Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ita Armyanti
Abstrak :
Latar Belakang. Contoh peran merupakan metode pengajaran dan pembelajaran yang efektif untuk pembentukan karakter profesional. Dosen kedokteran dapat berfungsi sebagai contoh peran positif dan negatif, serta sangat penting pada pembelajaran profesionalisme dokter. Penelitian ini bertujuan untuk eksplorasi contoh peran negatif dan positif dosen kedokteran pada pembelajaran profesionalisme. Metode. Penelitian. Penelitian ini menggunakan disain studi kasus kualitatif. Sampel dipilih dengan purposive sampling pada kelompok mahasiswa dan dosen, alumni, serta pengelola program pendidikan. Pengambilan data primer dilakukan melalui diskusi kelompok terarah, wawancara mendalam, dan observasi. Analisis data dilakukan dengan analisis tematik. Hasil. Penelitian. Diskusi kelompok terarah dilakukan empat kali pada mahasiswa akademik dan profesi. Wawancara mendalam dilakukan pada 14 responden dosen, alumni, dan pengelola program pendidikan , dan observasi dilakukan pada empat dosen akademik dan dua dosen profesi. Peran dosen sebagai contoh peran negatif cenderung lebih sering terjadi pada dosen tahap akademik.Pproses belajar dengan melihat contoh sangat dipengaruhi oleh peran dosen, mahasiswa, dan institusi. Contoh peran positif dapat dipelajari melalui proses self-learning dan coaching-scaffloding. Contoh peran negatif dipelajari melalui proses self-learning serta artikulasi. Atribut utama contoh peran negatif pada tahap akademik adalah tidak disiplin, emosional, dan non-akses, sedangkan untuk tahap profesi adalah emosional, non-akses, dan berorientasi pada uang. Kesimpulan. Dosen kedokteran sebagai contoh peran positif dan negatif selalu ditemukan pada pelaksanaan pendidikan kedokteran. Proses pembelajaran melalui contoh positif dan negatif merupakan dua hal yang berbeda, dan dipengaruhi oleh peran dosen refleksi diri, mawas diri, umpan balik , mahasiswa motivasi internal, kemampuan identifikasi atribut, refleksi diri, feedback-seeking behaviour , dan institusi pengembangan kompentensi dosen, regulasi, reward-punishment. ......Background. Role model medical teacher is the most effective teaching learning method in professionals development. At the same time, physician teacher could became positive and negative role model, and have significant meaning in medical professionalism development. The study aim was to explore positive and negative role model medical teacher in teaching learning professionalism. Methods. This qualitative research, using a case study design, and sample chosen by purposive sampling to medical students, medical teachers, alumnae, and institution. Primary data collected by focus group discussion, in depth interviews, and nonparticipant observation, until data saturation reached. A thematic analysis was conducted to identify the atribute of positive negative role model medical teacher at pre clinic and clinical phase and the learning process beyond. Results. Four FGDs, fourteen indepth interviews, and six non participant observations done in this research. Negative role model tend to occure in pre clinical phase. The learning outcome of role modelling can be distinguish, depend on the motivation of observer and the articulating step. Positive role model chosen due to admiration and can be taught through exploration self learning and coaching scaffloding. Learning from negative role model influenced by observer motivation and taught through exploration self learning and articulating. The main attribute of negative role model at pre clinical phase were undisciplined, emotional unstable, and non access, meanwhile at clinical phase, the main attribute were emotional unstable, non access, and money oriented. Conclusion. Negative positive role model exist in medical education. The learning process through positive and negative role models were two different things, influenced by the teacher abilities to self reflection, introspection, and giving feedback students motivation, attribute role model identification skill, self reflection, and feedback seeking behaviour and institutions obligations to develop faculty development, regulation, and reward punishment among academics society.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Nilapsari
