Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mundiharno
"ABSTRAK
Pada tahun 1997 ini Indonesia sudah memasuki tahap "penduduk tua" dimana persentase penduduk lansia sudah mencapai 7 persen atau lebih. Bahkan untuk beberapa propinsi seperti D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Jawa Tengah dan Sumatera Barat proses penuaan penduduk sudah berlangsung lebih cepat dibanding yang terjadi di tingkat nasional. Salah satu konsekuensi yang amat kritis dari penuaan penduduk adalah bagaimana memberikan iklim dan pelayanan yang memadai sehingga penduduk lansia dapat mempertahankan standar kehidupannya secara wajar dan normal. Sayangnya, di Indonesia dukungan institusional terhadap lansia masih terbatas.
Dalam kondisi dimana dukungan institusional yang diberikan pemerintah masih amat terbatas maka keberadaan lansia amat ditopang oleh besarnya dukungan keluarga. Dukungan keluarga terhadap keberadaan lansia antara lain dapat diwujudkan melalui dua pola yaitu (-1) koresidensi anak dewasa dengan orang tua mereka, dan; (2) adanya transfer dari anak kepada orang tua (intergenerational transfer). Chan (1997) menyebut koresidensi dan intergenerational transfer sebagai informal social security bagi lansia. Namun beberapa studi menunjukkan bahwa tingkat koresidensi -sebagai bentuk panting dukungan anak kepada orang tua di banyak negara mengalami penurunan sejalan dengan perubahan sosial ekonomi yang terjadi. Sejalan dengan makin menurunya tingkat koresidensi, dukungan anak kepada orang tua diharapkan mengambil pola intergenerational transfer. Oleh karena itu perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi intergenerational transfer.
Analisis determinan sosial ekonomi intergenerational transfer dalam studi ini rnenggunakan data Indonesia Family Life Survey I (IFLS I). Analisis dilakukan secara deskriptif maupun secara inferensial. Analisis inferensial dilakukan dengan menggunakan model logistik untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap probabilitas terjadinya intergenerational transfer.
Hasil analisis menunjukkan bahwa 55,1 persen responden (anak) pemah memberikan transfer kepada orang tua mereka selama 12 bulan terakhir sebelum survei. Dari model logistik yang digunakan dalam studi ini diketahui bahwa faktor-faktor yang secara statistik berpengaruh nyata terhadap probabilitas anak memberikan transfer kepada orang tua adalah status kawin anak, usia anak, pendapatan anak, pendidikan orang tua, kedekatan tempat tinggal orang tua, frekuensi anak bertemu orang tua, status bekerja orang tua, usia orang tua dan kesehatan orang tua. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap probabilitas anak menerima transfer dari orang tua adalah pendidikan anak, jenis kelamin anak, daerah tempat tinggal anak, status kawin anak, usia anak, pendapatan anak, pendidikan orang tua, kedekatan tempat tinggal orang tua, frekuensi anak bertemu orang tua, status kawin orang tua, status bekerja orang tua dan kesehatan orang tua. Berpengaruhnya faktor interaksi antara variabel kedekatan tempat tinggal dan frekuensi bertemu dapat diinterpretasikan bahwa quasi corresidence merupakan variabel yang berpengaruh terhadap terjadinya intergenerational transfer."
Lengkap +
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutomo
"ABSTRAK
Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa motif ekonomi dan demografi merupakan faktor utama yang mempengaruhi seseorang untuk bekerja dengan jam kerja panjang maupun pendek. Keskipun demikian tidak berarti faktor-faktor lain diluar faktor ekonomi dan demografi tidak mempunyai pengaruh pada keputusan seseorang untuk bekerja dengan jam kerja panjang maupun pendek. Faktor-faktor sosial budaya, psikologi dan lingkungan sering mempunyai pengaruh yang cukup untuk menentukan terhadap keputusan seseorang untuk bekerja dengan jam kerja sesuai dengan pilihan mereka.
Berdasarkan penelitian empiris tampaknya faktor ekonomi merupakan faktor yang di pandang dominan mempengaruhi seseorang bersedia menyediakan waktunya untuk melakukan sesuatu pekerjaan tertentu. Faktor ekonomi tersebut antara lain tercermin pada tingkat upah dan tingkat pendidikan. Namun demikian faktor demografi seperti halnya umur, jenis kelamin, tempat tinggal dan lainnya tak dapat diabaikan begitu saja dalam analisis jam kerja para pekerja. Untuk itulah tesis ini mencoba menganalisa secara diskripsi maupun inrerensial terhadap jam kerja para pekerja di propinsi Jawa Tengah. Sebagai variabel tidak bebas adalah jam kerja, sedang variabel bebasnya adalah tingkat upah, tingkat pendidikan, kelompok umur, jenis kelamin serta tempat tinggal pekerja.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil Survai Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 1987 Jawa Tengah, yang pelaksanaanya dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Analisis dibatasi pada sub sampel kelompok umur 10 tahun atau lebih yang bekerja dan menerima upah. Berdasarkan pembatasan dan kriteria tersebut dapat diketahui bahwa jumlah sampel pekerja yang dianalisis tercatat 4.626 orang, diantaranya 31,73% tinggal di kota dan 68,27% tinggal di desa, terdiri atas 64% pekerja laki-laki dan 36% pekerja perempuan.
Analisis statistik inferensial menggunakan model regresi berganda untuk mengetahui hubungan variabel bebas secara bersama-sama terhadap jam kerja sebagai variabel tidak bebas. Untuk kepentingan analisis digunakan metode Forward program SPSS. Variabel bebas yang diamati, diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap jam kerja para pekerja sebagai variabel tidak bebas. Selain pengaruh variabel utama tersebut, juga diperhatikan adanya pengaruh variabel interaksi antara upah dan pendidikan, upah dan umur, upah dan tempat tinggal serta upah dan jenis kelamin pekerja.
Dari hasil perhitungan menunjukkan adanya hubungan negatif antara umur dengan jam kerja. Pada kelompok umur yang lebih tua ternyata rata-rata jam kerja para pekerja lebih rendah, demikian pula tingkat pendidikan di mana pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi ternyata lebih rendah pula rata-rata jam kerja per minggunya.
Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa variabel interaksi Up1Dik1, UplDik2 dan Up2Dikl mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap jam kerja para pekerja. Dengan demikian dapat dikatakan terdapat perbedaan pengaruh indikator upah1 terhadap jam kerja antara pekerja yang berpendidikan SD ke bawah dengan SMTA+. Terdapat pula perbedaan pengaruh indikator upahl antara pekerja yang berpendidikan SMTP dengan SMTA+, demikian pula terdapat perbedaan pengaruh indikator upah2 antara pekerja yang berpendidikan SD ke bawah dengan SMTA+. Dari hasil estimasi parsial diketahui bahwa pekerja dengan karakteristik umur 10-24 tahun, pendidikan SD ke bawah rata-rata jam kerjanya adalah 41,25 jam, umur 25-54 tahun 36,99 jam dan umur 55 tahun lebih adalah 35,29 jam per minggu. Untuk pendidikan SMTP secara berturut-turut adalah 44,46 jam, 40,21 jam dan 38,50 jam. Sedang untuk indikator upah2 dengan karakteristik umur sama dengan di atas dan pendidikan SD kebawah diperoleh hasil estimasi secara berturut-turut adalah 54,35 jam, 50,09 jam dan 48,38 jam per minggu.
Adanya pengaruh yang signifikan dari variabel Up1TT menunjukkan adanya perbedaan pengaruh indikator upahl terhadap jam kerja antara pekerja di kota dan di desa. Sedangkan pengaruh yang signifikan variabel Up2TT menunjukkan pula adanya perbedaan pengaruh indikator upah2 terhadap jam kerja antara pekerja yang tinggal di kota dan di desa. Hasil estimasi menunjukkan bahwa rata-rata jam kerja per minggu para pekerja untuk indikator upahl di kota 47,27 jam dan di desa 36,06 jam. Untuk indikator upah2 di kota 55,99 jam dan di desa 47,79 jam.
Selanjutnya, hasil uji statistik terhadap variabel interaksi Up1KLM dan Up2KLM juga signifikan pada a = 0,05 yang artinya variabel interaksi tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap jam kerja. Adanya pengaruh variabel Up1KLM menunjukkan pula adanya perbedaan pengaruh indikator upahl terhadap jam kerja antara laki-laki dan perempuan. Demikian pula untuk variabel Up2KLM yaitu ada perbedaan pengaruh indikator upah2 terhadap jam kerja antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan. Dari hasil estimasi diketahui bahwa untuk upahl rata-rata jam kerja laki-laki adalah 39,69 jam sedang perempuan adalah 37,15 jam. Untuk upah2 rata-rata jam kerja per minggu pekerja laki-laki 48,03 jam dan perempuan 45,53 jam. "
Lengkap +
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djalaluddin Mulbar
"Penurunan angka fertilitas total menunjukkan suatu fakta bahwa pelaksanaan program KB di Indonesia telah mampu dan berhasil mengatasi laju pertumbuhan penduduk sebagai suatu masalah kependudukan di Indonesia. Angka fertilitas total (Total Fertilitas Rate=TFR) untuk Indonesia pada periode 1967-1970 sebesar 5,6 turun menjadi 3,33 pada periode 1985-1990 (BPS,1992) dan bahkan pada periode 1990-1995 turun menjadi 3,10 (Agung dan Harahap, 1992).
Ananta, Lim dan Arifin (1990) telah memperlihatkan bahwa transisi fertilitas Indonesia telah memasuki tahap akhir, yaitu bahwa variabel penentu fertilitas akan makin di dominasi oleh variabel kontrasepsi dan makin kurang oleh variabel fertilitas alamiah (natural fertility) ataupun perkawinan.
Masalahnya sekarang adalah apakah para wanita yang memakai suatu metode kontrasepsi tertentu ataukah yang tidak memakai metode kontrasepsi tidak melahirkan pada periode tertentu. Permasalahan tersebut di atas dapat kita lihat berbagai kasus yang menunjukkan bahwa pemakaian suatu metode kontrasepsi belum sepenuhnya dapat mencegah kelahiran bagi kelompok wanita yang memakai metode kontrasepsi. Untuk itu dirasa perlu melakukan studi tentang dampak relatif pemakaian metode kontrasepsi yang bertujuan untuk mempelajari dampak relatif pemakaian metode kontrasepsi terhadap fertilitas di Sulawesi.
Dalam penelitian ini diperhatikan variabel sosial ekonomi tanpa memperhitungkan variabel antara karena didasarkan atas pemikiran untuk mempelajari dampak relatif pemakaian metode kontrasepsi dalam setiap kelompok sosial ekonomi (Agung, 1991).
Atas pemikiran tersebut dilakukan analisis yang menunjukkan bahwa variabel pemakaian metode kontrasepsi dalam setiap kelompok variabel status sosial ekonomi yang diperhatikan berasosiasi dengan variabel fertilitas.
Dengan demikian, hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini, adalah : Terdapat perbedaan probabilitas melahirkan antara kelompok wanita yang memakai metode kontrasepsi tertentu dengan kelompok wanita yang tidak memakai metode kontrasepsi menurut variabel bebas yang diperhatikan.
Analisis data dalam studi ini didasarkan pada data individu dari data survei Prevalensi Kontrasepsi Indonesia 1987. Responden dalam survei ini sejumlah 993 wanita berstatus kawin usia 15-49 tahun di Sulawesi.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Fertilitas yang diukur sebagai Probabilitas Melahirkan 12 bulan sebelum survei. Sedangkan variabel bebasnya adalah Pemakaian metode kontrasepsi, Pendidikan Istri, Pendidikan Suami, Umur Istri, Jumlah Anak Lahir Hidup, dan Tempat Tinggal Istri.
Baik variabel terikat maupun variabel bebasnya dipandang sebagai variabel kategori. Untuk itu, dalam analisis ini digunakan model regresi logistik berganda, dengan memperlihatkan 3 model sebagai berikut.
Model-1, dimaksudkan untuk memperkirakan proporsi melahirkan wanita dengan memperhatikan variabel bebas : Pemakaian Metode Kontrasepsi, Pendidikan Istri, Pendidikan Suami, dan Tempat Tinggal Istri. Pada model ini diperhatikan pula interaksi dua faktor antara variabel Metode Kontrasepsi dengan Tempat Tinggal Istri.
