Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jasmine Amalia Assegaf
Abstrak :
ABSTRACT
Penelitian ini akan membahas mengapa eksistensi Dewan Jirga di Pakistan hingga saat ini masih kuat di dalam masyarakat. Dewan Jirga merupakan institusi peradilan lokal yang beranggotakan tertua adat, tuan tanah, dan orang-orang yang memiliki kekuasaan di dalam masyarakat, yang seluruhnya adalah laki-laki. Namun dalam memutuskan solusi atas permasalahan yang terdapat di dalam masyarakat, Dewan Jirga seringkali menggunakan praktik-praktik budaya yang termasuk ke dalam kategori kekerasan terhadap perempuan. Dengan menggunakan teori Cultural Violence oleh Johan Galtung, peneliti melihat budaya patriarki dan identitas etnis di Pakistan sebagai bentuk kekerasan budaya. Penelitian ini menemukan bahwa karakteristik masyarakat Pakistan yang sarat dengan budaya patriarki dan identitas etnis, melegitimasi eksistensi Dewan Jirga dan praktik-praktik budayanya. Dalam hal ini termasuk praktik budaya seperti honour killing dan swara yang termasuk tindakan kekerasan terhadap perempuan. Selain melegitimasi eksistensi Dewan Jirga dan praktik budayanya, budaya patriarki dan identitas etnis juga menyebabkan adanya inkonsistensi pemerintah dan aparat negara dalam menindaklanjuti praktik-praktik kekerasan terhadap perempuan. Khususnya praktik kekerasan atas nama budaya yang dipertahankan oleh Dewan Jirga. Budaya patriarki dan identitas etnis yang melegitimasi Dewan Jirga dan praktik budayanya inilah yang menyebabkan eksistensi Dewan Jirga masih memiliki pengaruh yang kuat hingga saat ini. Kata kunci: Budaya Patriarki, Dewan Jirga, Identitas Etnis, Kekerasan Terhadap Perempuan.
ABSTRACT
This research will examine why the existence of the Jirga Council in Pakistan is still strong in the community. The Jirga Council is a local justice institution composed of the oldest, landlord, and people in power in society, and all of them are men. But in deciding on solutions to problems in society, the Jirga Council often uses cultural practices that include in the category of violence against women. Using the Cultural Violence theory by Johan Galtung, the writer sees the Jirga Council as a cultural violence because it is a form of patriarchal culture and an ethnic institution. The study found that the characteristics of Pakistani society, which are full of patriarchal culture and ethnic identity, legitimize the existence of the Jirga Council and its cultural practices. These include cultural practices such as honor killing and swara which include as acts of violence against women. Besides to legitimizing the existence of the Jirga Council and its cultural practices, patriarchal culture and ethnic identity also led to the inconsistency of government and state apparatus in following up the practices of violence against women. Especially violence practices in the name of culture which mantained by the Jirga Council. Patriarchal culture and ethnic identity which legitimize the Jirga Council and its cultural practices cause the existence of the Jirga Council still has a strong influence until today. Keywords Patriarchal culture, Ethical identity, the Jirga Council, Violence Against Women.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathasya Pratama Putri
Abstrak :
ABSTRACT
Skripsi ini merupakan penelitian yang ditujukan untuk membahas The Surrogacy Regulation Bill sebagai upaya Pemerintah India mengurangi eksploitasi kaum perempuan miskin dalam praktik commercial surrogacy tahun 2016. Penelitian ini berupaya untuk mengkaji faktor-faktor apa yang mempengaruhi Pemerintah India dalam mengeluarkan regulasi tersebut pada tahun 2016, di mana praktik commercial surrogacy semakin berkembang pesat di India dan terdapat fenomena eksploitasi kaum perempuan miskin yang berprofesi sebagai ibu pengganti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan konsep budaya patriarki untuk mengkaji permasalahan mengenai tubuh kaum perempuan miskin yang berada di wilayah privat Kemudian, pada penelitian ini menggunakan teori Agenda Setting untuk mengkaji lebih dalam terkait perjalanan politik terciptanya The Surrogacy Regulation Bill tahun 2016 yang bermula dari sebuah isu kebijakan masuk ke agenda setting pemerintah. Kemunculan The Surrogacy Regulation Bill tahun 2016 ini telah melibatkan peranan dari Kabinet Union, Lok Sabha, Rajya Sabha, beberapa kelompok kepentingan, gerakan protes dari Stop Surrogacy Now dan perhatian media.