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang : Patient-based teaching merupakan komponen yang sangat penting dalam pendidikan kedokteran. Salah satu metode pengajaran patient based teaching, yakni bedside teaching (BST) merupakan cara yang paling efektif untuk mempelajari keterampilan klinis dan komunikasi. Penelitian ini ingin menggali secara mendalam proses pelaksanaan BST dan mengidentifikasi hambatan pelaksanaannya di beberapa rumah sakit pendidikan FK Unisba. Metode : Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, dengan rancangan studi kasus. Pada penelitian ini kasus yang diangkat adalah metode pengajaran BST yang dilaksanakan di 3 wahana pendidikan (RSUD Al Ihsan, RS Al Islam dan RS Muhamadyah Bandung). Data diambil dengan wawancara mendalam, focus group discussion, observasi dan studi dokumentasi, kemudian dianalisis melalui tiga tahapan yang meliputi reduksi data, penyajian data dan kesimpulan atau verifikasi. Uji kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi teknik, sumber, member check dan studi dokumentasi. Hasil: Pelaksanaan BST yang kurang optimal disebabkan oleh berbagai faktor yaitu dosen klinik, peserta didik, pasien serta sarana penunjang pembelajaran. Faktor yang teridentifikasi pada dosen klinik yaitu kurangnya waktu yang dialokasikan dosen klinik serta kurangnya pemahaman dosen klinik akan metode BST dan perannya sebagai role model. Faktor peserta didik yaitu kurangnya persiapan pada metode BST, serta jumlah dan pengaturan peserta didik yang sering overload di beberapa wahana pendidikan. Faktor Pasien adalah variasi kasus pasien yang kurang dibeberapa wahana pendidikan serta keengganan pasien untuk ikut serta dalam pembelajaran. Sarana penunjang pembelajaran berupa modul klinik yang memuat sasaran dan tujuan pembelajaran dengan jelas belum dimiliki institusi dan ruangan penunjang BST yang nyaman agar pelaksaanaan BST menyenangkan belum ada. Kesimpulan: Faktor-faktor yang telah teridentifikasi pada studi kualitatif ini menjadi parameter pada monitoring dan evaluasi program sehingga memudahkan institusi pendidikan melakukan intervensi pada hambatan yang ada.
ABSTRACT
Introduction: Patient-based teaching is a very important component in medical education. Bedside teaching (BST), one of the methods in patient based teaching is the most effective way to learn clinical skills and communication. This research was done to explore in depth process of BST implementation and also to identify its implementation barriers in several teaching hospital of Unisba Medical School Methods: Qualitative research with case study design was used for this research. Study case theme used is BST teaching methods implemented in three teaching hospitals (Al Ihsan Hospital, Al Islam Hospital, and Muhamadyah Hospital Bandung. Data were taken using in-depth interviews, focus group discussions, observation, and documentation studies, and then followed by analysis through three stages including data reduction, data presentation, and conclusions or verification. Credibility of the data was tested using triangulation techniques, sources, member checks and documentation studies. Results: Less than optimal BST Implementation was due to various factors, clinical teachers, students, patients and also learning support facilities. Factors identified in the clinical teachers are lack of time allotted and lack clinical teachers understanding about BST method and its role as a role model. Factors identified in the students are lack of preparations about BST method, and also lack of numbers and arrangements of students whose often overload on some teaching hospitals. Factors identified in the patients are less variation of patients in some cases of teaching hospital and patients reluctance to participate in BST learning. Means of learning support in the form of modules containing learning outcomes and objectives clearly not owned by institutions and also comfortable rooms supporting BST in order to implement BST in a more gratifying way is yet exist. Conclussion: Factors which have been identified in this qualitative study is becoming parameters on monitoring and program evaluation therefore, making it easier for educational institutions to intervene on the existing barriers.
