Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Didy Supriyadi
"Tesis ini membahas tentang ketentuan voluntary disclosure yang ada dalam hukum pajak di Indonesia. Latar belakang masalah adalah wajib pajak yang awalnya mengetahui atau menghendaki adanya suatu penghindaran pajak, tapi dengan kesadaran sendiri dapat berupaya memperbaiki dan mengubah perhitungan pajak-pajak terhutang. Terhadap kekeliruan dalam pengisian SPT yang dibuat oleh wajib pajak, wajib pajak masih berhak untuk melakukan pembetulan SPT atas kemauan sendiri, dan mengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT (voluntary disclosure) sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan.
Kegunaan penelitian ini akan memberikan rekomendasi terhadap penerapan ketentuan perundang-undangan perpajakan tentang upaya voluntary disclosure, seperti pembetulan SPT dan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT, yang relevan dengan peningkatan penerimaan negara dan implikasinya dengan tax compliance dan tax enforcement. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan bersifat deskriptif analisis.
Hasil dari penelitian ini adalah mendorong wajib pajak menggunakan haknya untuk melakukan voluntary disclosure dengan harapan dapat mengurangi upaya tax enforcement dan administrative cost, sehingga tax compliance meningkat, serta penerimaan pajak juga meningkat. Oleh karena itu, keringanan sanksi diperlukan agar wajib pajak pada saat melakukan voluntary disclosure tidak terbebani sanksi yang lebih besar dibandingkan sanksi yang dikenakan ketika otoritas perpajakan melakukan tax enforcement.

This study discusses about the voluntary disclosure provisions that have been included in the Indonesia Tax Law. The issue is the taxpayers who initially knew or required an avoidance of tax, but the voluntarily amend and correct the calculation of their taxes payable. For all mistakes in filing tax return, the taxpayers have the right to make any corrections, and disclose of incorrectness in completing the filed tax return in accordance with tax law.
The usefulness of this study will provide recommendations on the implementation of the provisions of tax laws concerning voluntary disclosure, such as amendment of tax return or disclosure of incorrectness in completing the filed tax return, that has relevance to increase tax revenues and its implications with tax compliance and tax enforcement. This study is qualitative and descriptive analysis.
The results of this study are encouraging taxpayers to use their rights to make voluntary disclosure to reduce the tax enforcement efforts and administrative costs, thus increasing tax compliance and tax revenues. Therefore, reducing/waiving penalties are necessary for the taxpayer to make voluntary disclosure. When doing voluntary disclosure, the penalties should be lower than the penalties of tax enforcement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2103
T32544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihite, Togap Maruasas
"ABSTRAK
Tesis ini membahas keadilan dan kepastian hukum dalam peraturan fasilitas Kawasan Berikat. Adanya fasilitas Kawasan Berikat dalam bentuk fasilitas perpajakan dan fasilitas pelayanan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang diterapkan dalam peraturan tentang Kawasan Berikat merupakan incenstives bagi investor untuk memulai bisnis di Indonesia. Fasilitas ini juga merupakan suatu reluktansi tariff barier yang ditujukan untuk memproteksi industri dalam negeri. Inti dari fasilitas perpajakan adalah penangguhan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor sampai dengan ekspor hasil olahan barang impor tersebut serta tidak dipungut PPN lokal pada saat subkontrak untuk tujuan pengolahan. Sedangkan fasilitas pelayanan adalah atas importasi tidak dilakukan pemeriksaan fisik adanya petugas khusus mengawasi dan melayani di perusahaan Kawasan Berikat dan prosedur yang sederhana dan cepat. Fasilitas ini mengakibatkan dampak yang berbeda terhadap keadaan industri dalam negeri yang tidak mendapat fasilitas. Dampak utama adalah timbulnya perbedaan kemampuan dalam merebut marketshare untuk industri sejenis. Tesis ini bertujuan untuk mengevaluasi jurisdiksi Kawasan Berikat untuk pertimbangan rasa keadilan antara perusahaan dengan fasilitas Kawasan Berikat dan perusahaan tanpa fasilitas Kawasan Berikat serta memberikan kepastian hukum kepada perusahaan penerima fasilitas Kawasan Berikat.

