Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meryanne Elisabeth S.
Abstrak :
Latar belakang : Etiopatogenesis karsinoma nasofaring (KNF) sampai sekarang masih terus diselidiki. Faktor yang dianggap sebagai penyebab timbulnya KNF antara lain virus Epstein-Barr (VEB), faktor genetik dan faktor lingkungan. Latent Membrane protein 1 (LMP1) sebagai produk protein pada fase laten infeksi VEB diduga mempunyai peranan mulai dari lesi prakanker sampai terjadinya KNF. Penelitian ini mencoba menganalisis ekspresi LMP1 pad a epitellesi prakanker nasofaring dan ekspresi LMP1 KNF. Ruang lingkup dan cara penelitian : telah dilakukan penelitian potong lintang pada 16 kasus lesi prakanker nasofaring dan 16 kasus KNF yang berasal dari pasien yang sama, dari Bagian Patologi Anatomik FK UII RSUPN eM selama 4 tahun (1997-2000) dengan melihat umur, jenis kelamin dan tipe histologik. Selanjutnya dilakukan pulasan imunohistokimia LMP1 pada kedua lesi tersebut dengan metode streptavidin-biotin. Kemudian dinilai intensitas pewarnaan LMP1 baik pad a lesi prakanker maupun pada KNF dan frekuensi epitel yang terpulas pada lesi prakanker dan lesi KNF. Skor didapatkan dari hasil penjumlahan intensitas dan fre!
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2001
T58976
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ros Nirmawati
Abstrak :
Latar Belakang : Sarkoma sinovial adalah sarkoma jaringan lunak derajat tinggi. Modalitas terapi yang ada saat ini belum cukup memuaskan sehingga mendorong perlunya modalitas terapi baru, yaitu imunoterapi yang menargetkan NY-ESO-1 yang diekspresikan oleh sel tumor. Dalam penelitian, perbedaan ekspresi imunohistokimia NY-ESO-1 pada sarkoma sinovial dan diagnosis bandingnya yaitu malignant peripheral nerve sheath tumor (MPNST) dan dermatofibrosarcoma protuberans (DFSP) akan diteliti. Bahan dan Cara Kerja : Penelitian analitik potong lintang dilakukan terhadap 28 kasus sarkoma sinovial, 10 kasus MPNST dan 17 kasus DFSP yang berasal dari Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM selama Januari 2013 sampai Juni 2019. Dilakukan pulasan NY-ESO-1 pada ketiga kelompok dan dikategorikan sebagai positif apabila terpulas pada lebih dari 50% sel tumor dengan intensitas positif sedang sampai kuat. Hasil : Ditemukan perbedaan bermakna ekspresi NY-ESO-1 pada kelompok sarkoma sinovial (18/28), MPNST (2/10) dan DFSP (1/17) (p<0,001). Pada analisis lebih lanjut sarkoma sinovial memiliki ekspresi NY-ESO-1 lebih tinggi secara signifikan terhadap MPNST (OR 7,2; p = 0,016; power  68,7%) dan terhadap DFSP (OR 28.8; p<0,001; power 98,9%). Kesimpulan : Sarkoma sinovial yang mengekspresikan NY-ESO-1 berpotensi untuk mendapat pemberian imunoterapi. Terdapat perbedaan ekspresi imunohistokimia NY-ESO-1 pada sarkoma sinovial terhadap MPNST dan DFSP.