ABSTRACT
This thesis focuses on The Surrogacy Regulation Bill as an effort by the Government of India to reduce the exploitation of poor women in the practice of commercial surrogacy in 2016. This research seeks to examine factors that influence Government of India rsquo s ratification of the regulation in 2016, as the number of commercial surrogacy has grown exponentially in India. Additionally, there is also a major phenomenon of exploitation of poor women who work as surrogate mothers. In this study, the author uses concepts of Patriarchal Culture to examine the issues concerning the lives of poor women who reside in private territory and are influenced heavily by the patriarchal culture in Indian society. Then, this thesis implements the Agenda Setting theory for deeper examination related to the process of The Surrogacy Regulation Bill 2016 which started from a policy issue into the agenda of government setting. The appearance of The Surrogacy Regulation Bill of 2016 has involved the role of the Union Cabinet, Lok Sabha, Rajya Sabha, stakeholders, the movement called lsquo Stop Surrogacy Now rsquo and the media influence.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Rufaida Yandri
Abstrak :
Tulisan ini meneliti tentang penggunaan klientelisme sebagai strategi pemenangan kandidat Fadly-Asrul dalam Pilkada Kota Padang Panjang tahun 2018. Kemenangan Fadly-Asrul akan diteliti menggunakan teori Klientelisme Elektoral dari Simeon Nichter sebagai pisau analisis. Sejatinya, paslon petahana memiliki modal relasi yang lebih kuat untuk melakukan klientelisme pada masyarakat dan pejabat struktural yang pernah dipimpin. Namun paslon Fadly-Asrul sebagai pendatang baru mampu mengalahkan paslon petahana dan paslon lain yang sudah lebih dikenal di Kota Padang Panjang. Diantara keempat kandidat, Fadly-Asrul merupakan kandidat dengan modal finansial besar sama halnya dengan paslon petahana, Hendri-Eko. Selama kampanye, Fadly-Asrul dan Hendri-Eko banyak melakukan pendekatan yang bersifat klientelisme pada masyarakat. Meskipun sama-sama kuat dari segi finansial, Fadly-Asrul memiliki strategi klientelisme elektoral yang lebih tepat sasaran dibanding paslon Hendri-Eko. Fadly-Asrul melakukan klientelisme elektoral secara menyeluruh dengan menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Fadly-Asrul memperhitungkan seluruh klasifikasi pemilih, mulai dari supporting voters, opposing voters, supporting nonvoters, dan opposing nonvoters. Strategi klientelisme elektoral yang digunakan oleh Fadly-Asrul diperhitungkan dengan baik dan disesuaikan dengan kondisi pemilih, seperti kultur, agama, dan kebiasaan. Sehingga klientelisme Fadly-Asrul lebih mudah diterima oleh masyarakat atau pemilih. ......This paper examines the use of clientelism as a winning strategy of Fadly-Asrul in Padang Panjang Regional Head Elections 2018. The victory of Fadly-Asrul will be analyzed using the theory of Simeon Nichter Electoral Clientelism. Indeed, incumbent candidate, Hendri- Eko, has a stronger relationship to clientelism in society and current structural officials. However, Fadly-Asrul as a newcomer was able to defeat the incumbent and other more well known candidates in the city of Padang Panjang. Among the four candidates, Fadly- Asrul is a candidate who has a firm financial resources as well as the incumbent. During the campaign, Fadly-Asrul and Hendri-Eko did many clientelism based approaches to the voters. Although equally strong in terms of financial, Fadly-Asrul has clientelism electoral strategy that is more targeted than Hendri-Eko. Fadly-Asrul conduct a thorough electoral clientelism by approaching all levels of society. Fadly-Asrul took into account the entire classification of voters, ranging from supporting voters, opposing voters, supporting nonvoters and opposing nonvoters. Electoral clientelism strategy that was being used by Fadly-Asrul was reckoned and adapted to the condition of voters, such as culture, religion, and custom. So Fadly-Asrul’s clientelism was more easily accepted by the public or voters in Padang Panjang.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nur Ihsan Ayyasy
Abstrak :
