Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tambunan, Yulisa Rofaidah
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3021
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Yulianti
"Hubungan sibling (antara saudara kandung) memberikan pengaruh yang penting pada kehidupan keluarga dan dalam perkembangan seseorang. Hal ini disebabkan karena hubungan antara saudara kandung merupakan hubungan yang paling lama (longest-fasting) dimiliki oleh individu (Papalia, 1998). Dalam hubungan dengan saudara kandung terdapat empat hal yang muncul, yaitu adanya kehangatan (warmth), status/kekuatan (relative power / status), ada konflik dan juga ada persaingan (rivalry) antara sesama saudara kandung Furman & Buhrmester (dalam Brody, 1996).
Hubungan saudara kandung yang dikatakan sibling rivalry, yaitu bila terdapat adanya persaingan, kecemburuan, kemarahan dan kebencian yang menyangkut pada banyak hal seperti dalam pendidikan, kasih sayang orang tua atau lainnya.
Hubungan antara saudara kandung dipengaruhi oleh beberapa hal. Furman, W. & Lanthier, (1996) antara lain variabel konstelasi keluarga dan juga peran orang tua. Beberapa variabel konstelasi keluarga yang mempengaruhi hubungan antara saudara kandung, antara lain jarak usia antara saudara kandung, persamaan / perbedaan jenis kelamin, besar kecilnya keluarga dan urutan kcluarga. Sedangkan peran orang tua yang mempengaruhi adalah pola asuh orang tua dan perlakuan / treatment dari orang tua.
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengetahui bagaimanakan gambaran pola asuh orang tua, perlakuan orang tua dan variabel konstelasi keluarga pada anak yang mengalami sibling rivalry.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan studi kasus. Sampel pada penelitian ini adalah dua orang kakak adik yang mengalami sibling rivalry yang diambil dengan metode pengambilan sampel incidental purposif sampling. Penelitian ini mcnggunakan metode pengambilan data yaitu wawancara dengan pedoman wawancara, dan juga menggunakan alat bantu lainnya seperti alat perekam serta alat tes HTP, SSCT dan family drawing.
Hasil dari penelitian ini yaitu pola asuh orang tua pada anak yang mengalami sibling rivalry pada kedua pasang subyek yaitu pola asuh autoritarian dan pola asuh autoritatif. Perlakuan orang lua pada anak yang mrngalami sibling rivalry pada kedua pasang subyek yailu terdapat perlakuan / treatment khusus yang dilakukan oleh orang Lua pada salah salu saudara kandung mercka. Dua pasang subyek menyadari bahwa perlakuan yang berbeda / khusus pada Salah satu anak tersebut kemudian mempengaruhi pada penenluan anak favorit, pemberian perhatian, pembagian waktu yang diberikan oleh orang tua dan kedekatan antara anak dengan orang tua. Variabel konstelasi keluarga pada anak yang mengalami sibling rivalry pada kedua pasang subyek memiliki kesamaan pada jenis kelamin yang berbeda dan besar kecil keluarga; serta memiliki perbedaan pada variabel jarak usia dan urutan kelahiran."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T16827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hellen Damayanti
"Sibling relationships merupakan suatu fenomena yang unik dan selalu menarik untuk dibahas karena hubungan ini merupakan ikatan terpanjang yang mungkin dimiliki oleh seseorang dengan orang lain sepanjang hidupnya. Hubungan seseorang dengan saudara kandungnya dimulai sejak mereka lahir dan akan terus berlanjut sampai salah salu dari mereka meninggal.
Pada tahap awal masa kanak-kanak, seseorang melewatkan lebih banyak waktu mereka bersama dengan saudara kandungnya daripada dengan orangtua karena orangtua hares bekerja Karena itu, sibling relationships sangat bervariasi secara luas mulai dari afeksi, permusuhan, dan persaingan. Kedekatan yang terjalin biasanya lebih sering terjadi pada kakak beradik wanita daripada kakak beradik pria (White and Riedmann, 1992 dalam Cicirelli, 1995).
