Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rouli Esther
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan gaya hidup ?aku', seorang wanita usia 3O-an yang tinggal di kota besar di Jepang, yang tergambar dalam teks Chokoreeto Kakumei karya Tawara Machi, terutama dalam aspek kehidupan cintanya. Pengungkapan gaya hidup `aku' dalam teks Chokoreeto Kakumei dilakukan melalui analisis tema dan bahasa kiasan yang digunakan dalam teks Chokoreeto Kakumei. Data penelitian diambil dari kumpulan puisi Lanka Chokoreeto Kakumei (1997) karya Tawara Machi. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis teks Chokoreeto Ka/rime/ adalah pendekatan semiotik, Teori yang digunakan adalah konsep isotopi-motiftema yang dikemukakan oleh A.T Greimas, konsep ketidaklangsungan ekspresi puisi yang dikemukakan oLeh Michael Riffaterre, konsep segitiga cinta yang dikemukakan oleh Robert Sternberg, dan konsep makeinu yang dikemukakan oleh Sakai Junko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam teks Chokoreeto Kakumei, terdapat pembaharuan bentuk hubungan cinta antara pria dan wanita, dilihat dari sudut pandang `aku', yang memilih gaya hidup makeinu. Pembaharuan tersebut adalah pembaharuan bahwa hubungan cinta antara pria dan wanita tidak harus selalu diakhiri dengan pernikahan. Pernikahan hanyalah salah satu pilihan, bukan sebuah keharusan. Dalam teks Chokoreeto Kakumei, ditemukan gagasan pemberontakan terhadap pandangan tradisional masyarakat Jepang mengenai wanita, yang diungkapkan `aku' dengan cara melakukan hubungan perselingkuhan. Hasil penelitian ini merupakan sebuah bentuk tanggapan terhadap gaya hidup wanita Jepang dewasa ini.
ABSTRAK The objective of the research is to show the lifestyle of `I', a woman in her 30s, who lives in a big city in Japan, especially in her love relationship, which is shown in text Chokoreeto Kakumei, written by Tawara Machi. The lifestyle of is shown by analyzing in theme and figurative language in text Chokoreeto Kakumei. The data of the research is taken from anthology of tanka poetry Chokoreeto Kakumei (1997) written by Tawara Machi. The approach used to analyze the text is semiotic approach. Theory used to analyze the text is the concept of isotoph-motivetheme by AJ Greimas, the concept of semantic indirection by Michael Riffaterre, the concept of triangle theory of love by Robert Sternberg, and the concept of makeinrr by Sakai Junko. The result of the research shows that there's a renewal of the form of love relationship between man and woman, seen from the point of view of `I', a woman who choose a makeinu lifestyle. The renewal of the form of love relationship between a man and a woman is not always ended by marriage. Marriage is just one of choices, not an obligation. The idea of breaking the traditional view of Japanese woman is found in the text Chokoreeto Kakumei by having a love affair with a married man. The result of the research is in the form of response to the lifestyle chosen by Japanese woman in this era.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
T 17579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frieska Sekar Nadya
Abstrak :
Jepang memiliki kebudayaan-kebudayaan tradisional yang sampai sekarang masih terus dijaga dan diselenggarakan. Salah satu kebudayaan tradisional tersebut adalah matsuri. Matsuri merupakan suatu kegiatan keagamaan yang diselenggarakan sedikitnya oleh satu unit keluarga untuk melayani kamisama (dewa). Salah satunya adalah hadaka matsuri. Hadaka matsuri yang masih ada hingga sekarang adalah Saidaiji Eyou di Okayama. Dalam Saidarji Eyou, para peserta berusaha mendapatkan shingi untuk mendapatkan keberuntungan selama setahun mendatang. Mutsuro Takahashi (Tamotsu Yato, 1968:149), mengungkapkan bahwa di dalam matsuri Jepang, ketelanjangan mempunyai konotasi yang lebih luas. Hadaka dapat diartikan sebagai ketelanjangan secara total, atau hanya menutupi salah satu bagian tubuh, atau sebagian tubuh yang tidak berbusana. Hal ini mungkin akan membingungkan, khususnya untuk orang asing. Ketika mendengar kata "hadaka matsuri", yang ada di dalam benak mereka adalah orang-orang yang berpartisipasi dalam matsuri tersebut pasti `telanjang bulat', mengikuti definisi yang ada di dalam kamus. Akan tetapi, ternyata pelaku ritual tidak benar-benar telanjang bulat, mereka masih memakai fundoshi (cawat), kain berwarna putih yang digunakan khusus menutupi alat kelamin pria. Menurut Yoneyama Toshinao (1986: 171), Yanagita Kunio juga membedakan matsuri menjadi dua, yaitu matsuri itu sendiri dan sairei. Sairei merupakan kegiatan keagamaan yang diselenggarakan dengan meriah dan disaksikan oleh banyak penonton. Saidayi Eyou, dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk sairei, karena diselenggarakan dalam bentuk yang besar dan meriah jika dibandingkan dengan penyelenggaraan awalnya. Akan tetapi, hal ini bukan berarti dengan adanya perubahan matsuri menjadi sairei, merupakan penurunan dalam kebudayaan atau keagamaan di Jepang. Sebaliknya hal ini dijadikan momen bagi bangsa Jepang untuk mempertahankan budaya matsuri tersebut.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 20686
