Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Munandar Soelaeman
"ABSTRAK
Kerusuhan tanggal 26 Desember 1995 di kabupaten Tasikmalaya memiliki makna sosiologis berupa resistensi terhadap sistem orde baru dan simbol gerakan perlawanan santri. Hal tersebut terjadi di daerah yang dikenal sebagai kota "santri" dan terjadinya sebelum Orde Baru tumbang atau sebelum reformasi 20 Mei 1998, sehingga merupakan peristiwa murni dalam konteks struktur sosial masyarakat Orde Baru.
Permasalahan penelitian ini yaitu mengapa terjadi kerusuhan sosial dan bagaimana model resolusi konfliknya. Kerusuhan sosial merupakan salah satu bentuk dari perilaku kolektif (collective behavior) yang bersifat agresif yang dilakukan secara spontan dan keras (force). Penyebab kerusuhan terkait dengan konflik individu, konflik vertikal, konflik horizontal dan karakter resistensi masyarakatnya. Realitas kerusuhan menunjukkan dimulai dengan konflik individu, konflik horizontal, dan konflik vertikal sebagai akibat inkonsistensi kebijakan pemerintah. Untuk mengelaborasinya lebih tepat apabila dilakukan dengan pendekatan konstruktivis dan kondiisihitas struktural.
Metode penelitian adalah studi kasus yang bersifat eksploratif dan kualitatif dengan paradigma konstruktivis, yaitu melakukan konseptualisasi dengan "intepretatif reversible" antara segi empirik dan segi teoretik. Sumber data primer dari individu yang merepresentasikan dirinya dalam kelompok, organisasi, lembaga dan masyarakat. Pola sosial yang dikaji meliputi konflik individual, vertikal dan horizontal serta aspek resolusi konfliknya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa:
(1) Latar masalah kerusuhan barkaitan dengan bersinerginya konflik individual akibat tindakan penganiayaan oleh oknum polisi (terusiknva harkat dan martabat ulama yang menimbulkan kemarahan ummat), dengan faktor konflik vertikal (antara masyarakat dengan negara) dan konflik horizontal (antara warga masyarakat setempat dengan warga etnis Cina). Selain itu adanya sifat atau karakter daya resistensi masyarakat Tasikmalaya terhadap penguasa yang menindasnya dari masa ke masa. Faktor-faktor konflik Makro objektif tersebut meliputi beberapa hal berikut:
a. Konflik vertikal terkait dengan akibat Kebijakan pemerintah daerah beserta DPRD (sebagai suatu perserikatan yang dikordinasi secara memaksa) dengan legitimasi wewenangnya yang cenderung menjadi normatif. Wewenang tersebut telah mendominasi kelompok masyarakat, yang menyebabkan adanya ketidakpuasan. dari kekecewaan warga, sehingga menimbulkan konflik vertikal.
b. Konflik horizontal antara warga setempat dengan warga kelompok etnis Cina terjadi akibat perbedaan penguasaan akses ekorromi, yang meminggirkan pengusaha lokal, dan menjadikan oposisi kepentingan spesifik, eksklusif, penyimpangan sosial, dan main backing dengan aparat.
c. Adanya karakter daya resistensi masyarakat terhadap setiap penguasa penindas berupa tawaran kerangka ideal ideologi lslam, sebagai sumber pemusatan kekuatan yang dianggap sebagai alternatif petunjuk terbaik bagi penyelesaian penderitaan masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
D478
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ujianto Singgih Prayitno
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997, yang telah mempengaruhi sendi-sendi dasar kehidupan masyarakat. Bagi masyarakat Bantaran Sungai Ciliwung, kondisi perekonomian yang memburuk itu diperparah dengan datangnya musibah banjir, sehingga mereka mendapatkan tekanan besar dari kondisi perekonomian tersebut. Ketahanan ekonomi keluarga miskin ini diperlukan mengingat banyaknya kebutuhan yang paling pokok yang tidak bisa dipenuhi, seperti air bersih, tempat berteduh, fasilitas mandi-cuci-kakus yang sehat, fasilitas kesehatan dan pendidikan.
Penelitian dilakukan di masyarakat Bantaran Sungai Ciliwung, yang hampir setiap tahun mengalami musibah banjir. Karakteristik pekerjaan golongan masyarakat berpenghasilan rendah ini bekerja pada sektor informal. Mereka mendapat tekanan yang besar, dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup, apakah ada peran modal sosial, baik yang dimiliki keluarga, dalam interaksi sosial kebertetanggaan, dan masyarakat umumnya terhadap ketahanan ekonomi keluarga, terutama menghadapi kondisi ekonomi keluarga yang memburuk. Ataukah justru modal sosial masyarakat menjadi tidak bekerja, yang termanifestasi dalam bentuk ketidakpercayaan, memudarnya kehidupan saling tolong menolong dan jaringan kerja sama ?
