Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nina Rehana Nataatmadja
Abstrak :
Kehamilan dan persalinan merupakan peristiwa normal pada wanita usia reproduktif, tetapi kehamilan dan persalinan dapat menimbulkan kesakitan bahkan kematian ibu terutama di negara berkembang. Penyebab utama dari kematian ibu di negara berkembang adalah pendarahan, infeksi dan eklampsi yang timbul sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan atau komplikasi penanganannya. Besarnya kematian sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor: umur ibu, paritas, jarak kehamilan, anemi dan status gizi ibu. Faktor-faktor tersebut perlu ditemukan secara dini dan memerlukan penanganan yang baik agar kesakitan dan kematian dapat dicegah. Untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya diantaranya meningkatkan pelayanan antenatal sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan. Untuk mengetahui keadaan pelayanan ibu hamil, maka dilakukan penelitian terhadap petugas pelaksana pelayanan antenatal di Wilayah.Jakarta Timur. Hal yang diteliti adalah Kualitas penjaringan kehamilan risiko tinggi oleh petugas pelaksana ANC dan faktor-faktor yng mempengaruhinya. Dengan menggunakan metoda cross sectional. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah: Petugas yang mempunyai pengetahuan tentang KRT baik 38,2%. Petugas yang mempunyai sikap terhadap KRT baik 64,7%. Petugas yang pernah mendapat pelatihan 61,8%. Petugas yang memdapat dukungan yang baik 45,6%. Petugas yang mempunyai sarana lengkap 82,7%. Dan kualitas penjaringan kehamilan risiko tinggi baik 27,6%. Terdapat hubungan antara pegetahuan petugas tentang KRT, sikap petugas terhadap KRT, pelatihan petugas tentang KRT dan sarana pemeriksaan ibu hamil dengan kualitas penjaringan KRT. Tetapi hanya pengetahuan petugas tentang KRT yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan kualitas penjaringan KRT. Antara dukungan dengan kualitas penjaringan KRT tidak ada hubungan. Saran yang diajukan adalah meningkatkan pengetahuan petugas pelaksana ANC dengan cara pelatihan, meningkatkan pembinaan dan melengkapi sarana pemeriksaan ibu hamil.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Padri H.
Abstrak :
Campak adalah penyakit infeksi virus yang merupakan penyebab utama kematian pada anak di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kabupaten Serang sebagai salah satu wilayah bagian /kota di Indonesia yang memiliki masalah kesehatan yang serius terhadap campak dimana peningkatan imunisasi mencapai lebih dari 90% tahun 1998.

Oleh karena itu, studi ini dianjurkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit campak. Studi dibuat berdasarkan studi kasus kontrol dimana anak umur 15-59 bulan dengan gejala klinis campak (demam dan bercak merah) yang didiagnosa oleh bidan puskesmas sebagai kasus dan anak tanpa gejala klinis campak sebagai kontrol. Data dikumpulkan oleh bidan melalui kuesioner.

Studi menemukan bahwa faktor utama yang berhubungan dengan campak adalah umur ibu (OR 2, 74 95% CI: 1, 28-5, 89) dan pengetahuan ibu (OR 2, 01 95% CI: 1, 17-3, 44).

Studi ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan ibu melalui penyuluhan di Posyandu oleh bidan atau kader desa.
Measles is a viral infectious disease that a main cause of morbidity and mortality in younger children in developing countries such as Indonesia. Serang as one of districts in Indonesia has a serious public health problem with measles in spite of increasing coverage immunization reached more than 90% in 1998.

Therefore, this study is aimed to determine the factors related to measles diseases. The study design was case control study where the children age 15-59 months with clinical symptoms of measles (fever and rash) that diagnosed by midwives of Puskesmas selected as the cases and the children with out clinical symptoms of measles selected as the control. Data were collected by the midwives using questioners.

This study found that factors were significant related to measles are the age of mother (OR 2, 74 95% CI: 1, 28-5, 89) and mothers knowledge (OR 2, 01 95% CI: 1, 17-3, 44).

The study recommends increasing the knowledge of the mothers through health promotion in Posyandu by conducting mother classes.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Said Syuherman S.Y.