Model-2, dimaksudkan untuk memperkirakan proporsi melahirkan wanita dengan memperhatikan variabel bebas : Pemakaian Metode Kontrasepsi, Jumlah Anak Lahir Hidup, Umur Istri, dan Tempat Tinggal Istri. Pada model ini diperhatikan pula interaksi dua faktor antara variabel Pemakaian Metode Kontrasepsi dengan jumlah Anak Lahir Hidup, serta pemakaian Metode Kontrasepsi dengan Tempat Tinggal Istri.
Model-3, dimaksudkan untuk memperhatikan proporsi melahirkan wanita dengan memperhatikan variabel bebas : Pemakaian Metode Kontrasepsi, Pendidikan Istri, Pendidikan Suami, Jumlah Anak Lahir Hidup, Umur Istri, dan Tempat Tinggal Istri. Pada model ini diperhatikan pula interaksi dua faktor antara variabel Pemakaian Metode Kontrasepsi dengan Jumlah Anak Lahir Hidup serta Pemakaian Metode kontrasepsi dengan Tempat Tinggal Istri.
Hasil analisis berdasarkan model-1 menunjukkan bahwa asosiasi antara tempat tinggal istri dengan proporsi melahirkan bagi wanita yang memakai IUD, mempunyai perbedaan yang signifikan dengan wanita yang tidak memakai kontrasepsi. Selanjutnya, Proporsi melahirkan wanita menurut pemakaian metode Kontrasepsi (Pil dan suntik), demikian pula proporsi melahirkan berdasarkan Pendidikan Suami dan proporsi melahirkan berdasarkan Tempat Tinggal Istri memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Sedangkan proporsi melahirkan wanita berdasarkan Pemakaian Metode Kontrasepsi (IUD dan MK Lain), serta proporsi melahirkan berdasarkan Pendidikan Istri, tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan.
Hasil analisis berdasarkan model-2 menunjukkan bahwa asosiasi Jumlah anak Lahir hidup dengan proporsi melahirkan bagi wanita yang. memakai IUD, yang memakai suntik, dan yang memakai MK Lain, mempunyai perbedaan yang signifikan dengan wanita yang tidak memakai kontrasepsi. Demikian pula Asosiasi antara tempat tinggal istri dengan proporsi melahirkan bagi kelompok wanita yang memakai IUD, dan yang memakai MK Lain, mempunyai perbedaan yang signifikan dengan kelompok wanita yang tidak memakai Metode Kontrasepsi. Selanjutnya, Proporsi melahirkan kelompok wanita menurut Pemakaian Metode Kontrasepsi (IUD dan MK Lain), demikian pula proporsi melahirkan menurut umur, serta proporsi melahirkan menurut Jumlah Anak Lahir Hidup memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Sedangkan proporsi melahirkan wanita menurut Pemakaian Metode Kontrasepsi (PiI dan Suntik), demikian pula proporsi melahirkan menurut tempat tinggal, tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan.
Hasil analisis berdasarkan model-3 menunjukkan bahwa asosiasi Jumlah Anak Lahir Hidup dengan proporsi melahirkan bagi kelompok wanita yang memakai IUD, yang memakai Suntik, dan yang memakai MK Lain mempunyai perbedaan yang signifikan dengan kelompok wanita yang tidak memakai metode kontrasepsi. Demikian Pula asosiasi antara Tempat Tinggal Istri dengan proporsi melahirkan bagi kelompok wanita yang memakai Metode Kontrasepsi. Selanjutnya, proporsi melahirkan wanita menurut Pemakaian Metode Kontrasepsi (IUD dan MK Lain), demikian pula proporsi melahirkan menurut Umur, serta proporsi melahirkan menurut Jumlah Anak Lahir Hidup menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sedangkan proporsi melahirkan wanita menurut pemakaian metode kontrasepsi (Pil dan Suntik), demikian pula proporsi melahirkan menurut pendidikan Istri dan Pendidikan Suami, serta proporsi melahirkan menurut Tempat Tinggal Istri tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Ketiga model yang diperhatikan menunjukkan bahwa proporsi tidak melahirkan yang disesuaikan bagi kelompok wanita yang memakai metode kontrasepsi lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok wanita yang tidak memakai Metode Kontrasepsi, kecuali kelompok wanita yang memakai MK Lain, proporsi tersebut lebih rendah.
Studi ini menghasilkan pula Koefisien Asosiasi Parsial antara Pemakaian Metode Kontrasepsi dan Proporsi tidak melahirkan dengan mengontrol masing-masing. Variabel bebas yang diperhatikan. Koefisien Asosiasi Parsial tersebut pada umumnya menunjukkan angka yang positif. Artinya, proporsi tidak melahirkan kelompok wanita yang memakai Metode Kontrasepsi lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang tidak memakai Metode Kontrasepsi, kecuali pemakai MK Lain bagi wanita dengan karakteristik tertentu. Selain itu, dihasilkan pula Koefisien Asosiasi Parsial antara masing-masing variabel bebas lainnya dengan mengontrol variabel Pemakaian Metode Kontrasepsi. Koefisien Asasiasi tersebut pada umumnya menunjukan angka yang positif pada setiap variabel babas yang diperhatikan dengan mengontrol variabel Pemakaian Kontrasepsi.
Sejalan dengan Koefisien Asasiasi Parsial tersebut, studi ini menghasilkan pula Angka Dampak Relatif beberapa Metode Kontrasepsi untuk Sulawesi secara keseluruhan. Angka Dampak Relatif tersebut, tergolong tinggi (>100 I.) jika dibanding dengan yang tidak memakai Metode Kontrasepsi (= 100 %). Artinya, persentase tidak melahirkan kelompok wanita yang memakai metode Kontrasepsi lebih tinggi jika dibanding dengan wanita yang tidak memakai Metode Kontrasepsi untuk masing-masing variabel yang diperhatikan, kecuali pemakai MK Lain bagi wanita dengan karakteristik tertentu.
