Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Evy Clara
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antara status sosial ekonomi orang tua dan sosialisasi anak di keluarga dalam menunjang prestasi belajar siswa di sekolah. Pengumpulan datanya dilakukan dengan cara observasi dan wawancara secara mendalam. Agar data mempunyai validitas yang kuat, maka dilakukan cross chek terhadap orang tua, teman dan guru dari sampel utama tersebut. Guna memperoleh gambaran yang nyata, selain wawancara dilakukan juga observasi, serta penyebaran angket kepada 104 orang responder (siswa) sebagai data pendukung. Pemilihan 8 sampel utama dalam penelitian ini berdasarkan pertimbangan khusus dengan melalui kriteria tertentu, terdiri dari 4 orang siswa yang orang tuanya mempunyai status sosial ekonomi "tinggi?, dan status sosial ekonomi "rendah" 4 siswa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status sosial ekonomi dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Artinya bahwa siswa yang berasal dari keluarga yang status sosial ekonomi tinggi mempunyai banyak kesempatan memiliki berbagai fasilitas yang diberikan keluarga seperti bimbirgan belajar, les privat, kebutuhan buku, komputer, penyediaan ruang belajar khusus dan lain sebagainya.
Hasil penelitian memberikan kecenderungan bahwa kemampuan untuk memiliki dan menggunakan berbagai fasilitas pendidikan, ternyata hampir sebagian besar responden yang memiliki prestasi belajar "tinggi" memanfaatkan secara maksimal fasilitas-fasilitas yang menunjang kegiatan belajar. Sedangkan yang tidak memanfaatkan secara maksimal fasilitas-fasilitas tersebut walaupun dari golongan status sosial ekonomi tinggi, ternyata prestasi belajar siswa rendah. Hasil wawancara yang mendalam terhadap responden utama dan didukung oleh survey terhadap 100 siswa, ternyata ada variabel lain yang cukup menentukan dalam pencapaian prestasi belajar siswa, variabel tersebut adalah sosialisasi anak di dalam keluarga. Artinya siswa yang berasal dari status sosial ekonomi "tinggi", kalau tidak ada perhatian. dari orang tua dan alokasi pembagian belajar yang tepat di rumah serta tidak aktif (jarang) berkomunikasi dengan keluarga, ternyata ada kecenderungan bahwa prestasi belajar siswa tersebut rendah begitu juga sebaliknya, dan dari responden pendukung ditemukan pula bahwa kebanyakan siswa yang mendapatkan pelajaran tambahan seperti: les privat, bimbingan belajar, dan kelompok belajar, mempunyai prestasi tinggi, hanya sebagian kecil saja siswa yang mempunyai prestasi rendah.
Berdasarkan temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa tidak hanya ditentukan oleh status sosial ekonomi saja, tetapi juga faktor lain yang berasal dari sosialisasi siswa dalam keluarga. Salah satu faktor lain yang berpengaruh terhadap prestasi belajari adalah kemampuan (IQ).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada guru dan orang tua sebagai pendidik untuk lebih memperhatikan anak/siswa dalam proses pembelajarannya dengan melihat latar belakang kondisi status sosial ekonomi yang dimiliki, sehingga nantinya siswa tersebut dapat memperoleh prestasi belajar yang diinginkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T1139
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yahya Buwaiti
"Pembangunan sektor pariwisata dihadapkan pada situasi yang cukup dilematis. Di satu sisi pembangunan sektor ini telah menjadi suatu keharusan karena ia merupakan sektor yang cukup unggul dalam menghasilkan devisa negara dan mendistribusikan pendapatan kepada masyarakat. Akan tetapi di sisi lain ia membawa dampak negatif yang cukup besar akibatnya bagi kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk hidup lainnya.
Salah satu bidang usaha yang dikembangkan dalam sektor pariwisata adalah industri jasa hiburan umum. Sebagai bidang usaha yang termasuk dalam sektor pariwisata, industri jasa hiburan umum adalah salah satu bidang usaha yang dikembangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat yang tergolong berpenghasilan menengah ke atas. Sektor ini mempunyai keterkaitan cukup luas sehingga cukup banyak menyerap tenaga kerja dan mendukung upaya meningkatkan pendapatan daerah, serta berfungsi sebagai daya tarik wisata.
Senada dengan hal tersebut, di Kotamadya Jambi juga berkembang objek-objek wisata hiburan umum yang ternyata memang lebih cepat kemajuannya. Objek wisata hiburan umum yang banyak terdapat di Kecamatan Pasar Kotamadya Jambi itu, adalah: Permainan Ketangkasan, Diskotik, Pub, Night Club, dan Karaoke.
Perkembangan industri jasa hiburan umum di Kecamatan Pasar Kotamadya Jambi ternyata memberikan warna tersendiri terhadap kehidupan sosial masyarakat di kota ini, bahkan mengakibatkan terjadinya perubahan sosial budaya . Beberapa hal yang diduga menjadi pangkal sebab terjadinya perubahan-perubahan dimaksud adalah karena dalam hiburan umum itu tumbuh dan berkembang kegiatan perjudian gelap, konsumsi obat-obat terlarang, dan prostitusi terselubung.
Dari kenyataan tersebut, maka melalui ketajaman ilmiah dengan landasan sosiologi, penulis melihat adanya beberapa perubahan sosial budaya yang terjadi di masyarakat setempat. Berkaitan dengan hal itu, terdapat beberapa pertanyaan mendasar yang memotivasi penulis untuk melakukan penelitian mendalam, yakni :
(1) Bagaimana proses perubahan sosial budaya itu terjadi ?
