Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
Ajeng Putri Indy Prasetyo
"Onomatope merupakan kata yang meniru bunyi hasil tangkapan indra pendengaran, sedangkan mimesis adalah kata dibuat untuk mengekspresikan gerakan atau peristiwa yang tidak bisa dirasakan oleh indra pendengar. Penggunaan onomatope dan mimesis banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari karena efektivitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan onomatope dan mimesis dalam lirik lagu Korea dengan menggunakan lirik lagu-lagu dari grup Ikon dan Stray Kids sebagai korpus penelitian. Penelitian ini berfokus pada satu rumusan masalah, yaitu bagaimana penggunaan onomatope dan mimesis dalam lirik lagu Korea. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif sekaligus, dengan metode analisis deskriptif komparatif terhadap penggunaan onomatope dan mimesis dalam lirik lagu-lagu grup Ikon dan Stray Kids. Penelitian menunjukan bahwa onomatope dan mimesis banyak digunakan dalam lirik lagu-lagu Korea dengan bentuk yang bervariasi, dan mimesis lebih banyak digunakan dibandingkan onomatope.
Onomatopoeia is a word that imitates the sound perceived by the sense of hearing, while mimesis is made to express movement or condition that can’t be received by the sense of hearing. The use of onomatopoeia and mimesis occurs frequently in everyday language use because of its effectiveness. This study aims to analyze the use of onomatopoeia and mimesis in Korean song lyrics by using Ikon and Stray Kids songs lyrics as the corpus. This study focuses on one problem formulation, how is the use of onomatopoeia and mimesis in Korean song lyrics. This study uses both quantitative and qualitative methods, with comparative descriptive design to analyze the use of onomatopoeia and mimesis in Ikon and Stray Kids songs lyrics. This study shows that onomatopoeia and mimesis are widely used in Korean songs lyrics with various forms, and mimesis is used more than onomatopoeia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Errdiansha Ibaraki Haryono
"Penelitian ini membahas tentang kesalahan penggunaan akhiran konjungsi -aseo/-eoseo (-아서/- 어서) dan -(eu)nikka (-(으)니까) pada angket yang telah diisi oleh 87 mahasiswa prodi Korea Universitas Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesalahan penggunaan akhiran konjungsi kausal -aseo/-eoseo (-아서/-어서) dan -(eu)nikka (-(으)니까) yang dilakukan oleh mahasiswa prodi Korea Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif sekaligus menggunakan hasil isian angket yang disebar secara daring sebagai bahan analisis. Data yang telah didapat kemudian dihitung jumlah dan dikategorikan berdasarkan jenis kesalahannya dengan menggunakan teori analisis kesalahan berbahasa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kesalahan tertinggi yang dilakukan oleh mahasiswa prodi Korea Universitas Indonesia baik dalam akhiran konjungsi -aseo/-eoseo (-아서/-어서) maupun - (eu)nikka (-(으)니까) adalah kesalahan substitusi, diikuti dengan kesalahan pengurangan dan terakhir kesalahan penambahan. Selain itu, diketahui bahwa jumlah kesalahan penggunaan akhiran konjungsi -aseo/-eoseo (-아서/-어서) lebih rendah dibanding jumlah kesalahan penggunaan akhiran konjungsi -(eu)nikka (-(으)니까).