Dengan kelemahan data yang digunakan dalam studi ini, maka Dampak Relatif Pemakaian Metode Kontrasepsi sebagai hasil analisis, tidak dapat dinyatakan sebagai efektivitas pemakaian metode kontrasepsi. Demikian pula halnya dengan adanya jumlah responden yang sangat kecil, maka kesimpulan yang diperoleh sulit dapat diterima mewakili populasi yang bersangkutan."
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Subagiarta
"Masalah kependudukan merupakan masalah yang utama dihadapi negara-negara yang sedang berkembang. Untuk Indonesia salah satu masalah kependudukan dewasa ini adalah bagaimana menurunkan tingkat fertilitas ketingkat yang lebih rendah, hal ini diperlukan karena fertilitas merupakan salah satu komponen kependudukan yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk. Dengan turunnya angka kelahiran maka pada gilirannya tingkat kesejahteraan penduduk dapat ditingkatkan.
Masalah tingginya tingkat kelahiran di Indonesia, pemerintah telah mengambil kebijaksanaan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yaitu "Anti Natalis yaitu suatu kebijaksanaan yang berusaha untuk menekan kelahiran serendah mungkin. Sejak Repelita pertama usaha usaha untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk sudah mulai dilaksanakan melalui program keluarga berencana. Pada dasarnya keluarga berencana adalah suatu usaha atau ikhtiar manusia, yang disengaja untuk mengatur kelahiran, secara tidak melawan hukum agama, undang-undang negara dan moral Pancasila demi mencapai kesejahtraan masyarakat, bangsa dan negara pada umumnya. Adapun tujuan keluarga berencana adalah mengatur kelahiran dan untuk menciptakan norma keluarga kecil bahagia sejahtra (NKKBS). Berhasilnya program keluarga berencana ini akan mengurangi pertumbuhan penduduk sehingga penduduk tidak lagi sebagai beban pembangunan tetapi sebagai modal pembangunan.
Program KB semakin dirasakan peranannya dalam pembangunan, terutama didalam menangani masalah kependudukan ini terlihat dalam kondisi kependudukan di Indonesia. Hasil sensus 1990 menunjukkan laju pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun 1,98%. Hal ini berarti laju pertumbuhan penduduk yang menurun kalau dilihat dari angka rata-rata pertumbuhan penduduk sebelumnya yaitu 2,1% antara tahun 1961 dan tahun 1971 ; 2,3% antara tahun 1971 dan tahun 1980; dan 2,1% antara tahun 1980 dan tahun 1985. Walaupun demikian secara absolut jumlahnya meningkat yaitu sebesar 163 juta pada tahun 1985 (BPS,1986), dan 179.194.223 pada tahun 1990 (BPS,1990). Lebih lanjut jumlah ini tersebar secara tidak merata antar pulau di Indonesia dimana Jawa dan Madura yang merupakan 6,9% dari seluruh daerah Indonesia mempunyai 61,9% penduduk pada tahun 1980. Dan persentase ini menurun dari 68,7% di tahun 1930 menjadi 65,6% di tahun 1961 dan 63,8% di tahun 1971.
Angka fertilitas total telah menurun dari 5,625 antara tahun 1967 dan tahun 1970 menjadi 5.200 antara tahun 1971 dan tahun 1975, dan 4,680 antara tahun 1976 dan tahun 1979, dan 4,055 antara tahun 1980 dan tahun 1985. Di Jawa sendiri, tempat dilaksanakannya program keluarga berencana paling awal, angka fertilitas telah turun dari 5,260 antara tahun 1967 dan 1970 menjadi 4.880 antara tahun 1970 dan 1976; dan 4,245 antara tahun 1976 dan tahun 1979.
Penurunan laju pertumbuhan penduduk ini terjadi juga di Propinsi Bali, yaitu berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 1971 jumlah penduduk propinsi Bali adalah sebesar 2.120.091 jiwa dengan angka pertumbuhan 2,3% setiap tahunnya (BPS, 1973)."
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T6803
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahayu Djody H.S.
"ABSTRAK
Masalah kependudukan di Indonesia ditandai oleh besarnya jumlah penduduk, tingginya angka pertumbuhan penduduk, struktur penduduk yang masih muda, persebaran penduduk antar daerah yang tidak merata dan kualitas kehidupan penduduk yang masih perlu ditingkatkan (Repelita V, 1989). Dari permasalahan kependudukan yang dihadapi ini telah ditetapkan pokok-pokok kebijaksanaan kependudukan antara lain berupa upaya yang terarah pada penurunan angka kematian.
Kematian atau mortalitas sebagai masalah kependudukan sebenarnya telah diperhatikan dan dipelajari oleh para demografer mulai tahun 1950-an. Perhatian pada dekade berikutnya kemudian beralih pada masalah fertilitas sehubungan dengan adanya ledakan jumlah penduduk di berbagai belahan dunia terutama di negara-negara berkembang.
Namun demikian mortalitas pada akhir-akhir ini kembali banyak mendapat perhatian dengan pandangan yang lebih baru dan perspektif yang lebih luas. Berbagai alasan pokok sehubungan dengan meningkatnya perhatian pada masalah mortalitas antara lain diberikan oleh Utomo (1985):
1. Pengertian tentang kontribusi penurunan mortalitas terhadap penurunan fertilitas, yang selanjutnya akan memperlambat pertumbuhan penduduk. Dalam rangka menurunkan angka pertumbuhan penduduk, disamping dilakukan pengendalian fertilitas, penurunan mortalitas terutama mortalitas bayi dan anak akan sangat efektif dalam mengenalkan norma keluarga kecil di kalangan masyarakat, walaupun untuk sementara waktu penurunan mortalitas akan meningkatkan jumlah penduduk.
2. Persepsi tentang perlunya untuk mengkaji kembali masalah mortalitas dan morbiditas dari sisi kualitas penduduk, kapasitas manusia dan produktivitas secara ekonomi.
3. Memudarnya pendapat bahwa mortalitas akan mengalami penurunan dengan sendirinya dengan meningkatnya pembangunan ekonomi.
Karena pendapat ini, pada dekade tahun 1960-an dan 1970-an, masalah mortalitas dikesampingkan dan perhatian jauh lebih banyak ditujukan pada masalah fertilitas untuk pengendalian pertumbuhan penduduk. Perhatian terhadap masalah mortalitas segera meningkat setelah adanya berbagai kenyataan yang menunjukkan bahwa mortalitas di berbagai negara berkembang tidak mengalami penurunan seperti yang diharapkan, malahan untuk beberapa negara tertentu mengalami peningkatan.