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hal-hal apa sajakah yang khan dalam sibling relationships pada pria dan wanita dewasa muda dengan saudara kandung yang semuanya sama jenis kelamin dan faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi terbentulmya kekhasan tersebut.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori mengenai sibling relationships dari Cicirelli (1995), Brody (1996), dan Borden (2003) serta beberapa tokoh lain. Kualitas sibling relationships akan dilihat dari variabel konstelasi keluarga dan hubungan antara orangtua dan anak. Variabei konstelasi keluarga terdiri dari jarak usia, pola interaksi berdasarkan jenis kelamin, dan urutan kelahiran. Hubungan antara orangtua dan anak terdiri dari kualitas hubungan dan pengaturan hubungan.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah empat orang yang terdiri dari dua orang pria dan dua orang wanita dimana seluruhnya berada pada usia dewasa muda dan memiliki saudara kandung yang semuanya sarna jenis kelamin. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa keempat subyek memiliki hubungan yang dekat dengan salah satu dari saudara kandungnya dan berkonflik dengan saudara kandungnya yang lain. Selain itu, tampak adanya perbedaan pola interaksi antara subyek pria dan wanita dimana topik pembicaraan dari kedua subyek pria dengan saudara kandungnya lebih sering berkisar pada masalah pekerjaan. Mereka lebih memilih untuk mengambil alih tugas dan tanggung jawab dari saudara kandungnya, dan konflik yang terjadi dianlara mereka berupa fisik dan verbal. Sedangkan pada kedua subyek wanita, topik pembicaraan mereka lebih mengarah pada minat dan hobi. Mereka juga lebih berharap dapat meningkatkan kedekatan emosi, dan konfilik yang terjadi di antara mereka terbatas pada konflik verbal. Keempat orang subyek memiliki hubungan yang tidak dekat dengan orangtua masing-masing, begitu pula dalam hubungan dengan saudara kandungnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18093
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frankie Kusumawardana
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara variabel kematangan iman dan perilaku seksual dalam hubungan berpacaran pada remaja Kristen. Selain itu, penelitian ini juga bermaksud memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang dinamika hubungan yang terjadi. Ada dua pendekatan yang digunakan, yaitu kuantitatif dan kualitatif, pendekatan kuantitatif digunakan untuk menguji korelasi antara kedua variabel dan pendekatan kualitatif digunakan untuk menggali kedalaman hubungan tersebut. Jumlah partisipan dalam penelitian ini sebanyak 51 orang termasuk dua pasangan yang diwawancarai. Alat ukur yang digunakan adalah adaptasi Faith Maturity Scale (Benson, Donahue, & Erickson, 1993) dan alat ukur perilaku seksual yang disusun oleh peneliti. Dari hasil pengujian statistik didapatkan koefisien korelasi (r) sebesar -0,425 yang signifikan pada level of significance (l.o.s) 0,01. Hasil ini berarti adanya hubungan yang signifikan antara dua variabel tersebut dengan arah korelasi terbalik. Mengenai dinamikanya, kematangan iman seseorang menolong dirinya untuk menahan perilaku seksual yang progresif dan memunculkan rasa bersalah apabila melewati batas tertentu dalam perilaku seksual. Hal ini berkaitan dengan nilai kekudusan serta penghayatan akan anugerah keselamatan. Selain itu, perilaku seksual antara dua orang remaja Kristen merupakan sebuah fungsi dari kematangan iman dan interaksi antara keduanya.