Abstrak :
Kabupaten Simeulue masih merupakan daerah endemis penyakit diare, dimana setiap tahun masih terjadi KLB diare dengan jumlah penderita dan Case Fatality Rate (CFR) cukup besar, yaitu berturut-turut tercatat tahun 1997 jumlah kasus 564 orang, dengan kematian sebanyak 18 orang (CFR = 3,19%), tahun 1998 jumlah kasus 1131 orang, kematian sebanyak 23 orang (CFR = 2,03%), tahun 1999 jumlah kasus 186 orang, kematian sebanyak 6 orang (CFR = 3,23%). Hal inilah yang masih merupakan masalah kesehatan di Kabupaten Simeulue, maka salah satu upaya untuk menanggulanginya dengan mengintensifkan kegiatan pencegahan dan penanggulangan penyakit diare. Sehubungan dengan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kinerja puskesmas dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta mengidentifikasikan berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja Puskesmas dalam kegiatan pencegahan dan penanggulangan penyakit diare. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Simeulue, rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional (belah lintang) dan bersifat kuantitatif untuk mendapatkan data deskriptif dan kualitatif untuk menggali informasi secara mendalam tentang kinerja Puskesmas dengan unit analisis petugas Puskesmas yang terdiri atas petugas surveilans, sanitarian dan penyuluh dengan total sampel sebanyak 14 orang. Variabel-variabel yang diteliti meliputi variabel dependen yaitu kinerja Puskesmas dalam kegiatan P2 diare (pengumpulan data, kompilasi data analisis dan interpretasi data, penyajian hasil analisis data, pengiriman laporan W2 dan W1, diseminasi informasi, investigasi KLB diare, pengambilan spesimen yang dirujuk ke laboratorium, pemetaan daerah berpotensi KLB diare. Sedangkan variabel independen adalah vaktor resources (input), faktor proses (process) dan faktor lingkungan. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gambaran kinerja Puskesmas dalam kegiatan pencegahan dan penanggulangan penyakit diare secara umum dapat dikatakan masih kurang baik, dapat terlihat dari komponen-komponen kinerja, dimana sebagian besar menunjukkan hasil yang kurang baik. Hal ini mungkin merupakan pengaruh baik dari faktor resources, proses maupun faktor lingkungan yang terdapat pada masing-masing Puskesmas sehingga mempengaruhi kegiatan pencegahan dan penanggulangan penyakit diare di Puskemas tersebut. Penelitian ini menyarankan kepada pihak Dinas Kesehatan Dati II agar baik meningkatkan perbaikan dalam aspek ketenagaan, sarana, dana serta manajemen khususnya dalam frekuensi dan mutu dari umpan balik, pembinaan, monitoring dan kepada pihak Puskesmas agar lebih memperhatikan khususnya dalam hal pemahaman tugas, insentif, pembinaan rutin, perencanaan, pengorganisasian, pengawasan/penanggulangan, ketepatan waktu pelaporan, analisis data serta penyebarluasan informasi. Sedangkan untuk penelitian selanjutnya, subjek penelitian lebih diperluas dengan metode yang lebih tepat dan variabel yang spesifik serta akurat.
Study on Health Center Synergy in Prevention and Control of Diarrhea at Simeulue DistrictSimeulue District is still an area still affected by diarrhea endemic, where the wide spread diarrhea occurs every year with large Case Fatality Rate (CFR). In 1997, the diarrhea victims were 564 persons with 18 fatalities (CFR = 3.19%). In 1998, the victims were 1131 persons with 23 fatalities (CFR = 2.03%), while last year (1999) the diarrhea victimized 186 persons with 23 fatalities (CFR = 3.23%). These statistics show that, at Simeulue, diarrhea is still the major public health problem. The main effort to cope with this diarrhea problem is to intensify the prevention and control of the disease. With regard to the above mentioned diarrhea problem, this study is to understand the synergy of Health Center and all the factors that affect the synergy. Also, this study is to identify all elements to increase the Health Center synergy in preventing and controlling the diarrhea. This study was performed at Simeulue District. The investigation method used was cross sectional and quantitative in nature to collect descriptive and qualitative data to obtain detailed information regarding the synergy of Health Center. The analyzed units were Health Center surveillance, sanitation and field information personnel. The total number of samples was 14. The variables used consist of dependent and independent variables. The dependent variable includes all Health Center synergy in diarrhea P2 (disease abolishment). The activities consist of several stages. Stage 