This research discussed about causal conjuction connective ending -aseo/-eoseo (-아서/-어서) and -(eu)nikka (-(으)니까) on a questionnaire filled out by 87 Korean studies‟s student Universitas Indonesia. This study aims to analyze the error of using causal conjunction connective ending -aseo/-eoseo (-아서/-어서) and -(eu)nikka (-(으)니까) done by Korean studies‟s student Universitas Indonesia. This study uses both quantitative and qualitative methods as well as using the results of questionnaires that are distributed online as material for analysis. Data that has beenobtained are then calculated and categorized based on the type of error using language error analysis theory. The result of this study indicate that the highest type of error made by Korean studies‟s student Universitas Indonesia both in the conjunction connective ending -aseo/-eoseo (- 아서/-어서) and -(eu)nikka (-(으)니까) using is a substitution error, followed by omission error and lastly addition error. In addition, it is known that the number of errors in the using of conjunction connective ending -aseo/-eoseo (-아서/-어서) is lower than the numbers of errors in the using of conjuncion connective ending -(eu)nikka (-(으)니까)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Adinda Noviana Carlissa
"Dialek Gyeongsang merupakan salah satu dialek di Korea yang memiliki keunikan, baik secara morfologis maupun sintaksis. Salah satu keunikan dalam aspek sintaksis, yaitu akhiran penutup kalimat pada dialek Gyeongsang masih belum banyak dikaji. Oleh karena itu, penelitian ini fokus pada kajian sintaksis, yaitu karakteristik akhiran penutup kalimat pada dialek Gyeongsang, khususnya pada ragam kalimat interogatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk akhiran penutup kalimat interogatif dan jenis kalimat interogatif pada dialek Gyeongsang. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode campuran yang bersifat analisis-deskriptif dengan menggunakan dialog dalam drama Reply 1997 sebagai data korpus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara 255 kalimat interogatif yang ditemukan, terdapat 211 kalimat yang menggunakan akhiran penutup kalimat dialek Gyeongsang yang sesuai. Pada korpus data ini ditemukan 11 bentuk akhiran penutup kalimat interogatif dengan 3 ragam bahasa. Bentuk akhiran penutup kalimat yang paling banyak digunakan adalah ‘-na/no(나/노)’ dengan ragam setara (haerache). Selain itu, dari 5 jenis kalimat interogatif yang ditemukan, jenis kalimat yang sering digunakan dalam korpus data ini merupakan kalimat interogatif tertutup (panjeong uimunmun).Pada kalimat interogatif tertutup menggunakan akhiran penutup kalimat berakhiran huruf ‘-a (아)’, sedangkan pada kalimat interogatif terbuka menggunakan akhiran penutup kalimat berakhiran huruf ‘-o(오).’
Gyeongsang dialect is one of the Korean dialects that has morpohological and syntactic uniqueness. One of the syntactic uniqueness, namely the ending of the sentence in the Gyeongsang dialect, has received less attention.. Therefore, this research focuses on the characteristic of sentence endings in the Gyeongsang dialect, specifically in the variety of interrogative sentences. The purpose of this research is to describe the form of interrogative endings and types of sentences in the Gyeongsang dialect. The method used in this research is the descriptive analysis method that using dialogues in the drama “Reply 1997” as a corpus. The result shows that out of 255 interrogative sentences, there were 211 interrogative sentences were found using Gyeongsang dialect endings. Furthermore, 11 forms of interrogative sentence endings and 3 varieties of language were found in this corpus. The form of interrogative sentence which often used is ‘-na/no(나/노)’ with familiar style. Furthermore, the most used type of interrogative sentence in this corpus is the ‘yes’ or ‘no’ question (panjeong uimunmun). In addition, ‘yes’ or ‘no’ questions (panjeong uimunmun) use the interrogative sentence ending that ends with letter ‘-a (아)’, while question-word (WH) questions (seolmyeong uimunmun) use the interrogative sentence ending that ends with letter ‘-o (오). In addition, ‘yes’ or ‘no’ questions (panjeong uimunmun) use the interrogative sentence ending that ends with letter ‘-a (아)’, while question-word (WH) questions (seolmyeong uimunmun) use the interrogative sentence ending that ends with letter ‘-o (오).’"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Beatrice Maria Srikandini Primastuti Isyudanto
"Seseorang harus dapat berbahasa dengan sopan untuk menghindari masalah dalam berkomunikasi. Selain secara leksikal seperti penggunaan tata bahasa tertentu, kesopanan juga dapat diwujudkan dari segi konteks atau niat pembicara. Penelitian ini bertujuan untuk membahas maksim kesopanan bahasa Korea yang dibatasi pada lingkungan pertemanan rentang usia dewasa muda dan dewasa paruh baya. Pertanyaan penelitian adalah berapa jenis maksim kesopanan yang muncul pada korpus data dan bagaimana perbedaan penerapan maksim kesopanan dalam percakapan bahasa Korea dalam lingkungan pertemanan pada rentang usia dewasa muda dan dewasa paruh baya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Korpus data merupakan dua drama yang menceritakan tentang pertemanan pada rentang usia dewasa muda dan dewasa paruh baya. Landasan teori penelitian ini adalah prinsip kesopanan Leech. Berdasarkan hasil analisis, keenam maksim kesopanan ditemukan pada korpus data. Saat berkomunikasi, masing-masing rentang usia memiliki cara ekspresi yang berbeda sehingga muncul sedikit perbedaan pada penerapan maksim kesopanan. Maksim kesopanan pada usia dewasa muda lebih banyak diterapkan untuk menghindari perselisihan, sementara pada usia dewasa paruh baya lebih banyak ditemukan maksim kesopanan untuk bersimpati.