(2) Sejauh mana perubahan sosial budaya dimaksud terjadi ?; dan
(3) Bagaimana wujud perubahan dimaksud adanya ?.
Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis dengan landasan Leon perubahan sosial. Karena penelitian ini mencakup sosial dan budaya, maka untuk memilah antara pengertian sosial dan budaya, penulis mengacu kepada penelitian yang diajukan oleh Wirutomo. Penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara, yang dianalisis secara deskriptif.
Dari penelitian yang penulis lakukan, maka rangkaian perubahan meliputi interaksi para individu dalam suatu kelompok masyarakat, perubahan-perubahan dalam pola hubungan antar anggota masyarakat dan perubahan dalam pola hubungan dalam keluarga. Salah satu hal yang dapat dilihat secara nyata adalah bahwa dengan berkembangnya industri hiburan umum diiringi dengan berkembangnya "kehidupan malam", yang dianggap merupakan ancaman bagi pergeseran moral dan etika, terutama bagi generasi muda.
Melalui studi sosiologis, yang menggunakan metode analisis deskriptif, penelitian ini mengungkapkan adanya dampak sosial budaya sebagai akibat dari berkembangnya industri jasa hiburan umum di Kecamatan Pasar Kotamadya Jambi. Dengan menggunakan usaha-usaha hiburan umum yang melakukan kegiatan pada malam hari sebagai subjek penelitian, penelitian ini menemukan bahwa, industri jasa hiburan umum di Kecamatan Pasar Kotamadya Jambi yang meskipun berkembang secara pelan tapi pasti, telah mengakibatkan terjadinya perubahan sosial budaya yang cukup berarti bagi kehidupan masyarakat setempat.
Perubahan sosial budaya yang menjadi temuan dalam penelitian ini meliputi :
1. perubahan sikap masyarakat terhadap aktivitas hiburan umum itu sendiri,
2. tersosialisasikannya KKN yang secara terbuka terjadi di dalam aktivitas hiburan umum,
3. menjadi terbiasanya konsumsi obat-obat terlarang,
4. adanya perubahan dalam struktur masyarakat,
5. terbentuknya kelompok kepentingan,
6. adanya perubahan pola hubungan antar kelompok masyarakat,
7. adanya perubahan nilai-nilai dalam hubungan antara kelompok masyarakat, termasuk hubungan dalam keluarga, dan
8. munculnya krisis norma.
Bilamana hal itu tidak diantisipasi secara dini dan secara tepat, maka dalam perkembangan selanjutnya dikhawatirkan akan berdampak lebih tidak baik bagi tatanan kehidupan masyarakat Kecamatan Pasar Kotamadya Jambi, khususnya dan masyarakat Kota Jambi pada umumnya. Dengan kata lain akan merusak tatanan sosial budaya yang merupakan identitas bangsa, yang nilai-nilai positifnya hendak dipertahankan, sebagaimana dimaksudkan oleh prinsip yang melandasi operasionalisasi pembangunan sektor pariwisata nasional. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T909
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ali Al Humaidy
"Penelitian ini berangkat dari keprihatinan yang peneliti rasakan, yaitu tentang keberadaan pengemis yang dari hari ke hari kian meningkat jumlahnya.
Selama ini ada asumsi di kalangan masyarakat bahwa salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk mengemis karena ekonomi kurang stabil. Artinya, jika kondisi ekonomi orang tersebut baik tidak akan melakukan pekerjaan sebagai pengemis. Semua peneliti juga termasuk orang yang mempunyai pandangan demikian. Tetapi pendangan tersebut berubah, ketika peneliti membaca sebuah laporan tentang komunitas pengemis yang jumlahnya cukup banyak, yaitu di Desa Pragaan Daya, Sumenep, Madura.
Secara metodologis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yakni pendekatan yang menempatkan pandangan peneliti terhadap sesuatu yang diteliti secara subyektif, dalam arti peneliti sangat menghargai dan memperhatikan pandangan subyektif setiap subyek yang ditelitinya. Pendekatan kualitatif selalu berusaha memahami pemaknaan individu (subjective meaning) dari subyek yang ditelitinya. Pengumpulan bahan dilakukan dengan tiga metode : kajian literatur (literature review), wawancara mendalam (indepth interview) dan pengamatan (observation). Hasil data yang terkumpul kemudian dideskripsikan dan dianalisa.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa awal mula munculnya praktek mengemis di Pragaan Daya sudah berlangsung sejak pra kemerdekaan (1930 - 1940-an) hingga sekarang. Bertahannya budaya mengemis karena praktek ini sudah berlangsung lama dari generasi ke generasi/ turun temurun, yang disosialisasikan melalui kehidupan keluarga dan kehidupan masyarakat. Dalam beberapa hal, kajian tentang kehidupan masyarakat pengemis di Desa Pragaan daya, Sumenep, Madura ini memperkokoh teori dari anggapan sementara orang bahwa kemiskinanlah yang menyebabkan orang menjadi pengemis (peminta-minta). Dengan asumsi kesulitan ekonomi merupakan faktor tunggal yang ada di balik profesi kepengemisan ini. Dalam hal demikian pengemis dipandang sebagai satu kategori dengan fenomena kaum miskin lainnya seperti gelandangan yang (terutama) banyak hidup di kota-kota besar.
