Ditemukan 235 dokumen yang sesuai dengan query
Alfian Anditya
"Kerja sama waralaba pada prinsipnya ialah skema usaha yang dilaksanakan oleh perseorangan atau badan usaha melalui pemanfaatan sistem bisnis dengan ciri khas usaha yang telah dikembangkan oleh pelaku usaha berpengalaman dalam rangka pemasaran barang dan/atau jasa. Kerja sama tersebut haruslah didasarkan pada suatu perjanjian waralaba yang telah disusun para pihak dengan memperhatikan ketentuan penyelenggaraan waralaba yang telah diatur oleh Pemerintah. Ketidak-patuhan penyusunan perjanjian waralaba terhadap ketentuan dimaksud sejatinya akan mengakibatkan perjanjian yang bersangkutan menjadi batal demi hukum, akan tetapi implementasinya dalam praktek peradilan kerap kali tidak sesuai dengan norma hukum yang seharusnya berlaku. Salah satu contoh dari permasalahan ini terlihat dalam kasus waralaba “HH” di mana terdapat suatu perjanjian waralaba yang dinilai penerima waralabanya sebagai perjanjian yang cacat hukum berikut digugat ke pengadilan untuk dinyatakan batal demi hukum, akan tetapi gugatan tersebut tidak dikabulkan oleh hakim yang lebih mengedepankan pemenuhan unsur kesepakatan para pihak sebagaimana ditemukan dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 321/PDT/2021/PT.DKI. Berkaca pada kasus waralaba HH, penelitian ini menganalisis pertimbangan hakim terhadap materi gugatan pembatalan perjanjian waralaba yang diajukan oleh penerima waralaba HH serta konsekuensi yang timbul bagi para pihak apabila perjanjian yang bermasalah tersebut tetap berlaku. Untuk menjawab permasalahan dimaksud, penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris guna menjelaskan dan menganalisis fakta hukum yang ada dalam contoh yang diangkat berdasarkan ketentuan hukum perjanjian dan peraturan waralaba yang berlaku di Indonesia. Dengan mengacu pada pengkajian atas masalah tersebut, penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa pertimbangan hakim yang kurang memperhatikan aspek kepatuhan hukum dalam perjanjian waralaba HH merupakan suatu pertimbangan yang keliru serta keabsahan perjanjian dimaksud dapat menimbulkan berbagai macam konsekuensi komersial maupun hukum bagi para pihak. Adapun saran yang dapat diberikan berupa pentingnya kehati-hatian dalam melakukan penyusunan perjanjian berikut memastikan telah dimuatnya klausula pembatalan perjanjian secara tegas. Lebih lanjut, penggunaan jasa profesi hukum penunjang dalam pembuatan perjanjian waralaba dapat menjadi opsi guna memastikan terwujudnya ketaatan hukum dari perjanjian waralaba yang dibuat.
In principal franchise is a business scheme that is implemented by individuals or business entity through the utilization of a business system with specific business characteristic that is developed by an experienced business player in the context of marketing of goods and/or service. Such cooperation must be based on a franchise agreement that has been prepared by the parties with due observance on franchise provisions that have been regulated by the Government. Incompliance against the regarding regulation during the preparation of franchise agreement will result for such agreement to be null and void, yet its implementation in judicial practices is often not in accordance with the legal norms that should be applied. One example of this problem can be seen in the “HH” franchise case where there is a franchise agreement that is considered to be legally defective by the franchisee and further sued to the court to be declared null and void, yet such lawsuit was not granted by the judge who prioritized the fulfillment of consensuality between the parties as found in the Decision of High Court of DKI Jakarta Number 321/PDT/2021/PT.DKI. Reflecting on the HH franchise case, this research analyze the judge’s consideration of the substance of the HH franchisee’s lawsuit and the consequences for the parties if such agreement remains in effect. To answer this issue, this research use a judicial normative approach with an explanatory type of research to explain and analyze the legal facts that exist in the case based on the provisions of contract law and franchise regulations that prevailed in Indonesia. By referring to the study on the given issue, this research concludes that the consideration of the judge who pays less attention to the aspect of legal compliance in the HH franchise agreement shall be considered to be inaccurate and the validity of such agreement results for various commercial and legal consequences for the parties. The advice that can be given from this case is the importance of caution in drafting a franchise agreement and ensure that the cancellation clause is expressly included in the agreement. Further, the use of supporting legal profession in making franchise agreement can be an option to ensure the realization of the agreement’s legal compliance."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Faishal Muhammad
"Hak Cipta seharusnya dapat menjadi modal pemasukan atau inbreng ke perusahaan. Sifatnya sebagai benda bergerak tidak berwujud tidak dapat disamakan dengan hukum kebendaan lainnya. Hal ini dikarenakan sifat natural dari hak cipta itu sendiri memiliki hak dan kewajiban beserta akibat hukum yang berbeda, terutama jika dialihkan sebagai modal untuk perseroan. Penelitian ini memiliki dua rumusan masalah yang diantaranya penerapan hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dijadikan modal pemasukan ke dalam perusahaan dan peran notaris dalam pembuatan akta pemasukan ke dalam perseroan berupa hak cipta. Metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini ialah doktrinal dan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang mana sumbernya berasal dari studi kepustakaan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah hak ekonomi dari hak cipta dapat dijadikan dialihkan baik Sebagian maupun seluruhnya sebagai modal dalam perseroan dengan dilakukan penilaian terlebih dahulu dan mendapatkan imbalan berupa saham dari perseroan sebagai ganti dari pengalihan hak ekonomi tersebut dengan dibuat secara jelas dalam sebuah akta baik akta notaril atau bawah tangan dengan mengikuti kaidah pembuatan akta inbreng.
