Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ferry Joko Juliantono
"[ABSTRAK
Disertasi ini bertujuan untuk menggambarkan dinamika yang berlangsung antara
agen dan struktur dalam masyarakat nelayan di Desa Teluk, Labuan-Banten. Dengan
menggunakan teori strukturasi Anthony Giddens dan dilengkapi dengan konsep
pembangunan sosial berdasarkan struktur, kultur, dan proses, dalam melihat
dinamika relasi yang ada antara agen dan stuktur dalam masyarakat nelayan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan strategi
grounded research. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam masyarakat
nelayan telah terjadi perubahan dalam struktur dari dominasi kelembagaan formal
menjadi dominasi kelembagaan non-formal. Kemiskinan yang ada pada struktur
yang lama ternyata direproduksi oleh struktur yang baru. Penelitian ini juga
menemukan kelemahan dari strukturasi Giddens yang menganggap bahwa struktur
dalam versi dualitas-nya, baik sebagai hasil dan sekaligus sarana (medium) praktik
sosial ternyata tidak selalu bersifat enabling atau memberdayakan. Pembangunan
kelautan dan perikanan, khususnya menyangkut tentang bagaimana mengatasi
kemiskinan masyarakat nelayan harus melihat pentingnya dinamika relasi yang
terjadi antara agen dan struktur agar perubahan yang dilakukan oleh negara, dalam
hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, tidak justru melahirkan kemiskinan
baru.

ABSTRACT
This dissertation aims to describe the dynamics that take place between the agent and
the structure of the fishing community in Teluk Village, Labuan, Banten. By using
structuration theory of Anthony Giddens and equipped with the concept of social
development based on the structure, culture, and processes, in view of the dynamics
of relationships that exist between agents and structures in the fishing communities.
The approach used in this study is a qualitative grounded research strategy. The
results of this study indicate that in the fishing community has been a change in the
structure of the formal institutional domination domination of non-formal
institutions. Poverty that exist on the old structures turned out to be reproduced by
the new structure. The study also found weaknesses of Giddens structuration which
assume that the structure in its duality version, either as a result and at the same time
means (medium) social practices were not always be enabling or empowering.
Development of marine and fisheries, particularly with regard to how to overcome
poverty of fishing communities must see the importance of the dynamics of
relationships that occur between agents and structures so that the changes made by
the state, in this case the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries, did not actually
give birth to new poverty.;This dissertation aims to describe the dynamics that take place between the agent and
the structure of the fishing community in Teluk Village, Labuan, Banten. By using
structuration theory of Anthony Giddens and equipped with the concept of social
development based on the structure, culture, and processes, in view of the dynamics
of relationships that exist between agents and structures in the fishing communities.
The approach used in this study is a qualitative grounded research strategy. The
results of this study indicate that in the fishing community has been a change in the
structure of the formal institutional domination domination of non-formal
institutions. Poverty that exist on the old structures turned out to be reproduced by
the new structure. The study also found weaknesses of Giddens structuration which
assume that the structure in its duality version, either as a result and at the same time
means (medium) social practices were not always be enabling or empowering.
Development of marine and fisheries, particularly with regard to how to overcome
poverty of fishing communities must see the importance of the dynamics of
relationships that occur between agents and structures so that the changes made by
the state, in this case the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries, did not actually
give birth to new poverty.;This dissertation aims to describe the dynamics that take place between the agent and
the structure of the fishing community in Teluk Village, Labuan, Banten. By using
structuration theory of Anthony Giddens and equipped with the concept of social
development based on the structure, culture, and processes, in view of the dynamics
of relationships that exist between agents and structures in the fishing communities.
The approach used in this study is a qualitative grounded research strategy. The
results of this study indicate that in the fishing community has been a change in the
structure of the formal institutional domination domination of non-formal
institutions. Poverty that exist on the old structures turned out to be reproduced by
the new structure. The study also found weaknesses of Giddens structuration which
assume that the structure in its duality version, either as a result and at the same time
means (medium) social practices were not always be enabling or empowering.
Development of marine and fisheries, particularly with regard to how to overcome
poverty of fishing communities must see the importance of the dynamics of
relationships that occur between agents and structures so that the changes made by
the state, in this case the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries, did not actually
give birth to new poverty., This dissertation aims to describe the dynamics that take place between the agent and
the structure of the fishing community in Teluk Village, Labuan, Banten. By using
structuration theory of Anthony Giddens and equipped with the concept of social
development based on the structure, culture, and processes, in view of the dynamics
of relationships that exist between agents and structures in the fishing communities.
The approach used in this study is a qualitative grounded research strategy. The
results of this study indicate that in the fishing community has been a change in the
structure of the formal institutional domination domination of non-formal
institutions. Poverty that exist on the old structures turned out to be reproduced by
the new structure. The study also found weaknesses of Giddens structuration which
assume that the structure in its duality version, either as a result and at the same time
means (medium) social practices were not always be enabling or empowering.
Development of marine and fisheries, particularly with regard to how to overcome
poverty of fishing communities must see the importance of the dynamics of
relationships that occur between agents and structures so that the changes made by
the state, in this case the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries, did not actually
give birth to new poverty.]"
2015
D2126
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaligis, Retor A.W.