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah memadukan model kuantitatif dan kualitatif sekaligus. Melalui pendekatan kuantitatif, penelitian dilakukan melalui teknik survai, yang secara konseptual, dipakai untuk mengukur variabel-variabel yang merepresentasikan eksplanasi, dan kemudian mengujinya secara statistik. Sedangkan melalui pendekatan kualitatif, memusatkan perhatian pads prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan sosial manusia. Analisis dilakukan secara induktif, karena proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda sebagaimana yang terdapat dalam data. Selain itu, analisis induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti-responden menjadi eksplisit, dapat dikenal, dan akuntabel.
Secara umum, analisis kuantitatif, baik melalui uji hipotesis ataupun korelasi ditemukan bahwa tidak ditemukan hubungan bermakna yang kuat diantara variabel-variabel yang diuji. Uji hipotesis menunjukkan penerimaan terhadap hipotesa nol (H0), kecuali untuk variabel informasi dan komunikasi yang hipotesa nolnya tidak terbukti, sehingga harus ditolak. Sementara itu, hasil uji korelasi memperlihatkan bahwa antara variabel ketahanan ekonomi keluarga dengan variabel kelompok dan jaringan kerja sama (.108), aksi kolektif dan bekerja sama (. 114), informasi dan komunikasi (.223), serta kohesi sosial dan inklusi sosial (.096) terdapat hubungan yang bermakna meskipun sangat lemah. Sedangkan melalui uji regresi memperlihatkan, bahwa variabel aksi kolektif dan bekerja bersama, dan variabel informasi dan komunikasi secara bersama-sama mempengaruhi ketahanan ekonomi keluarga (.317). Aksi kolektif dan bekerja bersama adalah variabel yang paling berperan dalam memprediksi ketahanan ekonomi keluarga (.204), kemudian diikuti variabel informasi dan komunikasi (.- 237).
Temuan dan analisis kualitatif yang telah dilakukan dalam penelitian ini secara umum menghasilkan kesimpulan, bahwa meskipun tidak ada modal sosial yang secara spesifik muncul di kalangan masyarakat Bantaran Sungai Ciliwung, namun mereka memiliki ketersediaan modal sosial yang cukup baik, karena didalam interaksi sosial yang terjadi kepercayaan dan kebersamaan dalam interaksi antar warga masyarakat masih terbina, dan mereka tidak menjadi individualis. Hal ini terlihat dari penanganan masalah yang memerlukan penanganan bersama, seperti musibah kematian, pesta pernikahan, ataupun pesta lainnya, selalu dilakukan bersama-sama. Kebersamaan, saling pengertian, dan kepercayaan terhadap sesama anggota keluarga merupakan faktor penting yang mendukung ketahanan ekonomi keluarga.
Modal sosial dapat dipergunakan sebagai alat untuk melakukan assessment, terutama untuk mengetahui apakah di kepercayaan dan partisipasi di dalam komunitas itu besar atau kecil. Jika tingkat kepercayaan dan partisipasi warga masyarakat itu besar, maka kebijakan sosial, terutama bagi penanggulangan kemiskinan dapat dilaksanakan dan dapat diperkirakan program itu akan berhasil. Tetapi, jika ternyata tingkat kepercayaan dan partisipasi warga di dalam komunitas itu rendah, maka perlu dilakukan intervensi sosial, atau program-program sosial yang dapat meningkatkan kepercayaan sosial. Setelah kepercayaan dan partisipasi sosial warga memadai, barulah program-program penanggulangan kemiskinan dapat dilaksanakan. Program pemulihan kepercayaan perlu dilakukan, karena merupakan usaha penciptaan kondisi yang kondusif terhadap proses sosiabilitas, yang memungkinkan warga komunitas berpartisipasi dalam upaya peningkatan kehidupannya sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
D575
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Kemal Dermawan
"Lokasi penelitian ini adalah permukiman Real estate dan Non Real estate di Bekasi dan Depok. Karena penelitian disertasi ini juga melihat potensi pelaksanaan Pemolisian Komunitas di dalam komunitas dengan klas sosial yang berbeda maka pemilihan permukiman real estate dan non real estate ditetapkan untuk mewakili komunitas yang lebih mapan (tingkat sosial-ekonomi, dalam hal ini diwakili oleh komunitas permukiman real estate) dan komunitas yang kurang mapan (tingkat sosial-ekonomi, dalam hal ini diwakili oleh komunitas permukiman non real estate).