Copyright should be able to become capital income or investment into the company. Its nature as an intangible movable object cannot be equated with other material laws. This is because the nature of copyright itself has different rights and obligations along with legal consequences, especially if it is transferred as capital to a company. This study has two formulations of the problem, including the application of copyright as an intangible movable object used as capital for entry into the company and the role of the notary in making the deed of entry into the company in the form of copyright. The research method used in this writing is doctrinal and the data used in this research are primary data and secondary data which come from literature studies. The conclusion of this study is that economic rights from copyright can be transferred either in part or in whole as capital in the company by conducting a prior assessment and receiving compensation in the form of shares from the company in exchange for the transfer of these economic rights by making it clear in a deed, both notarial deed or privately by following the rules for making an inbreng deed."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Peter Alexander
"Skripsi ini menganalisis legalitas penggunaan lagu dalam aplikasi Spotify untuk hiburan karaoke massal komersial serta perlindungan hukum bagi pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait. Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Karaoke adalah suatu hiburan yang menyanyikan lagu-lagu dengan diiringi musik berbentuk rekaman. Industri karaoke ini kian berkembang hingga menciptakan berbagai konsep baru, salah satunya karaoke massal. Karaoke Massal merupakan suatu konsep karaoke dimana puluhan bahkan ratusan orang bernyanyi bersama-sama sambil mengikuti lirik yang ditampilkan di sebuah layar. Penyelenggara karaoke massal umumnya memanfaatkan aplikasi Spotify untuk memperdengarkan lagu serta menampilkan lirik kepada pengunjung. Penyelenggara karaoke massal umumnya juga mematok tiket masuk atau minimal pembelian makanan dan/atau minuman bagi pengunjung sehingga memberikan keuntungan bagi penyelenggara. Pemanfaatan lagu untuk memperoleh keuntungan merupakan bentuk dari Penggunaan Secara Komersial yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Tindakan memperdengarkan lagu kepada pengunjung dalam karaoke massal juga tergolong sebagai Pengumuman ciptaan yang merupakan hak ekonomi pencipta. Penggunaan lagu dalam aplikasi Spotify untuk hiburan karaoke massal komersial tanpa memperoleh izin dan membayar royalti adalah tindakan yang ilegal. Penggunaan lagu untuk hiburan karaoke massal komersial harus memperoleh izin dari pencipta berupa lisensi pengumuman serta membayar royalti. Lisensi dan royalti merupakan bentuk perlindungan hukum hak cipta dan hak terkait yang diberikan kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait.