"ABSTRAK
Studi ini mengkaji tentang fenomena rakyat kecil atau kelas kepemilikan negatif sebagai akibat ideologi eksploitatif melalui penggunaan kekuasaan, menyangkut eksploitasi sumber daya alam dan penempatan penduduknya sebagai sumber tenaga murah, yang disebut Frank Parkin penutupan sosial dengan pengucilan. Di tengah kekayaan alam Indonesia yang melimpah, operasi ideologi eksploitatif mempengaruhi struktur kekuasaan di bidang ekonomi sejak masa kolonial hingga era kemerdekaan. Terdapat hubungan antara kurangnya penghargaan kemajemukan bangsa, khususnya pengakuan terhadap akar sosio-historis di masyarakat, dengan fenomena kemiskinan. Dalam menghadapi ideologi eksploitatif, nasionalisme di Indonesia secara konseptual dikaitkan dengan gagasan keadilan sosial untuk membebaskan rakyat kecil dari kondisi penutupan sosial dengan pengucilan. Ada aspek-aspek partikular dan universal yang bersifat eklektis antara gagasan dari barat dan kondisi Indonesia. Dalam politik nasional, fenomena rakyat kecil dan kemiskinannya melahirkan istilah khasnya sebagai pembelaan terhadap mereka, yakni marhaen dan wong cilik. Pada masyarakat Indonesia yang majemuk, selain memerlukan promosi keyakinan identitas nasional, nasionalisme bagi rakyat kecil juga perlu didukung oleh keberadaan struktur politik yang menunjang, strategi negara dalam pengaturan ekonomi di masyarakat, eklektisitas negara dalam prosedur dan nilai-nilai kelembagaan, serta solusi terhadap pertentangan dalam kompetisi visi-visi ideologi yang saling bersaing. Isu keadilan sosial dapat dieloborasi oleh setiap golongan untuk melakukan kerja-kerja konkrit bersama memperjuangkan kepentingan rakyat kecil. Nasionalisme yang dikembangkan selayaknya mempertimbangkan akar sosio-historis di masyarakat. Meski begitu, praktik politik dari kaum nasionalis kurang mempertimbangkan kekuatan sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang ada di masyarakat, melainkan lebih pada usaha merebut dan mempertahankan kekuasaan dan sumber-sumber ekonomi bagi pribadi dan kelompoknya. Praktik nasionalisme di Indonesia, sebagaimana direpresentasikan oleh PNI, PDI, dan PDI Perjuangan, tidak berhasil membebaskan rakyat kecil dari penutupan sosial dengan pengucilan dalam medan konflik dan kompromi antar kekuatan politik lain, kekuatan modal, maupun relasi dengan negara dan pemerintah.

ABSTRACT
It study poor people or negative ownership class phenomena as result of exploitative ideology using power including exploitation of natural resource and placement of population as cheaper labor so called social closure and isolation by Frank Parkin. In the midst of huge natural richness of Indonesia the exploitive ideology operations had influenced economic power structure since colonialism through this independence era. There is correlation among lack of national pluralism appreciation, specially, recognition of socio-historical roots at society with poverty phenomena. To face exploitive ideology, conceptually, Indonesia nationalism is pertained to social-justice idea in order to keep poor people from social closure and isolation?s condition. Eclectically, among Western and Indonesia condition there are universal and particular aspects. By national politic the phenomena of poor people and their poverty had brought about special term as defending for them i.e marhaen and wong cilik. In diversified Indonesia society, unless requiring promotion of national identity confidence, a nationalism for poor people also should maintained by politics structure existence supporting state strategy to regulate society economy, state eclecticism in procedure and institution values, as well as solution for ideology vision to compete each other. Social-justice issues may be elaborated by any group to do concrete issues for struggling poor people interests together. Properly, nationalism built by considering socio-historical roots at society. Nevertheless, political practices of nationalists had not considered social, economic, politic and cultural strength existing in Indonesia sufficiently, but, rather than to embrace and maintain the power and economic resource for their groups interests. Nationalism practices as represented by PNI, PDI and PDIP unsuccessfully, they had not kept poor people from social closure and isolation for conflict and compromise fields among other political party, capital strength or relationship with state and government."
Depok: 2009
D00636
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Yuanita Aprilandini
"Penelitian bertujuan untuk melihat bagaimana proses reproduksi patriarki berjalan melalui penguatan identitas perempuan peranakan Arab, interseksi identitas, gender dan etnik pada perempuan peranakan Arab menghasilkan keragaman derajat oppresi, serta strategi perempuan peranakan Arab untuk melawan derajat keragaman oppresi terhadap dirinya dengan beragam latar. Penelitian ini akan menggunakan 2 kerangka teori utama, yakni teori interseksi dan identitas. Serta, menggunakan 2 konsep tambahan yakni gender interseksi dan patriarki.
Penelitian desertasi ini menggunakan metodologi kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam, observasi terlibat dan data sekunder. Informan di dalam penelitian ini berjumlah 26 orang dengan beragam karaktersitik dan kategori, yakni 17 perempuan peranakan Arab dan 9 orang laki-laki Arab. Pemilihan perempuan Arab berdasarkan keragaman umur (lintas generasi), orientasi pernikahan (endogami/eksogami), keragaman profesi, lokasi tempat tinggal (kampung Arab Condet dan Empang Bogor), serta faktor ketokohan. Kesembilan laki-laki Arab yang dijadikan informan merupakan data pelengkap sekaligus sebagai triangulasi data.