One must be able to speak politely to avoid problems in communication. Aside from lexical method such as the use of certain grammar, politeness can also be realized in terms of context or the speaker's intention. This study aims to examine Korean politeness maxims limited in the setting of young adults and middle-aged adults friendship. Research questions are how many types of politeness maxims appear in the corpus data and what differs the application of politeness maxims in Korean conversations in young adults and middle-aged adults friendship setting. This research uses a qualitative approach with descriptive analysis method. The corpus data are two dramas about friendship in the age range of young adults and middle-aged adults. The theoretical foundation of this research is Leech's politeness principle. Based on the analysis, all six maxims of politeness were found in the corpus data. When communicating, each age range has a different way of expression. This causes a slight difference in the application of politeness maxims. Politeness maxims between young adults are often applied to avoid disputes. Meanwhile, middle-aged adults often use politeness maxims to show sympathy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Vaniadika Istamitra
"Penelitian ini membahas tentang deiksis dalam bahasa Korea. Deiksis merupakan kata rujukan yang sifatnya dinamis atau tidak tetap. Deiksis berfungsi sebagai penjelas konteks suatu tuturan atau kalimat. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan deiksis dalam bahasa Korea secara umum dan penggunaannya dalam setiap jenisnya. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan yang mengambil sumber dari beberapa penelitian terdahulu. Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana penggunaan deiksis dalam bahasa Korea. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat lima jenis deiksis paling umum dalam bahasa Korea, yaitu deiksis persona, deiksis ruang, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Dari kelima jenis ini, dapat dikemukakan bahwa terdapat dua jenis deiksis yang dapat terbagi menjadi beberapa bagian. Deiksis yang dimaksud merupakan deiksis persona yang memiliki pembagian orang pertama, kedua, dan ketiga, dan deiksis waktu memiliki pembagian deiksis kalendrikal dan deiksis non-kalendrikal.
This study discusses deixis in Korean. Deixis is a reference word that is dynamic or not fixed. Deixis functions as an explanation of the context of an utterance or sentence. This study aims to explain deixis in Korean in general and its use in each type. This research is a library research that takes sources from several previous studies. The research question is how to use deixis in Korean. The results of this study indicate that there are five most common types of deixis in Korean: persona deixis, spatial deixis, time deixis, discourse deixis, and social deixis. From these five types, it can be stated that there are two types of deixis which can be divided into several parts. The deixis in question is persona deixis which has first, second, and third-person divisions, and time deixis has calendar deixis and non-calendrical deixis divisions."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Jasmine Eka Tania
"Secara umum, kata ani bermakna ‘tidak’ dan dapat dikelompokkan sebagai adverbia dan interjeksi dalam bahasa Korea. Akan tetapi, kata ani juga digunakan sebagai pemarkah wacana dalam percakapan bahasa Korea dengan fungsi yang beragam. Penelitian ini membahas fungsi pragmatis kata ani sebagai pemarkah wacana dalam bahasa Korea. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan fungsi pragmatis kata ani sebagai pemarkah wacana dalam bahasa Korea. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan kata ani sebagai pemarkah wacana memiliki fungsi yang berbeda-beda, yakni sebagai penanda perubahan topik, penanda kontrastif, penanda elaboratif, dan penanda referensial.