1: data collecting, data compilation, data analysis and data interpretation. Stage 2: presentation of analyzed data, reports on WI and W2 documents and information deployment. Stage 3: the investigation of the wide spread of diarrhea, specimen sampling (sent to lab) and the mapping of potentially diarrhea endemic area. The independent variables are resources factor, process factor and environment factor. The study determined that the Health Center synergy in preventing and controlling the spread of diarrhea in the area is not very good. The majority of synergy components showed unsatisfactory results that were caused by resources, process and environment factors from each Health Center. These factors affected the diarrhea prevention and control at each Health Center. This study suggests to District Health Office to increase the quality of manpower, infrastructure and management of Health Center. The management of Health Center should be emphasized on follow-ups, supervisory, monitoring, training, self-esteem, planning, organization, control, timely reports and information deployment. The next study in this field should widen the subject of the study with better methods and more accurate variables.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T7818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soenarjo Soejoso
Abstrak :
Kematian bayi umur kurang dari satu tahun 25,2 % disebabkan infeksi saluran napas. Kematian anak Balita umur 1-4 tahun 18,2 % disebabkan infeksi saluran napas. Analisis data sekunder Pneumonia pada Balita di Kodya Jakarta Timur tahun 1994 menyimpulkan angka Case Fatality Rate sebesar 3,3 %. Sedangkan perkiraan angka kematian Pneumonia dari Depkes RI untuk Indonesia tahun 1993 sebesar 6 permil. Berkembangnya tingkat kesakitan dan kematian dari Pneumonia bisa dilihat dari kemampuan ibu memberi perawatan penunjang yang baku, kemampuan keluarga membedakan derajat ISPA Bukan Pneumonia dan Pneumonia, membawa anak mereka lebih awal bagi pengobatan khusus ke tempat pelayanan kesehatan. Apakah Balita yang menderita Pneumonia Berat dan' dirawat di rumah sakit tidak mendapatkan penanganan baku sejak dini sebelumnya di tingkat keluarga dan masyarakat? Jenis penelitian adalah kasus kontrol. Penelitian ini mengambil sampel 45 penderita Pneumonia Berat pada Balita berdomisili di Kodya Jakarta Timur, yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan dan Rumah Sakit Islam Jakarta Timur sebagai kasus, dan 45 penderita Pneumonia yang dirawat jalan di kedua rumah sakit tersebut dan di Puskesmas, alamat Balita di kelurahan yang sama sebagai kontrol. Alpha 0,05; Power of the test 80 %; one sided test. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner mengunjungi alamat Balita. Entry data mengunakan Epi Info 6.0, analisis data menggunakan SPSS for Win. Hasil penelitian adalah bermaknanya hubungan penanganan ISPA di tingkat keluarga dengan kejadian Pneumonia Berat (cOR 2,96; 95 % CI 1,10 r OR < 8,10; p 0,016). Setelah dikontrol dengan imunisasi DPT dan imunisasi Campak pada analisis multivariat, hubungan tersebut tidak bermakna dengan aOR 2,42; (95 % CI: 0,79-7,43; p 0,1237. Variabel konfounder yang dimasukkan dalam model akhir adalah imunisasi DPT dan imunisasi Campak dengan pertimbangan substantif amat diyakini dapat mengganggu hubungan penanganan ISPA terhadap kejadian penyakit Pneumonia Berat; tidak ada variabel interaksi yang memenuhi syarat statistik. Pengaruh variabel utama dan kovariate secara bersama-sama adalah Logit P(x) = - 0,9697 + 0,8821tangan + 0,2256imunDPT - 1,5075imunCPK. Gizi Balita, umur Balita, pengeluaran kepala keluarga, pendidikan responden, pemberian ASI, pemberian vitamin A, riwayat berat lahir, rumah sehat tidak terbukti dapat mengganggu hubungan penanganan ISPA di tingkat keluarga dengan perjalanan penyakit Pneumonia Berat pada Balita di Kodya Jakarta Timur, Januari 1995 - Mei 1996. Saran operasional mengupayakan penurunan kejadian penyakit Pneumonia Berat dengan upaya supervisi pelaksanaan manajemen ISPA oleh petugas di Puskesmas secara teratur dan berkesinambungan, serentak dengan intervensi peningkatan pengetahuan ibu di masyarakat mengenal dan menanganai kasus Pneumonia dengan tepat. Saran penelitian adalah penelitian dengan disain serupa secara incidence cases, namun klasifikasi ditetapkan peneliti, di rumah sakit yang sama, wawancara dengan responden dilakukan saat Balitanya menderita Pneumonia dan Pneumonia Berat. Pembuatan kuesioner didasarkan atas studi ethnografi terlebih dahulu di Kodya Jakarta Timur.