Temuan penting penelitian ini adalah semakin menguatnya identitas perempuan peranakan Arab mengakibatkan reproduksi patriarki. Peran perempuan (Ummi) menjadi sentral karena fungsi perempuan tidak hanya sebatas reproduksi biologis tetapi juga reproduksi sosio-kultural. Hal tersebut berkaitan dengan pemurnian darah leluhur (purityness) dari garis keturunan Alawiyyin. Kedua, Perbedaan narasi sejarah dan narasi keagamaan kelompok Alawiyyin dan Al-Irsyad disebabkan oleh faktor ideologi organisasi. Pergerakan dan ketokohan kaum perempuan Al-Irsyad yang beraliran Islam pembaharuan (modernis) lebih terlihat dibandingkan Rabithah.
Berdasarkan temuan ini maka penulis menggunakan teori interseksi untuk melihat irisan antara identitas, etnisitas dan gender. Penguatan identitas kaum perempuan Arab Alawiyyin dengan penikahan sekufu (endogami) melanggengkan budaya patriarki. Bentuk reproduksi patriarki tradisional masih tetap dipertahankan dan betransformasi menjadi neopatriarki berbasis media sosial digital. Interseksi etnik dan agama menjadi double oppression bagi kaum perempuan Alawiyyin namun menjadi social prestige bagi kaum laki-laki Arab Alawiyyin. Strategi yang dilakukan oleh kaum perempuan Arab di dalam mengubah kultur patriarki adalah melakukan protes secara frontal, semi frontal, dan moderat (negosiasi). Perempuan yang dapat melakukan ketiga bentuk strategi tersebut memiliki karakteristik perempuan Arab terdidik, menikah eksogami, serta berafiliasi dengan organisasi yang beraliran pembaharuan.

The purpose of this study described the process of patriarchal reproduction through peranakan Arab women, how the intersection of identity, sex and ethnicity in peranakan Arab women produced on diversified level of oppression, and how they defined strategies for negotiating their culture in different fields. This study using 2 major theoretical backgorund , the theory of intersection and identity theories, and 2 additional concepts namely gender intersection and patriarchy.
This research used qualitative research by collecting in-depth interview data, involved observation and secondary data. The informant in this study consists of 26 people with various characteristics : 17 person peranakan Arab women and 9 person Arab men. The selection of Arab women based on age diversity (across generations), marriage typology (endogamy / exogamy), professional backgorud, and residencial areas (Arabian Condet and Empang Bogor). Finally, The nine Arab men who were being interviewed also in order to get validity and triangulation datas.
The main findings of this research that strengthening identity on peranakan Arab women produced patriarchal cultures. The role of women (ummi) is central because women's functions are not only limited to biological reproduction but also socio-cultural reproduction. This is connected to the purityness issues from the Alawiyyin family. Second, the differences in historical narratives of the Alawiyyin and Al-Irshad religious groups are influenced by organizational ideology. The women movement from Al-Irsyad women are more visible than Rabithah.
Based on these findings, the authors used intersection theory to see the fields between identity, ethnicity and gender. Strengthening the identity of Alawiyyin Arab women by sekufu married (endogamy) produced patriarchal culture. Traditional patriarchy still consist but also transform into neopatriarchy on digital social media. Ethnic and religious intersection became a double oppression for Alawiyyin women but produce social prestige for Alawiyyin men. The strategy of Arab women to contesting patriarchal culture through frontal, semi-frontal protest and moderate negotiation. The Arab women who use these strategies characterized by higher educated women, married to non Arab men, and affiliated in modernist organizations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
D2557
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Anton Lie
"Dalam beberapa tahun terakhir ini, perusahaan asuransi kerugian mendapat perhatian dari masyarakat akibat pengingkaran terhadap kepercayaan, kelemahan kapital manusia, dan barang kapital fisik. Pengingkaran ini telah mengurangi energi kapital sosial yang berimplikasi pada rendahnya produktivitas perusahaan, khususnya pada perusahaan asuransi. Sebuah perusahaan asurans i paling kurang melibatkan sejumlah pihak yang saling berhubungan dan bekerjasama, yaitu: 1) pihak perusahaan, 2) pihak nasabah dan 3). Pihak rekanan.
PT. Asia Krimere Polysindo adalah salah satu perusahaan asuransi yang mengalami kemunduran mulai tahun 2001 hingga 2006, dari peringkat pertama menjadi peringkat kelima dalam tataran nasional. Meskipun pada akhirnya perusahaan menyadari kondisi kegagalan dalam fungsi manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan) dan telah melakukan perbaikan sejak tahun 2002, sampai tahun 2005 belum juga perusahaan ini mampu meningkatkan posisinya kembali.
Kegagalan fungsi manajemen dalam penyelesaian klaim kendaraan bermotor yang menjadi tanggung jawab Departemen Klaim Kantor Pusat dan cabang-cabangnya telah berakibat fatal bagi kelangsungan hidup perusahaan. Faktor penyebab yang mendorong terjadinya kondisi tersebut meliputi kapital finansial, kapital manusia dan barang kapital fisik yang mempengaruhi energi kapital sosial perusahaan secara keseluruhan.