Militer di Indonesia memiliki sejarah panjang terlibat dalam berbagai urusan sipil. Namun kali ini keterlibatan militer berbeda yakni pada sungai Citarum yang merupakan sungai terkotor di dunia. Keterlibatan tersebut merupakan sebuah bentuk anomali dari tugas tradisional militer yang umum sehingga menarik untuk diteliti. Penelitian ini ingin mengetahui apa sebenarnya yang terjadi dibalik terlibatnya militer dalam program pemulihan lingkungan Citarum Harum pada tahun 2018. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif secara naratif deskriptif dan diharapkan dapat menjelaskan fenomena keterlibatan militer serta bentuk pemulihan lingkungan di Citarum. Temuan dari penelitian ini menunjukkan, terlibatnya militer dalam Citarum dikarenakan konkordansi antara pemerintah, masyarakat dan militer melihat permasalahan Citarum. Kesepakatan terlibatnya militer ini didasari dari inisiatif Pangdam III Siliwangi, yang sejalan dengan faktor lain yakni kondisi ancaman lingkungan Citarum, program-program sebelumnya yang tidak berhasil, dan kebutuhan mendesak permasalahan Citarum sesegera mungkin. Kemudian dari terlibatnya militer dalam urusan Citarum terdapat dua pengaruh yang signifikan kerjasama antar militer dengan sipil dan membaiknya kondisi lingkungan DAS. ......Indonesia has a long history of military involvement in various civil affairs. However this time it is different, specifically in the environmental affairs of the dirtiest river in the world, Citarum. This involvement strays from the traditional military tasks that are commonly known, which therefore renders it a fascinating study. This research aims to uncover the truth behind military involvement in the Citarum Harum environmental recovery program in 2018. This research was conducted using qualitative descriptive narrative methods and was expected to explain the phenomenon of military involvement and the forms of environmental recovery in Citarum. Findings of this research indicate that military involvement is due to a concordance between the government, local people and the military in lieu of the Citarum issue. The agreement on military involvement was based on the initiative of the Siliwangi Military Commander, which is in line with other factors, namely the threat condition of the Citarum environment, unsuccessful previous civilian programs, and the need to resolve Citarum's problems as soon as possible. From the involvement of the military in Citarum there are two significant influences, namely the cooperation between the military and civilians and the improving environmental conditions of the watershed.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Barka Anantadira
Abstrak :
Skripsi ini membahas strategi-strategi gerakan #saveMaster dalam upayanya mengadvokasi Sekolah Master di Tahun 2013. Penelitian ini mengajukan pertanyaan bagaimana strategi gerakan #SaveMaster dalam mengadvokasi Sekolah Master di Tahun 2013. Penelitian ini berargumen bahwa gerakan #saveMaster sebagai civil society menjalankan upayanya mengadvokasi Sekolah Master dengan menjalankan strategi mobilisasi sumber daya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dan mengumpulkan data dari kanal twitter gerakan #saveMaster sebagai sumber data primer serta literatur, data berita dan dokumen pemerintah sebagai data sekunder. Temuan dari penelitian ini menunjukan bahwa gerakan #saveMaster telah menjalankan peran-peran civil society dalam merepresentasikan isu kepentingan publik, memberikan perlawanan terhadap negara, memberikan edukasi dan pemberdayaan demokrasi terhadap masyarakat. Penelitian ini menemukan lima bentuk sumber daya dan tiga cara akses terhadap sumber daya yang dilakukan oleh gerakan #SaveMaster yaitu mobilisasi terhadap sumber daya sosial-organisasional, sumber daya moral, sumber daya manusia, sumber daya kultural, dan sumber daya material yang dilakukan dengan cara akses memproduksi sendiri sumber daya tersebut serta mengkooptasi dan mengagregasi sumber daya yang sudah tersedia. ......This research discusses about the strategies of #saveMaster movement on its effort to advocate Sekolah Master in 2013. This research comes from the question of how the #SaveMaster movement's strategies of advocates Sekolah Master in 2013. This research argues that the #saveMaster movement as a civil society to advocate Sekolah Master by using mobilizing resources strategies. This research uses qualitative method by using in-depth interviewing technique and collecting data from #saveMaster movement Twitter feeds as the primary literature source, and data from the news and government documents as the secondary data. The result of this research shows that #saveMaster movement has done its role as a civil society on representing public interest issues, by opposing state, giving educations, and empowering democracy to public. This research discovers five forms of resources and three ways of accessing resources that was done by the #saveMaster movement which are mobilizing towards social-organizational resources, moral resource, human resource, cultural resource, and material resource that was done by self-producing those resources plus co-opt and aggregating available resources by self-producing the resources.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhanty Parama Sany