ABSTRACT
The purpose of this research is to test the correlation between faith maturity and sexual behavior in dating relationship among Christian Teenagers. Moreover, another purpose is to describe the dynamics of the relation between them. Two approaches are used in this research, quantitative approach is used to test the correlation between two variables and qualitative approach helped to discover the depth of the correlation. Total participants in this research are 51, which include two couples that have been interviewed. Instruments used in this research are adapted Faith Maturity Scale from Benson, Donahue, and Erickson (1993) and self-constructed sexual behavior scale. From the statistical result, obtained the correlation coefficient (r) = -0,425 which is significant within 0, 01 level of significance (l.o.s). This result implied a significant correlation between them with a reverse direction of correlation. The dynamics explained that faith maturity helps Christian teenagers to restrain their progressive sexual behavior during dating and create guilt when passing over a certain degree of sexual behavior. These dynamics are related with the value of holiness and total comprehension of grace of salvation. Furthermore, sexual behavior among two Christian teenagers is a function of their maturity of faith and the interaction between them."
2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Waheeda B. Abdul Rahman
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebahagiaan wanita dewasa muda yang dibesarkan dalam keluarga poligami. Selain itu, untuk mengetahui keutamaan dan kekuatan yang dimiliki dan bagaimana mereka mengaplikasikannya di dalam kehidupan mereka untuk meraih kebahagiaan. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan disain deskriptif. Kuesioner VIA-IS juga digunakan untuk mengenal keutamaan dan kekuatan subjek penelitian.
Subjek penelitian terdiri dari empat wanita dewasa muda yang dibesarkan dalam keluarga poligami. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, sedangkan analisis dilakukan dengan merujuk pada hasil dari kuesioner VIA-IS, standar dan pendapat peneliti.
Dari analisis terhadap hasil wawancara dan perhitungan nilai dari kuesioner VIA-IS, disimpulkan bahwa: 1) gambaran poligami yang dilakukan ayah adalah rata-rata mereka hidup harmonis walaupun ada konflik tetapi tidak terlalu serius, hanya iri-irian; 2) gambaran penghayatan terhadap poligami yang dilakukan ayah adalah tidak mempermasalahkan perilaku tersebut; 3) semua subjek secara keseluruhan bahagia dengan kehidupan mereka karena hubungan interpersonal yang baik.; 3a) gambaran kebahagiaan mengenai masa lalu yang berpengaruh adalah emosi positif pride, gratitude dan forgiveness; 3b) gambaran kebahagiaan masa depan hanyalah emosi positif hope; 3c) gambaran kebahagiaan saat ini pleasure dan gratifikasi yang disesuaikan dengan keadaan di pondok pesantren; 4) gambaran penghayatan subjek mengenai keterkaitan antara poligami yang dilakukan ayah dengan kebahagiaan adalah pada awal mereka terpengaruh tetapi dengan berjalannya waktu, tidak terpengaruh; 5) keutamaan dan kekuatan yang dimiliki subjek adalah Forgiveness and Mercy dan Gratitude.
Hasil penelitian menyarankan data harus dari beberapa sumber; melakukan penelitian kuantitatif; mengacu pada teori yang khusus untuk kekuatan gratitude bersama forgiveness and mercy; meneliti gambaran proses pembentukan dan aplikasi kekuatan gratitude dan forgiveness and mercy; subjek penelitian diganti dengan mereka yang berada di luar pondok pesantren; melakukan penelitian cross-sectional untuk membandingkan kebahagiaan mereka yang dibesarkan di dalam keluarga bercerai dan keluarga poligami.

The focus of this study was to understand the authentic happiness among young adulthood women in polygamous families; as well as to identify their virtues and strengths and how they applied them in their lives to gain authentic happiness. This was a qualitative descriptive interpretive study. Questioner VIA-IS was also used to identify the virtues and strengths of the subjects in this study.
The subjects in this study were four young adulthood women from polygamous families. The data was acquired through deep interview and analysis was done referring to the results from questioner VIA-IS; and the standards and opinions set by the researcher.