Angka kematian di Indonesia telah turun selama 30 tahun terakhir ini, namun dibandingkan dengan negara tetangga penurunan tersebut masih relatif kecil. Malaysia, Hongkong dan Singapura mengalami penurunan kematian yang cepat setelah Perang Dunia Kedua (Utomo, dkk, 1984). Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya jumlah kematian di Indonesia antara lain adalah perkembangan teknologi di bidang pertanian dan perkembangan industri modern, munculnya perkembangan fasilitas penyaluran bahan makanan dan jasa, kemajuan sanitasi lingkungan dan program kesehatan masyarakat (BKKBN, 1982)."
Lengkap +
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Sutji Rochani D., author
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh beberapa variabel sosial ekonomi dan demografi terhadap jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh wanita migran risen dan wanita non migran risen di DKI Jakarta. Data yang digunakan dalam menganalisis bersumber pada Survai Prevalensi Indonesia 1987 untuk daerah DKI Jakarta.
Dasar yang digunakan untuk menganalisis, adalah kerangka pemikiran Ronald Freedman (1975) yang mengembangkan suatu model yang disebut The sosiological analysis of fertility levels. Freedman menggunakan dasar pemikiran Davis and Blake dalam ruang lingkup sosiologis yang lebih luas. Variabel independen terdiri dari variabel sosial ekonomi, antara lain adalah pendidikan isteri/responden, pendidikan suami, pekerjaan suami, status bekerja isteri, tempat tinggal isteri waktu berumur kurang dari 12 tahun, status migrasi isteri/responden dan variabel demografi lainnya adalah umur isteri, umur kawin pertama, serta lama kawin. Sedangkan yang digunakan sebagai variabel dependen adalah jumlah anak yang dilahirkan hidup sampai saat survai.
Hasil analisis tesis ini adalah
1. Umur dan lama kawin mempunyai hubungan positif dengan paritas yang dipunyai baik wanita migran risen maupun wanita non migran risen.
2. Umur kawin pertama mempunyai hubungan negatif dengan paritas yang dipunyai baik wanita migran risen maupun wanita non migran risen.
3. Pendidikan isteri, wanita migran risen yang tamat SMA atau lebih mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan paritas wanita migran risen yang tamat SMP atau kurang. Sedangkan wanita non migran risen dengan pendidikan yang lebih rendah yaitu tamat SMP atau lebih cenderung mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan wanita non migran risen yang berpendidikan tamat SD atau kurang.
4. Pendidikan suami dari wanita migran tampaknya tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap paritasnya, sedangkan pendidikan suami wanita non migran cenderung mempunyai hubungan negatif terhadap paritasnya.
5. Wanita migran yang tidak pernah bekerja cenderung mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan paritas wanita migran status kerja lainnya. Dan wanita non migran yang bekerja terus (maksud bekerja terus adalah sebelum kawin sampai saat wawancara masih bekerja) mempunyai paritas lebih sedikit dibandingkan dengan paritas wanita non migran status kerja lainnya.
6. Pekerjaan suami terlihat tidak mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap paritas yang dimiliki wanita migran maupun wanita non migran.
7. Tempat tinggal waktu kecil dari wanita migran cenderung tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap paritasnya, sedangkan wanita non migran yang waktu kecil tinggal di kota besar mempunyai paritas lebih banyak dibandingkan dengan paritas wanita non migran yang waktu kecil tidak tinggal di kota besar.
"
Lengkap +
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmat Munawar
"Tingkat fertilitas di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan sejak dimulainya program Keluarga Berencana (KB) secara nasional. Pada periode tahun 1994-1997 terjadi penurunan angka fertilitas yang relatif kecil. Besar kecilnya penurunan fertilitas tergantung dari besar kecilnya perubahan faktor-faktor penentu fertilitas. Penelitian terhadap faktor-faktor penentu fertilitas ini cukup strategis untuk membahas masalah fertilitas di Indonesia.
Faktor penentu fertilitas secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu faktor penentu tidak langsung dan faktor penentu langsung. Faktor penentu tidak langsung dalam mempengaruhi fertilitas melalui faktor penentu langsung. Hal ini berarti secara substansi terdapat hubungan yang erat antara kedua kelompok faktor penentu fertilitas tersebut. Faktor penentu fertilitas -baik langsung maupun tidak langsung-- yang menjadi penyebab naik turunnya fertilitas dapat dijadikan sebagai dasar pembinaan. Pembinaan fertilitas yang dilakukan rnelalui program KB, sejak pelita I dilakukan secara bertahap mulai wilayah Jawa dan Bali, wilayah Luar Jawa dan Bali I, dan wilayah Luar Jawa Bali II. Pengelompokan wilayah pembinaan ini tetap dipertahankan, padahal perkembangan jaman telah mampu merubah factor-faktor penentu fertilitas.
Tujuan penulisan tesis ini adalah: pertama, mengukur tingkat keeratan hubungan antara kelompok faktor penentu tidak lansung dan faktor penentu langsung secara simultan tahun 1994 dan 1997; kedua, mencari faktor-faktor penentu fertilitas yang dominan baik untuk tahun 1994 maupun tahun 1997; ketiga memeriksa ketepatan pengelompokan wilayah pembinaan program KB di Indonesia berdasarkan faktor-faktor penentu fertilitas tahun 1994 dan 1997; keempat, membuat pengelompokan wilayah altematif berdasarkan faktor-faktor dominan penentu fertilitas tahun 1997.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data publikasi SDKI 1994 dan 1997 dengan unit pengamatan/sarnpel adalah propinsi. Variabel-variabel yang dilibatkan dalam Analisis adalah variabel yang secara substansi merupakan faktor penentu fertilitas baik tidak langsung maupun langsung. Agar tujuan tercapai perlu didukung metade analisis statistik yang memadai yaitu Analisis Korelasi Kanonik, Analisis Diskriminan, Analisis Komponen Utama, Analisis Faktor dan Analisis KelompoklCluster.