Tujuan penelitian ini adalah: a. untuk mempelajari dan menggambarkan bagaimana peranan kapital sosial dalam suatu organisasi bisnis, khususnya bagi bisnis asuransi di Indonesia. b.menjelaskan aspek kapital sosial dalam PT. Asia Krimere Polysindo (Kantor Pusat dan Departemen Sentral Klaim Asuransi Mobil) antara tahun 1992 hingga 2005, dalam hubungannya dengan proses klaim yang melibatkan jaringanjaringan eksternal seperti nasabah, rekanan perusahaan (bank, perusahaan leasing, agen asuransi, broker, bengkel) dan dengan perusahaan asuransi lainnya. c.mengidentifikasi sinergi antara kapital finansial, kapital manusia, barang kapital fisik dan kapital sosial dalam struktur organisasi bisnis asuransi.
Bangunan kapital sosial yang dikemukakan Robert Lawang dapat diandalkan sebagai kerangka konseptual dan relevan untuk dijadikan landasan teori dalam menjelaskan kasus organisasi bisnis. Teori kapital sosial Lawang selain menjelaskan adanya kapital-kapital lain di samping kapital sosial dalam organisasi bisnis asuransi, juga menjelaskan kepercayaan, jaringan dan norma sebagai konsep dasar dari kapital sosial yang dijadikan fokus penelitian ini. Kapital-kapital lain disamping kapital sosial yaitu: kapital finansial, barang kapital fisik, kapital manusia, kapital personal, kapital politik, kapital budaya, dan kapital simbolik. Kerangka Robert Lawang dipandang meliputi kapital sosial komprehensif dan konseptual yang memungkinkan digunakan untuk menjelaskan hubungan dinamis struktur organisasi bisnis dan sinergi dengan berbagai kapital lain dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Secara makro, asuransi merupakan salah satu pilar dalam perekonomian yang berperan sebagai penggerak maupun stabilisator roda perekonomian suatu negara. Oleh karena itu perkembangan perekonomian pada suatu negara yang masyarakatnya memiliki kesadaran tentang asuransi, akan cenderung lebih maju daripada masyarakat yang belum memiliki kesadaran asuransi. Perkembangan industri asuransi secara nasional di Indonesia sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat terhadap asuransi dan organisasi perasuransian yang ada di Indonesia. Data dari Biro Perasuransian Bapepam- LK menyebutkan bahwa kontribusi sector asuransi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) adalah 1,66%. Angka ini tertinggal dari Singapura, Malaysia dan Thailand yang memiliki porsi industri asuransi terhadap PDB diatas 5,5%. Ketertinggalan kontribusi sektor asuransi terhadap PDB tersebut telah menunjukkan rendahnya kapital sosial masyarakat dalam berasuransi.
Kapital sosial dikatakan rendah karena wujud kapital sosial seperti hubungan (relation), harapan (expectation), kepercayaan (trust), jaringan (network) kewajiban yang menghasilkan dan dihasilkan oleh kepercayaan (trust) berupa ?benda?yang bersifat intangible dalam struktur sosial asuransi di Indonesia dapat dipastikan masih sangat rendah. Asuransi di Indonesia seakan-akan hanya milik orang kaya saja dan bukan milik masyarakat pada umumnya. Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa hanya orang kaya dan orang yang memiliki ekonomi menengah saja yang membeli polis asuransi.
Masyarakat ekonomi tinggi (kaya), biasanya membeli polis atas dasar kesadaran dan kemempuan; masyarakat ekonomi menengah membeli polis atas dasar keuletan para agen asuransi yang terus menerus menawarkan produk asuransi, atau terpaksa membeli karena merupakan salah satu syarat guna mendapatkan kredit; sedangkan masyarakat ekonomi lemah (miskin), bisa memiliki polis asuransi karena disubsidi oleh pemerintah.
Perusahaan asuransi sebagai salah satu organisasi bisnis yang bergerak di bidang jasa tidak akan dapat memulai, mempertahankan dan mengembangkan perusahaannya tanpa bekerjasama dengan perusahaan atau institusi lain. Berdasarkan hasil penelitian/riset, peneliti memberanikan diri untuk memasukkan tambahan definisi kapital sosial organisasi bisnis asuransi sebagai berikut: ?kapital yang melekat pada struktur sosial organisasi bisnis yang dipergunakan oleh aktor kunci dalam organisasi tersebut bersama dengan kapital-kapital yang lain (manusia, finansial, fisik) yang memfasilitasi tindakan kolektif untuk mencapai tujuan organisasi yaitu mendapatkan nilai tambah (keuntungan) organisasi?.
Dari hasil penelitian tentang sinergi antar kapital, peneliti menemukan 4 pola sinergi yang dihasilkan dari sinergi antara kapital manusia, kapital finansial, barang kapital fisik dan kapital sosial dalam meningkatkan produktivitas sebuah organisasibisnis, yaitu :
1. Pola sinergi lemah positif
2. Pola sinergi lemah negatif
3. Pola sinergi kuat negatif
4. Pola sinergi kuat positif
Sinergi antar kapital dalam suatu organisasi bisnis yang tidak mempunyai korelasi secara langsung dengan produktivitas organisasi seperti yang disinyalir oleh pendapat Lawang, namun ada faktor lain diluar organisasi yang berhubungan dengan kondisi makro ekonomi/krisis ekonomi, persaingan dengan pelaku usaha, dan perubahan perilaku sosial masyarakat sehubungan dengan meningkatnya resiko kehidupan sosial.