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yahya Ramadhan Ardhiana
Abstrak :
Latar belakang: Feedback atau umpan balik menjadi komponen penting dalam komunikasi. Saat ini, pemberian umpan balik sudah dilakukan oleh banyak tenaga pengajar di Indonesia termasuk dosen kedokteran. Namun, penelitian tentang persepsi dosen dan mahasiswa pada mahasiswa kedokteran tentang umpan-balik di Indonesia belum ditemukan. Penelitian ini dilakukan untuk menilai persepsi dosen dan mahasiswa preklinik terhadap pentingnya pemberian umpan-balik dan praktik pemberian umpan-balik pada situasi pembelajaran preklinik. Metode: Penelitian ini menggunakan kuesioner yang menilai persepsi mahasiswa dan dosen terkait pemberian umpan balik konstruktif. Kuesioner tersebut terbagi ke dalam 3 topik pembahasan: peran penting pemberian umpan balik; metode pemberian umpan balik; hambatan pemberian umpan balik. Dua ratus mahasiswa preklinik dan 90 dosen preklinik menjadi partisipan pada penelitian ini. Respons dari kedua kelompok dibandingkan dengan uji Mann-Whitney untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan bermakna. Hasil: Persepsi kelompok mahasiswa dan dosen memiliki perbedaan bermakna untuk hampir keseluruhan butir pernyataan. Artinya, Terdapat perbedaan bermakna antara persepsi mahasiswa dan persepsi dosen terkait pemberian umpan balik untuk ketiga topik pembahasan. Kesimpulan: Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa dan dosen terkait pemberian umpan balik konstruktif dalam proses pembalajaran.
Depok: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Elia Susanto
Abstrak :
Latar belakang: Umpan balik adalah media yang dapat dipakai untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Definisi umpan balik kini diperluas dengan memberikan kritik serta saran kepada pembelajar. Di dunia pendidikan kedokteran, pemberian umpan balik sangatlah penting untuk memastikan dokter-dokter masa depan ini memiliki kompetensi klinis yang mumpuni serta memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik. Beberapa penelitian terbaru mengemukakan bahwa persepsi dosen dengan mahasiswa terkait umpan balik masih belum mendapatkan titik temu. Hal ini berpotensi menghambat proses pembelajaran dan peningkatan performa mahasiswa. Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan menggunakan Google Form kepada mahasiswa tahap klinik serta dosen dari departemen-departemen klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kuesioner terdiri atas 22 pernyataan dan dinilai dengan menggunakan skala Likert satu sampai lima, dengan satu menunjukkan bahwa responden sangat tidak setuju dan lima menunjukkan bahwa responden sangat setuju. Hasil kuesioner kemudian diolah dengan menggunakan SPSS. Hasil kuesioner diolah dengan uji normalitas, uji deskriptif, dan uji nonparametrik dua kelompok independen Mann-Whitney. Hasil: Kuesioner diisi oleh 123 orang mahasiswa klinik (Profesi I dan Profesi II) dan 69 orang dosen dari departemen klinik. Hasil analisis responden kuesioner antara dosen klinik dengan mahasiswa klinik tentang kepentingan pemberian umpan balik konstruktif, metode pemberian umpan balik konstruktif, serta tantangan pemberian umpan balik konstruktif memiliki nilai p<0,05. Kesimpulan: Persepsi antara dosen klinik dengan mahasiswa klinik tentang kepentingan pemberian umpan balik konstruktif, metode pemberian umpan balik konstruktif, serta tantangan pemberian umpan balik konstruktif berbeda ......Background: Feedback is a medium which can be used to improve the quality of learning. The definition of feedback gets broadened to giving critiques and advice as well. It is more important than ever for medical students to be given feedback by their teachers so that these students can improve their clinical competencies and give the best healthcare in the future. Recent research states that the perception between the faculty staff and the students regarding constructive feedback are different. This condition might affect the learning process of the students. Methods: This is cross-sectional research that used a questionnaire and distributed by using Google Forms to clinical years students and clinical department faculty staff in Faculty of Medicine Universitas Indonesia. It is made of 22 statements. The questionnaire used Likert scale of one to five. The responses are processed by using SPSS. The responses then tested with normality test, descriptive test, and nonparametric test, Mann-Whitney Results: The questionnaire’s respondents are 123 students and 69 faculty staff. After the data got analyzed, the p value of the three components is below 0,05 Conclusion: The perception between the clinical medicine faculty staff and clinical medicine students regarding importance of feedback, methods of providing feedback, and barriers of providing constructive feedback are different