Background : Synovial sarcoma is a rare high grade soft tissue sarcoma. Nowdays, the available therapeutic modalities has not given a satisfactory result yet. Currently, there is a promising therapeutic strategy through immunotherapy targeting NY-ESO-1 which is expressed on tumor. The aim of this study was comparing NY-ESO-1 immunoexpression between synovial sarcoma and its histologic mimics i.e. malignant peripheral nerve sheath tumor (MPNST) and dermatofibrosarcoma protuberans (DFSP) Material and Methode : A cross sectional study was done in 28 cases of synovial sarcoma, 10 cases of MPNST and 17 cases of DFSP from archieval material in Department Anatomical Pathology, FMUI/RSCM from January 2013 to June 2019. Immunohistohemical stainning was performed using an antibody NY-ESO-1 and it was described positive if it was expressed in more than 50% of tumor with moderate to strong positive intensity. Results : There is a significant difference p<0,001) in NY-ESO-1 immunoexpression among synovial sarcoma (18/28), MPNST (2/10) and DFSP (1/17). Furthermore, synovial sarcoma showed a significantly higher immunoexpression compared to MPNST (OR 7,2; p = 0,016; power 68,7%) and DFSP (OR 28,8; p<0,001; power 98,9%). Conclusion : Synovial sarcoma showed a higher expression of NY-ESO-1 thus makes it as a good candidates for immunotherapy. There are differences in the expression of NY-ESO-1 in synovial sarcoma against MPNST and DFSP.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Didi Hertanto
Abstrak :
Angka kejadian fraktur yang masih cukup tinggi, diikuti komplikasi berupa nonunion akan menimbulkan berbagai masalah selama proses penyembuhan yang berujung pada tingginya biaya kesehatan. Berbagai tindakan pencegahan perlu diberikan berdasarkan faktor-faktro yang dapat mempengaruhi penyembuhan tulang. Penelitian ini adalah studi eksperimental dengan pemberian soybean pada tikus sparaque dawley dengan patah tulang femur yang terbagi atas kelompok A/kontrol, kelompok B/25 mg, dan kelompok C/50 mg. Evaluasi dilakukan dengan radiologi dan histopatologi. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada evaluasi radiologi pada ketiga kelompok. Didapatkan perbedaan yang bermakna pada evaluasi histopatologi pada kelompok C dibandingkan kelompok lainnya
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013;
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novianti Supriatna
Abstrak :
Komplikasi penyakit perlemakan hati non-alkoholik (PHNA) ditemukan pada 67% populasi memenuhi kriteria sindrom metabolik. Acalypha indica L. (AI) adalah herbal yang telah diketahui memiliki efek anti-oksidan, dan anti-inflamasi. Penelitian ini bertujuan membuktikan efek AI terhadap mekanisme pertahanan imun yang dibawa. Penelitian dilakukan dengan molecular docking terhadap senyawa AI pada TLR9, NFκB, TNFα, dan perubahan histopatologik hati. Model hewan steatohepatitis pada tikus Sprague-Dawley didapat dari induksi diet tinggi fruktosa, dan kolesterol (DTFK) selama 12 minggu. Terapi diberikan selama 8 minggu. Dua puluh lima tikus dibagi ke dalam 5 kelompok: Normal (K1), DTFK (K2), DTFK+AI, 400 mg (K3), kombinasi AI, 400 mg +gemfibrozil (Gem) 31 mg (K4) dan Gem 31 mg (K5) masing-masing per kgBB. Molecular docking untuk mengidentifikasi interaksi antara molekul hidrogen senyawa AI dengan residu asam amino TLR9, NFκB, TNFα. Perubahan morfologi hati dinilai dengan cara skoring. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji Kruskall Wallis post hoc Mann Whitney, dilanjutkan dengan uji korelasi Spearman. Hasil molecular docking menunjukkan, selain senyawa flavonoid, ditemukan senyawa alkaloid beta-sitosterol, dan stigmasterol yang dapat berikatan dengan ketiga marker inflamasi dengan nilai binding energy terbaik. Senyawa lain dasycarpidan-1-methanol, acetate (ester), fenofibrate, quinine. Pemberian AI menurunkan hipertrofi (p=0,031), steatosis makrovesikular (p=0,018), fokus inflamasi (p=0,005). Pemberian AI juga menurunkan ekspresi TLR9 (p=0,009), NFκB (p=0,009), TNFα (p=0,009), akan tetapi tidak sebaik pemberian kombinasi AI+Gem. ......Complications of non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) include 67% of the criteria for metabolic syndrome. Acalypha indica L., (AI) which is one of a herbal plant had been known as anti-oxidant and anti-inflammatory effects. The effect of AI for therapy investigated by looking of the immune defense mechanisms. This researched was assessed by molecular docking approached on TLR9, NFκB, TNFα expression and liver morphological changes. Animal models of steatohepatitis were collected from high- fructose and cholesterol diet (HFCD) of Sprague-Dawley rats for 12 weeks and followed by therapy for 8 weeks. There were 5 groups from twenty five researched rats, include normal group (K1), HFCD group (K2), HFCD group supplemented with 400 mg Acalypha indica L. (K3), combination between 400 mg AI.+gemfibrozil (Gem) 31 mg (K4) and Gem 31 mg/kg (K5) in kgBW, respectively. The results of molecular docking were carried out by assessing the interaction between hydrogen molecules of AI compounds and amino acid residues in TLR9, NFκB, TNFα. Morphological changes were assessed by scoring system. Statistical analyzed used Kruskall Wallis with post hoc Mann Whitney test continued by Spearman correlation test. The molecular docking analysis showed that, an alkaloid compounds were found besides the flavonoid compounds that can bind to the binding pocket of inflammatory markers with the best binding energies. Other compounds, there are dasycarpidan-1-methanol, acetate (ester), fenofibrate and quinine. Supplementation of AI would reduced hypertrophy (p=0.031), macrovesicular steatosis (p=0.018), inflammation foci (p=0.005) and also decreased of TLR9 (p=0.009), NFκB (p=0.009), TNFα (p=0.009) expression, but not as good as the combination of AI+Gem.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amila Tikyayala
Abstrak :
Latar Belakang: Luka bakar masih menjadi masalah kesehatan yang berat khususnya di Indonesia. Pada kasus luka bakar mayor, penutupan luka sementara dengan menggunakan xenograft terbukti memberikan keuntungan. Akan tetapi tidak semua jenis xenograft tersedia akibat latar belakang kultur, biaya, dan agama disamping tampilan bersisik pada jenis xenograft ikan tilapia yang kurang estetik. Patin siam (Pangasius hypophthalmus) adalah ikan tidak bersisik yang memiliki banyak kandungan kolagen tipe I. Studi ini bertujuan untuk melakukan komparasi kulit ikan patin siam terhadap kulit ikan tilapia dan babi yang telah umum dijadikan material xenograft pada luka bakar. Metode: Studi ini merupakan studi eksperimental menggunakan sembilan sampel berbeda dari kulit ikan patin siam, ikan tilapia, dan babi. Setiap sampel dilakukan preparasi dan dilakukan evaluasi secara histologi dengan menggunakan pewarnaan hematoxylin-eosin stained. Dilakukan dokumentasi dan analisa pada tampilan makroskopik dan mikroskopik setiap sampel. Hasil: Tampilan makroskopik kulit ikan patin siam menggambarkan kulit yang tidak berbulu, tidak bersisik, berwarna hitam – perak, dan memiliki ketebalan yang moderat. Tampilan mikroskopik kulit ikan patin siam