Within the last few years, General Insurance Companies get more attention from the society due to the denial on trust, human capital weakness, and physical capital. This denial has reduce the social capital?s energy, which causing the low productivity in the business organization, especially in the Insurance Companies. There are some related parties that involve and work together in an insurance company: 1). the company, 2). the customer and 3). the company?s related parties (bank, leasing, insurance agents, brokerage, car?s repair shop/garage).
PT. Asia Krimere Polysindo is one of the insurance company that got a declining achievement from the year 2001 up to 2006, which the national rank was going down from the first rank into the fifth rank. Although the management realized the failure in management (planning, organizing, actuating and controlling) and tried to recover since 2002, but until 2005 the company still could not make any improvement.
The management failure in the settlement of motor car?s claim department ? both in the head office and the branches- give a fatal effect for the continuity of the company as a whole. There are several factors which influencing the social capital energy of the company, such as financial capital, human capital, and physical capital.
The objectives of this research are: a. to study and describe how is the role of social capital in a business organization, especially for Insurance business in Indonesia. b. to explain the social capital?s aspect of PT. Asia Krimere Polysindo (Head Office and Motor Car Insurance?s Central Claim Department) within 1992 to 2005, in relation with the claim process that involving external networks such as the insured/customer, the company?s related parties (bank, leasing, insurance agents, brokerage, car?s repair shop/garage), and with other insurance companies. c. to identify the synergy among the financial capital, the human capital, the physical capital and the social capital in the Insurance business organization?s structure.
The Social Capital?s structure that Robert Lawang established is being used as the conceptual framework and relevant for being the basic theory in explaining the business organization?s case. Beside explaining that there are other capitals than social capitalwhich are very actual in the insurance business organization, Lawang also explaining the trust, network and norms as basic concepts in social capital that the research being focused on. The other capitals beside social capital are financial capital, physical capital, human capital, personal capital, politics capital, cultural capital and symbolic capital. Robert Lawang?s structure involving a comprehensive and a conceptual social capital's aspect that enable to explain the dynamic business organization structure and synergy with other capitals in achieving the company?s goal. In the macro structure of the economic of a country, Insurance has an important role both as a builder and a stabilizer. The economic in a country with a good insurance knowledge grows faster than the one with no good insurance knowledge. The growth of insurance industry in Indonesia very much depends on the trust from the society upon the insurance organization. Base on the data from Bureau of Insurance, Bapepam-LK, the insurance contribution to the Gross Domestic Product (GDP) is only 1.66%, which is much less then Singapore, Malaysia and Thailand which contribute more than 5.5%. The low contribution from insurance sector to GDP shows the low social capital society in insurance.
The social capital formation as: relation, expectation, trust, network liability which produce and gain from trust, in the form of an intangible thing in the Indonesian insurance social structure surely is very low. Insurance in Indonesia seems to belong only to the rich people, in fact only the rich and middle class people can buy insurance policies. Rich people bought policies base on their awareness and availability. The middle class people bought policies because of the insurance agent?s effort or because of the need to fulfill the credit requirement. But the poor can only have insurance policies because of the government subsidy. An insurance company as a business organization that produce service can not start, resist and grow its company, without working together with other companies or other institutions.
Base on my research on inter capital synergy, I found four synergy patterns which being produced among the human capital, the financial capital, the physical capital and the social capital in order to raise the productivity in a business organization:
1. Weak positive synergy pattern
2. Weak negative synergy pattern
3. Strong negative synergy pattern
4. Strong positive synergy pattern
The inter capitals synergy in the business organization which do not have direct correlation with the organization productivity- as what Lawang previously said-, because there is other factor outside the organization that related to the macro economic condition/ economic crisis, business competitor and the changes in society?s behavior in relation with the social life?s risk."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
D837
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imron Rosadi
"ABSTRAK
Disertasi ini membahas tentang dimensi perubahan relasi gender sebagai konsekuensi dari pengalaman migrasi internasional dalam keluarga buruh migran internasional yang pulang kembali kepada keluarganya dari bekerja di luar negeri. Tujuan dari studi disertasi ini adalah memahami dan mendalami makna perubahanperubahan relasi gender dan konsekuensi sosial pada tingkat atau ranah institusi keluarga dan komunitas lokal. Penelitian disertasi ini dirancang dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan desain studi kasus-ekplanatif, dan memadukan metode pengumpulan data seperti: angket, wawancara mendalam, observasi terstruktur dan studi dokumentasi.