From the analysis of the results of the interviews and the questioner VIA-IS, the conclusions were: 1) the descriptions of polygamous families were generally harmonious even though there were some minor conflicts mainly jealousies; 2) there were no hard feelings generated from the polygamies committed by their fathers; 3) all subjects were generally happy in their lives because of very good interpersonal relationships; 3a) positive emotions like pride, gratitude and forgiveness influenced their authentic happiness about the past; 3b) only hope influenced their authentic happiness towards the future; 3c) pleasure and gratification were adapted to their lives in a boarding school; 4) they were at first influenced by the polygamies but later accepted them; 5) Forgiveness and Mercy with Gratitude were the strengths that they made used of in their lives.
Suggestions made from the results of the study were that data should be from a few sources; quantitative research should be undertaken; must concentrate on specialized theories based on the strengths gratitude with forgiveness and mercy; research on the descriptive process of the formation and application of the strengths gratitude with forgiveness and mercy; subjects can be replaced with those not living in a boarding school; conduct a cross-sectional study to compare the authentic happiness of young adulthood women from divorced families and polygamous families."
2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novianthi Dian Purnamawati
"Masa pensiun terjadi ketika individu berhenti dari dunia kerja dan mulai menjalankan peran baru dalam kehidupannya (Turner & Helms, 1995). Di Indonesia, salah satu jenis pekerjaan yang berkaitan erat dengan pensiun adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Menurut Dinsi, dkk (2006), masalah penyesuaian diri lebih banyak dialami oleh mereka. Hal ini dikarenakan batas usia pensiun PNS yang masih tergolong dewasa madya atau usia produktif untuk bekerja.
Masalah penyesuaian diri tersebut pada akhirnya akan berdampak pada aspek psychological well-being (PWB) para PNS saat pensiun. PWB itu sendiri merupakan konstruk yang dirumuskan oleh Ryff (1989) yang terdiri dari enam dimensi yang mengungkapkan fungsi positif individu, antara lain dimensi penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran PWB pegawai negeri sipil yang pensiun di usia dewasa madya dengan menggunakan metode wawancara mendalam. Sampel penelitian ini adalah empat PNS pria karena isu gender di Indonesia memandang bahwa pria merupakan pencari nafkah utama keluarga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat pensiun di usia dewasa madya, keempat partisipan memiliki kondisi PWB yang positif dengan dinamika yang berbeda. Terdapat beberapa faktor yang terkait dengan keadaan PWB mereka, yaitu faktor penyesuaian masa pensiun, usia, budaya, agama, pola asuh orangtua, interpretasi terhadap pengalaman hidup, dan dukungan sosial.

A period of retirement happened when someone rest from world of formal work and start to run a new role in life (Turner & Helms, 1995). In Indonesia, one of job which is interlaced with retirement is a Civil Public Servant. According to Dinsi., dkk (2006), adjustment problem more experienced by them. This is because their retired age still in a middle adulthood phase or productive age to work.
Finally, that adjustment problem will affect in psychological well-being (PWB) when retire. PWB is a construct which is formulated by Ryff (1989). This construct has six dimensions which represent about positive psychological functioning: self acceptance, positive relations with other, autonomy, environmental mastery, purpose in life, and personal growth.
This research aims to describe the PWB of Civil Public Servant who retire during middle adulthood using a depth interview method. Samples of this research are four men because issue of gender in Indonesia views those men is a primary livelihood supplier in family.
Result of this research indicates that all participants have a positive PWB with different dynamics when retire at middle adulthood. There are some factors which are interlaced with their PWB, include an adjustment to retirement, age, culture, religion, pattern of parents guidance, interpretation to life experience, and social support.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Gangguan bipolar merupakan suatu gangguan yang ditandai dengan perubahan mood antara rasa girang yang ekstrem dan depresi yang parah (Nevid, Rathus & Greene, 2003). Para penderita gangguan bipolar tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga menyebabkan kualitas hidup mereka rusak (Goodwin & Jamison, 1990). Mereka sulit mempertahankan suatu hubungan, memiliki kinerja kerja yang buruk, dan sulit menjalankan fungsi sosial dengan baik.
