situs melalui distribusi pendapatan, perluasan lapangan pekerjaan dan lepas dari kemiskinan. Selain itu didapatkan bahwa dalam hal perencanaan tata ruang belum terlihat adanya kontribusi dari aspek budaya dalam proses penyusunan RTRW sehingga menyebabkan pentingnya potensi dari cagar budaya bagi suatu wilayah tidak terlihat dan alih fungsi lahan cagar budaya menjadi fungsi lain akan lebih mudah terjadi.

Blitar district is known as the thousand temples. However, the budget spent by the government for the tourism and culture sector is very small about 0.1% of the total APBD. It is not proportional to the importance of cultural heritage relics for strengthening the nation's identity. In addition, care for and preserve the cultural heritage that is often considered to always be a burden for the government. So it is necessary to empower cultural heritage sites so that the minimum be a profit center of cultural heritage even support himself namely with public participation.
Spatial and economic analysis results show the role and impact of community in their increased prosperity around the site through the distribution of income, expand employment opportunities and escape poverty. In addition it was found that in terms of spatial planning have not seen the contribution of the cultural aspect in the process of drafting the RTRW, causing the potential importance of the cultural heritage of an area not visible and land conversion into other functions of cultural heritage would be more apt to occur."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2268
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Marhaendra Djaja
"Kabupaten Blitar dikenal sebagai daerah seribu candi. Namun anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk sektor pariwisata dan budaya sangat kecil sekitar 0,1 dari total APBDnya. Hal ini tidak sebanding dengan arti pentingnya peninggalan cagar budaya bagi penguatan jatidiri bangsa. Selain itu, merawat dan melestarikan cagar budaya yang sering dianggap selalu menjadi beban bagi pemerintah. Sehingga diperlukan upaya untuk memberdayakan situs cagar budaya sehingga minimal menjadi suatu cagar budaya yang profit center bahkan membiayai dirinya sendiri yakni dengan peran serta masyarakat. Hasil analisis spasial dan ekonomi memperlihatkan peran serta masyakarakat berdampak adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar situs melalui distribusi pendapatan, perluasan lapangan pekerjaan dan lepas dari kemiskinan. Selain itu didapatkan bahwa dalam hal perencanaan tata ruang belum terlihat adanya kontribusi dari aspek budaya dalam proses penyusunan RTRW sehingga menyebabkan pentingnya potensi dari cagar budaya bagi suatu wilayah tidak terlihat dan alih fungsi lahan cagar budaya menjadi fungsi lain akan lebih mudah terjadi.

Blitar district is known as the thousand temples. However, the budget spent by the government for the tourism and culture sector is very small about 0.1 of the total APBD. It is not proportional to the importance of cultural heritage relics for strengthening the nation 39 s identity. In addition, care for and preserve the cultural heritage that is often considered to always be a burden for the government. So it is necessary to empower cultural heritage sites so that the minimum be a profit center of cultural heritage even support himself namely with public participation. Spatial and economic analysis results show the role and impact of community intheir increased prosperity around the site through the distribution of income, expand employment opportunities and escape poverty. In addition it was found that in terms of spatial planning have not seen the contribution of the cultural aspect in the process of drafting the RTRW, causing the potential importance of the cultural heritage of an area not visible and land conversion into other functions of cultural heritage would be more apt to occur."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriyati Rahayu
"Latar belakang penelitian ini adalah ditemukannya prasasti-prasasti pendek dengan angka tahun termasuk ke dalam periode masa Majapahit. Tujuan penelitian ini adalah mencari karakteristik prasasti-pendek tersebut dan merekonstruksi masyarakat penghasilnya. Hasil penelitian ini adalah prasasti-prasasti pendek ini memiliki karakter yang berbeda dari prasasti Majapahit pada umumnya dan prasasti pendek tersebut dihasilkan oleh kaum agamawan yang tinggal di tempat sunyi. Untuk merekonstruksi kehidupan kaum agamawan tersebut memakai sumber data dari prasasti dari Pasrujambe dan Sukuh. Hasil dari penelitian ini mengungkap bahwa ada suatu komunitas keagamaan di Pasrujambe yang menganut agama Siwa Pasupata, dan berdasarkan informasi dari prasasti Sukuh bahwa kaum agamawan harus melalui upacara penahbisan.

The background of this research is the discovery of short inscriptions in Central and East Java. Based on the year mentioned in those inscription, it is known that those inscriptions are from Majapahit Era. The purpose of this study are to find the characteristics of short inscriptions and reconstruct society who wrote those inscriptions. The results is that short inscriptions have different characteristics from the Majapahit inscriptions in general and short inscriptions were produced by religious community who lived in seclusion. To reconstruct the life of the religious community is using the inscription of Pasrujambe and Sukuh. The results is that there is a religious community in Pasrujambe who believe in Shiva Pasupata, and based on the information of Sukuh inscriptions that those clergy have to go through the ceremony of ordination."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2323
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library