Dari kondisi empiris Tataran kebijakan yang melingkupi implementasi Pemolisian Komunitas terlihat bahwa (1) Aturan Perundang-undangan termasuk pula kebijakan-kebijakan yang berpijak pada Paradigma Baru POLRI/Reformasi POLRI sudah memadai; (2) terkait dengan penerapan prinsip-prinsip demokrasi dalam Pemolisian Komunitas, ternyata masih terdapat beberapa masalah seperti (a) belum terumuskannya mekanisme kemitraan yang lebih partisipastif; (b) belum diperolehnya pemahaman yang baik tentang formasi dan stratifikasi kelaskelas sosial dan gender; (c) belum maksimalnya faktor pendorong dan fasilitasi kebijakan-kebijakan bagi prakarsa, inisiatif dan gagasan yang muncul dari polisi lokal/ setempat; terkait dengan pelaksanaan pengawasan sipil terhadap POLRI dan tindakan pemolisiannya, ternyata masih terdapat beberapa masalah seperti (a) belum berjalan mekanisme pengawasan sipil dengan baik, khususnya pengawasan terhadap Polri dan tindakan pemolisiannya; (b) belum ada lembaga pengawasan yang efektif baik lembaga pengawasan bentukan Undang-Undang maupun bentukan masyarakat.
Dari kondisi empiris Tataran Empiris, yakni relasi POLRI dan Komunitas dalam Pemolisian Komunitas, diperoleh data bahwa (a) kondisi Kapasitas. Komunitas secara umum mendukung kemitraan serta siap dikembangkan bagi kepentingan menyambut program dari luar yang bermanfaat bagi mereka; (b) belum terciptanya Kemitraan yang setara antara POLRI dan Komunitas karena POLRI lebih mendominasi sejak Pembentukan Panitia Persiapan Pembentukan FKPM hingga Realisasi FKPM; (c) muncul tiga pihak dalam relasi kemitraan yang kemudian memunculkan relasi kekuasaan tiga pihak : POLRI-FKPMKomunitas. Hal ini kemudian menjadi hambatan bagi terciptanya partisipasi kolektif warga komunitas dalam bermitra dengan Polri demi tercapainya upayaupaya penyelenggaraan kamtibmas di dalam komunitas secara kolektif. Beberapa kendala dalam pelaksanaan Pemolisian Komunitas yang ditemui dalam penelitian Disertasi ini tersebut, secara umum tidak menghambat potensi keberhasilan program Pemolisian Komunitas di masa yang akan datang. Beberapa perbaikan, peningkatan dan penyempurnaan hal-hal yang terkait dengan kendalakendala tersebut harus dilakukan dan mendapat perhatian yang seksama oleh pelaksana program Pemolisian Komunitas.

Real estate and Non Real estate settlement community in Bekasi and Depok are the research location for the Dissertation. The reason to choose the Real estate and Non Real estate settlement is to shown therepresentation the stable community (social economy class, represented by Real estate housing community) and less stable community (social economy class, represented by Non Real estate housing community).
From the empirical policy level that contains Community Policing implementation, we are able to view that: (1) The laws, including the policies that stand on the new paradigm of POLRI/the reformation of POLRI, has adequated; (2) there are still some problems in the democratic principles implementation in Community Policing, which are (a) the more participative partnership has not been fully explainable, (b) the social class and gender formation and stratification has not been fully understandable, (c) the supporting factors and policies facility for action, initiative, and ideas that come up from the local Police regarding the implementation of civil monitoring to POLRI and their Policing action has not been maximized. There are a few problems regarding this factor, such as: (a) the civil monitoring mechanism has not been successfully implemented, especially the monitoring to POLRI and their Policing action, (b) there has no effective oversight institution, either made by law or community.
The data shown from the empirical condition at the Empirical Level, regarding POLRI relation with community in community policing, in general, the Community Capacity Condition is ready to support the partnership program and ready to be developed to accept any other intentional program from the outside community that might benefit them. Unequal relationship between community and Police, are caused more by the domination of Police since the begining of FKPM development by the early comitee, until the real activity is running. Since the program is started, there was 3 parties in the partnership relation, that then emerges into 3 power relationships; POLRI-FKPM-Community. Such condition become the barrier for collective participation among community member to become Polri partner on achieving collective activity in community security and order program. Some problem found in this Dissertation research regarding the Community Policing implementation, basicly are not an obstacle for the successful Community Policing program in the future. Nevertheless, some improvement need to be done regarding all the problems, and should be the point of attention to all subjects in Community Policing program.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
D955
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Imron Rosadi
"ABSTRAK
Disertasi ini membahas tentang dimensi perubahan relasi gender sebagai konsekuensi dari pengalaman migrasi internasional dalam keluarga buruh migran internasional yang pulang kembali kepada keluarganya dari bekerja di luar negeri. Tujuan dari studi disertasi ini adalah memahami dan mendalami makna perubahanperubahan relasi gender dan konsekuensi sosial pada tingkat atau ranah institusi keluarga dan komunitas lokal. Penelitian disertasi ini dirancang dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan desain studi kasus-ekplanatif, dan memadukan metode pengumpulan data seperti: angket, wawancara mendalam, observasi terstruktur dan studi dokumentasi.