In general, the Korean word ani can be classified as an adverb and an interjection. However, the word ani is also used as a discourse marker in Korean conversations with various functions. This study discusses the pragmatic function of the word ani as a discourse marker in Korean. Thus, the purpose of this study is to describe the pragmatic function of the word ani as a discourse marker in Korean. With this study being a library research study, the present researcher proposes the descriptive qualitative approach. The findings of this study revealed that the word ani, as a discourse marker, serves several functions in pragmatic units, namely topic change marker, contrastive marker, elaborative marker, and inferential marker."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Azra Alfiana
"Penelitian ini mengkaji strategi penerjemahan idiom bahasa Korea ke dalam bahasa Indonesia dalam novel Eommareul Butakae dan novel Ibu Tercinta karya Shin Kyung Sook. Idiom dapat menjadi tantangan dalam bidang penerjemahan karena adanya perbedaan budaya yang memengaruhi bahasa suatu masyarakat dan maknanya yang tidak sesuai dengan unsur pembentuknya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan teori strategi penerjemahan idiom Baker (1992) yang kemudian dikembangkan oleh Seo (2011) untuk mengkaji strategi penerjemahan idiom bahasa Korea. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi penerjemahan idiom yang paling banyak digunakan adalah penerjemahan dengan parafrasa, diikuti dengan strategi penerjemahan dengan penghilangan, penerjemahan literal, dan penerjemahan dengan idiom yang maknanya sama tetapi berbeda bentuk. Tidak ditemukan penggunaan strategi penerjemahan dengan idiom yang makna dan bentuknya sama. Penggunaan strategi parafrasa yang dominan dalam data penelitian dapat disebabkan oleh adanya keleluasaan dan kemudahan bagi penerjemah untuk menyampaikan kembali makna idiom dengan berbagai cara, seperti menguraikan makna secara menyeluruh atau sebagian maupun menggunakan deskripsi lain.
This study examines the translation strategies of Korean idioms into Indonesian in Eommareul Butakae and Ibu Tercinta by Shin Kyung Sook. Idioms can be a challenge in the field of translation because of the cultural differences that affect the language of a society. This study is a descriptive qualitative research using Baker's (1992) theory of idiom translation strategies which was later developed by Seo (2011) to examine Korean idiom translation strategies. The results show that the most widely used idiom translation strategy is translation by paraphrase, followed by translation by omission, literal translation, and translation by idiom of the similar meaning but dissimilar form. There is no use of translation strategy with idioms that have the same meaning and form. The dominant use of translation by paraphrase in the research data may be due to the flexibility and ease for the translator to reconvey the meaning of the idiom in various ways, such as describing the meaning completely or partially or using other descriptions."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Naufal Putera Buana
"Penelitian ini mengkaji tentang makna kedewasaan dalam lirik lagu Eoreun Ai (어른 아이, Kidult) oleh Seventeen dengan analisis semiotika Roland Barthes. Makna yang diperoleh melalui analisis ini adalah konotasi, denotasi, dan mitos. Pertanyaan dari penelitian ini adalah bagaimana makna kedewasaan yang direpresentasikan pada lirik lagu Eoreun Ai. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan interpretatif dengan sumber data primer lirik lagu Eoreunai dan sumber data sekunder berupa penelitian terdahulu, serta kamus Bahasa Korea. Hasil analisis menyimpulkan bahwa makna kedewasaan pada realitas masyarakat Korea adalah orang dewasa tidak selalu menutup-nutupi dan menyembunyikan emosi yang dirasakannya serta memiliki kendali dalam pengekspresian emosi secara berlebihan.