Walaupun tidak bisa kembali normal, seorang penderita bipolar mampu mengusahakan agar dapat pulih. Coleman (1999, dalam Straughan & Buckenham, 2006) mengatakan pulih berarti kemampuan seseorang untuk mempertahankan kondisi stabil agar tidak terlalu 'tinggi' ketika manik atau terlalu 'rendah' ketika memasuki episode depresi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor pendukung pemulihan pada penderita bipolar dengan menggunakan metode wawancara mendalam. Sampel penelitian ini adalah tiga orang penderita bipolar yang telah mendapat diagnosis dari psikolog atau psikiater.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemulihan yang dialami setiap subjek telah melalui beberapa kali peristiwa kambuh dan usaha bunuh diri. Dari peristiwa-peristiwa tersebut para subjek belajar untuk mengenali gejala-gejala gangguan bipolar sehingga mampu melakukan usaha pencegahan atau meminimalisir tingkat keparahan saat kambuh. Terdapat beberapa faktor pendukung proses pemulihan pada mereka yaitu nilai agama, dukungan keluarga, kehadiran teman dan obat-obatan.

Bipolar disorder is a symptom that is indicated by changing in mood extremely between manic and acute depression (Nevid, Rathus & Greene, 2003). The bipolar disorder sufferer do not have ability to control their emotion and it affects their life (Goodwin & Jamison, 1990). They will find difficulties in making relationship, having bad working habbits, and hard to carry out their social function.
Although the sufferer cannot back to the previous condition, but they can make an effort to be recovered. Coleman (1999, in Straughan & Buckenham, 2006) said that recovered here means condition that make someone can maintain the stability of their emotional condition.
The aim of this research is knowing supporting factors of recovery in bipolar disorder sufferer using intensive interview method. Objects of this research are three bipolar disorder sufferers who have been diagnosed by the psychiatrist.
The result indicate that during recovery process, the sufferers recurrenced from their illness for several times and even tried to commit suicide. From that experience, the sufferer learned how to analyst the bipolar disorder symptom so they can do preventive action against it. There are severals suppporting factors that can help recovery process, they are religion moral, family support, friends, and medicines."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
616.89 FAU f
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Fransisca
"Penilaian dan penolakan dari masyarakat, menyebabkan kaum homoseksual sulit untuk menyatakan pada publik tentang orientasi seksualnya (coming-out). Hal yang terpenting dalam masa dewasa muda selain tugas perkembangan adalah kebutuhan akan intimacy. Untuk memenuhi tugas perkembangan tersebut, individu biasanya akan menjalin hubungan dengan lawan jenis untuk menyeleksi dan memilih pasangan hidupnya. Jika kebutuhan intimacy dewasa muda tidak terpenuhi, maka individu akan mengalami kesepian, cemas, dan tidak percaya diri. Hal itu menunjukkan hubungan antara intimacy dan kesejahteraan psikologis (psychological well-being).
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat gambaran psychological well-being pada pria gay yang telah coming-out. Untuk mendapatkan gambaran kesejahteraan psikologis, peneliti menggunakan konsep psychological well-being dari Ryff. Dalam penelitian ini diketahui bahwa terdapat keterkaitan antara coming-out, intimacy dan kesejahteraan psikologis individu. Jika dalam proses coming-out individu mendapatkan dukungan sosial maka kaum homoseksual dewasa muda dapat memenuhi kebutuhan intimacy dengan baik, dan itu akan membuat kaum homoseksual mempunyai kualitas kesejahteraan psikologis yang baik. Demikian pula sebaliknya, jika terjadi hambatan dalam proses coming-out yang menyebabkan individu sulit memenuhi intimacy-nya, hal itu akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis yang dimiliki.