Perubahan relasi gender dalam keluarga buruh migran internasional yang kembali dari bekerja luar negeri dipahami sebagai perubahan-perubahan pada aspek peran (yang mengarah kepada berbagi peran), akses perempuan (yang makin lebih besar kepada perempuan untuk menjangkau kesempatan bekerja dan melakukan aktivitas di luar rumah) serta pergeseran dalam kontrol (mulai ada berbagi kendali dalam kehidupan keluarga antara perempuan/istri dan laki-laki/suami). Perubahan relasi gender itu dimaknai sebagai konsekuensi yang tidak dikehendaki (unintended consequences) dari migrasi internasional, yang juga berkaitan dengan adanya konsekuensi sosial yang bersifat ongkos sosial (social cost) dari migrasi internasional. Konsekuensi-konsekuensi itu harus dipahami dalam konteks latar belakangkemiskinan dan status sosial-ekonomi yang rendah dari buruh migran internasional, serta hasil yang diperoleh dari migrasi internasional. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi teoritik berupa pengembangan penjelasan yang lebih kontekstual Indonesia atas analisis Carling, Reeves dan Jolly serta Kabeer tentang konsekuensi migrasi internasional terhadap relasi gender, dengan mengaitkan antara determinan konteks (context) bermigrasi, isi (contents) atau apa yang didapatkan dari migrasi internasional (materi dan non materi) serta konsekuensi (consequences) berupa perubahan relasi gender. Sementara kontribusi kebijakan dari hasil penelitian ini adalah berupa saran tentang makin perlunya semua pemangku kepentingan untuk mendesain dan mengimplementasikan kebijakan dan program yang sadar gender, berfokus pada kebutuhan dan masalah migran dan keluarganya pada masa reintegrasi sosial-ekonomi serta penguatan keberfungsiaan sosial pribadi migran dan keluarganya melalui program pemberdayaan dan penguatan institusi keluarga dan institusi lokal.

ABSTRACT
The focus of this study is change of gender relations as consequences of returned migrant worker experiences in family context . The research is qualitative interpretive with explanatory-case study design. The data were collected by combinations of survey, in-depth interview, structured observation and documentation study.
There are three dimensions of change of gender relations , that is change of role between male and female or husbands and wifes; change of access to family resources and activities and control sharing between husbands and wifes, male and female. The changing of gender relations have to be understand and interpreted as unintended consequences in relation to social costs or social consequences in local community domain. The theoretical contribution of this study is development and clarification of Carling, Reeves and Jolly Thesis on Gendered Effects of Migration, with contextual explanation of effects of international migration to gender relations in the poor families of Indramayu people. That is, context of international migration (background of migration and socio-economic profile of migrant worker), contents or outcome of internasional migration (remittances, international experiences and outward looking) and consequences (dimensions of changing in gender relations in family domain/level). So the study suggests the urgency of gender awareness policies, social policy, program and implementation of socio-economic reintegration by multidiscipline approach and multi-sector or inter-agency involvement, empowerment of families and local institution and enhancing social functioning of returned migrants themselves."
Depok: 2010
D00637
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Luthfi Malik
"ABSTRAK
Studi ini mengkaji proses transformasi dan mobilitas sosial ekonomi perdagangan orang Gu-Lakudo dari ekonomi subsisten di pedesaan pada ekonomi komersial yang berbasis perdagangan di Sulawesi Tenggara. Untuk mengembangkan analisis yang konstruktif terhadap fenomena tersebut, maka digunakan metode kualitatif (observasi, wawancara, dan penggunaan dokumen).
Dari hasil studi lapangan menjelaskan, bahwa keberhasilan orang Gu-Lakudo tersebut, terkait dengan peran-aktif H. Abdul Syukur sebagai seorang ulama Islam integratif (pedagang, modernis, dan transformatif). Dengan pembaruan Islam yang dilakukan oleh Syukur menjadi momentum terjadinya perubahan orientasi paham keagamaan orang Gu-Lakudo, dari sinkretis mistik Islam dengan tradisi agama leluhur mereka pada konteks Islam modernis-rasional. Lalu, mendorong mereka untuk mengembangkan perdagangan hasil penangkapan ikan nelayan tradisional, dengan dukungan lembaga ekonomi yang dibentuknya (Koperasi Gu Makmur).