memiliki ketebalan epidermis (8.49±1.60 μm) yang berbeda secara signifikan terhadap ikan tilapia (2.18±0.37 μm; p<0.001) dan babi (42.22±14.85 μm; p=0.002). Ketebalan dermis kulit ikan patin siam (288.46±119.04 μm) menyerupai ikan tilapia (210.68±46.62 μm; p=0.783) namun berbeda signifikan terhadap babi (1708.44±505.12 μm; p<0.001). Integritas dan susunan kolagen ikan patin siam serupa dengan tilapia berdasarkan penilaian histologi semi-kuantitatif (p>0.05). Kesimpulan: Ikan patin siam memiliki tampilan makroskopik dan tampilan mikroskopik yang dapat dibandingkan dengan ikan tilapia; tampilan makroskopik lebih halus, epidermis lebih tebal, dan tebal dermis yang serupa. Oleh karena itu, kulit ikan patin siam dipercaya dapat menjadi materi xenograft. Studi lanjutan diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas dan kelayakan xenograft patin siam dalam tata laksana luka bakar. ......Background: Burn injury remains a health problem, specifically in Indonesia. In major burns, xenograft had been proved to be useful as temporary wound coverage. However, some xenografts are not widely available due to cultural, financial, and religious backgrounds or have unesthetic appearance, such as scaly appearance of tilapia fish xenograft. Striped catfish (Pangasius hypophthalmus) is a scaleless fish that has abundant type 1 collagen. This study aimed to compare striped catfish skin to commonly used xenograft (Nile tilapia and porcine skin) as xenograft material for burn wound. Methods: In this experimental study, nine different skin samples of striped catfishes, Nile tilapias, and porcines were prepared and histologically examined using hematoxylin- eosin stained samples. Macroscopic and microscopic features of each samples were documented and analysed. Results: The macroscopic skin appearances of striped catfishes were hairless and scaleless with black-silver color and moderate thickness. As for microscopic features, the epidermal thickness of striped catfish’s skin (8.49±1.60 μm) was significantly different to both Nile tilapia (2.18±0.37 μm; p<0.001) and porcine skin (42.22±14.85 μm; p=0.002). The dermal thickness of striped catfish’s skin (288.46±119.04 μm) was similar to Nile tilapia (210.68±46.62 μm; p=0.783) but differs significantly to porcine skin (1708.44±505.12 μm; p<0.001). The integrity and collagen organization of striped catfishes was also similar to tilapia based on semi-quantitative histology scoring system (p>0.05). Conclusion: Striped catfishes had potential macroscopic appearance and comparable microscopic features to Nile tilapia; smoother macroscopic appearance, thicker epidermis, and similar dermis thickness. Therefore, we believe it can be potentially used as a xenograft material. Further studies are required to evaluate the effectiveness and feasibility of striped catfish xenograft in burn wound management.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Anggraini
Abstrak :
Pseudotumor orbita merupakan inflamasi orbita nonspesifik yang menyerupai tumor tanpa diketahui penyebabnya. Patogenesis sampai saat ini belum diketahui tetapi inflamasi kronik diduga sebagai dasar terjadinya pseudotumor orbita. Terapi utama pseudotumor orbita adalah kortikosteroid. Namun, angka keberhasilan yang rendah dan angka kekambuhan yang tinggi serta angka kegagalan terapi yang tinggi menjadi masalah pada tatalaksana pseudotumor orbita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor prediksi kekambuhan pseudotumor orbita dari segi klinis, histopatologi, serta jumlah sel mast, ekspresi IgG4, TNF-alpha;±, dan TGF-β.