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Aulia
Abstrak :
Latar Belakang: Pergeseran dominasi antara laki-laki dan perempuan pada dunia kedokteran terjadi dari waktu ke waktu di berbagai belahan dunia, termasuk di bidang bedah plastik di Indonesia. Profesi yang semula didominasi oleh laki-laki, saat ini didominasi perempuan. Pergeseran dominasi perempuan ini memungkinkan terjadinya masalah-masalah yang berpengaruh pada pendidikan dan pelayanan bedah plastik. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi fenomena dominasi perempuan pada pendidikan spesialis di Indonesia. Metode: Penelitian ini bersifat kualitatif berupa studi fenomenologi. Penelitian dilakukan pada 3 program pendidikan dokter spesialis bedah plastik rekonstruksi dan estetik di Indonesia. Penelitian dimulai pada bulan Januari 2020. Populasi penelitian terdiri dari 4 kelompok, yaitu peserta didik, dosen, pengelola program studi, dan pengguna lulusan. Responden penelitian dipilih menggunakan metode maximum variation sampling. Setiap responden mendapatkan informed consent, seluruh informasi yang diberikan sifatnya rahasia dan tidak memengaruhi proses pendidikan responden. Metode pengumpulan data berupa studi dokumen, Focus Group Discussion (FGD), dan In-Depth Interview. Data penelitian yang diperoleh dari berbagai metode diatas, kemudian dianalisis dan diolah lebih dalam secara tematik. Hasil: Peneliti membagi tema berdasarkan garis waktu proses pendidikan, yaitu: prapendidikan, intra-pendidikan, dan pascapendidikan. Masing-masing proses memiliki tema yang saling memengaruhi proses pendidikan. Pada masa prapendidikan terdapat karakter personal yang dipengaruhi oleh persepsi positif maupun negatif dari masyarakat. Sedangkan iklim lingkungan kerja, dampak dominasi perempuan, dan dimensi budaya memengaruhi kelancaran intra-pendidikan. Pasca pendidikan dan memasuki dunia kerja, peserta didik menginginkan suatu kondisi lingkungan kerja yang ideal dan terdapat preferensi tempat bekerja tertentu untuk mencapai kondisi well-being. Kesimpulan: Dampak dominasi perempuan selama pendidikan hanya akan berpengaruh pada dinamika kehidupan antar peserta didik dan antara peserta didik dengan dosen sebagai mentor. Namun dominasi ini tidak akan memengaruhi kualitas pendidikan dan beban kerja yang diberikan. Pada penelitian ini juga didapatkan fenomena kesenjangan kepemimpinan tidak terjadi selama pendidikan tetapi terjadi pada pascapendidikan. Namun kesenjangan kepemimpinan bukanlah akibat tekanan dalam komunitas, melainkan kecenderungan dari pribadi perempuan pada umumnya di kelompok masyarakat feminim. ......Introduction: Shifting in gender dominance between men and women in the medical field has occurred from time to time globally, including in Indonesia’s plastic surgery. The profession, which was initially dominated by men, is currently dominated by women. This shift in female dominance might allow problems that affect the education and clinical settings of plastic surgery. This study aims to explore the phenomenon of women's dominance in medical residency education in Indonesia. Method: This study is a qualitative study of phenomenology. It was conducted on 3 medical residency programs specializing in reconstructive and aesthetic plastic surgery in Indonesia. The study began in January 2020. The research population consisted of 4 groups, namely students, lecturers, study program managers, and graduate users. Research subjects were selected using the maximum variation sampling method. Each respondent was provided with informed consent, all information given was confidential and did not affect the educational process of the respondent. Data collection methods include document study, Focus Group Discussion (FGD), and In-Depth Interview. Research data obtained from various methods above was analyzed and processed thematically. Results: The themes were categorized based