Terintegrasinya nilai-nilai pembaruan Islam dengan pengembangan perdagangan, menumbuhkan etos ekonomi Islam bagi orang Gu-Lakudo. Selanjutnya, mereka terobsesi untuk melakukan migrasi desa-kota pada akhir tahun 1960-an. Mereka mulai mengembangkan usaha perdagangan pakaian jadi dan barang kelontong di pasar sentral Bau-Bau. Dalam perkembangannya, mereka menunjukkan mobilitas perdagangan yang cukup kompetitif, melakukan diversifikasi usaha dagang, serta perluasan pasar ke kota lain (Raha dan Kendari) di Sulawesi Tenggara.
Studi ini menyimpulkan bahwa secara sosiologis, orang Gu-Lakudo melakukan mobilitas geografis dan vertikal. Mobilitas perdagangan mereka digerakkan etos ekonomi yang mengintegrasikan ketaatan mengamalkan ajaran agama dengan aktivitas perdagangan. Karena itu, modal spiritual Islam bagi mereka menjadi suatu hal yang urgen sebagai basis dari terbentuknya modal sosial, sehingga menghasilkan modal finansial. Ini dikonstruksikan dalam konteks hubungan relasional antara pasar sebagai institusi ekonomi dan masjid sebagai institusi keagamaan dalam Islam.

ABSTRACT
This paper examines the transformation and the mobility process of social and trade economic of Gu-Lakudo people from rural subsisten economic to trade based commercial economic in Sulawesi Tenggara. Qualitative method, such as observation, interview, and the use of existing document, is used to develop constructive analysis for above phenomenon.
Based on the field study, the success of Gu-Lakudo people is related with the active role of H. Abdul Syukur as an intregral Muslim Scholar (merchant, modernis, and transformative). H. Abdul syukur brought the change to the Gu-Lakudo people religious orientation from syncretic mystic Islam based on ancestor tradition to modern-rational Islam. This lead to the development of traditional fisherman?s product trade with the support of the economic institution Gu-Lakudo people develops (GuMakmur Cooperation). The intregration of the new Islamic values and the development of trade builds the Gu-Lakudo people Islamic work ethic. Afterwards, they migrate to the city in the late of 60s where they start to open garment and grocery shop in BauBau central market. Later developments show quite significant trade mobility, trade diversification, and market expansion to other city (Raha and Kendari) in Sulawesi Tenggara.
This study concludes that sociologically, Gu-Lakudo people have made geographic and vertical mobility. Their trade mobility is driven by economic ethic that integrates religious aspect of life and trade activity. Therefore, for these people, the Islam spiritual capital is something that is very important as the basis of social capital formation which produces financial capital. This matter is constructed in the context of the relation between market as economic institution and mosque as religious institution."
Depok: 2010
D913
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Darmajanti
"Di Indonesia prioritas pembangunan ekonomi membawa dampak positif maupun negatif dalam kehidupan sosial budaya. Pendekatan pembangunan dari atas ke bawah yang diterapkan lebih dari dua puluh tahun membawa pengaruh cukup besar dalam kehidupan bermasyarakat. Warga masyarakat cenderung pasif, menunggu uluran tangan pemerintah untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Kegagalan pendekatan pembangunan mendorong munculnya paradigma baru yang lebih menekankan pada pembangunan yang bertumpu pada komunitas. Senterttara itu banyak orang yang meragukan keinampuan komunitas dapat mengatasi masalah mereka sendiri termasuk masalah kemiskinan. Disisi lain perkembangan sistem ekonomi-politik dunia melanda negara-negara yang sedang berkembang. Dalam kurun waktu sepuluh tahun disponsori oleh Bank Dunia para ahli ilmu sosial mulai memusatkan perhatian pada pengembangan studi modal sosial guna menemukan solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan yang dihadapi oleh negara-negara di dunia ketiga. Keadaan ini merupakan reaksi dari perubahan sosial mendasar sebagai dampak pertumbuhan ekonomi serta kemajuan teknologi komunikasi dan informasi dunia melalui proses globalisasi. Situasi ini yang mendorong penulis untuk meneliti modal sosial komunitas ketetanggaan di Jakarta.