The infant mortality rate which is less than one year is 25,2 % caused by the respiratory tract infection. The mortality of the children of 1-4 years old 18,2 % is due to respiratory tract infection. The secondary data analysis of pneumonia in the Municipality of East Jakarta in 1994 concluded that the case fatality rate is 3.3 %. While the estimate of the pneumonia mortality rate by the Department of Health of the Republic of Indonesia in Indonesia is 0,6 % in 1993. The development of the pneumonia morbidity and mortality can be seen from the mother ability to provide a standardized supporting maintenance, the family ability to differentiate the non pneumonia and the pneumonia of ARI, be motivated to bring their children early for treatment, especially to the health care centre. Do the children that suffered from severe pneumonia and treated in the hospital not received standardize handling early in the family and in the community? This research is a case control. This research sampled 45 severe pneumonia patients among the children under five years old domiciled in the Municipality of East Jakarta, which are in-house nursing in the Persahabatan Public General Hospital and the Islamic Hospital of East Jakarta as the cases, and 45 pneumonia patients which are on out-going nursing in both hospitals and in the community health centre, with children address in the same village as a control. The a = 0.05; power of the test 80 %; one sided test. The data collection is by questionnaire by visiting the children address. The data entry is using Epi Info 6.0, and the data analysis is done by using the SPSS for Win soft-ware. The research proceeding is that there is a significant relationship between the ARI handling in the family level and the incidence of severe pneumonia (cOR 2,96; 95 % CI 1,10 < OR < 8,10; p = 0.016). After controlled with the DPT and measles immunization in the multivariate analysis, the relationship is not significant with aOR 2,42; 95 % CI 0,79 < OR < 7,43; p = 0,1237. The confounder variable included in the final model is the DPT and measles immunization with a substantive consideration, is able to confound the relation-ship of ARI toward the incidence of severe pneumonia; there is no interaction variable which fulfill the statistic criteria. The main variable influence and the covariate collectively is Logit P(x) = - 0.9697 + 0.8821 family care + 0.2256 imunDPT - 1.5075 immun MSL. The children nutrition, the children' age, expenditure of the family, respondent education, breast feeding, vitamin A supplementation, the birth weight record, healthy housing turned out can not confound the ARI handling the family level with the disease history of pneumonia in the children under five years old in the Municipality of East Jakarta, January 1995 - May 1996.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Panduasa
Abstrak :
Konversi pada pengobatan penderita TB paru merupakan tanda keberhasilan pengobatan dan pencegahan penyebaran kuman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh merokok terhadap kegagalan konversi penderita TB Paru. Penelitian ini menggunakan disain kasus kontrol. Kasus adalah penderita yang mengalami kegagalan konversi Sedangkan kontrol adalah penderita yang mengalami konversi. Hasil akhir didapatkan penderita dengan riwayat merokok sebelum pengobatan mendapatkan rasio odds 4,92 kali (CI95% 1,6-14,51) terjadi kegagalan konversi dan penderita yang merokok pada saat pengobatan tuberkulosis mendapatkan rasio odds 13,77 kali (CI 95% 4,6-41,01) terjadi kegagalan konversi setelah dikontrol umur, keteraturan berobat, penyakit diabetes melitus. Maka penderita tuberkulosis perlu berhenti merokok selama pengobatan. ......Conversions is a sign of the success of the treatment and prevention of the spread of germs. This study aimed to determine the effect of smoking on conversion failure patients with pulmonary TB. This study used a case-control design. Cases were patients who experienced failure of conversion while controls were patients who experienced conversion. The final results obtained patients with a history of smoking prior to treatment to get an odds ratio of 4.92 times (CI95% 1.67 to 14.51) conversion failure and patients who smoked at the time of treatment for tuberculosis getting odds ratio 13.77 times (95% CI 4 0.62 to 41, 01) conversion failure after controlling age, regularity of treatment, disease diabetes mellitus. So tuberculosis patients have to stop smoking during tuberculosis treatment.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Januar Tree Kencana
Abstrak :