Perubahan relasi gender dalam keluarga buruh migran internasional yang kembali dari bekerja luar negeri dipahami sebagai perubahan-perubahan pada aspek peran (yang mengarah kepada berbagi peran), akses perempuan (yang makin lebih besar kepada perempuan untuk menjangkau kesempatan bekerja dan melakukan aktivitas di luar rumah) serta pergeseran dalam kontrol (mulai ada berbagi kendali dalam kehidupan keluarga antara perempuan/istri dan laki-laki/suami). Perubahan relasi gender itu dimaknai sebagai konsekuensi yang tidak dikehendaki (unintended consequences) dari migrasi internasional, yang juga berkaitan dengan adanya konsekuensi sosial yang bersifat ongkos sosial (social cost) dari migrasi internasional. Konsekuensi-konsekuensi itu harus dipahami dalam konteks latar belakangkemiskinan dan status sosial-ekonomi yang rendah dari buruh migran internasional, serta hasil yang diperoleh dari migrasi internasional. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi teoritik berupa pengembangan penjelasan yang lebih kontekstual Indonesia atas analisis Carling, Reeves dan Jolly serta Kabeer tentang konsekuensi migrasi internasional terhadap relasi gender, dengan mengaitkan antara determinan konteks (context) bermigrasi, isi (contents) atau apa yang didapatkan dari migrasi internasional (materi dan non materi) serta konsekuensi (consequences) berupa perubahan relasi gender. Sementara kontribusi kebijakan dari hasil penelitian ini adalah berupa saran tentang makin perlunya semua pemangku kepentingan untuk mendesain dan mengimplementasikan kebijakan dan program yang sadar gender, berfokus pada kebutuhan dan masalah migran dan keluarganya pada masa reintegrasi sosial-ekonomi serta penguatan keberfungsiaan sosial pribadi migran dan keluarganya melalui program pemberdayaan dan penguatan institusi keluarga dan institusi lokal.

ABSTRACT
The focus of this study is change of gender relations as consequences of returned migrant worker experiences in family context . The research is qualitative interpretive with explanatory-case study design. The data were collected by combinations of survey, in-depth interview, structured observation and documentation study.
There are three dimensions of change of gender relations , that is change of role between male and female or husbands and wifes; change of access to family resources and activities and control sharing between husbands and wifes, male and female. The changing of gender relations have to be understand and interpreted as unintended consequences in relation to social costs or social consequences in local community domain. The theoretical contribution of this study is development and clarification of Carling, Reeves and Jolly Thesis on Gendered Effects of Migration, with contextual explanation of effects of international migration to gender relations in the poor families of Indramayu people. That is, context of international migration (background of migration and socio-economic profile of migrant worker), contents or outcome of internasional migration (remittances, international experiences and outward looking) and consequences (dimensions of changing in gender relations in family domain/level). So the study suggests the urgency of gender awareness policies, social policy, program and implementation of socio-economic reintegration by multidiscipline approach and multi-sector or inter-agency involvement, empowerment of families and local institution and enhancing social functioning of returned migrants themselves."
Depok: 2010
D00637
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmariza
"Kebijakan Kembali ke Nagari di Sumatera Barat merupakan respon lokal terhadap reformasi di Indonesia setelah rezim otoritarian Soeharto (1966-1998). Kebijakan Kembali ke Nagari ini dalam aspek tertentu dapat dipandang sebagai legitimasi dan strukturisasi peran perempuan Minangkabau di ranah publik, terlepas dari dominannya laki-laki sepanjang proses perumusan kebijakan, dan penguatan adat yang membebani perempuan. Legitimasi ini secara struktural telah memperluas wilayah peran perempuan Minangkabau yang dahulunya hanya di wilayah domestik (kaum) menjadi wilayah publik (Nagari). Adat Minangkabau menetapkan bahwa perempuan mempunyai peran sentral di dalam kaumnya dengan kedudukan sebagai Bundo Kanduang. Peran sentral perempuan Minangkabau di dalam kaum tersebut dengan kembali ke nagari secara implicit juga mendapatkan penguatan kembali. Posisi penting Bundo Kanduang dalam struktur masyarakat minangkabau ini idealnya dapat menjadi modal dasar bagi perempuan Minang untuk masuk ke ranah publik. Sehubungan dengan itu Kembali ke Nagari dapat diartikan sebagai terbukanya ruang baru bagi peran dan partisipasi perempuan Minangkabau di Nagari terutama dalam bidang politik dan pemerintahan, di samping bidang-bidang lainnya seperti ekonomi, sosial dan budaya. Terbukanya ruang sosial baru bagi partisipasi dan reposisi perempuan di ranah nagari (publik) dalam realitasnya tidaklah mudah untuk diisi dan dimanfaatkan oleh perempuan Nagari. Selain karena faktor-faktor internal seperti: kapasitas perempuan, tokoh-tokoh perempuan, kesadaran perempuan. organisasi perempuan, keberhasilan perempuan dalam mengakses posisi-posisi strategis di nagari juga sangat tergantung kepada kultur dan keterbukaan elit laki-laki di nagari baik niniak mamak, alim ulama maupun cadiak pandai (elit adat, elit agama, cendikiawan) yang dalam cukup banyak kasus masih bias gender.