Penelitian dilaksanakan dengan metode potong lintang dengan jumlah sampel 50 kasus yang terdiagnosis sebagai pseudotumor orbita berdasarkan histopatologi. Data klinis diambil dari rekam medis, selanjutnya pada blok parafin dilakukan pemeriksaan hematoksilin-eosin dan imunohistokimia (anti-mast cell tryptase antibody, antibodi IgG4, TNF-α, dan TGF-β). Karakteristik klinis yang berhubungan dengan kekambuhan adalah proptosis (p = 0,012), penurunan visus terkait penyakit (p = 0,010), massa di kelopak dan/atau konjungtiva (p = 0,007), hambatan gerak (p = 0,034), lokasi (p = 0,002), dan tatalaksana (p = 0,002). Jenis histopatologi serta jumlah sel mast, ekspresi IgG4, TNF-α, dan TGF-β tidak bermakna memengaruhi kekambuhan (p > 0,05). Ekspresi TGF-β antara tipe limfoid dan tipe sklerosis berbeda secara bermakna (p = 0,011). Ekspresi TGF-β pada tipe limfoid (33*,3 ± 12 sel/LPB) lebih tinggi daripada tipe sklerosis (21,2 ± 9,4 sel/LPB). Kesimpulan: Lokasi dan tatalaksana pseudotumor orbita dapat dijadikan faktor prediksi kekambuhan pseudotumor orbita. Terdapat perbedaan ekspresi TGF-β pada tipe limfoid dan sklerosis. ......Orbital pseudotumor is a non-specific orbital inflammation that resembles a tumor with unknown cause. Pathogenesis has not yet been known but chronic inflammation is thought to be the basis for orbital psedotumor. The main therapy for orbital pseudotumor is corticosteroids. However, low success rates, high rates of recurrence and high rates of treatment failure are problems in the management of orbital pseudotumors. The study aims to determine the predictive factors for recurrence of orbital pseudotumor in terms of clinical, histopathological, mast cell count, expression of IgG4, TNF-α, and TGF-β. This study was cross-sectional in design. The subjects consisted of 50 patients with histopathology-proven orbital pseudotumor. Clinical data was taken from medical records and paraffin-embedded tissue blocks were sectioned and evaluated by histology and immunohistochemistry using anti-mast cell tryptase, IgG4, TNF-α, and TGF-β antibodies. The clinical characteristics associated with recurrence were proptosis (p = 0.012), related disease visual impairment (p = 0.010), mass in the palpebra and/or conjunctiva (p = 0.007), extraocular movement limitation (p = 0.034), location (p = 0.002), and treatment (p = 0.002). Histopathological type and mast cell tryptase count, expression of IgG4, TNF-α, and TGF-β did not significantly affect recurrence (p > 0.05). TGF-β expression between lymphoid type and sclerosing type was significantly different (p = 0.011). TGF-β expression in lymphoid type (33.3 ± 12 cell/LPB) was higher than sclerosing type (21.2 ± 9.4 cells/LPB). Conclusion: Location and treatment of orbital pseudotumor can be used as predictive factor of recurrent orbital pseudotumor. There are differences in TGF-β expression on lymphoid and sclerosing type.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Filipus Dasawala
Abstrak :
Kemoterapi neoajuvan (KNA) merupakan salah satu modalitas terapi pada kanker payudara lanjut lokal (KPD-LL). Beberapa studi telah menunjukkan KNA dapat meningkatan kesintasan keseluruhan bila didapatkan respons patologis komplet, namun efektifitasnya dihambat oleh kemoresistensi yang dapat dimediasi oleh P-glycoprotein (Pgp). Tujuan dari studi ini adalah untuk mengkaji hubungan antara ekspresi Pgp dengan respons terhadap KNA pada pasien KPD-LL. Studi kohort prospektif multisentra dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RSUD Koja pada periode September 2018 sampai Mei 2019. Analisis imunohistokimia dilakukan pada sampel biopsi untuk menilai ekspresi Pgp secara semikuantitatif. Respons klinis dinilai pascakemoterapi tiga siklus dengan menggunakan kriteria WHO. Subjek yang dinilai operabel pascaKNA menjalani operasi mastektomi radikal modifikasi. Respons patologis dinilai pada spesimen bedah dengan menggunakan kriteria Miller-Payne. Pgp didapatkan positif pada 21/27 subjek (77,8%) dan lemah/negatif pada 6/27 subjek (22,2%). Respons patologis