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Permata Basuki
Abstrak :
ABSTRAK
Masyarakat Jepang dikenal sebagai gakureki shakai karena masyarakatnya sangat mementingkan latar belakang pendidikan, yang ditekankan pada tingkat pendidikan yang telah dicapai dan ranking atau nama sekolah atau universitas tempat seseorang rnemperoleh pendidikan. Gakureki adalah riwayat yang berhubungan dengan pendidikan, atau seringkali dikenal dengan latar belakang pendidikan. Penekanan yang diberikan pada kedua hal tersebut membuat para siswa di Jepang saling berlomba untuk meningkatkan tingkat pendidikannya, dan berkompetisi secara ketat untuk dapat diterima pada sekolah atau universitas yang terbaik dan bergengsi.

Pada masyarakat Jepang, gakureki merupakan Faktor yang sangat menentukan ketiga memasuki dunia keda. Bagi para siswa yang rnemiliki gakureki yang baik (lulus dari pendidikan tinggi yang terbaik), maka akan memperoleh kemudahan untuk dapat diterima pada perusahaan besar, dan selama is bekerja pada perusahaan tersebut. Peranan gakureki pada perusahaan Jepang dapat terlihat dalam manajemen personalia, tepatnya pada saat perekrutan, dalam jenjang karir dan dalam sistem gaji; juga dalam hubungan keakraban antar pegawainya.. Kategori pegawai yang dikhususkan pada penulisan skripsi ini adalah kategori pegawai reguler, yaitu pegawai lulusan dari sekolah atau universitas yang iangsung dipekerjakan begitu mereka lulus (fresh graduate), yang masa perekrutannya setahun sekali, dan diharapkan bekerja pada perusahaan tersebut sampai usia pensiun. Sehingga tujuan dari penulisan skripsi ini adalah bagaimana peranan gakureki pada perusahaan Jepang, dilihat dan segi manajemen personalia dan hubungan keakrahan antar pegawainya, khususnya pada kategori pegawai reguler.

Peranan gakureki pada perusahaan Jepang yang dapat terlihat dalam manajemen personalia dan dalam hubungan keakrahan antar pegawainya, dapat disimpulkan pada beberapa hal berikut: (1) Peranan gaureki dalam perekrutan dapat terlihat pada ketiga hal berikut, yang penama yaitu pcntingnya tingkat atau level pendidikan tinggi, terutama hagi pegawai reguler yang tennasuk ke dalam kategori white collar workers atau .shokuin, yang kedua yaitu pada saat pihak perusahaan hanya rnerekrut talon pegawainya dari sekolah atau universitas-universitas tertentu, dan yang ketiga yaitu perekrutan talon pegawai berdasarkan gakuhatsu (klik sekolah alau universitasnya). (2) Peranan gakureki dalam jenjang karir. Perbedaan tingkat pendidikan membedakan kategori pegawai ke dalam white collar workers (shokuirn) dan blue collar workers (koin), yang kernudian perbedaan ini mempengaruhi jenjang karir. Pegawai shokuin memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mencapai tingkat jahatan yang tinggi, dan memiliki peningkatan karir yang lebih cepat dibandingkan dengan pegawai koin, Namun bagi kategori pegawai yang memiliki tingkat pendidikan yang sama, maka dalam kenaikan karir atau promosi kriteria utama adalah pada senioritas (3) Peranan gukureki dalam sistem gaji. Perbedaan tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap hesarnya pemberian jurn lah gaji namun dalam kenaikan jumlah gaji, peranan gakureki makin berkurang, karena seperti halnya dalam promosi, kriteria utama adalah berdasarkan senioritas (4) Peranan gakureki dalam hubungan keakrahan antar pegawainya, dapat terlihat pada adanya kelompok-kelt riip ik klik sekolah atau universitas yang dikenal dengan istilah gakuhatsu Kelompok-kelompok gakuhatsu yang ada pada perusahaan Jepang lebih berperan di luar hubungan kerja. Hubungan keakraban yang terjadi di dalam kelompok gakuhatsu universitas yang sama, akan lebih kuat pada perusahaan yang sama dibandingkan dengan yang berbeda perusahaannya.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan dan data-data yang ada, maka seeara umuin dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa gakureki sangat berperan dalam perusahaan Jepang, baik dilihat dari segi manajemen personalianya maupun dari segi hubungan keakraban antar pegawai berdasarkan gakubatsunya. Namun diantara semua hat tersebut gakureki berperan paling besar pada saat proses perekrutan pegawai pada perusahaan Jepang.