ABSTRACT
This thesis discusses justice and certainty before the regulations of Bonded Zone. Existence of Bonded Zone Facility Scheme in the form of tax and service facility under Direktorate Generale Customs and Excise in sets of rules is incenstives for investor for starting a bussines in Indonesia. This Facility is a kinds of reluctanse in the scheme of tariff barriers in order to protect domestic industry. Main profitable of tax facility is obtained deferred payment of Import Duty and Tax in Import (Value Added Tax (PPN), Sales Tax on Luxury Goods (PPnBM), and/or Income Tax (PPh) of Article 22 Import) until export and not imposed local VAT when executing subcontract for processing activities. In other hand service facility is with out physical check beside the installment of customs officer to serve and inspect in Bonded Zone area and simple customs procedure. This facility incurs higher competition escalation toward local company without facility. Main impact is boosting The difference of ability to seize marketshare for industry. This thesis aims to evaluate Bonded Zone jurisdiction for sense of justice between company with facility and company with out facility as well as provide legal certainty to the companies."
2013
T35339
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Sonya Adrince
"Mengantisipasi peningkatan penerimaan pajak sebagai sumber dana bagi APBN, Direktorat Jenderal Pajak mengupayakan perbaikan di berbagai aspek, salah satunya dengan menempuh reformasi perpajakan. Reformasi Perpajakan khususnya Reformasi Peraturan dan Kebijakan Perpajakan dalam tubuh Direktorat Jenderal Pajak memberikan dampak pada tuntutan kesetaraan antara Wajib Pajak dan Fiskus serta tuntutan pemberian fasilitas perpajakan seperti pengampunan pajak bagi Wajib Pajak. Pengampunan Pajak sebenarnya bukan hal baru di Indonesia, pengalaman pertama pengampunan pajak terjadi melalui Penetapan Presiden RI Nomor 5 Tahun 1964 tentang Peraturan Pengampunan Pajak dan kedua pada tahun 1984 dengan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak. Tetapi sejarah mencatat program pengampunan pajak tersebut tidak efektif karena adanya keenganan Wajib Pajak dan tidak tertatanya sistem administrasi perpajakan. Belajar dari pengalaman dan tuntutan keuangan negara, sudah sewajarnya pengampunan pajak diberlakukan dan penetapan pada tingkatan Undang-undang. Di dalam Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang-undang No 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) terdapat ketentuan Pasal 37A, dikenal dengan Kebijakan Sunsel Policy, yang memberikan ruang kepada Wajib Pajak untuk memperoleh fasilitas pegampunan pajak. Hal yang perlu dicermati adalah pada aspek substansi Kebijakan Sunsel Policy itu sendiri sebagai perangkat hukum yang diharapkan memberi jaminan keadilan dan kepastian hukum yang seimbang antara wewenang Negara dalam melaksanakan pemungutan pajak, termasuk penerapan sanksi dengan perlindungan hukum terhadap hak-hak Wajib Pajak. Suatu kebijakan pajak dikatakan baik bila secara teknis dapat diimplementasikan melalui peraturan perundang-undangan yang praktis atau melalui prosedur administrasi yang efisien. Adapun filosofi dari Kebijakan Sunsel Policy adalah bahwa Pemerintah memasukan satu pasal baru, yaitu Pasal 37A dalam UU KUP untuk memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak yang hingga saat ini belum memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar agar secara sukarela melaporkan atau membetulkan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan secara benar, jelas, dan lengkap dengan menjamin pengurangan/penghapusan sanksi atas bunga keterlambatan pelunasan pajak tidak/belum sepenuhnya dibayar. Kebijakan Sunsel Policy merupakan hasil kompromi antara kepentingan Direktorat Jenderal Pajak untuk memperluas base data Wajib Pajak dalam rangka mengamankan target penerimaan Negara dengan kepentingan Wajib Pajak yang menginginkan tax amnesty dan kesetaraan antara Wajib Pajak dan aparat pajak.