on the educational process timeline, namely: pre-education, intra-education, and post-education. Each timeline had several themes which mutually influenced the educational process. During pre-education there were personal characters which were affected by positive and negative perceptions from society. Whereas the work environment atmosphere, the impact of women's dominance, and the cultural dimension affected the intra-educational process. After graduating from residency program and entering the career life, students expected an ideal working environment and had certain workplace preferences to achieve their well-being. Conclusion: The impact of women's dominance during education affected the daily dynamics among students and their interaction with lecturers as mentors. However, this dominance did not affect the quality of education and workload. We also found that the phenomenon of leadership disparity did not occur during education but occurred in post-education setting. This leadership disparity was not resulted by pressure in the community, but due to the tendency of the women’s personality in general among the feminine community.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johan Qomarasandhi
Abstrak :
Burnout merupakan salah satu gangguan psikologis yang terjadi karena tingginya tuntutan pekerjaan. Burnout biasanya terjadi pada seseorang yang bekerja pada bidang pelayanan, seperti seorang dokter. Belum banyak yang melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang dapat mencetuskan burnout. Oleh karena itu studi ini dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara tipe motivasi yang dimiliki oleh seorang mahasiswa terhadap tingkat kejadian burnout pada seorang mahasiswa klinik. Studi dilaksanakan dengan menggunakan kuesioner Skala Motivasi Akademik dan Maslach Burnout Inventory yang disebar kepada 100 mahasiswa tahap klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dari 92 responden, ditemukan bahwa tipe motivasi terbanyak yang dimiliki mahasiswa adalah Termotivasi Minat dan Status diikuti dengan Termotivasi Minat, Motivasi Rendah, dan Termotivasi Status secara berurutan. Selain itu, ditemukan juga bahwa 32 dari 92 responden terindikasi terkena burnout. Kemudian analisis dilakukan antara tipe motivasi mahasiswa dengant tingkat kejadian burnout menggunakan uji chi-square yang menghasilkan. ...... Burnout is a psychological disease that is caused by work related stress. Burnout usually affects people who work in human services including doctors. As of now, not a lot of research has studied the factors behind burnout. Thus, this study is made to know if there is a correlation between type of motivation that students have on inducing burnout. This study is done by spreading 100 Academic Motivation Scale and Maslach Burnout Inventory scale between clinical phase medical students of Universitas Indonesia. Out of 92 respondents, it is known that the motivation type that is most common among students is Interest and Status Motivated, followed by Interest Motivated, Low Motivation, and Status Motivated accordingly. It has been found also that among 92 respondents, 32 of them are indicated with burnout. Analysis was done by using the chi square test that yield P 0.05 which means there is indeed a correlation between type of motivation and burnout incidence in clinical phase students. Further analysis using logistic regression was done, yielding significancy of Status Motivated 0.022, meaning that students with that kind of motivation are the most vurnerable to be affected by burnout.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldeka Kamilia Mufidah
Abstrak :
Pendahuluan: Pendidikan dokter terdiri dari dua tahap pembelajaran, yaitu tahap akademik (preklinik) dan tahap klinik. Dosen yang ideal merupakan komponen terpenting dalam proses pembelajaran tersebut. Kedua tahap pembelajaran tersebut memiliki metode dan lingkungan pembelajaran yang berbeda sehingga diperkirakan terdapat perbedaan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik. Penelitian ini bertujuan membandingkan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik menurut persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Metode: Penelitian dengan desain potong lintang (cross sectional) ini menggunakan data primer yang diperoleh dari pengisian mandiri kuesioner yang valid dan reliabel (Cronbachs alpha 0.950). Sampel diperoleh secara cluster random sampling dari populasi mahasiswa tingkat tiga dan lima Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebanyak 200 orang. Data yang diperoleh dianalisis bivariat. Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa tahap akademik dengan klinik terhadap atribut dosen yang ideal yaitu atribut penuh persiapan (p 0.010), kompetensi klinis (p 0.028), bersikap tidak diskriminatif (p 0.001), pengajaran yang interaktif (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), dan memberikan tugas yang jelas dan sesuai topik (p0.005). Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa berjenis kelamin perempuan dengan laki-laki terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut profesionalisme (p 0.014) dan empati (p 0.010), serta terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa dari Jabodetabek dengan luar Jabodetabek terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut role model (p 0.027). Hasil analisis peringkat menunjukkan atribut dosen kedokteran yang ideal pada tiga peringkat teratas pada tahap akademik ialah profesionalisme, pengetahuan, komitmen terhadap perkembangan peserta didik, kejelasan, bersikap jujur, respek, mampu membimbing mahasiswanya dalam proses pembelajaran, dan keterampilan komunikasi yang baik. Sedangkan pada tahap klinik ialah pengetahuan, kompetensi klinis, respek, profesionalisme, mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk pembelajaran, ketulusan hati, kejelasan, dan bersikap jujur. Diskusi: Pada tahap akademik, pembelajaran cenderung lebih terstruktur dan dominan kuliah, dengan lingkungan belajar yang formal sehingga dosen yang penuh persiapan dipersepsi sebagai dosen yang ideal. Sementara di tahap klinik, pembelajaran lebih bersifat experiential, mahasiswa dominan memelajari keterampilan klinik dengan lingkungan belajar tidak formal berupa lingkungan pelayanan kesehatan, sehingga kompetensi klinik dan pengajaran yang interaktif menjadi atribut yang ideal. Baik mahasiswa tahap akademik maupun mahasiswa tahap klinik memandang atribut terpenting yang harus dimiliki seorang dosen ideal adalah penguasaan pengetahuan, profesionalisme, kejelasan dan kualitas personal seperti jujur dan respek. ......Medical education consists of two stages of learning, preclinical and clinical. An ideal medical teacher needs attributes for supporting learning process. Both stages have different environments of learning and learning methods, so that the ideal medical teachers attributes in both stages are estimated to be different. This study aims to compare the attributes of ideal medical teacher between preclinical stage and clinical stage according to medical students view in faculty medicine of Universitas Indonesia. Method: This cross-sectional study using primary data with questionnaire which is valid and reliable (Cronbachs alpha 0.950). The sample was obatained by cluster random sampling from two groups, medical students in third years and fifth years of Faculty Medicine of Universitas Indonesia. Total 200 data were analyzed by bivariate analysis. Result: The results of bivariate analysis showed that there were differences in perceptions between preclinical and clinical students on the ideal attributes of medical teacher, such as well-prepared (p 0.010), clinical competence (p 0.028), non-discriminative (p 0.001), interactive teaching (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), and provide clear and on-topic assignment (p 0.005). There are differences in perceptions between female and male students on the ideal attributes of medical teacher, such as professionalism (p 0.014) and emphaty (p 0.010) and there are differences in perceptions between students from Jabodetabek and outside Jabodetabek on the ideal attributes of medical teacher, such as role model (p 0.027).  