Namun jika kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan (Suparlan, 1984:12), penelitian ini membuktikan bahwa tidak seluruhnya konsep dan anggapan tersebut benar.
Dalam kenyataannya, secara menyakinkan, masyarakat Pragaan Daya tidak bisa digolongkan kaum miskin, yang kekurangan rnateri. Karena pada kenyataannya, masyarakat Desa Pragaan Daya, Sumenep, Madura, termasuk golongan masyarakat yang berkecukupan jika diukur dalam standar kehidupan masyarakat pada umumnya memiliki rumah permanen yang lumayan bagus bahkan lux, memiliki sejumlah perabotan elektronik, kendaran sepeda motor, dan bahkan mereka juga memiliki sejumlah binatang piaraan sapi lebih dari satu ekor.
Kalaupun hendak digolongkan sebagai kelompok kaum miskin, kemiskinan yang terjadi di kalangan komunitas masyarakat Pragaan Daya, Sumenep, Madura lebih dekat dengan kemiskinan yang ada di dalam konstruksi Oscar Lewis. Dimana Oscar Lewis tidak melihat masalah kemiskinan sebagai masalah ekonomi, yaitu tidak dikuasainya sumber-sumber produksi dan distribusi benda-benda dan jasa ekonomi oleh orang miskin ; tidak juga melihatnya secara makro, yaitu dalam kerangka teori ketergantungan antar negara atau antar kesatuan produksi dan masyarakat ; dan tidak juga melihatnya sebagai pertentangan kelas sebagaimana yang dikembangkan oleh ilmuwan sosial Marais. Oscar Lewis melliat kemiskinan sebagai cara hidup atau kebudayaan yang unit sasarannya adalah mikro, yaitu keluarga, karena keluarga dilihat sebagai satuan sosial terkecil dan sebagai pranata sosial pendukung kebudayaan kemiskinan. (Lewis, 1988 : xviii).
Kajian ini dengan jelas menggambarkan bahwa, meski benar kemiskinan ekonomilah yang mendorong orang untuk terjun ke dalam dunia pengemis, tetapi pada akhirnya ekonomi bukan menjadi faktor yang menentukan apakah seseorang akan selamanya menekuni profesi sebagai pengemis.
Data-data yang ditemukan dalam penelitian ini menunjukkan, ketika para pengemis itu telah menjadi kaya, (tidak lagi berada dalam kesulitan ekonomi) dan tidak terdesak kebutuhan pokok kehidupan, para pengemis itu tetap saja menjalani profesinya. Mereka temyata justru menikmati profesi tersebut, karena temyata profesi ini dalam banyak hal bisa mendatangkan uang yang lebih banyak dibandingkan dengan usaha yang sebelumnya mereka tekuni, seperti berdagang atau pencari kayu bakar. Artinya persoalan mental dan moral yang menentukan apakah seseorang tetap bertahan dengan profesi pengemis tersebut atau tidak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T2516
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Imelda H.
"Pembangunan kesehatan merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pembangunan sumber daya manusia kearah terciptanya penduduk Indonesia yang sehat, tangguh, mandiri dan berkualitas. Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan selama ini telah menunjukkan peningkatan kondisi kesehatan masyarakat di Kota Padang. Ini dapat dilihat dari indikator kesehatan yaitu menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB), menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI), meningkatnya angka harapan hidup dan menurunnya penderita Kekurangan Energi dan Protein (KEP). Namun bila dibandingkan dengan kondisi kesehatan masyarakat Indonesia, maka kondisi kesehatan masyarakat Kota Padang masih di bawah rata-rata tersebut.
Selama ini pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan sakit, yang lebih mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Karena pendekatan ini tidak memberikan manfaat bagi sebagian besar masyarakat dan tidak sesuai dengan perkembangan yang ada, maka pendekatan pembangunan kesehatan berubah kearah pendekatan yang berorientasi sehat, yang lebih mengutamakan upaya pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengesampingkan upaya penyembuhan dan rehabilitasi.
Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor sosial budaya, bila faktor tersebut telah tertanam dan terinternalisasi dalam kehidupan dan kegiatan masayarakat ada kecenderungan untuk merubah perilaku yang telah terbentuk tersebut sulit untuk dilakukan.