Anticipating the increase of tax revenue as the revenue source for the budget, Directorate General of Taxes (DGT) have established improvement in all aspect, one of these efforts was tax reform. Tax Reform particulariy in Tax Regulation and Policy Reform in DGT have caused effect which requires the equality between tax payer and tax officer and requires tax facilities such as tax amnesty. Indonesia had implemented the tax amnesty program under President Decree No 5 of 1964 Concerning Tax Amnesty Regulation and President Decree No 26 of 1984 Concerning Tax Amnesty. The History reveals that these tax amnesties program were ineffective because of unwillingness of tax payers and unorganized of tax administration system. Learning from the failure and the budget requirement, tax amnesty should be implemented and applicable in the law level. Consolidation of Law of the Republic Indonesia Number 6 of 1983 Concerning General Provisions and Tax Procedures As Lastiy Amended By Law Number 28 of 2007 (UU KUP) consist Article 37A, better known as Sunset Policy, which give an opportunity to tax payers to have tax amnesty. The thing that we should notice carefully is the substance of Sunset Policy itself as a law instrument that expected giving equality and certainty which is equivalent between State’s responsibility to conduct tax collection, including claim of administration penaity and State’s law protection to tax payer’s right. A tax policy is concluded to be well constructed tf the policy could be implemented technically by having uncomplicated regulations or having an efficient administration procedure. The philosophy of Sunset Policy is Government inserted new article, article 37A in UU KUP to give an opportunity to tax subjects who have not correctfy fulfilled their taxation obligations up to now to report or revise their annual income tax notification letters in a correct, clear, and complete manner by the granting of reductions or omissions in administrative sanctions in the form of interests over taxes which have not been paid in full or in part. Sunset Policy is a compromised result between DGT’s interest to broader tax payer’s data base in order to guard the budget revenue and tax payer’s interest to require tax amnesty and the equalily between tax payer and tax officer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26397
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Sonya Adrince
"ABSTRAK
Mengantisipasi peningkatan penerimaan pajak sebagai sumber dana bagi
APBN, Direktorat Jenderal Pajak mengupayakan perbaikan di berbagai aspek,
salah satunya dengan menempuh reformasi perpajakan. Reformasi Perpajakan
khususnya Reformasi Peraturan dan Kebijakan Perpajakan dalam tubuh Direktorat
Jenderal Pajak memberikan dampak pada tuntutan kesetaraan antara Wajib Pajak
dan Fiskus serta tuntutan pemberian fasilitas perpajakan seperti pengampunan
pajak bagi Wajib Pajak. Pengampunan Pajak sebenarnya bukan hal baru di
Indonesia, pengalaman pertama pengampunan pajak terjadi melalui Penetapan
Presiden RI Nomor 5 Tahun 1964 tentang Peraturan Pengampunan Pajak dan
kedua pada tahun 1984 dengan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1984
tentang Pengampunan Pajak. Tetapi sejarah mencatat program pengampunan
pajak tersebut tidak efektif karena adanya keenganan Wajib Pajak dan tidak
tertatanya sistem administrasi perpajakan. Belajar dari pengalaman dan tuntutan
keuangan negara, sudah sewajarnya pengampunan pajak diberlakukan dan
penetapan pada tingkatan Undang-undang. Di dalam Undang-Undang No 28
Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang-undang No 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) terdapat ketentuan Pasal
37A, dikenal dengan Kebijakan Sunset Policy, yang memberikan ruang kepada
Wajib Pajak untuk memperoleh fasilitas pegampunan pajak. Hal yang perlu
dicermati adalah pada aspek substansi Kebijakan Sunset Policy itu sendiri sebagai
perangkat hukum yang diharapkan memberi jaminan keadilan dan kepastian
hukum yang seimbang antara wewenang Negara dalam melaksanakan
pemungutan pajak, termasuk penerapan sanksi dengan perlindungan hukum
terhadap hak-hak Wajib Pajak. Suatu kebijakan pajak dikatakan baik bila secara
teknis dapat diimplementasikan melalui peraturan perundang-undangan yang
praktis atau melalui prosedur administrasi yang efisien. Adapun filosofi dari
Kebijakan Sunset Policy adalah bahwa Pemerintah memasukan satu pasal baru,
yaitu Pasal 37A dalam UU KUP untuk memberikan kesempatan kepada Wajib
Pajak yang hingga saat ini belum memenuhi kewajiban perpajakannya secara
benar agar secara sukarela melaporkan atau membetulkan surat pemberitahuan
tahunan pajak penghasilan secara benar, jelas, dan lengkap dengan menjamin
pengurangan/penghapusan sanksi atas bunga keterlambatan pelunasan pajak
tidak/belum sepenuhnya dibayar. Kebijakan Sunset Policy merupakan hasil
kompromi antara kepentingan Direktorat Jenderal Pajak untuk memperluas base
data Wajib Pajak dalam rangka mengamankan target penerimaan Negara dengan
kepentingan Wajib Pajak yang menginginkan tax amnesty dan kesetaraan antara
Wajib Pajak dan aparat pajak."