komplet hanya didapatkan pada satu pasien dengan Pgp negatif. Tidak ada perbedaan secara statistik antara subjek dengan Pgp positif dan Pgp negatif dalam hal respons klinis maupun respons patologis. Hasil studi ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien KPD-LL mengekspresikan Pgp, namun Pgp tidak dapat digunakan sebagai prediktor respons terhadap KNA, baik klinis maupun patologis. ......Neoadjuvant chemotherapy (NACT) is one of the modalities used to treat locally advanced breast cancer (LABC). Studies have shown that it can improve overall survival if pathological complete response is achieved, but it is impeded by chemoresistance of which can be mediated by P-glycoprotein (Pgp). The aim of this study is to explore the association between Pgp expression and response to NACT. A multicenter prospective cohort study was carried out in Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital and Koja General Hospital from September 2018 to May 2019. Immunohistochemical analyses of the biopsy samples were done to semiquantitatively measure Pgp expression. Clinical response was evaluated after three cycles NACT using WHO response criteria. Subjects, who were deemed operable post-NACT, underwent modified radical mastectomy. Afterwards, the surgical specimens were evaluated for pathological response following Miller-Payne criteria. Pgp was strongly expressed in 21/27 subjects (77.8%) and weak/negative in 6/27 subjects (22.2%). pCR was seen only in one Pgp negative subject. There was no difference between Pgp positive and negative subjects in terms of clinical response and pathological response. The results show, Pgp is expressed in the majority of LABC patients, but it cannot be used as a predictor of response to NACT, either clinically or pathologically.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Noza Hilbertina
Abstrak :
Pendahuluan: Cancer-associated fibroblasts (CAFs) merupakan populasi sel yang heterogen dan memiliki hubungan timbal balik dengan sel tumor. Bagaimana mekanisme molekuler yang mendasari pengaruh CAFs terhadap prognosis karsinoma kolorektal (KKR) masih belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sekretom CAFs terhadap transisi epitel-mesenkim (TEM), invasi dan kepuncaan sel KKR melalui jalur pensinyalan hepatocyte growth factor (HGF)/c-mesenchymal-transition receptor (c-Met) Metode: Dilakukan pemeriksaan histopatologi pada tiga puluh dua blok paraffin KKR untuk menilai tipe CAFs dan stroma, imunoekspresi α-SMA dan HGF, tumor budding, kedalaman invasi dan metastasis kelenjar limfe. Pemeriksaan in vitro berupa suplementasi sekretom fibroblast primer dari area tumor (CAFs) dan area non tumor dari tiga pasien KKR kepada sel lestari KKR (HT-29) untuk menilai pengaruhnya terhadap TEM, invasi dan kepuncaan sel KKR. Analisis statistik menggunakan uji beda proporsi, uji beda rerata berpasangan serta uji korelasi. Nilai p<0,05 dianggap bermakna secara statistik. Hasil: Tipe CAFs dan metastasis kelenjar limfe berhubungan bermakna dengan derajat tumor budding. Sedangkan variabel lain pada pemeriksaan histopatologi tidak memperlihatkan hubungan yang bermakna. CAFs yang diisolasi dari pasien KKR memperlihatkan ekspresi mRNA α-SMA yang lebih tinggi, sedangkan ekspresi mRNA dan protein HGF memperlihatkan pola yang berbeda diantara ketiga pasang fibroblast. Suplementasi sekretom CAFs kepada sel HT-29 meningkatkan ekspresi mRNA c-Met sebagai reseptor HGF, meningkatkan ekspresi mRNA dan protein vimentin dan E-cadherin sebagai marka TEM, meningkatkan ekspresi mRNA MMP-2 sebagai marka invasi dan meningkatkan ekspresi mRNA CD44 dan CD133 sebagai marka kepuncaan. Terdapat korelasi positif bermakna antara c-Met dengan TEM dan kepuncaan serta korelasi positif kuat dan bermakna antara TEM dan kepuncaan sel KKR. Kesimpulan: Sekretom CAFs menginduksi TEM, invasi dan kepuncaan sel KKR melalui pensinyalan HGF/c-Met. Mekanisme molekuler ini mendasari hubungan yang bermakna antara tipe CAFs dengan tumor budding.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library