Untuk mendapatkan gambaran perilaku kesehatan masyarakat Kota Padang, memahami dan mengetahui faktor sosial budaya yang mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat serta peran pemerintah dalam pembangunan kesehatan, dilakukan suatu kajian mengenai teori dan konsep perilaku dari perilaku kesehatan seperti yang dikemukakan oleh ahlinya yaitu Parsons, Romans, Skinner dan Green. Berdasarkan teori tersebut dan melihat fenomena di lapangan maka perilaku kesehatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi perilaku terhadap sakit dan penyakit, perilaku yang berkait dengan respon terhadap pelayanan kesehatan, perilaku yang berkaitan dengan respon terhadap gizi makanan dan perilaku yang berkaitan dengan lingkungan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dan jenis penelitian eksplanatif, untuk mendapatkan gambaran perilaku kesehatan masyarakat serta mengetahui faktor sosial budaya yang mempengaruhinya. Untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh maka dilakukan wawancara mendalam kepada informan yang dianggap relevan dan dapat memberikan informasi yang diperlukan, serta melakukan pengamatan terhadap perilaku kesehatan masyarakat sebagai cara dalam pengumpulan data primer. Sedangkan data sekunder diperoleh dari kajian yang dilakukan terhadap dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan, meskipun pendekatan pembangunan kesehatan telah mengalami perubahan dari paradigma sakit ke paradigma sehat, namun perubahan tersebut tidak serta merta diikuti oleh perubahan perilaku kesehatan masyarakat. Sulitnya merubah perilaku kesehatan masyarakat tersebut karena ada beberapa nilai dan kebiasaan yang telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat yang sulit untuk dirubah. Namun perilaku kesehatan masyarakat dalam hal pencegahan penyakit, khususnya immunisasi untuk anak menunjukkan hasil yang baik. Selain itu perubahan beberapa nilai dan norma yang telah terinternalisasi dalam kehidupan masyarakat juga berdampak terhadap perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat dan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Temuan lainnya menunjukkan bahwa upaya perubahan perilaku yang dilakukan melalui pendidikan kesehatan yang dilakukan selama ini belum mencapai sasaran dan menunjukkan hasil kearah perilaku hidup sehat. Kerjasama lintas sektoral dengan sektor lain yang berkait belum berjalan dengan baik. Keterlibatan kekuatan lain dalam pembangunan kesehatan mulai berkembang. Hasil penelitian juga menemukan kritik terhadap teori yang dikemukakan Green. Kritiknya adalah : selain faktor pendidikan, faktor ekonomi juga mempengaruhi faktor predisposisi, faktor pendukung dan pendorong.
Rekomendasi terhadap hasil penelitian ini, rencana pembangunan kesehatan harus disusun sesuai dengan pendekatan paradigma sehat. Pendidikan kesehatan merupakan salah satu usaha yang harus dilakukan untuk merubah perilaku kesehatan masyarakat. Program pendidikan kesehatan untuk petugas kesehatan bertujuan untuk menciptakan tenaga kesehatan yang ahli dan terampil sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan kesehatan untuk masyarakat bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. Materi, metode, media, sasaran, jadwal dan pelaksana pendidikan kesehatan harus disusun secara terencana dan disesuaikan dengan kebutuhan, permasalahan serta kondisi daerah. Melalui kedua program ini diharapkan perilaku kesehatan masyarakat berubah ke arah perilaku hidup sehat sehingga jumlah penderita gizi buruk dan penderita penyakit karena perilaku menurun serta tercipta lingkungan yang bersih dan sehat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Rudy L.
"Keterbelakangan suatu bangsa disebabkan karena adanya kekurangan unsur-unsur nilai modern yang diperlukan untuk memasuki era industrialisasi, yaitu; kewiraswastaan, keberanian mengambil risiko, kreativitas dan motivasi berprestasi. Maksud dan tujuan adaptasi dan modifikasi program AMT di Indonesia adalah untuk membangkitkan minat, perhatian dan kebutuhan seseorang akan pengembangan diri yang diarahkan kepada cita, rasa dan karsa entrepreneurship. Kebutuhan seseorang tumbuh terus demikian pula pola persepsinya dan perubahan sistem nilai organisasi juga terus berlangsung seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan kerangka teori di atas, timbul pemikiran iklim organisasi bagaimana yang akan mendukung dan menghambat keberhasilan program AMT?. Pemikiran inilah yang mendasari penulis untuk mencoba mengetahui pengaruh iklim organisasi terhadap motivasi berprestasi peserta yang telah mengikuti program AMT dengan membandingkan 2 sampel dari 2 populasi yaitu, PT.PLN dan PT.Intirub. Penelitian ini tergolong korelasional yaitu ingin mengetahui apakah ada hubungan antara variabel bebas penelitian dengan perubahan-perubahan pada variabel terikatnya. Penelitian ini diawali dengan asumsi-asumsi tertentu dan merumuskannya dalam bentuk hipotesis. Asumsi yang mendasari penelitian ini adalah bahwa program AMT yang telah dilaksanakan beberapa tahun yang lalu akan merubah sikap dan perilaku peserta menjadi lebih memiliki ciri-ciri entrepreneur dengan motivasi berprestasi yang tinggi. Deskripsi statistik yang diperoleh menunjukkan tingkat data yang cukup menyebar, tetapi pengujian hipotesis dengan menggunakan 2 macam analisis korelasi dan t-test untuk menguji kesamaan dua rata-rata, memperlihatkan beberapa penyimpangan pada p = 0,05. Penyimpangan ini dapat terjadi karena dimensi-dimensi iklim organisasi merupakan skala psikologi yang dirancang untuk mengukur atribut tunggal. Karena analisis penelitian ini bertumpu pada pendekatan mikro, maka perlu kombinasi analisis dengan pendekatan makro dalam teori organisasi untuk mendapatkan optimasi penelitian."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9423
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Suriadi
"Operasi penertiban yang sering dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta terhadap pedagang kaki lima (PKL) yang dianggap melanggar Perda Nomor 11 Tahun 1988, rupanya tidak diterima begitu saja oleh PKL. Ternyata, para PKL melakukan berbagai bentuk perlawanan dalam menghadapi aparat Pemda, bahkan bentuk perlawanan mereka akhir-akhir ini semakin keras. Kerasnya perlawanan PKL tersebut disebabkan oleh munculnya berbagai faktor di mana faktor yang satu berkaitan dengan faktor yang lain.