Hasil-hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa :
pertama, terdapat korelasi yang sangat kuat antara faktor penentu fertilitas tidak langsung dengan faktor penentu langsung. Hal ini terjadi pada tahun 1994 dan tahun 1997.
kedua, diperoleh lima faktor dominan penentu fertilitas di Indonesia yaitu pada tahun 1994 adalah (1) Program KB, (2) Pendidikan dan Perkawinan, (3) Kemampuan Ekonomi. (4)Pekerjaan dan (5) Kematian Bayi. Pada tahun 1997 juga diperoleh lima faktor dominan,diantaranya adalah (1) Program KB, (2) Pendidikan dan Perkawinan, (3) Kesehatan lbu danAnak, (4) Kemampuan Ekonomi dan (5) Pekerjaan.
ketiga, terjadi ketidaktepatan klasifikasi pengelompokan wilayah pembinaan program KB sebesar 33,3% pada tahun 1994 dan 18,5% pada tahun 1997 jika diperiksa dengan faktor-faktor penentu fertilitas.
keempat, pengelompokan wilayah yang dibuat berdasarkan faktor dominan penentu fertilitas menghasilkan lima kelompok wilayah. Hal yang menarik adalah propinsi Timor Timur berdiri sendiri dalarn kelompok 5 yang terpisah dengan propinsi-propinsi lain."
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Soewarto Citro Taruno
"Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengadakan kajian terhadap faktor-faktor sosial ekonomi dan faktor-faktor latar belakang yang mempengaruhi fertilitas, dan (2) mengadakan kajian terhadap bentuk-bentuk hubungan fertilitas dengan faktor-faktor tersebut.
Studi tentang faktor-faktor penentu fertilitas di Irian Jaya ini menggunakan data sekunder hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 1985 yang telah dikumpulkan oleh Kantor Biro Pusat Statistik. Responden penelitian ini adalah wanita yang berstatus kawin (currently married women) berusia antara 15 - 49 tahun, yang berjumlah 1560 responden.
Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif dan analisis inferensial. Teknik analisis yang dipergunakan untuk menduga pengaruh faktor-faktor penentu fertilitas di Irian Jaya adalah Teknik Analisis Regresi Linier Berganda yang Aditif.
Hasil temuan mengenai pola pengaruh atau pola hubungan masing-masing variabel bebas terhadap fertilitas (anak lahir hidup) setelah dikontrol terhadap variabel-variabel lainnya di dalam persamaan garis regresi, adalah sebagai berikut:
Pertama, umur perkawinan pertama dan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan cenderung mempunyai hubungan atau pengaruh negatif dengan fertilitas.
Kedua, umur wanita, pengeluaran rumah tangga sebulan sebagai proksi penghasilan.. dan banyaknya mengalami kematian bays cenderung mempunyai hubungan atau pengaruh positif dengan fertilitas.
Ketiga, jenis pekerjaan, status pekerjaan, daerah tempat tinggal, agama, dan akseptor keluarga berencana mempunyai hubungan (asosiasi) dengan fertilitas, sebagai berikut:
(1) Wanita yang bekerja di bidang profesional dan tata usaha memiliki anak lahir hidup lebih rendah dibandingkan wanita yang bekerja di bidang penjualan-jasa-produksi, dan wanita yang bekerja di bidang pertanian, serta wanita yang tidak bekerja.
(2) Wanita yang status pekerjaan sebagai pegawai/karyawan dan status pekerjaan sebagai pekerja keluarga mempunyai jumlah anak lahir hidup lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang status pekerjaan sendiri tanpa bantuan buruh dan yang bekerja dengan bantuan buruh, serta wanita yang statusnya tidak bekerja.
(3) Wanita yang bertempat-tinggal di daerah perkotaan memiliki anak lahir hidup lebih sedikit dibandingkan dengan wanita yang bertempat tinggal di daerah pedesaan.
(4) Wanita yang menganut agama Islam atau Katholik memiliki jumlah anak lahir hidup lebih sedikit dibandingkan dengan wanita yang beragama Protestan/Kristen lainnya.
(5) Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi memiliki anak lahir hidup lebih banyak dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan alat kontrasepsi.

The purpose of this study was to investigate social economic and background variables which influence fertility, and to examine pattern of relationships between those variables and fertility.
This study was about the province of Irian Jaya and utilized the 1985 Inter Cencal Population Survey (SUPAS 1985) data collected by The Central Bureau of Statistics (Biro Pusat Statistik).
The respondents is considered in this study were currently married women only aged 15 to 49, i.e women in the reproductive ages. The total member of respondents analyzed was 1560.
The data was analyzed using descriptive and inferential analysis methods. Multiple Linear Regression was used for estimating coeficients of the fertility determinants. The empirical result of this study after controlling for other variables in the model were as follows:
1. Age at first marriage and highest education attained affected fertility negatively.
2. Wive's age, income (proxied by household monthly expenditure) and frequency of infant mortality affected fertility positively or were positively associated with fertility.
3. Type of work, work status, recidence, religion and family planning acceptance affected or were associated with fertility:
(i) Children ever born alive was lowest for women who were profesionals or were in administrative jobs.
(ii) Female employees and unpaid family workers had less children ever born alive as compared to self employed women (with or without temporary help).
(iii) Women living in the city had less children ever born alive as compared to women living in the villages.
(iv) Islamic and Catholic women had less children ever born alive as compared to Protestant women.
(v) Current acceptors (of family planning) had more children ever born alive as compared to women who had never been acceptors.
"
Lengkap +
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchtar Wisnu Wardoyo
"Pendahuluan
Salah satu Propinsi di Indonesia yang paling menonjol perkembangannya adalah DKI Jakarta, baik dari segi fisik maupun penduduknya. Perkembangan DKI Jakarta dapat dilihat dari perkembangan maupun pertumbuhan penduduknya khususnya berdasarkan sensus penduduk tahun 1970, 1980 dan SUPAS 1985 penduduk DKI Jakarta telah mencapai 4,6 juta, 6,5 juta dan 7,9 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan masing-masing sebesar 4,5 persen, 3,4 persen, dan 4,0 persen.
Sedangkan menurut Alatas dan Tursilaningsih (1988) angka pertumbuhan untuk DKI Jakarta sebesar 3,93 persen, baik untuk tahun 1971-1980 maupun untuk tahun 1980-1985.