2009
T37201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Kristianto Wahyu Kurniawan
"ABSTRAK
Dualisme penanganan sengketa administratif di bidang kepabeanan antara pengadilan
Pajak dan Pengadilan Tata Usaha Negara telah menciptakan ketidakpastian hukum.
Untuk itu penelitian ini membahas mengenai kekuasaan kehakiman terkait penanganan
sengketa dimaksud. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif. Sejalan
dengan metode tersebut, pendekatan yang digunakan ini adalah pendekatan analitis
(analytical approach) dan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute
approach). Berdasarkan sifatnya, penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum
deskriptif, sedangkan berdasarkan bentuknya, penelitian hukum ini merupakan
penelitian preskriptif. Setelah dilakukan penelitian secara komprehensif maka dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa pengadilan yang berwenang untuk memeriksa dan
mengadili sengketa administratif di bidang kepabeanan adalah Pengadilan Pajak.

ABSTRACT
Dualism adjudication in customs administrative dispute between Tax Court and
Administrative Court has caused a legal uncertainty. Therefore, this research analyzes
the judicial power regarding to the dispute mentioned. This study uses normative
research method. Accordingly, this research uses analytical approach and statute
approach. By its nature, this study is a descriptive legal research, and by its form this
study is a prescriptive legal research. Based on the analysis conducted in this research, it
is concluded that the most competent court to adjudicate customs administrative dispute
is Tax Court."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42276
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mona Sindytia
"Tesis ini membahas mengenai pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) progresif berdasarkan prinsip keadilan terhadap peningkatan pendapatan daerah Lampung. Penelitian ini merupakan penelitan hukum yuridis normatif, yang mengolah data dengan pendekatan deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian, tujuan PKB progresif adalah menciptakan tertib adminstrasi kendaraan, meningkatkan PAD, menekan volume kendaraan. Pemungutan PKB progresif ternyata belum memenuhi prinsip keadilan, dikarenakan syarat pemungutan kendaraan pribadi kedua dengan nama, alamat, dan jenis kendaraan sama masih menjadi pengelakan dalam pembayaran PKB progresif.
Hasil penelitan menyarankan adanya peningkatan integritas aparatur pajak; sosialisasi penerapan PKB Progresif yang berkelanjutan; adanya peningkatan sistem pembayaran PKB yang sederhana, cepat dan memanfaatkan teknologi informasi.

The thesis discusses about collecting Vehicle?s Progressive Tax (VPT), based on principle of justice to increase the local revenue in Lampung. This research is a normative law research, which uses descriptive approach in its data processing.
According to the result of research, the goals of VPT are to create the orderly administration of vehicle, increase the local revenue, and limit the number of vehicles. The VPT evidently is not according to the principle of justice, because the requirement who said that the vehicle owned by a personal person with the basis of the name, the address and the same vehicle is still become evasion of VPT payment.
The research suggested to increase the integrity of tax officers; needs a continously socialization about the implementation of Vehicle's Progressive Tax; and using a simple and a quick payment system, also using a information technology to increase tax recieved.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riadany Tyas Hapsari S.