Secara teoretis, suatu perlawanan dapat dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, tergantung dari kondisi situasional yang tercipta pada saat itu serta nilai-nilai dan norma, baik yang berlaku di lingkungan setempat maupun yang mengendap dalam alam pemikiran para aktornya. Demikian pula bahwa terdapat sejumlah faktor yang saling berkaitan sehingga menyebabkan terjadinya suatu bentuk perlawanan yang dilakukan oleh satu pihak terhadap pihak lain. Secara umum, teori-teori yang dapat naenjelaskan masalah tersebut antara lain teori yang dikemukakan oleh Parsons, Galtung, Smelser, dan Gum Sementara teori-teori dalam nuansa konteks Indonesia juga dapat dijelaskan seperti yang dikemukakan oleh Pally, Nitibaskara, Wirutomo, dan Hikam.
Untuk mengkaji masalah bentuk bentuk perlawanan dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perlawanan PKL terhadap Pemda DKI Jakarta tersebut, maka dalam penelitian ini dipilih pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian yang bersifat deskriptif-eksplanatif Agar mendapatkan gambaran komprehensif, ada dua jenis data yang dibutuhkan, yakni data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara secara mendalam kepada informan yang dianggap dapat memberikan informasi yang diperlukan serta melakukan pengamatan langsung terhadap kehidupan sehari-hari para PKL. Sementara data sekunder diperoleh dari laporan, dokumen-dokumen, berita-berita surat kabar yang berkaitan dengan masalah perlawanan PKL. Sebagai sampel penelitian, ditetapkan secara purposif salah satu lokasi di DKI Jakarta, yaitu di Perempatan Ciracas, Kelurahan Susukan, Kecamatan Ciracas, Kotamadya Jakarta Timur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga bentuk perlawanan yang dilakukan oleh PKL dalam penertiban Pemda DKI Jakarta, yakni (1) perlawanan tertutup yang dicirikan oleh sikap pura-pura patuh pada saat ada aparat Pemda, tetapi ketika aparat meninggalkan lokasi mereka pun kembali berjualan; (2) perlawanan semi-terbuka yang dicirikan oleh sudah adanya upaya penentangan dalam bentuk perang urat syaraf, munculnya strategi mengaburkan konsep PKL, dan menggalang kekuatan melakukan protes secara lebih frontal; dan (3) perlawanan terbuka yang dicirikan oleh sikap perlawanan secara fisik berupa penggunaan benda tumpul dan senjata tajam yang digunakan oleh PKL untuk melakukan perlawanan kepada aparat Pemda DKI Jakarta.
Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perlawanan PKL secara keras dapat dilihat pada berbagai tingkatan. Pertama, faktor sistem budaya yang tidak sama antara PKL di satu sisi dengan aparat Pemda di sisi lain dalam memandang lokasi seperti taman-taman kota, trotoar, dan badan jalan. Pemda meletakkan nilai-nilai keindahan dan ketertiban sebagai dasar dalam melihat ketiga tersebut, sementara PKL menempatkan nilai-nilai yang lebih fungsional seperti nilai-nilai ekonomi (yang penting dapat uang) sebagai hal yang utama . Kedua, faktor sistem sosial yang tidak kondusif dalam interaksi sosial sehari-hari PKL, baik terhadap aparat Pemda maupun sesama PKL yang sesama ini mendapat perhatian dari Pemda. Ketiga, faktor sistem kepribadian PKL yang aktif dan agresif tidak diarahkan pada terbentuknya kepribadian yang taat pada aturan. Keempat, faktor sistem biologis yang kurang memadai, yang diakibatkan oleh pengaruh lokasi penjualan (panas, dingin, debu, asap kendaraan) dan lokasi permukiman yang tidak memenuhi norma-norma kesehatan, tidak memungkinkan terciptanya tabula yang senantiasa sehat. Keempat faktor ini saling berkaitan dalam dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah sistem biologis memberikan energi dan dorongan terhadap sistem kepribadian untuk kemudian diteruskan ke sistem sosial dan terakhir ke sistem budaya. Sedangkan mekatrisme kedua adalah setelah berada di puncak, sistem budaya kembali mengontrol sistem sosial (institusionalisasi), lalu mengontrol sistem kepribadian (internalisasi), seianjutnya mengontrol sistem biologis.
Dan hasil penelitian ini, ada beberapa rekomendasi yang dapat diajukan: (a) kiranya Perpu No. 11 Tahun 1988 (pasal 16) dapat ditinjau ulang karena ternyata Perda tersebut cenderung mendiskriminasi pedagang kecil, seperti PKL; (b) kiranya PKL yang tidak resmi diberi peluang yang sama dengan PKL yang resmi untuk mendapatkan status resmi sehingga mereka juga dapat menjalankan aktivitas penjualannya dengan aman dan tenang; (c) perlunya Pemda mengubah tindakan penertiban tersebut dengan langkah-langkah yang lebih akomodatif berupa penyediaan kios atau lapak-lapak serta pemberian bantuan modal bagi PKL; dan (d) perlunya pembenahan internal bagi Pemda di mana anggotanya sering memeras PKL, padahal mereka juga yang menertibkannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7720
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainuddin
"Konflik yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia mengundang perhatian untuk diteliti penyebab dari konflik itu. Berbagai usaha yang dilakukan untuk menghentikan konflik, salah satu diantara usaha menghentikan atau menyelesaikan konflik adalah penelitian masalah konflik.