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini menjelaskan proses konstruksi dan kontestasi identitas orang Cina Benteng dan hubungannya dengan gagasan mengenai kewarganegaraan di Indonesia. Konstruksi identitas orang Cina di Indonesia yang dibentuk berdasarkan ide-ide mengenai sejarah, asal-usul dan nasib terus bertransformasi dan berkontestasi dalam setiap masa pemerintahan di Indonesia. Adanya pembedaan perlakuan bersifat eksklusif terhadap orang Cina di Indonesia, yang berlangsung sejak zaman kolonial, menimbulkan dikotomi Non-Pribumi dan Pribumi. Orang Cina sebagai Non-Pribumi dianggap sebagai orang asing, suku pendatang, dan makhluk asing (aliens) sehingga diragukan identitas keindonesiaannya. Akibat dari dikotomi ini ternyata memiliki dampak negatif hingga saat ini bagi orang Cina di Indonesia untuk berintegrasi maupun berasimilasi dengan orang Indonesia, mereka masih dianggap sebagai bukan bagian dari Indonesia, kelompok minoritas dan masih dianggap sebagai orang asing di Indonesia. Begitupun bagi orang-orang keturunan Cina yang sudah tinggal bergenerasi di Indonesia, khususnya orang Cina Benteng di Tangerang. Identitas orang Cina Benteng yang berbeda--yang dibentuk berdasarkan ide-ide mengenai sejarah, asal-usul dan nasib itu—membuat mereka terus menghadapi berbagai kasus diskriminasi. Kasus-kasus tersebut merupakan contoh kendala negara dalam mengelola keberagaman identitas, baik yang berdasarkan kelompok etnis, suku bangsa, agama, maupun kelompok lain yang ada dalam masyarakat. Konsepsi kewarganegaraan yang dianut negara Indonesia masih belum mampu mengakomodasi secara adil keberadaan orang Cina Benteng di Indonesia. Saat ini masih tersisakan banyak permasalahan diskriminasi rasial, antara lain dalam hal pengakuan status kewarganegaraan Republik Indonesia mereka dan permasalahan sebagian etnis cina yang tanpa kewarganegaraan. Sebagai konsekuensi situasi tersebut maka mereka mengalami kesulitan mendapatkan hak politik, sosial dan budaya-nya sebagai warganegara Indonesia. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan menggunakan metode deskriptif-analitis untuk menganalisis data-data yang diperoleh di lapangan. Adapun teknik Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui studi pustaka, pengumpulan dokumen serta wawancara mendalam sehingga dapat menjelaskan proses konstruksi dan kontestasi identitas orang Cina Benteng dan hubungannya dengan isu kewarganegaraan di Indonesia.
ABSTRACT
This thesis explains the process of identity construction and its contestation upon the Cina Benteng community and their relationships with the concept of citizenship in Indonesia. The identity of Chinese people in Indonesia is constructed around the idea of history, origin and fate, which are continuously transforming and contending in every era of Indonesian administration. The preferential treatment applied to the Chinese-decent people in Indonesia, which has been going on since the colonial era, has produced a dichotomy of the Non-Pribumi (immigrant decent) and Pribumi (literally means son of the soil, the native of Indonesia). The ethnic Chinese as the Non-Pribumi is considered as foreigners, immigrants and aliens that brought about their identity as an Indonesian being questioned. This dichotomy resulted in negative impacts that still affect the Chinese-Indonesian in integrating and assimilating with the Indonesian until recently. They are still considered as a different part of Indonesia, as minority groups and foreigners. These are what happen to the Chinese-decent population who has been living for generations in Indonesia, especially the Cina Benteng community in Tangerang. The distinct identity of the Cina Benteng community – that has been formed around the idea of history, origin and fate– made them continuously facing several cases of discriminations. Cases experienced by the Cina Benteng community are the very examples of obstacles that this nation faces in managing the pluralism of identities, whether based on ethnic groups, races, religions or other groups that are present in the society. The concept of citizenship being adopted by the state of Indonesia cannot accommodate equally the existence of the Cina Benteng community in the country, yet. Currently, there are many racial discrimination problems left, such as the lack of legal recognition of the Cina Benteng community as Indonesian citizens, or worse, a number of ethnic Chinese who still have no citizenship. This situation causes them to live with difficulties in requiring political, social and cultural rights as Indonesian citizens. The approach used in this research is a qualitative one, combined with descriptiveanalytics methods to analyze data acquired from the fields. Data gathering technique used in this research is through literature study, document gathering and in-depth interviews as to be able to explain the process of identity construction and its contestation among the Cina Benteng community and their relations with citizenship issues in Indonesia.