"
Lengkap +
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wyati Saddewisasi
"Beberapa studi mengungkapkan bahwa banyak variabel yang mempengaruhi ibu rumah tangga untuk bekerja di pasar kerja. Variabel - variabel tersebut berupa variabel - variabel ekonomi maupun variabel - variabel non ekonomi. Variabel - variabel ekonomi tersebut antara lain tingkat upah, lapangan pekerjaan, status pekerjaan, pendapatan maupun kekayaan lainnya. Sedangkan variabel - variabel non ekonomi terdiri dari variabel demografi dan variabel sosial. Variabel demografi antara lain umur, tempat tinggal, umur anak serta jumlah anak dan variabel sosial antara lain tingkat pendidikan dan pengalaman kerja.
Penelitian ini dimaksudkan agar lebih banyak mengetahui karakteristik ibu rumah tangga yang telah berpartisipasi dalam pasar kerja, baik yang bekerja dengan jam kerja panjang (bekerja penuh) maupun bekerja dengan jam kerja pendek (bekerja tidak penuh). Bekerja penuh adalah bekeja 35 jam atau lebih dalam satu minggu dan bekerja tidak penuh adalah bekerja kurang dari 35 jam dalam satu minggu. Disamping itu untuk mempelajari perbedaan proporsi pekerja ibu rumah tangga yang bekerja penuh menurut karakteristik sosial, ekonomi, serta demografi yang diperhatikan di Indonesia. Dalam pasar kerja. fungsi penawaran pekerja adalah sejumlah jasa yang ditawarkan (banyaknya waktu yang disediakan untuk bekerja) oleh pekerja pada suatu tingkat upah tertentu.
Studi ini menggunakan data Sakerti 1993. Karena data upah tidak tersedia bagi semua pekerja ibu rumah tangga, maka sebagai gantinya dianggap yang paling menentukan jam kerja pekerja ibu rumah tangga adalah status pekerjaan serta variabel individu lainnya, yang merupakan variabel pengontrol yaitu umur anak, jumlah anak, tingkat pendidikan, tempat tinggal dan umur ibu. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa status berusaha, buruh/karyawan dan pekerja keluarga merupakan kelompok - kelompok pekerjaan yang jam kerjanya bebeda - beda. Disamping itu pekerja ibu rumah tangga biasanya mempunyai sifat bukan penghasil pendapatan yang utama tetapi hanya merupakan kegiatan yang sifatnya membantu menambah pendapatan keluarga. Responden yang dianalisa dalam penelitian ini adalah wanita usia 15 - 49 tahun yang bekerja dan bersatus kawin (pekerja ibu rumah tangga) yang seluruhnya berjumlah 2314 orang. Dari responden tersebut yang bekerja penuh sejumlah 1229 orang dan yang bekerja tidak penuh 1085 orang.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini. yaitu analisis statistik diskriptif dan analisis inferensial. Analisis statistik diskriptif dilakukan dengan menyajikan tabulasi silting berdimensi dua atau lebih. Analisis deskriptif ini dipergunakan untuk mempelajari perbedaan proporsi kelompok responden tertentu berdasarkan beberapa variabel yang diperhatikan. Disamping untuk mengetahui besarnya ukuran asosiasi parsial yang menunjukkan besarnya perbedaan variabel bebas terhadap variabel lainnya yang ditetapkan sebagai variabel tak bebas. Analisis inferensial dilakukan untuk mempelajari perbedaan antar variabel bebas terhadap variabel terikat yang berupa jam kerja. Selain itu akan dihitung nilai estimasi proporsi ibu bekerja penuh menurut variabel status pekerjaan utama, umur anak terakhir, pendidikan ibu, jumlah anak, daerah/tempat tinggal dan umur ibu yang diperhatikan, Dalam hal ini digunakan enam model logistik.
Dari hasil studi diperoleh karakteristik sosial, ekonomi, demografi ibu rumah tangga yang bekerja penuh dan tidak penuh sebagai berikut:
Dilihat dari status pekerjaan, secara keseluruhan baik yang bekerja dengan jam kerja penuh maupun jam kerja tidak penuh presentase terbesar adalah pekerja ibu rumah tangga yang mempunyai status pekerjaan berusaha, sedangkan presentase terendah adalah pekerja keluarga. Demikian pula apabila diperhatikan menurut kelompok pekerja yang bekerja penuh. Untuk pekerja yang bekerja tidak penuh presentasi tertinggi adalah berusaha, presentase terendah adalah buruh/karyawan dan untuk pekerja keluarga menduduki urutan kedua.
Berdasarkan kelompok umur anak terakhir, untuk yang bekerja penuh , tidak penuh meupun secara keseluruhan, sebagian besar mempunyai anak terakhir bukan balita.
Dari segi pendidikan, ternyata sebagian besar pekerja ibu rumah tangga adalah berpendidikan tidak tamat Sekolah Dasar (SD) kebawah. Kemudian berturut-turut adalah untuk kelompok tamat SD, tamat SLTA dan tamat SLTP. Apabila dkelompokkan menurut kelompok yang bekerja penuh dan tidak penuh, urutannya juga sama, yaitu terbesar pekerja yang berpendidikan tidak tamat SD, tamat SD, tamat SLTP dan tamat SLTA.
Menurut kelompok jumlah anak, secara keseluruhan pekerja ibu rumah tangga mempunyai anak yang jumlahnya sedikit yaitu jumlahnya paling banyak tiga orang. Demikian pula menurut kelompok jam kerja penuh maupun tidak penuh yang diperhatikan, maka pekerja ibu rumah tangga juga memiliki anak yang jumlahnya sedikit.
Apabila diperhatikan tempat tinggalnya, ibu rumah tangga yang bekerja penuh sebagian besar tempat tinggalnya di pedesaan. Demikian pula untuk yang bekerja tidak penuh. Dengan demikian, secara keseluruhan pekerj ibu rumah tangga sebagian besar berada di pedesaan.
Selanjutnya diperoleh informasi bahwa sebagian besar pekerja ibu rumah tangga adalahberumur antara 30-39 tahun, dan berturut-turut kelompok 40-49 dan terendah kelompok 15-29 tahun. Untuk kelompok ibu yang bekerja penuh maupun tidak, juga sebgaian besar berusia 30-39 tahun dan berturut-turut kelompok umur 40-49 serta 15-29 tahun.