This thesis analyzes the legality of using songs in the Spotify application for commercial mass karaoke entertainment as well as legal protection for authors, copyright holders, and related rights owners. This thesis was prepared using doctrinal research methods. Karaoke is an entertainment that involves singing songs accompanied by recorded music. The karaoke industry is increasingly developing to create various new concepts, one of which is mass karaoke. Mass Karaoke is a karaoke concept where tens or even hundreds of people sing together while following the lyrics displayed on a screen. Mass karaoke organizers generally use the Spotify application to play songs and display the lyrics to visitors. Organizers of mass karaoke generally also set entrance tickets or minimum purchases of food and/or drinks for visitors, thereby providing a profit for the organizer. The use of songs to gain profit is a form of Commercial Use regulated by Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. The act of playing songs to visitors in mass karaoke is also classified as publishing works which is the economic right of the creator. Using songs in the Spotify application for commercial mass karaoke entertainment without obtaining permission and paying royalties is illegal. The use of songs for commercial mass karaoke entertainment must obtain permission from the creator in the form of a performing license and paying royalties. Licenses and royalties are a form of legal protection for copyright and related rights given to authors, copyright holders, and related rights owners."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nayla Hana Ramadanti
"Penelitian ini berfokus pada perlindungan hukum terhadap karya public art dalam konteks hak cipta di Indonesia dan Amerika Serikat berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 dan United States Copyright Act 1976. Public art yang berada di ruang publik terdiri dari berbagai bentuk karya seni, merupakan suatu bentuk ekspresi artistik yang perlu dilindungi. Penelitian ini memfokuskan pada perlindungan public art berbentuk visual dengan tujuan untuk mengkaji hak ekonomi dan hak moral seniman serta implikasi hukum dari penggunaan komersial tanpa izin. Beberapa kasus pelanggaran hak cipta public art, seperti kasus Zanja Madre karya Andrew Leicester yang digunakan tanpa izin oleh Warner Bros, mural milik Lewis yang digunakan oleh Mercedes Benz, dan patung memorial milik Gaylord serta Patung Liberty replika milik Davidson yang digunakan tanpa izin oleh United States Postal Service, menunjukan perlunya perlindungan yang lebih terhadap hak ekonomi dan moral seniman. Penelitian ini juga membandingkan regulasi hak cipta antara Indonesia dan Amerika Serikat, menyoroti perbedaan dalam penerapan konsep fair use, de minimis exception, dan ketentuan dalam Section 120(a). Di Amerika Serikat, ketentuan dalam Section 120(a) dan doktrin fair use menawarkan fleksibilitas dalam penggunaan karya public art, sementara di Indonesia, penggunaan karya public art untuk tujuan komersial memerlukan izin terlebih dahulu dari seniman atau pemegang hak cipta. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi yang dapat membantu dalam menyelesaikan masalah hak cipta karya public art, baik dari sisi legislasi maupun implementasi hukum. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mendalam mengenai perlindungan hukum karya public art, menawarkan langkah-langkah praktis untuk melindungi hak seniman, serta menginformasikan kebijakan yang dapat diadopsi untuk mencegah pelanggaran hak cipta dalam konteks karya seni di ruang publik.
This research focuses on the legal protection of public art in the context of copyright in Indonesia and the United States based on Law Number 28 of 2014 and the United States Copyright Act of 1976. Public art, which exists in public spaces and encompasses various forms of art, represents an artistic expression that needs protection. This research concentrates on the protection of visual public art with the aim of examining the economic and moral rights of artists as well as the legal implications of unauthorized commercial use. Several cases of copyright infringement of public art, such as Andrew Leicester's "Zanja Madre" used without permission by Warner Bros, Lewis's mural used by Mercedes Benz, and Gaylord's memorial sculpture and Davidson's replica of the Statue of Liberty used without permission by the United States Postal Service, highlight the need for greater protection of artists' economic and moral rights. This research also compares copyright regulations between Indonesia and the United States, highlighting differences in the application of the concepts of fair use, de minimis exception, and the provisions in Section 120(a). In the United States, the provisions in Section 120(a) and the fair use doctrine offer flexibility in the use of public art, while in Indonesia, the commercial use of public art requires prior permission from the artist or copyright holder. This research aims to provide recommendations that can help address the issue of copyright for public art, from both legislative and legal implementation perspectives. The results of this research are expected to provide in-depth insights into the legal protection of public art, offer practical steps to protect artists' rights, and inform policies that can be adopted to prevent copyright infringement in the context of public art."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Leonard Julio Axel Mahal
"
Kepastian hukum mengenai pendaftaran nama organisasi sebagai merek masih sangatlah kurang jelas. Kurang jelasnya kepastian hukum dalam pendaftaran nama organisasi sebagai merek dikarenakan tidak adanya peraturan yang menyatakan baik secara langsung atau tidak langsung mengenai posisi nama suatu organisasi dalam hukum merek. Hal ini tentunya menimbulkan suatu area yang abu – abu mengenai apakah suatu nama organisasi dalam didaftarkan sebagai merek. Pendaftaran nama organisasi sebagai merek di Indonesia ini terjadi karena banyaknya jumlah organisasi yang ada di Indonesia. Organisasi ini mendaftarkan namanya sebagai merek untuk mendapatkan hak eksklusif dan perlindungan hukum atas penggunaan nama organisasi tersebut. Dengan adanya perlindungan dan hak eksklusif ini, maka akan mencegah pihak lain yang tidak bertanggung jawab untuk menggunakan nama organisasi dan bahkan dapat menjatuhkan nama organisasi tersebut. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dibahas mengenai apakah suatu organisasi dapat mendaftarkan namanya sebagai merek dan bagaimana seharusnya pengaturan mengenai pendaftaran nama organisasi sebagai merek dan kiranya apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan perbaikan sistem pendaftaran nama organisasi menjadi lebih baik