The results shown that the ideal attributes of medical teacher based on top three in preclinic stage are professionalism, knowledge, commitment to the development of students, clarity, honest, respect, guiding students in the learning process, and good communicator skill. Meanwhile in clinical stages are knowledge, clinical competence, respect, professionalism, creating conducive atmosphere to learning, sincerity, clarity, and honest. Discussion: In the preclinical stage, learning methods are more structured such as lectures with a formal learning environment, so that the well-prepared attribute is considered as ideal attributes for medical teacher. While in the clinical stage, learning methods are more experiential and students tend to be more in learning clinical skills with a non-formal learning environment, so that the clinical competent and interactive teaching attributes are considered as important attribute for medical teacher. Both students at the preclinical and clinical stages considered the attributes of knowledge, professionalism, clarity, and personal attributes such as honest and respect as the important attributes for ideal medical teacher.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Phoebe Nathania
Abstrak :
Pandemi COVID-19 berdampak negatif pada tingkat wellbeing mahasiswa kedokteran. Perubahan gaya hidup dengan pembatasan aktivitas secara masif berpotensi berhubungan dengan tingkat wellbeing mahasiswa. Penelitian kohort retrospektif ini bertujuan untuk mengevaluasi hubungan aktivitas fisik dengan wellbeing pada mahasiswa kedokteran pada masa pandemi COVID-19. Penelitian menggunakan data sekunder melalui kuesioner PERMA (Positive Emotion, Engagement, Relationships, Meaning, and Accomplishment) dan logbook wellbeing. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari hingga September 2023. Kuesioner PERMA digunakan untuk mengevaluasi wellbeing mahasiswa, sedangkan logbook wellbeing untuk mengevaluasi aktivitas fisik yang dijalani. Kuesioner PERMA dalam versi bahasa Indonesia telah divalidasi dan dipublikasi pada populasi mahasiswa kedokteran di Indonesia oleh Mustika dkk. Uji korelasi Spearman dilakukan untuk mengetahui signifikansi data dan mengevaluasi hubungan antara aktivitas fisik dengan wellbeing mahasiswa kedokteran. Penelitian ini memperlihatkan kecenderungan peningkatan risiko wellbeing yang buruk pada responden yang tidak berolahraga. Uji korelasi menunjukkan hubungan yang signifikan antara tingkat aktivitas fisik dan wellbeing, dengan korelasi positif dan tingkat korelasi yang rendah (r = 0.365; p <0.05). Jika seseorang melakukan aktivitas fisik, maka wellbeing akan terjaga dan cenderung mengalami tingkat wellbeing yang baik, meskipun terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat wellbeing. Oleh sebab itu, tingkat aktivitas fisik berkorelasi positif dengan tingkat wellbeing mahasiswa kedokteran, dengan tingkat korelasi rendah. ......COVID-19 pandemic has been found to negatively affect the wellbeing of medical students. Lifestyle changes with massive physical activity restrictions have the potential to be related to the wellbeing of medical students. This retrospective cohort study aims to evaluate the correlation between physical activity and wellbeing of medical students during the pandemic. This study was performed with secondary data through the PERMA questionnaire (Positive Emotion, Engagement, Relationships, Meaning, and Accomplishment) and the wellbeing logbook. The study was conducted from January to September 2023. The PERMA questionnaire was used to evaluate students’ wellbeing, while the logbook was used to evaluate physical activity. The Indonesian version of PERMA questionnaire was validated and published in a population of medical students in Indonesia by Mustika et al. Spearman's correlation test was conducted to determine the significance of the data and evaluate the relationship between physical activity and wellbeing. This study reported a tendency of increased risk of low wellbeing in respondents with no exercise. The correlation test shows a significant relationship between physical activity levels and wellbeing, with a weak positive correlation (r = 0.365; p <0.05). If someone does physical activity, their wellbeing will be maintained and they tend to experience a good level of wellbeing, even though there are other factors that influence the level of wellbeing. Thus, physical activity levels were positively associated with medical students’ wellbeing, with a weak correlation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia
Abstrak :