Berdasarkan analisa dan pembahasan : secara deskriptif dan inferensial dapat disimpulkan:
Proporsi bekerja penuh disektor yang berusaha lebih besar dari pada pekerja keluarga, demikian pula untuk buruh/karyawan proporsi bekerja penuhnya lebih besar dari pada pekerja keluarga
Dengan memperhatikan umur anak, khussu untuk yang mempunyai anak balita, proporsi bekerja penuh yang berusaha lebih besar dari pada pekerja keluarga. Untukburuh/karyawan yang mempunyai anak balita proporsi bekerja penuhnya juga lebihbesar dari pada pekerja keluarga. Demikian pula halnya dengan pekerja yang memiliki anak terakhir bukan balita, proporsi bekerja penuh untuk yang berusaha lebih besar dari pada proporsi bekerja penuh pekerja keluarga. Juga untuk buruh/keryawan proporsi bekerja penuhnya lebih besar dari pada pekerja keluarga.
Dari kelompok umur anak dan pendidikan, diperoleh informasi bahwa secara umum proporsi bekerja penuh yang berusaha untuk yang memiliki anak balita baik pendidiknnya tidak tamat SD, tamat SD dan tamat SLTP lebih besar dari pada pekerja keluarga atau kelompok umur dan pendidikan yang sama. Kecuali untuk yang berusaha memiliki anak balita pendidikannya tamat SLTA proporsi bekerja penuh lebih kecil dari pada pekerja keluarga, bahkan untuk kelompok tamat SLTA yang berusaha cenderung bekerja tidak penuh sedangkan pekerja pekerja keluarga cenderung balita baik pendidikannya tidak tamat SD, tamat SD dan tamat SLTP lebih besar dari pada pekerja untuk kelompok yang sama. Sedangkan buruh/karyawan yang pendidikannya tamat SLTA, mempunyai anak balita walaupun cenderung bekerja penuh, tetapi proporsinya lebih kecil dibandingkan dengan pekerja keluarga yang bekerja penuh untuk kelompok yang sama.
Untuk kelompok umur anak dan jumlah anak, baik ibu rumah tangga dengan anak balita maupun bukan dan jumlah anaknya sedikit maupun banyak proporsi bekerja penuh yang berusaha maupun buruh/karyawan lebih besar dari pekerja keluarga. Namun demikian untuk buruh/karyawan yang memiliki anak balita dan jumlah anaknya banyak proporsi bekerja penuhnya lebih kecil dari pada proporsi bekerja tidak penuh. Dengan demikian untuk kelompok ini cenderung bekerja dengan jam kerja pendek.
Menurut kelompok umur anak dan tempat tinggal yang diperhatikan, ibu rumah tangga yang bekerja penuh, memiliki anak balita atau bukan, bertempat tinggal di pedesaan atau di perkotaan, status pekerjaannya berusaha atau buruh/karyawan, proporsinya lebih besar dibandingkan denga pekerja keluarga menurut kelompok yang sama. Yang menarik dari hasil temuan ini adalah bagi buruh/karyawan yang memiliki anak balita, tempat tinggalnya di pedesaan, proporsi ibu yang bekerja penuh lebih kecil dari pada proporsi ibu bekerja tidak penuh. Juga untuk pekerja keluarga yang memiliki anak bukan balita tinggal di perkotaan proporsi bekerja penuhnya lebih besar dari pada proporsi bekerja tidak penuh.
Apabila kelompok umur anak dan tempat tinggal yang diperhatikan, secara umum proporsi ibu bekerja penuh baik memiliki anak balita atau bukan, status pekerjaannya berusaha atau buruh/karyawan lebih besar dibandingkan dengan proporsi bekerja penuh pekerja keluarga untuk kelompok umur anak dan kelompok umur ibu yang sama. Namun demikian buruh/karyawan yang mempunyai anak balita berumur 40-49 tahun cenderung bekerja tidak penuh. Sedangkan pekerja keluarga yang memiliki anak bukan balita berumur 15-29 dan 30-39 senderung bekerja penuh.
Berdasarkan besarnya asosiasi parsial dalam analisa deskriptif dan dari besarnya nilai p<0,05 dalam analisa inferensial, secara umum terdapat perbedaan yang berarti antara variabel sosial, ekonomi dan demografi yang diperhatikan terhadap jam kerja ibu rumah tangga. Dari hasil perhitungan odd rasio, ada perbedaan kecenderungan ibu rumah tangga bekerj apenuh menurut tiap kelompok variabel bebas yang diperhatikan. Menurut analisa deskriptif dan inferensial, sebagian besar ibu yang berusaha maupun buruh/karyawan mempunyai kecenderungan bekerja penuh, sedang untuk pekerja keluarga mempunyai kecenderungan bekerja tidak penuh.
Dalam studi ini dikemukakan implikasi kebijakan sebagai berikut:
Perlu ditingkatkan pengetahuan pekerj aibu rumah tangga yang memiliki pendidikan rendah, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal seperti kursus-kursus dan pelatihan agar produktivitas dan keterampilan kerjanya meningkat. Pelaksanaan pendidikan bagi pekerja tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama anatara lembaga pendidikan, Departemen Tenaga Kerja maupun instansi terkait lainnya seperti Universitas khususnya Lembaga/Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat.
Perlu dipikirkan alternatif kesempatan kerja yang produktif, mengingat sebagian besar pekerja ibu rumah tangga yang tempat tinggalnya di pedesaan bekerja tidak penuh. Ini dapat dilaksanakan misalnya dengan mendirikan industri-industri rumah tangga yang mengolah hasil-hasil pertanian di desa, misalnya industri kerupuk singkong, anyaman bambu dan industri kerajinana tangan yang sesuai dengan potensi desanya.
Bagi yang mempekerjakan ibu usia 30-39 tahun, perlu memperhatikan berbagai hal yang berkaitan dengan kehamilan, kelahiran dan perawatan anak terutama yang masih balita. Perlu disediakan tempat-tempat penitipan anak yang dekat dengan tempat kerja, khususnya bagi ibu bekerja penuh dan masih memiliki anak balita."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>