Bagi penulis dalam masyarakat kota seperti Jakarta modal sosial harus dilihat dari kerangka kerja yang lebih nyata untuk menciptakan kehidupan demokrasi menuju ?civil community?. Teori sosiologi klasik mengembangkan teori bahwa pada masyarakat kotapola kehidupan sosial sudah melemah, mempunyai bentuk solidaritas yang berbeda, bahkan pada masyarakat tertentu ditemukan alienasi. Kemudian berkembang pemikiran bahwa nilai, norma. kepercayaan sosial adalah modal sosial yang sangat berperan dalam kehidupan sosial. Bagaimanapun juga modal sosial harus dapat digunakan sebagai stabilisator antar modal-modal lain dan sebagai ekonomi alternatif bagi warga komunitas di perkotaan. Konsep kunci modal sosial adalah bagaimana orang dengan mudah dapat bekerjasama. Studi modal sosial yang ada menggunakan keanggotaan untuk mengukur modal sosial dan menemukan kekuatan modal sosial sebagai koproduksi sebagai hasil kerjasama antar berbagai jenis organisasi. Untuk itu penulis merumuskan modal sosial sebagai kehidupan berorganisasi dimana warga dapat menyelesaikan masalah bersama di komunitas tempat tinggal mereka (spatial). Kehidupan berorganisasi mencerminkan jaringan kerjasama antar warga untuk mencapai tujuan bersama karena mereka tinggal di lingkungan yang sama. Dinamika kehidupan berorganisasi tentu sangat dipengaruhi oleh sumber-sumber modal sosial (kognitif) yaitu kehidupan sosiabilitas antar warga yang dimiliki suatu komunitas yaitu nilai kepedulian, kepercayaan sosial dan solidaritas sosial antar warga. Untuk mengembangkan kehidupan berorganisasi studi ini ingin menguji hubungan antara kehidupan sosiabilitas dengan kehidupan berorganisasi di tingkat komunitas.
Dari berbagai kajian pustaka tentang studi modal sosial yang dilakukan ditemukan betapa sulitnya mengukur unsur-unsur yang terkait dalam modal sosial. Untuk itu studi menggunakan metode triangulasi yaitu menggabungkan metode kuantitalif dan kualitatif. Akurasi pengukuran kuantitatif merupakan keterbatasan studi ini yang akan dikembangkan dalam penelitian selanjutnya untuk menghasilkan indikator pengukuran yang lebih valid. Penelitian dilakukan di Kelurahan Gandaria Utara yang diharapkan dapat mewakili karakteristik komunitas kota Jakarta yang heterogen dan kompleks. Dilakukan survei terhadap 227 rumah tangga sebagai unit pengamatan dengan KK atau orang dewasa sebagai unit analisa. Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap informan serta kelompok diskusi terarah pada kelompok/organisasi sosial di komunitas.
Studi ini tidak menemukan hubungan antara kehidupan berorganisasi dengan kehidupan sosiabilitas sebagai sumber modal sosial. Dinamika kehidupan berorganisasi sangat tergantung pada keberadaan individual atau sosial aktor. Aktor ini yang berperan dalam kehidupan sosiabilitas. Sumber-sumber modal sosial yang ada lebih bertumpu pada aktor sosial tidak berhubungan dengan kehidupan berorganisasi antar warga. Bahkan kedekatan sosial antar tetangga justru melemahkan mekanisme kontrol antar warga. Meskipun dalam model prediksi ditemukan hubungan antara lama tinggal dan kepedulian sosial antar warga dengan keanggotaan warga dalam organisasi sosial di komunitas.
Temuan studi membawa implikasi empirik yaitu bahwa di tingkat mikro jangan terjebak mengkaji modal sosial sebagai konsep-konsep abstrak atau perilaku (behavioristic) tetapi lebih bermanfaat bila berada dalam kerangka kerja yang mengarah pada pola-pola modal sosial itu sendiri. Implikasi teoritik yang penting adalah mulai melihat modal sosial dari pemikiran yang menekankan situasi perubahan yang terjadi saat ini. Teori-teori dalam konteks lokalitas dan sistem ekonomi-politik dunia yang melanda seluruh negara dimanapun ia berada khususnya negala dunia ketiga yang masih berada dalam tahap transisi. Bagi para pengambil keputusan, perumus kebijakan, pelaksaaaan program pembangunan dalam peningkatan kualitas hidup komunitas spatial perlu dipertimbangkan keberadaan organisasi komunitas baik dari rendahnya dinamika berorganisasi, kinerja dan jaringan kerjasama antar organisasi.

In Indonesia, the economic development priorities bring both positive and negative impacts to the social cultural life. The top down development approaches, which has been applied for more than twenty years; bring considerably significant impacts to the life of the community. People tend to be passive, looking forward to the hands of government to overcome their day-to-day problems. The Failure of these development approaches hence encourages the emergence of new paradigms that stressed on the development that rely heavily on the community (bottom up). In the mean time, many people doubt the ability of the community in solving their problems, inclusive of the poverty problems. On the other side, the development of the world economic and politic systems has influenced many developing countries. During the past tell years, sponsored by World Bank social scientists have tried to focus their attention on the development of social capital studies in order to overcome the poverty problems in the third world countries, This condition is a consequence of social changes as an impact of the economic development and the information and communication technology advancement through the process of globalization. This situation motivated the writer to observe the social life of urban community neighborhood in Jakarta.