The legal certainty regarding registering an organization's name as a trademark is still very unclear. The lack of legal certainty in registering an organization's name as a mark is due to the absence of regulations that state either directly or indirectly the position of an organization's name in trademark law. This naturally raises a gray area as to whether an organization's name is registered as a trademark. Registration of the name of the organization as a trademark in Indonesia is due to the large number of organizations in Indonesia. This organization registers its name as a trademark to obtain exclusive rights and legal protection for the use of the organization's name. With this protection and exclusive rights, it will prevent other parties who are not responsible for using the name of the organization and can even drop the name of the organization. Therefore, in this paper we will discuss whether an organization can register its name as a trademark and how it should regulate the registration of an organization's name as a brand and what can be done to improve the improvement of the organization's name registration system for the better.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54847
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Annisa Lintang Jantera
"Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif, Hak Kekayaan Intelektual sebagai suatu kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia dapat digunakan sebagai objek jaminan pembayaran utang dalam skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual di Indonesia. Berbeda dengan Hak Cipta, Merek sebagai salah satu hak kekayaan intelektual yang dapat dijadikan suatu jaminan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan mana pun, khususnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Hal yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini adalah praktiknya penjaminan suatu Merek dalam skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual pada lembaga keuangan nonbank. Dalam Penelitian ini, Metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji isu tersebut adalah yuridis normatif dengan menelaah dan dan menganalisis bahan pustaka, dokumen dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan substansi penelitian dan empiris dengan melakukan penelitian lapangan melalui wawancara dengan beberapa lembaga keuangan nonbank. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini digunakan sebagai pengetahuan konsep dan acuan referensi atas penjaminan suatu Merek sebagai objek jaminan pembayaran utang dalam skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual pada lembaga keuangan nonbank di Indonesia. Dalam implementasinya Merek sebagai benda bergerak tidak berwujud secara teori telah dapat dijadikan objek jaminan dalam skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual pada lembaga keuangan nonbank dengan Jaminan Fidusia. Namun pada praktiknya, skema pembiayaan tersebut masih belum dapat diterapkan dikarenakan belum adanya acuan untuk menilai suatu Merek yang akan dijaminkan serta pula karena belum adanya peraturan pelaksanaan yang mengatur secara terperinci terkait objek jaminan kekayaan intelektual. Sehingga jika diterapkan, dapat berpotensi menimbulkan resiko kerugian kepada lembaga keuangan nonbank terkait.
With the issuance of Government Regulation Number 24 of 2022 concerning implementing regulations of Law Number 24 of 2019 concerning the Creative Economy, Intellectual Property Rights as a property arising or born due to human intellectual abilities can be used as collateral for debt repayment in intellectual property-based financing schemes in Indonesia. In contrast to Copyrights, Marks as one of the intellectual property rights that can be used as collateral have not been regulated in any laws and regulations, particularly Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications. The subject matter of the discussion in this study is how the practice of guaranteeing a Mark in an intellectual property-based financing scheme at a non-bank financial institution. In this study, the research method used to examine these issues is normative juridical by examining and analyzing literature, documents and laws and regulations related to the substance of the research and empirical by conducting field research through interviews with several non-bank financial institutions. The results obtained from this study are used as conceptual knowledge and references for guaranteeing a Mark as an object of collateral for debt repayment in intellectual property-based financing schemes at non-bank financial institutions in Indonesia. The conclusion of this research is that in its implementation, marks as intangible movable objects can theoretically be used as collateral objects in intellectual property-based financing schemes in non-bank financial institutions with Fiduciary Guarantees. However, in practice, this financing scheme cannot yet be implemented due to the absence of a reference for assessing a Mark to be pledged as collateral and also because there are no implementing regulations that regulate in detail regarding the object of intellectual property guarantees. So that if implemented, it could potentially pose a risk of loss to the related non-bank financial institution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nada Ulya Qinvi
"Otoritas Jasa Keuangan mengembangkan inovasi penyediaan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi atau lebih dikenal sebagai pinjaman online sebagai pemenuhan kebutuhan dan membantu masyarakat untuk meningkatkan produk jasa keuangan secara online dengan berbagai para pihak tanpa perlu saling mengenal. Akan tetapi, adanya penyelenggara pinjaman online yang tidak terdaftar dan berizin di Otoritas Jasa Keuangan semakin menjamur menjalankan bisnisnya melalui aplikasi pinjaman online di Google Play Store. Penelitian ini akan membahas mengenai Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Penindakan Aplikasi Pinjaman Online Ilegal di Google Play Store. Pemecahan pokok permasalahan akan dilakukan dengan penelitian hukum yuridis-empiris. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa interoperabilitas antara pihak Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Satgas Waspada Investasi (SWI), dan Google Indonesia tidak berdasarkan pada teori sentralisasi pemerintahan sehingga menghasilkan tindakan hukum yang tidak efektif dan tidak efisien.