"Tujuan negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pajak sebagai salah satu tulang punggung pendapatan negara menerapkan self assesment system dalam memungut pajak dari masyarakat. Namun dalam penerapannya, sistem ini seringkali disalah gunakan oleh Wajib Pajak sehingga menimbulkan kerugian bagi negara. Direktorat Jenderal Pajak melakukan upaya penegakan hukum dalam mengembalikan kerugian negara yang telah ditimbulkan oleh Wajib Pajak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, dalam menentukan kerugian negara haruslah ditentukan jumlah yang nyata dan pasti. Kedua, berkaitan penerapan pertanggung jawaban korporasi di bidang perpajakan sudah semestinya diterapkan. Hal ini dikarenakan perusahaan yang dapat disamakan dengan manusia yang memiliki pikiran dan dapat melakukan perbuatan ikut menikmati keuntungan dari penyimpangan penerapan self assesment system dibidang perpajakan.

Indonesia has aimed to achieve social welfare purpose as stated in The Preamble of Constitution 1945. Tax is one of the basic income for state enforcing selfassessment system in collecting taxes from citizen. Unfortunately, enforcing this system has caused state`s loss from tax payer misapplication. Directorate General of Taxation for law enforcement efforts in recovering losses that have been incurred by the taxpayer.
The results showed that, first, in determining the amount of damages which the state is determined to be a real and definite. Second, concerning with the implementation of corporate social responsibility in the field of taxation whether has been properly applied or otherwise. This is because the company that can be likened to a subject of law who has a mind and can do anything to enjoy the benefits of the deviation in the matter of application toward self-assessment system of taxation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stania Kurniati
"Tesis ini dibuat untuk mengetahui bagaimana praktik transfer pricing diatur di Indonesia dan untuk mengetahui apakah pengaturan transfer pricing di Indonesia sejalan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 karena melibatkan serangkaian Peraturan Direktur Jenderal. Metode penelitian adalah yuridis normatif. Pengolahan, analisa dan pengumpulan data dalam penelitian ini mempergunakan pendekatan yang bersifat kualitatif, dan hasil dari penelitian ini dituliskan secara deskriptif analisis. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, tesis ini menemukan bahwa praktik transfer pricing di Indonesia secara signifikan diatur oleh serangkaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dimana menurut Pasal 8 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, Direktur Jenderal bukan merupakan lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan Padahal, Pasal 23A Undang-Undang Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang. Dapat disimpulkan bahwa pengaturan transfer pricing tidak sejalan dengan pengaturan Pasal 23A UUD NRI 1945, dan oleh sebab itu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Karena Peraturan Direktur Jenderal pajak tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dalam mengatur substansi perpajakan, maka penelitian ini menyarankan ini untuk ditingkatkan levelnya menjadi Peraturan Pemerintah (PP). Hal ini untuk mencegah terjadinya ketidakpastian hukum lebih lanjut.

This thesis is made to know how transfer pricing practice being regulated in Indonesia, and also to know whether the regulation of transfer pricing in indonesia is in harmony with Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, since the regulation involved sets of Peraturan Direktur Jenderal. The research methods is normative. Analysis and gathering of data in this research used qualitative approach, and the results are written descriprive analytically. Based on the research, this thesis found that transfer pricing practice in Indonesia significantly being regulated by sets of Peraturan Direktur Jenderal Pajak, while according to Pasal 8 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, Direktur Jenderal is not considered authorized institution to make legislations. Meanwhile, Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 clearly stated that tax must be regulated by legislation. It is concluded that the regulation of transfer pricing in Indonesia is not in harmony with Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, and therefore inconstitutional. Because of this reason, this thesis recommend that the level of significant regulation of transfer pricing practise should be enhanced from Peraturan Direktur Jenderal Pajak to Peraturan Pemerintah. This is to prevent further law uncertainty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41758
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Lutfi
"Wajib Pajak dengan self assessment system membutuhkan pendampingan Konsultan Pajak untuk memberikan jasa perpajakan dalam rangka melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Regulasi profesi Konsultan Pajak hanya diatur setingkat Peraturan Menteri. Padahal seharusnya Konsultan Pajak diatur di tingkat peraturan perundang-undangan. Tesis ini ditulis dengan tujuan menganalisis pengaturan profesi Konsultan Pajak agar mempunyai kepastian hukum dan menganalisis implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 63/PUU-XV/2017 terhadap Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan terkait profesi Konsultan Pajak. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal dengan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan historis (historical approach). Pentingnya kehadiran Konsultan Pajak dalam dunia perpajakan harus diatur dalam peraturan perundang undangan setingkat undang-undang untuk memberikan landasan dan kepastian hukum. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 63/PUU-XV/2017 memberi kesempatan bagi profesi lain termasuk advokat untuk dapat menjadi kuasa Pajak yang sebelumnya hanya berlaku bagi konsultan pajak dan Karyawan Wajib Pajak. Perlu melakukan perubahan aturan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Menteri Keuangan terkait profesi Konsultan Pajak sebagai Kuasa Wajib Pajak agar tidak ada pembatasan subyek sebagai kuasa perpajakan yang bukan Konsultan Pajak dan segera menyusun dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Konsultan Pajak.