2013
T35616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeany Hartriani
Abstrak :
ABSTRACT
Penerapan desentralisasi pada Masa Reformasi membuka kesempatan bagi kelompok etnis untuk memperjuangkan kepentingannya. Kondisi tersebut juga membuka kesempatan bagi elit politik untuk menggunakan isu etnis dalam rangka memperoleh kekuasaan politik. Penelitian ini membahas politisasi etnis yang dilakukan oleh elit politik di tingkat lokal sebagai upaya mendapatkan serta mempertahankan kekuasaan dengan mengangkat studi kasus pemerintahan Gubernur Cornelis di Kalimantan Barat tahun 2007 hingga 2013. Melalui metode kualitatif dan jenis penelitian eksplanatif, penelitian ini menggambarkan bahwa politisasi etnis yang dilakukan dalam proses pemilihan gubernur juga berlanjut selama masa pemerintahan. Melalui analisis dengan menggunakan teori elit instrumentalis etnis, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa politisasi etnis yang dilakukan dalam upaya memenangkan pemilihan gubernur juga dilakukan selama masa pemerintahan. Khususnya pada masa pemerintahan, politisasi etnis tidak hanya dilakukan dalam bidang politik tetapi juga di bidang birokrasi dan kebijakan pemerintah provinsi. Temuan lebih lanjut dari penelitian ini menunjukkan bahwa politisasi etnis telah memperlemah kualitas demokrasi yang berlangsung di tingkat lokal.
ABSTRACT
The implementation of decentralization during the Reformation Era has given the opportunity for the ethnic group to strive for their interest. This condition also has given the opportunity for the political elite to employ the ethnical issue in order to get the power. This research explains about ethnic politicization being conducted by political elite in local level as an effort to get and defend their power with the case study of Governor Cornelis’s governance period in West Kalimantan in 2007 until 2013. Through the qualitative method and explanative type of research, this research also shows that the ethnic politicization being conducted during the process of governor election also continues during the governance period. Through the analysis with elite ethnical instrumentalist theory, the result of this research shows that the ethnic politicization which has been done in order to win the vote in the governor election has also been conducted during the governance era. Specifically during the era of governance, the ethnic politicization not only had been done in political, but also in bureaucracy and policy of the provincial government. The further findings of this research observe that the ethnic politicization has weakened the quality of local democracy.
2014
S55870
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widio Wize Ananda Zen
Abstrak :
Skripsi ini membahas kebijakan sosial kedua negara di masa krisis ekonomi melalui studi perbandingan yang terjadi di Finlandia tahun 1990-1993 dan Indonesia tahun 1997-1998. Penelitian ini adalah penelitian eksplanatif yang menggunakan metode kualitatif melalui studi dokumen. Penelitian menggunakan konsep boom-bust cycle, teori Negara Kesejahteraan, konsep kebijakan sosial, dan kebijakan sebagai politik (policy as politics). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan sosial yang diterapkan Finlandia pada masa krisis ekonomi lebih baik jika dibandingkan dengan Indonesia. Hasil ini didasarkan pada kebijakan sosial Finlandia yang mampu memberikan respon dengan baik terhadap dampak krisis yang terjadi, yaitu pertumbuhan ekonomi yang negatif, pengangguran, dan tingkat kemiskinan yang meningkat. Keunggulan dari kebijakan sosial yang diterapkan Finlandia tidak terlepas dari perencanaan kebijakan yang lebih terkoordinasi dan implementasi Negara Kesejahteraan yang sudah mapan.