Penelitian yang membahas mengenai Resolusi Konflik di Pertambangan Emas Kab. Bout menemukan penyebab terjadinya konflik yaitu tidak ada aturan yang legal dalam pertambangan tradisional sehingga warga pendatang maupun penduduk asli bebas melakukan pertambangan, dan tentang partisipasi masyarakat dalam pertambangan tradisional belum diharapkan.
Keberpihakan tokoh-tokoh masyarakat dan aparat pada salah satu kelompok membuat masyarakat yang lain merasa tidak mendapatkan perlindungan hukum yang akhimya mengarah pada penyelesaian persoalan secara fisik.
Usaha-usaha pengendalian konflik yang diharapkan dalam pertambangan ini yaitu dengan mengadakan dialog musyawarah antara tokoh-tokoh yang berkonflik. Mediator dalam hal ini adalah aparat keamanan, Pemda, Ormas Masyarakat. Di daerah ini terjadi berulang-ulang pada persoalan yang sama pada obyek yang berbeda. Hal ini terjadi karena kurang tegasnya aparat keamanan dalam menindak para pengacau dalam masyarakat pertambangan.
Untuk lancarnya dan amannya pertambangan tradisional maka penulis menyarankan agar pada masyarakat setempat segera membuat aturan tentang pertambangan tradisional dengan penerapan konsep pertambangan skala kecil (PSK)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarmanto
"Indonesia telah menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang diratifikasi dalam Convention Establishing the WTO dan disahkan melalui UU No. 7 Tahun 1994 tentang "Agreement Establishing the World Trade Organization, sehingga Indonesia merupakan negara yang harus terbuka untuk perdagangan dan lalu lintas Internasional. Dalam ratifikasi / persetujuan tersebut salah satu yang di atur adalah tentang norma standar Internasional untuk perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) dan aspek-aspek dagang yang terkait dengan HaKI atau Trade Related Aspect of Intellectual Property Right Agreement (TRIPs).
Menyikapi perkembangan tersebut saat ini Indonesia masih dikatagorikan Negara yang prioritas diawasi (Priority watch list) oleh karena adanya penjiplakan dan pemalsuan HaKI seperti pembajakan terhadap produk Video Compact Disk (VCD) dari program komputer, terjemahan buku-buku asing, hak paten untuk obat-obatan dan beberapa merek produk serta Desain Industri, sehingga negara yang tergabung dalam persetujuan TRIPs tersebut telah mengambil tindakan balasan di bidang perdagangan secara silang (cross-retaliatory measures) yaitu penangguhan terhadap beberapa produk Indonesia yang diekspor ke beberapa Negara maju telah ditangguhkan.
Di sisi lain HaKI belum banyak dikenal oleh para industri kecil dan menengah (IKM), untuk itu di era persaingan bebas saat ini perlu diberikan informasi untuk berperilaku yang berorientasi sikap pandang atau wawasan ke depan agar memperbaiki sikap berwawasan global, apalagi teknologi informasi kini sudah menjadi kunci kesuksesan usaha. Namun untuk memberikan pemahaman dan bahkan mungkin menyadarkan HaKI di IKM tentu bukanlah sesuatu hal yang mudah karena harus merubah aktivitas sehari-hari yang selama ini sudah mereka lakukan dan telah melembaga (institutionalized) yang sangat terikat oleh berbagai kepentingan dan telah tertanam (vasted interest), dengan berbagai nilai-nilai yang telah mendarah daging (internalized) serta tradisi yang mengakar dan bahkan kebiasaan pribadi (habit) untuk meniru dan menjiplak dan bahkan mengkomersialkan hasil karya intelektual pihak lain bahkan pihak asing.
Penelitian ini menyoroti tentang sikap dan perilaku IKM komoditi bambu di Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya agar mau menerima konsep HaKI yang merupakan hak kekayaan intelektual bagi individu dan atau kelompok masyarakat sebagai penemu produk bidang paten maupun desain industri, sebab dari hasil penemuannya tersebut sebenarnya mempunyai nilai ekonomi maupun moral dan bahkan mungkin mempunyai nilai komersial yang harus dimiliki bagi si-penemu dan bukan dimiliki oleh peijiplak maupun peniru.
Jenis penelitian ini adalah eksplanatif dan diarahkan kepada preskriptif (memecahkan masalah), sedangkan pendekalan penelitian dilakukan dengan cara kuantitatif yang didasarkan pada studi lapangan, sedangkan populasi obyek penelitian adalah individu yang bekerja sebagai pengrajin di suatu badan usaha (CV, PD dan Koperasi). Teknik penarikan sampel ditetapkan berdasarkan teknik penarikan stratifikasi berdasarkan tempat mereka bekerja. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur, wawancara mendalam, pengamatan langsung dan dokumentasi, sedangkan analisa data diolah dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS PC.