This research examines the meaning of maturity in the lyrics of the song Eoreun Ai (어른 아이, Kidult) by Seventeen with Roland Barthes' semiotic analysis. The meanings obtained through this analysis are connotation, denotation and myth. The question of this research is how the meaning of maturity is represented in the lyrics of the song Eoreun Ai. The research method used is a qualitative method with an interpretive approach with primary data sources of Eoreunai song lyrics and secondary data sources in the form of previous research, as well as a Korean language dictionary. The results of the analysis conclude that the meaning of maturity in the reality of Korean society is that adults do not always cover up and hide the emotions they feel and have control over expressing emotions excessively."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Lyona Anjaly Arsyfany
"Penelitian ini membahas tindak tutur harapan dalam bahasa Korea dari drama yang berjudul Hospital Playlist. Korpus data penelitian diambil dari tuturan tokoh utamanya sebagai seorang dokter yang menyajikan interaksi dan relasi interpersonal antara dokter-pasien. Tindak tutur harapan mencakup ungkapan motivasi, doa, dukungan, dan penghiburan yang diungkapkan oleh dokter kepada pasien. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian berfokus pada bagaimana bentuk dan fungsi penyampaian tindak tutur harapan bahasa Korea. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode analisis deskriptif. Penelitian ini bertujuan menjelaskan bentuk dan fungsi tindak tutur harapan bahasa Korea. Dari hasil penelitian, ditemukan 30 data yang dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk tindak tutur harapan, yaitu tuturan berdoa sebanyak 7 data dan tuturan dukungan sebanyak 23 data. Berdasarkan hasil analisis data temuan, tuturan dukungan mendominasi sebagai bentuk tindak tutur harapan yang ada di dalam drama. Penggunaan kata choeseoneul dahada sebagai bentuk tuturan dukungan banyak ditemukan dalam drama, mencapai 11 dari 23 data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dokter selaku penutur sering menyatakan tekad untuk memberikan dukungan penuh kepada pasien selaku mitra tuturnya. Fungsi tindak tutur harapan yang banyak ditemukan adalah untuk mengekspresikan keinginan atau kejadian di masa depan. Hal ini menggambarkan bagaimana dokter membentuk ekspektasi yang positif terhadap keadaan atau tindakan pasien.
This study discusses the speech act of hope in Korean from a drama entitled Hospital Playlist. The data corpus is taken from the main character's speech as a doctor who presents the interaction and interpersonal relationship between doctor-patient. The speech acts of hope include expressions of motivation, prayer, support, and comfort doctors express to patients. Therefore, the study question focuses on how the form and function of the delivery of Korean hope speech acts. This study uses a qualitative approach and a descriptive analysis method. This study aims to explain the form and function of Korean hope speech acts. From the study results, 30 pieces of data were found, divided into 2 (two) forms of speech acts of hope, namely praying speech, as much as 7 data, and support speech as much as 23 data. Based on the results of data analysis, support speech dominates as a form of speech acts of hope in the drama. The use of the word choeseoneul dahada as a form of supportive speech is found in the drama, reaching 11 out of 23 data. The results showed that the doctor as the speaker often expressed the determination to provide full support to the patient as his speech partner. The function of the speech act of hope that is mostly found is to express wishes or future events. This describes how doctors form positive expectations of the patient's situation or actions."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Kristianetta Poetri
"Dalam menulis bahasa Korea, kesalahan ejaan bahasa Korea yang dilakukan oleh penutur jati masih sering ditemukan. Penelitian ini berfokus pada analisis kesalahan ejaan bahasa Korea yang dilakukan oleh anggota grup NCT DREAM yang merupakan penutur jati bahasa Korea. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kesalahan ejaan bahasa Korea yang dilakukan oleh penutur jati bahasa Korea dalam grup NCT DREAM. Pertanyaan penelitian yang diangkat adalah bagaimana kesalahan ejaan dalam penulisan bahasa Korea yang dilakukan oleh anggota grup NCT DREAM pada postingan di X. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data yang digunakan berupa postingan anggota grup NCT DREAM di X pada Januari 2022 hingga Desember 2022. Hasil analisis menyatakan bahwa kesalahan tertinggi yang ditemukan pada postingan anggota grup NCT DREAM adalah kesalahan penggunaan spasi (51.75%) yang diikuti dengan kesalahan ejaan pada tingkat bunyi (28.95%), kesalahan ejaan pada tingkat suku kata (14.04%), dan kesalahan penggunaan tanda baca (5.26%).
In writing Korean, Korean spelling mistakes made by native speakers are still often found. This study focuses on analyzing Korean spelling errors made by members of the group NCT DREAM who are native speakers of Korean. This study aims to explain the Korean spelling mistakes made by Korean native speakers in the NCT DREAM group. The research question raised is how spelling mistakes in Korean writing are made by members of the NCT DREAM group in X posts. The research method used is descriptive analysis research method with qualitative approach. The data source used is the posts of NCT DREAM group members on X from January 2022 to December 2022. The results of the analysis state that the highest error found in the posts of NCT DREAM group members is spacing errors (51.75%) followed by spelling errors at the sound level (28.95%), spelling errors at the syllable level (14.04%), and punctuation errors (5.26%)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library