This thesis discusses about social policies between the two countries in the economic crisis by a comparative study that took place in Finland in 1990-1993 and Indonesia 1997-1998. This study is an explanatory research that used qualitative methods through the study of documents. The study uses boom-bust cycle concept, welfare state theory, social policy concept, and policy as politics. The implementation of Finland’s social policies during the economic crisis are more institutionalized than Indonesia. Finland social policies were able to respond the impacts of the crisis properly, such as negative economic growth, unemployment, and rising poverty levels. The advantages of social policies applied in Finland cannot be separated from the established of the welfare state implementation and a well coordinated policy planning
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56962
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasinta Sonia Ariesti
Abstrak :
Penelitian ini membahas tentang peran dan strategi dari Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) sebagai kelompok penekan yang berasal dari masyarakat sipil dalam proses perumusan Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) pada Tahun 2010-2011. Dengan metode penelitian kualitatif, penelitian ini berusaha menggambarkan peran dan strategi Komite Aksi Jaminan Sosial untuk mempengaruhi proses pembuatan RUU BPJS. Hasil Analisis memperlihatkan bahwa KAJS yang berperan sebagai pendukung Jaminan Sosial di Indonesia, berhasil mempengaruhi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan tiga strategi KAJS yaitu "Konsep, Lobi, Aksi". Studi ini berkesimpulan bahwa dengan tiga strategi, KAJS, sebuah kelompok masyarakat dapat masuk menjadi bagian dari perumusan sebuah kebijakan di DPR dan mempengaruhinya dengan bekerja sama dengan anggota DPR. ...... This study discusses the role and strategy of the Social Security Committee Action or KAJS as a pressure group from civil society in the formulation of Social Security Agency Law (BPJS Bill) in the year 2010-2011. Using qualitative method, this study seeks to describe the role and strategy of the KAJS in influencing the making of BPJS bill. Analysis of the results find that KAJS influenced the Indonesian Parliament through three strategies: "Concept, Lobby, Action". This study concludes that through KAJS?s strategy, a group of citizen can be involved and colaborate with parliament members in establishing Indonesia's social security system.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56301
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Khafi Ghon
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang upaya representasi self appointed yang dilakukan oleh kelompok lesbian, gay, biseksual, transgender/transeksual, dan interseks (LGBTI) sebagai komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Periode 2012-2017. Dengan metode kualitatif dan jenis penelitian eksplanatif, penelitian ini menggambarkan upaya reprentasi self appointed kelompok LGBTI sebagai komisioner Komnas HAM. Mami Yuli dan Dede Oetomo adalah wakil dari kelompok LGBTI yang maju sebagai calon komisioner Komnas HAM. Melalui analisis menggunakan teori representasi self appointed, the politics of presence, subaltern counterpublics, dan gerakan sosial baru, hasil penelitian memperlihatkan bahwa adanya hambatan eksternal dan internal dari perjuangan representasi self appointed Mami Yuli dan Dede Oetomo. Hambatan eksternal dipahami berasal dari masyarakat dan DPR, sedangkan hambatan internal berasal dari gerakan LGBTI. Penelitian ini berkesimpulan bahwa upaya representasi self appointed kelompok LGBTI belum berhasil sebagai komisioner Komnas HAM. Hal ini dapat dipahami bahwa LGBTI belum mendapatkan pengakuan dari masyarakat dan negara.
ABSTRACT
This thesis describe about lesbian, gay, bisexual, transgender/transexual,and intersex (LGBTI) group in their self appointed representation effort as commisioner(s) in The National Commision of Human Rights (Komnas HAM) on 2012-2017 period. Using qualitative method and explanative type of research, this study describe self appointed representation effort of LGBTI group to become commisioner(s) in Komnas HAM. Mami Yuli and Dede Oetomo are the candidates that represent the LGBTI group itself. Through analysis using theories of selfappointed representation,the politics of presence, subaltern counterpublics, and the new social movements, this study findings show several obstacles, both external and internal, on Mami Yuli and Dede Utomo's struggle on doing their self appointed representation effort. The external obstacles have been realized come from the society and the council, while the internal obstacles come from LGBTI movements. In summary, this study shows that self appointed representation effort on LGBTI group has not earned a success as commisioner(s) in Komnas HAM. It could be understood that LGBTI has not gained any recognition from the society and the government.
2015
S59386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>