The Financial Services Authority develops innovations in providing Information Technology-Based Borrowing-Lending Services or better known as online loans to fulfill needs and help the public to improve online financial service products with various parties without the need to know each other. However, online loan providers who are not registered and licensed with the Financial Services Authority are increasingly running their business through online loan applications on the Google Play Store. This study will discuss the role of the Financial Services Authority in prosecuting Illegal Online Loan Applications on the Google Play Store. The main problem solving will be carried out by juridical-empirical research. This study concludes that interoperability between the Financial Services Authority, the Ministry of Communication and Information of the Republic of Indonesia, the Investment Alert Task Force (SWI), and Google Indonesia is not based on the theory of centralization of government, resulting in ineffective and inefficient legal actions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Athira Maulidina
"Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna, yang memiliki akal sehat dan pikiran yang menyebabkan manusia dapat memiliki suatu ide atau gagasan yang bisa dijadikan suatu karya seni yang dapat memiliki nilai ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memberikan gambaran mengenai bagaimana kepentingan suatu akta Notaris dalam membuat perjanjian pengalihan Hak atas Merek yang dilakukan melalui pewarisan yang dilakukan oleh Tuan TBH selaku pemegang Hak atas Merek Jasa SHT dan Merek Jasa PSHT. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipologi penelitian yang ditinjau dari sudut penerapannya yang berfokus masalah (problem focused research), jenis data yang digunakan adalah jenis data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan (library research). Menurut kajian ini, dapat disimpulkan bahwa kepentingan dalam pembuatan suatu perjanjian khususnya akta Notaris merupakan suatu bukti tertulis yang memiliki kekuatan hukum dalam pembuatan perjanjian pengalihan hak. Tidak ada aturan yang menjelaskan secara langsung mengenai kewajiban Notaris dalam membuat akta perjanjian pengalihan hak, tetapi dalam hal ini jika pihak yang akan melakukan pengalihan melalui pewarisan, maka harus menyertakan akta waris yang dibuat oleh Notaris, sebagai salah satu syarat dokumen pelengkap untuk melakukan pengalihan hak, sehingga jika terjadi persengketaan akta Notaris memiliki kekuatan hukum yang kuat.