From the writer point of views, for the urban community like Jakarta the social value should be examine from realistic framework to create democracy life towards the civil community. The focused is not only in the poverty problems but more general and comprehensive. The classical sociology theory stated that the urban community has relatively teak social lifestyles and different solidarity. Moreover, the type of alliance can be found in certain community. It consequently creates a viewpoint that the prominent social values in life are value, norm and social trust. This social capital in the local community should be function as stabilization between the other capitals such as physical human, financial or economic capital and it should be an alternative economic for the urban community. The key concept of social capital is hot people can easily working together (cooperative). The existing social capital studies use its members to measure the social capital and found that the social capital cooperation strength as co-production is the result of the cooperation between the organizations. Therefore, the riter forms a formula of social capital as the organization life where people could overcome problems in their own community neighborhoods (spatial). The organizational life describes the cooperation network between people in the community in achieving their goals because they live together in the same neighborhood.
The sociability between members in the community means social concern values; social trust and social solidarity between community members in this dissertation are the sources of social capital, which greatly influences the organizational life dynamics. This study is aim to examine the relationship between the sociability and the organizational life in the community level. The difficulties in measuring the elements involved in social capital can be found in many literatures about the social capital studies. Therefore, this study uses the triangulate method that collaborates both quantitative and qualitative methods. The accuracy in quantitative measurement is the limitations of this study, which will be develop in the next research to find more valid measurement indicators. This research was done in Kelurahan Gandaria Utara and expected to represent the heterogeneous and complex characteristics of Jakarta's communities. The survey was done in 227 households as observation units and the head of household or adult member as the unit of analysis. The qualitative data was gathered by the in-depth interview with the informants and the focused group discussions in the community.
The finding of this study is there is no relationship between the organizational life and the sociability life as social capital sources. The dynamics of organizational life depends heavily on the existence of individual or social actors. These actors play greater role in sociability life. The existing social capital sources are likely to rely on social actors, but unrelated to the organizational life between people. Moreover, the social cohesion between neighbors tends to weaken the social control mechanisms between peoples in the community. Even though the significant relationship between the length of stay of household and the social concerns between community members and local social organization life can be found in the prediction of social capital models.
This study brings empiric impacts that in the micro level never get trapped to observe social capital as abstract sociological concepts (the essence of social life) or social attitude. It hence would be more useful if being developed patterns of social life in the social capital framework. The prominent theoretic impact is how to see the social capital from the viewpoints that stressed on the changing situation in the existing theory; the locality context and the world economic and politic systems in many countries particularly urban community in the third world countries like Indonesia, which are mostly in the transitional stage. For many decision-makers and regulators, the implementation of development programs in increasing the quality of the spatial community life should consider the existence of the local community organization, from the organizational dynamics, performance and the cooperation network between the different types of organizations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
D116
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Sangadji
"ABSTRAK
Secara umum, Disertasi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh birokrasi di bidang kesehatan di Kotamadya Ambon memang telah membuka diri terhadap peluang partisipasi publik. Secara khusus, tujuan dari Disertasi ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh partisipasi publik terhadap pelayanan publik di bidang kesehatan di Kotamadya Ambon, secara riil telah dilaksanakan oleh pelaku pelayanan publik.
Lokasi penelitian adalah di Puskesmas Rawat Inap X dan Puskesmas Non Rawat Inap Y di Kota Ambon. Pemilihan Puskesmas dengan perbedaan Rawat Inap dan Non Rawat Inap didasari oleh asumsi penulis bahwa besar kemungkinan perbedaan status tersebut membawa dampak pada kualitas pelayanan publik.
Disertasi ini menggunakan metode kualitatif dengan beberapa langkah pengumpulan data sebagai berikut :Pertama, studi sekunder dan wawancara dengan peneliti dalam topik penelitian sejenis untuk mendapatkan gambaran awal masalah Disertasi; Kedua, wawancara mendalam yang dilakukan kepada beberapa informan kelompok pengunjung/pasien baik di Puskesmas Rawat Inap maupun Non Rawat Inap kemudian dijadikan informan dalam kegiatan wawancara mendalam. Ketiga, Selain melakukan wawancara mendalam, penulis dalam upaya menggali data lebih dalam, juga melakukan FGD dengan peserta yang mencakup wakil dari Kantor Dinas Kesehatan Ambon, Pejabat Puskesmas (Rawat Inap dan Non Rawat Inap) Karyawan Puskesmas (Rawat Inap dan Non Rawat Inap) Dokter Puskesmas (Rawat Inap dan Non Rawat Inap). Keempat, terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yakni melihat realita pelayanan publik di Puskesmas sebagai salah satu sentra pelayanan publik di bidang kesehatan, maka diperlukan data kuantitatif melalui survei.