Penyakit difteri disebabkan oleh infeksi corynebacteritum diphteriae merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius karena seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di berbagai negara maupun belahan dunia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada tahun 2017 telah terjadi KLB difteri di 20 propinsi dan 95 kabupaten / kota di Indonesia, termasuk Propinsi Banten dan salah satunya adalah di Kabupaten Serang. Di kabupaten Serang Status imunisasi dan statu gizi masyarakat masih menjadi masalah kesehatan, Cakupan imunisasi yang masih rendah di beberapa Desa dalam kecamatan dan status gizi buruk masih ditemukan, oleh karenanya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan status imunisasi dan status gizi dengan kejadian difter! pada KLB di kabupaten Serang Propinsi Banten Tahun 2017-2018. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol dimana variabel penelitiannya adalah status imunisasi dan status gizi serta variabel kovariat yaitu lingkungan fisik tempat tinggal, pengetahuan dan riwayat bepergian. Berdasarkan hasil penelitian secara multivariat dengan menggunakan regresi logistik di dapatkan hasil bahwa status imunisasi mempunyai OR : 3,777 95% CI = 1.48 -9.60 P Value 0.005 sedangkan Status Gizi memiliki OR : 1,23 90% CI = 0.44 — 3,41 P Value 0,680 setelah dikontrol dengan Variabel Umur, Jenis Kelamin, Pengetahuan, Riwayat Bepergian, lingkungan fisik Rumah, pencahayaan alami, Kelembaban dan kepadatan Hunian. ......Background: Diphtheria as a one of the most contagious diseases that can be prevented by immunization (VPD) is still a serious health problem because it often causes outbreak in various countries including Indonesia. Based on data from the Ministry of Health of the Republic of Indonesia, during 2017 there have been diphtheria outbreaks in 20 provinces and 95 regency/cities including Serang Regency.This study aims to determine the relationship between immunization and nutritional status with the diphtheria outbreaks in Serang Regency of Banten Province in 2017-2018. Methods: This study was an analytic study using case control design with 172 respondents consisting of 43 cases and 129 controls. Logistic regression analysis was performed to obtain an estimate of the relationship between immunization and nutritional status with diphtheria after controlled covariate variables. Result: Proportion of immunization and good nutrition in the case is lower than in control. Immunization and nutrition in both cases were 51.2% and 76.7% while in controls were 77.5% and 81.4%. The association (OR) between immunization status and diphtheria was 3.78 (95% CI: 1.48-9.60) after controlling to age, room density and natural house lighting while the association (OR) between nutritional status and diphtheria was 1.23 (95% CI: 0.44-3.41) after controlling to age, knowledge, humidity, and immunization status. Conclusions: The proportion of immunization in diphtheria cases is still low. Nonimmunization status are at risk for diphtheria 3.78 times. The Health Office is expected to conduct routine monitoring and evaluation of basic immunization programs, especially in areas with low coverage and provide information to the community about diphtheria, including factors such as immunization, nutrition, and the physical environment of the house.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inggariwati
Abstrak :
ABSTRAK
Awal tahun 2019 terjadi peningkatan insiden DBD di hampir seluruh wilayah Indonesia. Data 2014-2015 menunjukkan DKI Jakarta selalu memiliki IR DBD di atas angka Nasional. Pola peningkatan IR DBD di DKI Jakarta sangat bervariasi antar Kelurahan, beberapa Kelurahan mengalami peningkatan kasus sangat tinggi sementara Kelurahan lain justru turun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan IR DBD per Kelurahan periode Januari-Mei 2019. Jenis penelitian observasional analitik dengan disain cross sectional. Hasil penelitian mendapatkan model fit multivariat memuat 3 variabel yang mempengaruhi peningkatan IR DBD per Kelurahan, yakni Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan nilai Prevalens Rasio (PR) 1,66 (95% CI= 1,14-2,41), IR DBD sebelumnya, PR 0,60 (95% CI = 0,42-0,86) dan proporsi umur 6-17 tahun PR sebesar 1,52 (95% CI= 1,06-2,16). Untuk mencegah peningkatan IR DBD tingkat Kelurahan maka ABJ perlu ditingkatkan minimal 90-95% dan dipertahankan bagi yang telah mencapai ≥ 95% melalui upaya pokok pengendalian vektor DBD yakni dengan melaksanakan kegiatan PSN 3 M Plus dan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J), pihak Sekolah perlu dilibatkan dalam gerakan PSN ini sebab proporsi usia Sekolah SD sd SMA yang tinggi berperan dalam peningkatan IR DBD, Dinas Kesehatan beserta jajarannya perlu memberikan feed back pelaporan DBD kepada masyarakat dan lintas sektor di tingkat Kelurahan secara rutin agar masyarakat dan aparat Kelurahan senantiasa waspada terhadap potensi peningkatan kasus DBD di wilayahnya, untuk menjaga kualitas PE DBD hendaknya senantiasa mendapat pembinaan dari Dinkes dan Sudinkes.