Evaluation and denial from society causing homosexual have difficulty to declare to the public about their sexual orientation (coming-out). Most important thing in adult period other than growing up is necessity to for intimacy. To fulfill such growing task, individual usually create relationship with their opposite sex to select their spouse. If the adult intimacy necessity is not fulfilled, a person shall undergo loneliness, anxiety, and unconfident. This shows relationship between intimacy and psychological well-being.
In this research, researcher wishes to see image of psychological well-being at gay who has coming-out. To obtain image of psychological well-being, researcher using concept of psychological well-being from Ryff. In this research known that there is relationship between coming-out, intimacy and psychological well-being. If in the process of comingout a person receives social support, therefore young homosexual may fulfill intimacy with well, and it makes homosexual having good psychological well-being. On the contrary, if there is obstacle in coming-out process making a person difficult to fulfill their intimacy, it shall affect to their psychological well-being they had.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
155.5 MAY g
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Wisudantari Parthami
"Penelitian tentang identitas jender laki-laki dalam kerangka psikologi ulayat juga masih sangat minim jumlahnya. Pengaplikasian teori psikologi barat secara utuh pada fenomena budaya tentu dapat menimbulkan bias. Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali merupakan salah satu desa Bali asli yang mengelompokan peran pemuda dan gadis desanya berdasarkan organisasi khusus, sekeha teruna (untuk pemuda) dan sekeha deha (untuk gadis).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran pemahaman subjek terhadap identitas jender laki-laki mereka dan proses pembentukan identitas jender laki-laki mereka. Penelitian ini menggabungkan berbagai macam teori mengenai identitas jender laki-laki serta teori belajar sosial?termasuk sosialisasi dan skema jender-sebagai kerangga acuan dalam menganalisis.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan wawancara dan studi pustaka sebagai teknik pengambilan data. Wawancara dilakukan pada tiga pemuda desa adat Tenganan Pegringsingan yang berada pada tahap perkembangan dewasa muda.
Hasil penelitian menunjukan ketiga subjek memiliki pemahaman bahwa identitas jender laki-laki mereka terpisah antara 'teruna' dan 'laki-laki'. 'Teruna' adalah identitas jender mereka dalam konteks adat. Sedangkan 'lakilaki' merupakan identitas jender laki-laki mereka di luar konteks adat. Pemahaman identitas jender laki-laki mereka dihayati dari sisi fisik, karakter, dan perilaku mereka sebagai laki-laki. Ketiga subjek memahami ada banyak pihak yang membentuk mereka menjadi laki-laki dan atau teruna. Eka memandang keluarga sebagai faktor utama dalam proses pembentukan identitas jender lakilakinya. Dwi merasa pengaruh adat yang paling besar membentuk identitas jender laki-lakinya. Sedangkan Tri menekankan peran teman-teman laki-lakinya.

It is still few study of male gender identity on indigenous psychology perspective. Straight forward applied of western theories on local phenomena could lead bias. Tenganan Pegringsingan Village, Karangasem, Bali, is an ancient Balinese Village at the present moment, which is classifying its young men and women based on special organization called sekeha teruna (for young men) dan sekeha deha (for young women).
Objectives of this study are to describe subject's understanding about their male gender identity and the process of their male gender identity construction. These studies used eclectic approach by composing many theories of male gender identity and social learning theory?including ocialization and gender schema theory-as base theory.
Research is conducted with qualitative method, using indepth interview and study literature as data collection technique. Three young adult from Tenganan Pegringsingan Village were chosen purposively as participants.
Research findings show participants distinct their concept between 'teruna' and 'man'. 'Teruna' they define as their male gender identity in indigenous context. Otherwise, 'man' is their male jender identity out side indigenous context. They find their male gender identity in term masculine physic, trait, and behavior. Participants have recognize many factor have construct them become a man or teruna. Eka put his family as the main factor of his male gender identity construction. Dwi thought Tenganan Pegringsingan give biggest influence to himself. Meanwhile, Tri sees his friends are the main factor.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
305.3 PUT k
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rosidah
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2033
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>