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 42 responden dapat diungkapkan bahwa, sikap IKM bambu terhadap HaKI cenderung negatif akan tetapi tidak sama pengertiannya dengan menolak, tetapi lebih disebabkan oleh ketidaktahuan tentang segala hal yang berkaitan dengan HaKI atau lemah dalam aspek kognitif. Variabel sosial budaya yang mempengaruhi sikap IKM bambu terhadap HaKI secara hipotetik diduga berpengaruh terhadap pembentukan sikap IKM bambu. Hal ini dapat diungkapkan bahwa ternyata, (1) 61,1 % responden IKM bambu masih mempunyai orientasi nilai budaya untuk menghargai karya orang lain, (2) pernyataan angka (1) tersebut di atas, hal ini diakibatkan oleh karena latarbelakang tingkat pendidikan formal maupun non formal responden cukup memadai (3) 42,9 % responden ternyata hasil produksinya laku dijual di pasar berdasarkan pesanan, sedangkan 47,6 % responden kecenderungan untuk memproduksi produk bambu masih meniru dan menjiplak produk orang / penemu lain oleh karena banyak diminati konsumen di pasar, (4) Kecenderungan untuk menjiplak dan bahkan meniru produk bambu milik pihak lain sebagaimana diungkapkan pada angka (3) tersebut diakibatkan responden tersebut cenderung kurang melakukan kontak budaya. Responden yang kurang melakukan kontak budaya dimaksud terungkap sebesar 54,8 %.
Hasil penelitian juga terungkap bahwa 100 % responden sangat positif apabila individu dan atau kelompok perajin IKM bambu agar mempunyai kemampuan untuk menghasilkan karya intelektual bidang paten dan desain industri sangat ditentukan oleh adanya pendidikan (formal) yang dimiliki. Arah hubungan yang positif demikian maka, variable pendidikan (formal) dapat dijadikan kunci faktor keberhasilan bagi perubahan sikap negatif menjadi positif terhadap penerimaan konsep HaKI bagi masyarakat IKM bambu. Penelitian juga menyoroti tentang hubungan faktor-faktor sosial budaya, kebiasaan yang dilakukan sehari-hari IKM bambu, perilaku aparat pemerintah dalam melayanan pendaftaran HaKI, dan kelompok masyarakat yang berpengaruh.
Untuk mempercepat bagaimanakah konsep HaKI dapat diterima oleh , masyarakat IKM Bambu, maka ditampilkan pula design rancangan percepatan kegiatan yang dibuat berdasarkan data dan fakta lapangan hasil penelitian.
Sedangkan tahapan yang perlu dilakukan untuk mengukur keberhasilan dari design dimaksud dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan teori yang dikemukakan oleh Rogers. Rogers membagi dalam 5 (lima) tahapan yang perlu dilakukan yaitu, pertama adalah pengenalan konsep HaKI, ke dua adalah pengenalan lebih jauh tentang konsep HaKI untuk meyakini manfaat (persuasi). Kee tiga pengambilan keputusan apakah akan menerima atau tidak terhadap konsep HaKI yang ditawarkan. ke empat penggunaan atau implementasi. Dan yang ke lima pemapanan atau konfirmasi. Serdasarkan rujukan dari teori yang diungkapkan oleh Rogers tersebut, kemudian penulis mencoba menuangkan dalam sebuah Matrik Perencanaan Program (MPP) selama 5 tahun yaitu dari tahun 2003 s/d tahun 2007 yang merupakan implementasi dari action plan kegiatan penelitian."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Sahid
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya gagasan perlunya transparansi dalam program-program pembangunan di Indonesia, sebagaimana yang disposonri oleh lembaga-lembaga dana internasional seperti bank dunia dan IMF. Dalam pelaksanaan proyek SAADP (Sulawesi Agriculture Area Development Project) di desa Atowatu, kecamatan Soropian kabupaten kendari, Sulawesi Tenggara - sebagai kasus dalam penelitian ide transparansi tersebut juga menjadi pendekatan yang harus dilakukan oleh masyarakat penerima program. Namun sejak awal pelaksanaannya tahun 1999 hingga saat ini (2003), penerapan transpanransi khususnya dalam pengelolaan dana belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini ditunjukkan antara lain masyarakat tidak mengetahui secara jelas/pasti dan benar tentang dana proyek, dan belum adanya sosial dari masyarakat terhadap proses-proses pengelolaan dana, yang berakibat munculnya kasus-kasus korupsi dana proyek.
Untuk itu, melalui pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam terhadap informan yang terlibat dalam proyek dan pengkajian dokumen, penelitian mencoba mendikripsikan dan menganalisis bagaimana proses penerapan ide transparansi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan transparansi pada masyarakat sasaran yang menjadi kasus penelitian ini.
Transparansi adalah ide/gagasan baru (inovasi) sehingga yang menjadi pijakan teori dalam penelitian ini mengacu pada teori adopsi tekhnologi yang dikembangkan oleh Everett M. Rogers atau lebih dikenal dengan diffusion of inovation theory. Teori ini menjelaskan bagaimana proses suatu inovasi disampaikan pada masyarakat sasaran, dan bagaimana proses masyarakat mengambil keputusan mengadopsi inovasi tersebut.
Teori ini juga menjelaskan bahwa penerapan suatu inovasi berjalan melalui tahapan-tahapan antara lain: pengenalan, pengenalan lebih jauh, pengambilan keputusan, dan tahap penggunaan/implementasi. Kemudian proses adopsi tersebut dipengaruhi antara lain oleh faktor karakteristik sosial budaya masyarakat sasaran, peran metode pengenalan, dan peran para agent yang memperkenalkan inovasi tersebut.