ABSTRACT
Beginning 2019 year the incidence of dengue was increase in almost all of regions in Indonesia. Data from 2014 to 2015 shows that DKI Jakarta always has a DHF incidence rate above the national rate. The pattern of increasing DHF IR in DKI Jakarta varies greatly among urban villages, some urban villages have experienced very high increase in cases while other urban villages have actually declined. This study aims to determine the factors associated with an increase in DHF Incidence Rate by urban village in the period January to May 2019. This research is an analytic observational type with cross sectional design. The results get a multivariate fit model containing 3 variables that affect the increase in DHF per village, namely larvae free rate (ABJ) with a Prevalence Ratio (PR) 1.66 (95% CI = 1.14-2.41), DHF Incidence Rate previously, PR was 0.60 (95% CI = 0.42-0.86) and the proportion of ages 6-17 years of PR was 1.52 (95% CI = 1.06- 2.16). To prevent an increase in DHF at the Village level, the ABJ needs to be increased by at least 90-95% and maintained for those who have reached ≥ 95% through the main efforts to control the DHF vector, namely by carrying out the activities of the PSN 3M Plus and Movement 1 House 1 Larva Monitor (G1R1J), parties Schools need to be involved in this PSN movement because a high proportion of elementary school age to senior high school plays a role in increasing DHF Incidence Rate, the Health Office and its staff need to provide DBD reporting back to the community and cross-sectoral at the urban village level regularly so that the community and village's officials are always on the lookout for the potential increase in dengue cases in their region, to maintain the quality of DHF Epidemiological Investigation should always receive guidance from the Public Health Office of DKI Jakarta Provincial.
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matelda Rumatora
Abstrak :
Chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Kejadian luar biasa chikungunya baru per-tama terjadi di Dusun Mentubang Desa Harapan Mulia Kabupaten Kayong Utara. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan den-gan kasus chikungunya pada kejadian luar biasa di Dusun Mentubang. Metode yang digunakan yaitu rancangan kasus kontrol dengan jumlah kasus dan kontrol masing-masing sebanyak 65. Faktor yang diteliti yaitu umur, jenis kelamin, pen-didikan, pekerjaan, pengetahuan, kebiasaan melaksanakan PSN, kebiasaan meng-gunakan obat anti nyamuk, kebiasaan memakai kelambu, kebiasaan menggantung pakaian, keberadaan barang bekas penampung air hujan, keberadaan jentik nya-muk dalam kontainer dan penggunaan kasa pada ventilasi rumah. Sampelnya ada-lah penduduk yang menderita gejala utama demam, ada bercak kemerahan di permukaan kulit dan nyeri sendi. Sedangkan kontrolnya adalah penduduk yang tidak mengalami gejala chikungunya. Pengumpulan data melalui wawancara dan pengamatan. Hasil penelitian diperoleh dua faktor berhubungan dengan kejadian chikungunya yaitu kebiasaan menggunakan kelambu dengan OR=4,171 (95%CI=1,5-11,2) dan kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar dengan OR=2,977 (95%CI=1,2-6,8). Faktor dominan pada kejadian chikungunya adalah kebiasaan menggunakan kelambu. Disarankan kepada penduduk dusun Mentu-bang membiasakan menggunakan kelambu saat tidur siang atau tidur malam agar terhindar dari gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. ......Chikungunya is caused by the chikungunya virus is transmitted by the mosquito Aedes Aegypti and Aedes albopictus. Chikungunya outbreak first occurred in Hamlet Mentubang Harapan Mulia village North Kayong District. The study was conducted to determine the factors associated with chikungunya cases in outbreaks in hamlet Mentubang. The method used the case control design with a number of cases and controls each of 65. Factors studied were age, sex, educa-tion, occupation, knowledge, habits implement PSN, the habit of using anti-mosquito,mosquito net use habits, the habit of hangingclothes, the presence of rainwater used goods, the presence of mosquito larvae in containers and the use of gauze on ventilation home. Sample is the main symptom of people suffering from fever, there are patches of redness on the surface of the skinand joint pain. While the controls are residents whodo not experience symptoms of chikungunya. Data collection through interviews and observations. The results obtained by two factors related to occurrence of chikungunya is the habit of using bed nets (OR = 4.171 95% CI = 1.5to11.2) and the habit of hanging clothes in the room (OR =2.977 95% CI = 1.2 to 6.8). Dominant factor in the incidence of chikungunya is the habit of using mosquito nets. It is to familiarize Mentubang villagers use mosquito nets when sleeping day or night to avoid mosquito bites of Aedes aegypti and Aedes Albopictus.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