The policy of returning to Nagari (Kembali ke Nagari) in West Sumatera is a responsive local policy to reform in Indonesia in post-Soeharto`s authoritarian regime (1966-1998). This policy of Kembali ke Nagari in a certain aspect can be viewed to justify and to re-structure the role of Minangkabau women in public domain vis-à-vis the dominant roles of Minangkabau men in making decisions/policies and in reinforcing cultural values to village communities. The policy of Kembali ke Nagari has extended the roles of Minangkabau women as Bundo Kanduang (the clan`s chief), to Nagari leader (Wali Nagar/ sub-district leader) and other public roles. In other words, the policy of Kembali ke Nagari is a new opportunity to Minangkabau women to participate in politics, government and economy in the local level. But it is not easy for woman to participate and reposition in public area so that the openness of structure has not been utilized by Nagari organization and success of woman in assessing the strategic position in Nagari, is also depends on the culture and openness of elite man in Nagari such as the leader of tribe, the man of religion and experts who have the gender bias perspectiveness.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
D1514
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Chandra Aprianto
"Studi ini menjelaskan upaya penataan sumber-sumber agraria yang lebih adil, atau dikenal dengan istilah reforma agraria, di wilayah perkebunan Jember, Jawa Timur tahun 1942-74. Perkebunan adalah produk dari sistem kolonialisme yang tidak saja bentuk struktur agrarianya tidak adil tapi juga cenderung eksploitatif. Inilah yang menjadi alasan dilakukan proses perubahan struktur agraria di wilayah perkebunan dari corak kolonial ke nasional. Partisipasi masyarakat perkebunan sangat penting untuk dijadikan patokan dalam penataan tersebut. Sepanjang periode disertasi ini, masyarakat perkebunan bukanlah sebagai suatu objek yang statis dan mekanis. Studi ini memanfaatkan sumber lisan, tulisan serta foto untuk melihat struktur agraria di wilayah perkebunan. Perubahan struktur agraria, dinamika sosial, politik, dan ekonomi serta sejarah perkebunan Jember dari perspektif masyarakat perkebunan menjadi fokus studi ini.

known as agrarian reform in Jember plantation area, East Java, 1942-1974. Plantation was a product of colonialism system which did not only engender unfair agrarian structures, but also tended to be exploitative. This condition became a reason for conducting process of changing of agrarian structure in plantation area, from colonial to national pattern. During the period of this dissertation, plantation societies were not a static and mechanistic object. This study uses oral, written, and photographs sources for viewing agrarian structure in plantation area. The changes of agrarian structure, the dynamics of social, politic, and economic, and the history of Jember plantation from the perspectives of plantation societies become the focus of this study."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D1920
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhevy Setya Wibawa
"Disertasi ini membahas tentang proses terbentuknya kapital budaya melalui
kegiatan eksrakurikuler di kampus. Studi yang dilakukan di Universitas Katolik
Indonesia Atma Jaya Jakarta, mengkaji pengalaman mahasiswa menggunakan
waktu luang dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Studi ini menggunakan
pendekatan kualitatif. Mahasiswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dapat
meningkatkan kapital budaya dalam dimensi manusia dan institusional. Mengikuti
kegiatan esktrakurikuler di kampus merupakan salah satu representasi aktivitas
waktu luang terstruktur. Habitus mahasiswa menggunakan waktu luang dengan
aktivitas waktu luang terstruktur merupakan habitus yang terbentuk melalui
konstruksi budaya, melalui peran tiga agen sosialisasi yaitu keluarga, institusi
pendidikan, dan kelompok teman sebaya. Temuan studi ini menunjukkan bahwa
habitus mahasiswa mengisi waktu luang dengan aktivitas waktu luang terstruktur
merupakan reproduksi budaya melalui keluarga dan/atau sekolah. Namun
demikian, kegiatan ekstrakurikuler dapat memberi peluang bagi proses produksi
sosial dan dapat meningkatkan kapital sosial mahasiswa.

This dissertation discusses the formational process of cultural capital through on
campus extracurricular activities. This Studies conducted in Indonesia Atma Jaya
Catholic University Jakarta, examined the experience of students who use their
free time by participating in extracurricular activities. This study used a
qualitative approach. Students who participate in the extracurricular activities can
enhance the cultural capital dimensions in human and institutional dimensions.
Participate in the on-campus extracurricular activities is one of representation of
structured leisure time activities. Habitus of students to use free time with
structured leisure time activities is habitus which is formed through construction
of culture, through the role of three of socialization agents, namely families,
educational institutions, and peer groups. The findings of this study suggest that
the habitus of students to fill their free time with structured leisure time activities
are reproduction of culture through family and/or school. However,
extracurricular activities can provide opportunities for social production process
and can increase the social capital of students.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugroho Pratomo
"Program desa mandiri energi (DME) pada awalnya dilaksanakan sebagai sebuah program pemerintah untuk menghadapi gejolak harga minyak mentah dunia di tahun 2005, dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap BBM. Berbagai sumber bahan bakar alternatif dikembangkan di berbagai daerah, termasuk salah satunya adalah minyak jarak. Program DME berbasis minyak jarak ini, berawal dari adanya kebutuhan dari PT RNI untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar bagi pabrik-pabrik gula yang dimilikinya. Dalam perkembangannya, program ini terus berkembang di berbagai daerah.
Salah satu daerah yang menjadi DME minyak jarak ini adalah Desa Tanjungharjo, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Desa ini kemudian dicanangkan sebagai DME berbasis jarak oleh Presiden SBY, yang sekaligus menjanjikan bantuan kepada para kelompok tani untuk pengembangan tanaman jarak. Dana bantuan yang telah diberikan oleh PERTAMINA juga sudah disalurkan dan dibelikan mesin pengolah minyak jarak di Kecamatan Toro. Namun dalam perkembangannya, DME yang ada tersebut tidak berjalan sebagaimana diharapkan dan akhirnya berhenti. Kegagalan inilah yang kemudian dicoba untuk diteliti dalam penelitan ini. Khususnya terkait dengan aspek sosial yang menyebabkan kegagalan DME tersebut. Selanjutnya dengan SSM, penelitian ini mencoba melakukan rekonstruksi model pemberdayaan masyarakat yang cocok untuk pengembangan DME ke depan.