Melalui penelitian Disertasi ini, terungkap bahwa reformasi birokrasi di Kotamadya Ambon juga sudah banyak direalisasikan. Namun demikian, semua upaya realisasi reformasi birokrasi tersebut belum sepenuhnya berjalan. Beberapa aspek yang telah dicapai dalam derajat tertentu, antara lain adalah : Pertama, birokrasi pelayanan publik di Kotamadya Ambon dalam derajat tertentu telah mengembangkan keterbukaan (transparency). Kedua, berkaitan dengan keterbukaan adalah kebertanggungjawaban (accountability). Ketiga, birokrasi pelayanan publik di Kotamadya Ambon, khususnya dalam pelayanan publik bidang kesehatan, dalam batas-batas tertentu sudah mulai membangun aksesibilitas partisipasi publik melalui mekanisme pengaduan. Keempat, birokrasi pelayanan publik di Kotamadya Ambon, khususnya di bidang kesehatan,telah berupaya untuk tidak berorientasi kepada yang kuat, tetapi harus lebih kepada yang lemah dan kurang berdaya. Sementara itu, mengacu pada hasil penelitian Disertasi ini maka agen atau pengguna pelayanan masih belum mampu berpartisipasi secara aktif. Mereka hanya berpartisipasi secara pasif dan belum mampu mewujudkan diri mereka secara aktual sebagai ?active society?. Protes sosial (terbatas pada penyampaian keluhan dan pengaduan) memang ada tetapi hasil penelitian Disertasi ini hanya mengungkap bahwa protes-proses sosial itu hanya dilakukan secara sendiri-sendiri oleh individu-individu yang tidak puas terhadap pelayanan publik yang diterimanya.

ABSTRACT
In general, this dissertation aims to know how far bureaucracy in area of health in Municipality of Ambon had been exposing to opportunities of public participation. Specifically, the purpose of this dissertation is to know how far the public participation to public service in health in Ambon Municipality, actually have been carried out by the person responsible for public service.
The observation was done at the Inpatient health center X (Puskesmas Rawat Inap X) and non-Inpatient health center Y (Puskesmas non-Rawat Inap Y) in Ambon City. Health center election with a difference Inpatient and Non Inpatient based on the author?s assumption that the most likely of that status differences have an impact on the quality of public services.
This dissertation uses qualitative methods of data collection with a few steps as follows: First, secondary studies and interviews with researchers in similar research topics to get a preliminary description of the problem Dissertation; Second, in-depth interviews are conducted to some informants group visitors/ patients both in the Inpatient and Non-Inpatient Health Center and then made the informant in-depth interviews. Third, the addition in-depth interviews, the authors in an effort to dig deeper into the data, also conducted FGDs with participants including representatives from the Office of Health Office of Ambon, Officer Health Center (Inpatient and Non Inpatient) Employee Health Center (Inpatient and Non Inpatient) Medical Doctor Health Center (Inpatient and Non Inpatient). Fourth, related to the objectives to be achieved in this study, that seeing the reality of public service at the Health Center as one of the center of public services in health, we need quantitative data through surveys.
Through this dissertation research, it was revealed that the reform of the bureaucracy in Ambon also been many realized. However, all attempts at bureaucratic reform has not yet been realized fully operational. Some aspects that have been achieved in some degree, among other things: First, the public service bureaucracy in Ambon has developed a certain degree of openness (transparency).
Ambon Municipal Government considers that the public is the main stakeholders in the service. Second, openness is associated with accountability. Ambon Municipality has succeeded in increasing the accountability reporting responsibility to realize the various budget responsibilities, achievement in the development of public services by exploiting the role of mass media and other public information. Third, the bureaucracy of public services in the Municipality of Ambon, especially in public services in health, within certain limits, have started developing the accessibility of public participation through the complaint mechanism. Fourth, the public service bureaucracy in Ambon, particularly in the areas of health, has been oriented to try to be as strong, but must be more to the poor and less powerful.
Meanwhile, referring to the results of this dissertation research, then the agent or service users are still not able to actively participate. They only participate passively and not yet able to realize their actual self as ?active society.? Social protest (limited to the submission of grievances and complaints) do exist but the results of research in this dissertation reveal that the protest-social process is only done independently by individuals who are dissatisfied with public services received."
Depok: 2010
D914
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library