T29013
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Agus Setia Budi
Abstrak :
ABSTRAK
Campak atau kerumut dalam bahasa Banjar adalah salah satu penyakit infeksi yang dapat di cegah dengan imunisasi dan masih masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini secara umum menyerang anak usia dibawah lima tahun (balita) yang di sebabkan oleh virus morbili. Di Kota Banjarmasin meskipun keberhasilan cakupan imunisasi campak telah mencapai lebih dari 90%, dan kelurahan yang telah mencapai UCI sebanyak 51 kelurahan, namun demikian berdasarkan laporan surveilans dinas kesehatan kota Banjarmasin selama 2011 dilaporkan telah terjadi kejadian luar biasa kasus campak sebanyak 5 kali, dengan 147 kasus. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian campak pada anak usia 0?59 bulan di Kota Banjarmasin Tahun 2011. Untuk itu digunakan pendekatan desain kasus kontrol. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor utama yang berpengaruh terhadap kejadian campak pada anak usia (0?59 bln) adalah pendidikan Ibu (OR= 13,88), pendidikan bapak (OR =6,33), status imunisasi campak (OR= 4,64), umur anak (OR=2,46), sedangkan faktor yang bersifat protektif adalah vitamin A (OR=0,34), dan penghasilan keluarga (OR=0,18). Penelitian ini menyimpulkan bahwa anak yang di imunisasi campak mempunyai orang tua yang berpendidikan baik, berpenghasilan cukup dan mendapat vitamin A dua kali dalam setahun dapat mengurangi angka kejadian campak. Dari hasil penelitian ini disarankan untuk memperbaiki kebenaran cakupan imunisasi, memberikan pelatihan safe injection dan cold chain bagi petugas pelaksana di puskesmas, penyuluhan kesehatan dengan bahasa daerah, pemberian vitamin A dan memberikan prioritas peningkatan program pada daerah dengan tingkat pendidikan Ibu dan Bapak yang rendah, serta berpenghasilan kurang sebagai sasaran di Kota Banjarmasin untuk menurunkan angka kejadian campak pada anak (0-59 bulan).
ABSTRACT
Measles or kerumut in Banjar is one of the infectious diseases that can be prevented by immunization and health in Indonesia is still a problem. This disease generally attacks children under five years of age (infants) which is caused by a virus morbili. In the city of Banjarmasin despite the success of measles immunization coverage has reached more than 90%, and the village which has reached as many as 51 villages UCI, however, based on surveillance reports Banjarmasin city health department is reported to have occurred during the 2011 outbreak of measles cases as much as 5 times, with 147 case. The study aims to determine the factors associated with the incidence of measles in children aged 0-59 months in the city of Banjarmasin in 2011. For that use case-control design approach. The results showed that the main factors that influence the incidence of measles in children aged (0-59 months) is the mother of education (OR = 13.88), the father of education (OR = 6.33), measles immunization status (OR = 4.64 ), age of child (OR = 2.46), whereas protective factors are vitamin A (OR = 0.34), and family income (OR = 0.18). This study concluded that children who have measles immunization in the elderly are well educated, and have income sufficient vitamin A twice a year can reduce the incidence of measles. From these results it is advisable to fix the truth of immunization coverage, providing safe injection training and cold chain for executive officers at the health center, health education in local languages, provision of vitamin A and gives priority to improve the program in areas with high levels of education are low mother and father, as well as earn less as a target in the city of Banjarmasin to reduce the incidence of measles in children (0-59 months).