Hasil-hasil temuan lapangan dan analisis menunjukkan bahwa pada penggarapan ide transparansi pengelolaan dana dalam kasus penelitian ini juga dilakukan melalui pengenalan (sosialisasi). Sementara implementasi dari ide transparansi tersebut belum terlaksana, dalam arti masyarakat belum menjalankan prinsip-prinsip transparansi dalam pengelolaan dana proyek. Hal ini ditunjukkan dengan informasi yang tidak valid terhadap dana proyek, sistim pembukuan yang buruk, dan tidak adanya kontrol sosial dari masyarakat dalam proses pengelolaan dana proyek.
Belum berjalannya (belum diadopsinya) prinsip trasnparansi tersebut disebabkan oleh: (i) sosialisasi ide transparansi hanya dilakukan melalui secara formal dan instant (pada saat persiapan proyek) pertemuan; (ii) peran fasilitator (sebagai agent) tidak efektif dalam arti fasilitator tidak melakukan upaya pemberdayaan (empowemment) khususnya penyadaran akan hak-hak masyarakat terhadap pengelolaan dana proyek, (iii) sikap mental) masyarakat (khususnya pengelola dana proyek) yang cenderung tidak jujur (praktek KKN), dan (iv) kuatnya nilai-nilai primordial (kekeluargaan) di desa sasaran proyek yang ditunjukkan dengan tidak adanya kontrol terhadap pengelola dana karena masyarakat desa sasaran adalah mayoritas dari masyarakat desa sasaran adalah keluargalkerabat para pengelola dana proyek.
Perencanaan ke depan, bahwa dalam menerapkan prinsip transparansi pada suatu program/proyek bagi masyarakat, pendekatan/metode sosialisasi perlu dilakukan dengan sosialisasi informal dan berkelanjutan, perlu upaya-upaya pemberdayaan pada masyarakat, khususnya advokasi (penyadaran) akan hak-hak mereka terhadap pengelolaan dana, dan perlunya melakukan assessment (identifikasi dan pengkajian) awal tentang krakteristik sosial budaya dan ekonomi masyarakat, sebelum proyek diimplementasikan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12079
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutrisno
"Setelah penutupan Lokalisasi/Resosialisasi WTS Kramat Tunggak, masyarakat sekitar eks-lokalisasi tersebut diperkirakan terkena dampaknya. Dampak yang terjadi pada masyarakat sekitar bisa positif atau pun negatif. Namun, tentu dalam kondisi di mana dampak itu terjadi, masyarakat sekitar akan melakukan adaptasi agar dapat tetap bertahan hidup. Penutupan lok/res Kramat Tunggak sendiri telah 'berlangsung sejak 1999. Jadi, diperkirakan akan ada perubahan pada masyarakat sekitar. Karena itu, tujuan pene!itian ini adalah menggambarkan atau mendeskripsikan gambaran umum keadaan masyarakat setempat, mengetahui pandangan masyarakat setempat, menganalisis bentuk-bentuk adaptasi yang terjadi baik pada masyarakat setempat maupun pada eks- WTS, dan memberikan masukan tentang upaya apa yang perlu dilakukan pemerintah maupun masyarakat untuk mengurangi dampak negatif.
Penelitian ini menggunakan survei. Survei dipakai sebagai alat untuk mengetahui pandangan sebanyak-banyak masyarakat setempat terhadap penutupan lok/res tersebut. Teknik pengumpulan data yang dipakai adalah survei, observasi, dan wawancara mendalam. Data sekunder diperoleh dari berita koran yang mencakup bulan Agustus 1998-Desember 1999 dan November-Desember 2002. Teknik sample yang digunakan untuk .wawancara mendalam dengan WTS. adalah snowball sampling. Inforrnan dipilih dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada dasarnya berkaitan dengan penutupan lokalisasi/resosialisasi WTS Kramat Tunggak, masyarakat Kelurahan Tugu Utara terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang mendukung dan kelompok yang tidak mendukung. Sebagian besar anggota kelompok yang tidak mendukung beralasan bahwa penutupan tersebut tidak dibarengi dengan upaya penanggulangan dampak yang akan muncul.
Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa masyarakat Kelurahan Tugu Utara menilai terjadi keuntungan sekaligus juga kerugian baik dari segi agama, ketertiban, ekonomi, dan sosial setelah dilakukan penutupan lokalisasi/resosialisasi WTS Kramat Tunggak. Masyarakat berharap agar dilakukan penyelesaian dampak yang muncul setelah penutupan lokalisasilresosialisasi WTS Kramat Tunggak. Masyarakat meminta pemerintah dapat melakukan berbagai upaya atau kegiatan yang dapat mengatasi dampak penutupan. Bila dikaji menurut teori adaptasi, bahwa setelah terjadi penutupan terjadi adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat.
Rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah perlu diadakan penelitian komprehensif yang dilakukan kalangan akademisi untuk mengetahui sekaligus memetakan kebutuhan-kebutuhan masyarakat Tugu Utara dalam upaya pemberdayaan mereka setelah terjadi penutupan lokalisasi/resosialisasi WTS Kramat Tunggak. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dirancang dan disusun program pemberdayaan masyarakat Kelurahan Tugu Utara yang melibatkan masyarakat tersebut. Pelaksanaan program dilakukan oleh LSM, pekerja sosial masyarakat, ormas, atau asosiasi masyarakat nonformal yang sudah ada, misalkan majelis taklim atau kelompok arisan. Namun, tentu saja monitoring dan evaluasi yang melibatkan berbagai stakeholder perlu dilakukan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>