Taxpayers with a self-assessment system need assistance from a Tax Consultant to provide tax services in order to exercise their rights and fulfil their tax obligations in accordance with tax laws and regulation. A Tax Consultant Regulations only arranged in Ministry regulation level. Even though, the Tax Consultant should be regulated at the level of legislation. This thesis was written with the aim of analyzing the professional arrangement of Tax Consultants in order to have legal certainty and analyze implication the decision of constitutional court No. 63/PUU-XV/2017 of the Law concerning General Provisions and Procedures for Taxation and Regulation of the Minister of Finance related to the profession of Consultants. This research is legal research or doctrinal legal research. By secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials with statute approach, case approach, and historical approach. The present of Tax Consultant is very important in the world of taxation and must be regulated in legislation at the level of the law to provide a legal basis and certainty. Implications decision of Constitutional Court No. 63 / PUU-XV / 2017 gives an opportunity for other professions including advocates to become tax authorities who previously only applied to tax consultants and taxpayer employees. It is necessary to amend the rules and regulations of the Minister of Finance related to the profession of Tax Consultants as Taxpayers' Authorities so that there are no subject restrictions as tax authorities who are not Tax Consultants and immediately compile and approve the Draft Law on Tax Consultants."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T51877
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoon Young Jun
"Dalam Tesis ini penulis akan meneliti kapan sanksi pidana diterapkan kepada wajib pajak berdasarkan UU KUP. Sanksi terhadap wajib pajak tersebut dapat dikenakan dengan Pasal 38 apabila terjadi kelalaian atau kealpaan. Dan apabila wajib pajak melakukan kesengajaan, maka akan dikenakan Pasal 39.
Yang menjadi permasalahan bahwa dalam sistem perpajakan yang berlaku adalah self assesment system, sehingga seharusnya kelalaian atau kesengajaan menjadi terlihat dari sanksi pidana. Karena apabila dianggap laporan SPT wajib pajak tidak benar tentu akan diterbitkan ketetapan pajak sehingga demikian akan terlihat dari sanksi pidana karena atas ketetapan pajak tersebut apabila sudah dibayar maka tidak ada lagi kesalahan dari wajib pajak.
Sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia sejak tahun 1984 berdasarkan UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah self assesment yaitu memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajaknya melalui mekanisme surat pemberitahuan (SPT). Sistem ini sebagai pengganti dari governtment assesment. Meskipun pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak, namun wajib pajak harus melaporkan SPTnya dengan benar. Dalam hal SPT dilaporkan dengan tidak benar, maka akan terdapat sanksi administrasi maupun sanksi pidana kepada wajib pajak.

In this thesis the author will examine the criminal sanction when applied to taxpayers by the CTP Act. Sanctions against the taxpayer may be subject to Article 38 in the event of negligence or omission. And if the taxpayer makes a deliberate , it will be subject to Article 39.
The problem that the existing tax system is a self-assessment system, so it should be visible negligence or intentional misconduct of criminal sanctions. Because if the taxpayer's tax return statement is considered not correct assessment would be issued so as to be visible from above criminal sanctions because the tax assessment when it is paid then no fault of the taxpayer.
The existing taxation system in Indonesia since 1984 based on Law No. 6 of 1983 on General Provisions and Tax Procedures is a self-assessment is to give full trust to the taxpayer to calculate, pay, and report their own taxes through the notification mechanism (SPT). This system in lieu of governtment assessment. Although the government gave full credence to the taxpayer, but the taxpayer must report the SPT correctly. In the case of SPT reported incorrectly, there will be administrative sanctions and criminal penalties to taxpayers.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>