Latar belakang: kemampuan komunikasi yang efektif merupakan salah satu kompetensi dasar yang harns dimiliki dokter. Sepanjang masa studi di fakultas kedokteran mahasiswa dituntut untuk bisa mengembangkan kemampuan komunikasi Selain melalui materi yang diberikan dalam kurikulum, mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Namun demikian belum pemah dilakukan penelitian untuk melihat hubungan antara kegiatan ekstrakurikuler dengan kemampuan komunikasi. Tujuao: mengetahui adanya hubungan kegiatan ekstrakwikuler dengan kompetensi komun ikasi interpersonal mahasiswa FKUL Metode: studi cross-sectional dilakukan pada mahasiswa tingkat empat Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan instrument kuesioner Imerpef:':>onaf Communication Competency sea/e. Rerata skor maltasiswa dianalisis berdasarkan jenis dan jumlah kegiatan ekstrakurikuler serta peran mahasiswa dalarn ke!,rlatan ekstrakurikuler yang diikuti. HasH: nilai p untuk jumlah dan peran mahasiswa dalam kegiatan ekstrakurikuler adalah 0,364 dan 0,533. Nilai p untuk kegiatan kerohanian, seni dan olahraga, keilmuan, keorganisasian, dan sukarelawan adaJah 0,234; 0,145; 0,619; 0,502; dan 0,034 Kesimpulao: terdapat hubungan antara kegiatan sukarelawan dengan kompetensi komunikasi interpersonal mahasiswa. Sementara itu jumlah kegi at an , peran dalam kegiatan, dan jenis kegiatan selain sukarelawan tidak berhubungan dengan kompetensi komunikasi interpersonal mahasiswa.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meilania Saraswati
Abstrak :
Latar Belakang: Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (PPDS PA FKUI) menggunakan kurikulum berdasarkan kompetensi/outcome (competency-/outcome-based curriculum). Namun, PPDS PA FKUI selama ini belum pernah melaksanakan ujian formatif berdasarkan kerja (workplace-based Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat kualitatif untuk mengekplorasi secara mendalam pemanfaatan ujian formatif Diskusi berdasarkan Kasus dalam proses pendidikan di PPDS Patologi Anatomik FKUI. Dilakukan wawancara dan focused group discussion terhadap pengelola program, staf pengajar dan peserta PPDS PA FKUI. Staf pengajar diminta melakukan intervensi berupa ujian formatif DbK terhadap PPDS PA FKUI sebanyak tiga kali menggunakan borang yang telah diterjemahkan. Setelah intervensi, kembali dilakukan wawancara dan focused group discussion terhadap staf pengajar dan peserta PPDS PA FKUI.

 

Hasil: Staf Pengajar dan peserta PPDS PA FKUI menunjukkan respons positif terhadap pelaksanaan ujian formatif DbK. Ujian formatif DbK dianggap memungkinkan proses diskusi mendalam antara staf pengajar dan peserta PPDS PA terkait proses penegakkan diagnosis dari suatu kasus. Staf pengajar dapat memantau kemajuan proses pembelajaran serta memberikan umpan balik yang spesifik terhadap peserta PPDS. Peserta PPDS dapat mempelajari suatu kasus dengan lebih komprehensif, memperoleh umpan balik yang spefisik, serta mendapatkan simulasi ujian sumatif. Kesimpulan: Ujian DbK bermanfaat dalam proses pencapaian kompetensi dalam pendidikan yang menggunakan pendekatan competency- atau outcome-based curricula.


Postgraduate program for Anatomical Pathology Specialist in Faculty of Medicine Universitas Indonesia use competence-/outcome-based curriculum approach. However, until now, the program has not yet adopted formative workplace-based assessment, for example, case-based discussion. This was a qualitative research to explore the use of formative assessment case-based discussion during educational process in postgraduate program for anatomical pathology specialist in FMUI. Interview and focused group discussion to the program manager, teaching staff and the residents were performed. Teaching staff was asked to perform three times case-based discussion (CbD) formative assessment toward the resident. Postintervention, interview and focused group discussion to the staf and resident were conducted. The staffs and residents of Anatomical Pathology Specialist Program of FMUI showed positive response toward CbD formative assessment. CbD formative assessment enabled deeper discussion between the staffs and residents regarding establishing diagnosis. The staffs were able to monitor the residents learning process and giving specific feedback toward the residents. The residents were able to learn about a case in a more comprehensive way, acquiring specific feedback and summative assessment simulation. Conclusion: CbD formative assessment is useful in the process of acquiring competence in diagnosis in a postgraduate education that uses competence- or outcome-based curricula.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>