2012
T30631
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harisnal
Abstrak :
ABSTRAK
Infeksi virus dengue masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia saat ini termasuk di Kota Banjarmasin dengan angka kematian yang tinggi, Tahun 2011 dilaporkan CFR 8,3% dimana sebagian besar pasien DBD ini dirawat di RSUD ULIN dan RSUD Ansari Saleh Banjarmasin, sementara penegakkan diagnosis sering sulit, apalagi dalam menilai apakah pada akhirnya akan terjadi shock (Dengue Shock syndrome) atau tidak. Peningkatan hematokrit, penurunan angka trombosit, leukosit dan serta perilaku pasien sebelum dirawat (lamanya sakit, rujukan) biasanya terjadi sebelum demam turun dan sebelum terjadinya shock. Hal ini merupakan diagnostik yang penting dan prognosis yang berharga dalam mendeteksi Dengue Shock Syndrome. Sehingga dengan mengetahui faktor resiko ini dapat mencegah/ mengurangi kematian Metode: Penelitian bersifat observasional dengan disain kasus kontrol. Kasus adalah penderita yang didiagnosis DSS berdasarkan diagnosis dokter yang merawat. Sedangkan kontrol adalah penderita yang didiagnosis sebagai tersangka DBD oleh dokter yang merawat. Data penelitian diperoleh dari data rekam medis dan formulir Kewaspadaan Dini Rumah Sakit (KD-RS) yang dirawat di RSUD ULIN dan RSUD Ansari Saleh dalam periode bulan April 2010 sampai Maret 2012. Rancangan analisis ditujukan untuk memperoleh nilai Odds Ratio (OR) dilanjutkan dengan multivariat analisis untuk mengetahui faktor risiko yang dapat mendeteksi DSS sejak dini. Hasil Penelitian: Variabel yang signifikan secara statistik dan di masukkan ke dalam prediksi model akhir adalah Jenis Kelamin perempuan (OR=3,250 95% CI=1,178-8,970), hematokrit ≥25,97% (OR=7,86 95% CI=2,748-22,500) , leukosit ≤ 4764,47 (OR=3,826 95% CI=1,375-10,647), lama sakit ≥4 hari (OR=3,146 95% CI=1,179-8,397) dan rujukan dari puskesmas (OR=4,543 95% CI=1,700-12,139).Variabel yang paling dominan yang berhubungan dengan kejadian Dengue shock syndrome adalah hematokrit. Dari hasil tersebut disarankan agar tenaga kesehatan dan akademisi perlu meningkatkan standar pelayanan penyakit yang lebih efektif dan efesien yang berisiko terjadinya Dengue Shock Syndrome.
ABSTRACT
DHF is still a health problem in Indonesia is currently included in Banjarmasin city with a high mortality rate in 2011 was reported CFR 8.3% where the majority of dengue patients are treated at the Ulin Hospital and Ansari Saleh Hospital Banjarmasin, while the diagnosis is often difficult, especially in assessing whether it will eventually happen shock (dengue shock syndrome) or not. This is an important diagnostic and prognostic value in the detection of Dengue Shock Syndrome. So that by knowing these risk factors can prevent / reduce mortality. Methods: The study is an observational with case-control design. Cases are those who hospitalized and diagnosed as suspect Dengue haemorrhagic fever by clinicans using WHO criteria.Controls are those who hospitalized and diagnosed as suspect Dengue Haemorrhagic fever by the clinicans. Data were collected from medical records and (KD-RS) are treated in Ulin Hospital and Ansari Saleh Hospital in the period from April 2010 until March 2012. Analysis design is done to obtain Odds Ratio (OR) and followed by using multivariate logistic regression to determine risk factors that can detect early DSS. Consclusion: The significant variables in statistic manner and put into the final model predictions are increasing Female sex (OR=3,250 95% CI=1,178-8,970), haematocryt ≥25,97% (OR=7,86 95% CI=2,748-22,500) leukopenia ≤4764,47 (OR=3,826 95% CI=1,375-10,647), lengh of hospital ≥4 days (OR=3,146 95% CI=1,179-8,397) and referrals from Health centers (OR=4,543 95% CI=1,700- 12,139). From these results it is suggested that health professionals and academics need to improve service standards diseases more effectively and efficiently at risk of Dengue Shock Syndrome.
2012
T30786
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>