Energy independent village program (DME) was initially implemented as a government program to cope with price volatility of crude oil in 2005, and simultaneously reduce dependence on fuel. Various sources of alternative fuels developed in various areas, including the one of which is castor oil. DME program is based on castor oil, originated from the need of RNI to meet the needs of fuel for sugar mills owned. In its development, this program continues to grow in many areas.
One area that became DME castor oil is Tanjungharjo Village, District Ngaringan, Grobogan, Central Java. The village was later proclaimed as DME-based distance by the President, who also promised assistance to farmers' groups for the development of Jatropha. A grant has been given by Pertamina also been distributed and bought machinery processing castor oil in the District of Toro. But in its development, the DME that is not working as expected and eventually stopped. Failure is then attempted to be studied in this research. Particularly with respect to social aspects that led to the failure of the DME. Furthermore, the SSM, this study tries to reconstruct a model of community empowerment that is suitable for the future development of DME."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahuddin
"Studi ini hendak menelaah tentang wacana nasionalisme Indonesia; bagaimana ia dikonstruksikan oleh Orde Baru dengan rezim kekuasaan dan pengetahuan yang dimilikinya, sekaligus juga hendak dilihat juga bagaimana masyarakat lokal merespons wacana tersebut dengan membangun wacana tandingan (counter discourse). Secara teoritis-sosiologis, studi ini hendak melihat beberapa teori tentang nasionalisme yang dikembangkan oleh para ahli sosiologi. Konteksnya adalah bahwa serangkaian konstruksi wacana tersebut dijalankan di dalam suatu situasi dimana ideologi-ideologi besar (salah satunya nasionalisme) sedang menyurut pengaruhnya seiring dengan proses modernisasi yang sedang menapakkan diri sementara pada saat yang sama globalisasi sedang mengancam eksistensi negara kebangsaan.
Terjadinya pedebatan di kalangan para penggagas teori nasionalisme, cukup memberikan satu wawasan tentang bagaimana seharusnya nasionalisme diletakkan dalam belantara sosiologi. Ernest Gellner (1998) misalnya, menempatkan nasionalisme sebagai situasi yang tak terelakkan dari transformasi peradaban manusia dari zaman pra-modern ke era modern. Dan untuk itu, nasionalisme tidak membutuhkan segala atribut yang berkaitan dengan masa lalu suatu bangsa. Pandangan Gellner tersebut dikritik oleh Anthony Smith (1998), karena pada hakekatnya untuk tumbuh dan berkembang dalam suatu bangsa, nasionalisme membutuhkan akar-akar budaya etnik yang diatributkan sebagai warisan masa lalu.
Studi ini memberi catatan bahwa, baik Gellner maupun Smith mengidap kelemahan mendasar, yaitu melihat nasionalisme sebagai sesuatu entitas yang eksis dan 'benar' di dalam dirinya sendiri. Keduanya melupakan bahwa 'nasionalisme' pada hakikatnya adalah konstruksi sosial, yang tidak bebas nilai, yang di dalamnya ada relasi-relasi kekuasaan yang sangat menentukan eksistensinya. Dengan menggunakan pendekatan Michel Foucault tentang 'genealogi' dan 'power/knowledge' maka akan tampak betapa gagasan mengenai nasionalisme Indonesia dipenuhi oleh relasi kekuasaan-pengetahuan.
Akhirnya studi ini mencatat; teori Gellner tentang nasionalisme tidak bisa banyak menjelaskan secara komprehensif mengenai makna nasionalisme Indonesia. Dalam hal ini teori Smith lebih relevan. Meski demikian, dengan konsep 'genealogi' dan 'power/knowledge' Foucault-lah makna nasionalisme bisa lebih dipahami dan dijelaskan.

This study is a reading of Indonesian nationalism; on how the New Order regime had constructed through its systemic power relation and knowledge management and how civil society members did some counter discourses. Sociologically, focus of this study is on the contestation between major ideology (including nationalism) and modernization and globalization which challenge the existence of nation-state.
Discussions on nationalism in sociology have been established by many social scientists and find its relevance nowadays. Ernest Gellner (1998) put nationalism as a consequence of civilization progress, a transformation from pre-modern era to modern situation, thus nationalism does not need attributes that rooted in the history (past) of its nation. Anthony Smith does not agree with this theory as Smith believes that the growth and dynamic of nationalism is associated with ethnic sentiments that rooted in the origin of a nation.
This study noted that either Gellner or Smith's theory have elementary weakness because both of them put nationalism as natural entity and exist in itself. Indeed nationalism is socially constructed which no free values within. Power relation influences its construction and growth, and how the society response to it. Through Michel Foucault's theory of 'genealogy' and 'power/knowledge' we can see that such nationalism ideas, include Indonesian nationalism, contained by power/knowledge relations.
The study found Indonesian nationalism is a part of modernization process and rooted in the ethnic sentiments as well as a product of power relation that socially construct. The 'genealogy' and 'power/knowledge' of Michel Foucault's was proven able to comprehend the dynamic of Indonesian nationalism better than Gellner and Smith's explanation on nationalism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
D959
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>