Humans are perfect creatures created by God, who have common sense and thoughts that cause humans to have an idea or ideas that can be used as works of art that can have economic value. This study aims to find out and provide an overview of how the interest of a notary deed in making an agreement on the transfer of rights to a trademark which is carried out through inheritance carried out by Mr. TBH as the holder of the rights to the SHT Service Mark and PSHT Service Mark. This study uses a normative juridical method with a research typology in terms of its application which focuses on problems (problem focused research), the type of data used is secondary data, namely data obtained from library research. According to this study, it can be concluded that the interest in making an agreement, especially a notarial deed, is a written evidence that has legal force in making a right transfer agreement. There are no rules that directly explain the obligations of a Notary in making a deed of agreement on the transfer of rights, but in this case if the party who will make the transfer through inheritance, it must include an inheritance deed made by the Notary, as one of the complementary document requirements for transferring rights. So that in the event of a dispute the Notary deed has strong legal force."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sinulingga, Desi Ariani
"Data Agregat/Data Statisik merupakan data yang berbentuk ringkasan bersifat kualitatif atau kuantitatif yang tidak dapat mengindentifikasi seseorang. Oleh karena itu, Data Agregat/Data Statistik dapat dimanfaatkan oleh siapa saja baik Pemerintah maupun Swasta. Namun, dalam Rancangan Undang Pelindungan Data Pribadi, pengaturan mengenai Data Agregat/Data Statistik hanya ditujukan untuk penyelenggaraan negara saja. Belum lagi, dari sudut pandang pelindungan Hak Kekayaan Intelektual, Data Statistik merupakan hasil karya intelektualitas yang bagi Penciptanya diberikan hak eksklusif. Akibatnya, pemanfaatan Data Agregat/Data Statistik untuk berbagai keperluan baik penelitian maupun bisnis semakin sulit dilakukan oleh masyarakat. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian dengan pendekatan yuridis normatif dan deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka seperti literatur dan jurnal. Penelitian ini memberikan simpulan bahwa berdasarkan peraturan Pelindungan Data Pribadi baik di Indonesia maupun di negara lain, Data Agregat/ Data Statistik bukan merupakan Data Pribadi yang harus dilindungi sehingga dikecualikan dalam pengaturan secara keseluruhan tidak hanya untuk kepentingan penyelenggaraan negara saja. Selanjutnya, berdasarkan peraturan HKI, Data Agregat/Data Statistik merupakan Ciptaan yang berbentuk kompilasi data yang dilindungi oleh Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 Tentang Hak Cipta. Selain Hak Cipta, Data Agregat/Data Statistik dapat dilindungi oleh Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang apabila informasi di dalamnya bersifat rahasia, memiliki nilai ekonomi, dan dilakukan berbagai langkah untuk menjaga kerahasiaanya tersebut.
Aggregate Data/Statistical Data is data in the form of a qualitative or quantitative summary that cannot identify a person. Therefore, Aggregate Data/ Statistical Data can be used by anyone, both Government and Private. However, in the Personal Data Protection Bill, the Aggregate Data/Statistical Data regulation is only intended for state administration. Besides that, from the point of view of protecting Intellectual Property Rights, Statistical Data is the result of intellectual work for which the Creator is granted exclusive rights. As a result, the use of Aggregate Data/Statistical Data for various purposes, both research and business, is increasingly difficult for the public to do. In this study, the research method that was used is a normative juridical and an analytical descriptive approach with focus on legislation and library materials such as literature and journals. This research concludes that based on the regulation of Personal Data Protection both in Indonesia and others country, Aggregate Data/Statistical Data is not Personal Data that must be protected so that it is excluded in the overall regulation not only for the state administration. Furthermore, based on IPR regulations, Aggregate Data/Statistical Data is a Creation in the form of a compilation of data protected by Act No. 28 of 2004 concerning Copyright. In addition to Copyright, Aggregate Data/Statistical Data can be protected by Act No. 30 of 2000 concerning Trade Secrets if the information inside is confidential, has economic value, and various steps are taken to maintain its confidentiality."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Andar Sudiar Sukma
"Hubungan antara induk dan anak perusahaan selalu menimbulkan risiko pelanggaran prinsip separate entity dan disparitas tujuan induk dan anak perusahaan. Hal ini kemudian menjadi pertanyaan bagaimana tata kelola yang baik dalam hubungan induk perusahaan dan anak perusahaan serta praktiknya yang sesuai dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance agar risiko dan disparitas tersebut dapat dihindari. Bentuk penelitian dalam tulisan ini adalah sosiolegal dimana mencakup penelitian hukum kepustakaan. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam tata kelola pengendalian anak perusahaan perlu diperhatikan prinsip-prinsip hukum perusahaan serta prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Kesimpulannya adalah diperlukan tata kelola perusahaan dalam bentuk sistem pengendalian anak perusahaan yang tertuang pada
suatu kebijakan dan diberlakukan sesuai dengan mekanisme hukum perusahaan
The relationship between parent and subsidiary always poses the risk of violating the principle of separate entity and disparity in the objectives of the parent and subsidiary. This then becomes a question of how good governance is in the relationship between the parent company and its subsidiaries and its practices in accordance with the principles of Good Corporate Governanceso that risks and disparities can be avoided. The form of research in this paper is sociolegal which includes library law research. The results of this study indicate that in the governance of controlling subsidiaries, it is necessary to notice the principles of corporate law and the principles of Good Corporate Governance. The conclusion is that corporate governance is needed in the form of a subsidiary control system that is formed in a policy and enforced in accordance with the company's legal mechanism."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library