2001
S13606
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Kartikawati
Abstrak :
Seiring dengan makin tingginya tingkat pendidikan formal bagi wanita di Jepang hingga saat ini, maka jumlah wanita yang masuk lapangan kerja di Jepang, makin tahun makin meningkat, balk sebagai pekerja paruh waktu maupun sebagai pekerja puma waktu. Jika dibandingkan dengan jumlah pekerja paruh waktu, maka jumlah pekerja puma waktu lebih sedikit. Namun dari tahun ke tahun tingkat pertumbuhan pekerja puma waktu makin besar. Hal ini membuat semakin banyak wanitalibu Jepang yang terpisah dari anak-anaknya setiap hari karena harus bekerja di kantor. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadian anak-anaknya. Fenomena inilah yang penulis angkal sebagai tema penulisan skripsi ini. Skripsi dengan judul "Ibu Pekerja Purna Waktu dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Anak di Jepang" ini mengangkat pokok permasalahan sebagai berikut: Apa alasan mereka memilih jalur pekerjaan sebagai pekerja puma waktu? ; Apa segi positif dan segi negatifnya bagi keluarga? ; Apa hambatan yang dihadapinya? ; Bagaimana hubungan dengan keluarga terutama dengan perkembangan kepribadian anak-anaknya? ; Bagaimana perkembangan kepribadian anak-anaknya?. Berdasarkan pokok permasalahan di atas, penulis membahas dengan menggunakan metode kepustakaan dan menjelaskan perubahan jumlah ibu-ibu yang bekerja sebagai pekerja purna waktu dengan kecenderungan naik yang dapat dilihat dengan jelas melalui grafik dan tabel. Dernikian abstraksi yang dapat saya sampaikan semoga tulisan saya ini bisa rnendatangkan manfaat bagi pembaca sekalian.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S13858
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasnah Pujiastuti
Abstrak :
ABSTRAK
Tema dari penulisan skripsi ini adalah partisipasi politik wanita Jepang kontemporer (pasca Perang Dunia II-tahun 90-an). Dengan berakhirnya Perang Dunia II, Jepang kemudian menjadi daerah pendudukan Sekutu selama kurang lebih 7 tahun. Pada masa pendudukan ini, pihak Sekutu telah mengadakan banyak perubahan dan tekanan terhadap pemerintah Jepang. Salah satu bentuk perubahan itu antara lain adalah disahkannya hak pilih bagi kaum wanita Jepang. Dengan perubahan itu, untuk pertama kalinya pada tahun 1946, kaum wanita Jepang kemudian menggunakan hak suaranya pada pemilihan umum yang ke-22. Meskipun demikian perjuangan untuk mendapatkan hak suara tersebut sebenarnya telah dirintis jauh sebelum masa itu. Pada tahun 1919, sebuah organisasi politik wanita pertama yang disebut dengan Shin Fujin Kyookai dibentuk untuk menyuarakan hak-hak politik wanita, kemudian wanita diperbolehkan mengikuti organisasi-organisasi politik meskipun mereka tetap tidak memiliki hak pilih sampai dengan tahun 1946. Sejak saat itu partisipasi politik wanita Jepang dalam pemilihan umum dapat dikatakan tinggi dan persentasenya malah melebihi kaum prianya. Meskipun demikian partisipasi mereka pada level elite politik sangat rendah. Sesuai dengan tujuan skripsi ini, yaitu untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang partisipasi politik wanita Jepang, dengan menggunakan metode kepustakaan dan setelah melakukan analisa penulis kemudian dapat menarik kesimpulan bahwa partisipasi politik wanita Jepang dalam kategori keikutsertaan dalam pemilihan umum dapat dikatakan tinggi. Akan tetapi tingginya persentase tersebut tidak diikuti dengan representasi yang cukup di pariemen dan partai-partai poltik. Hal ini antara lain disebabkan karena kultur masyarakat Jepang yang patriarkis vertikal. Kultur masyarakat ini kemudian mempunyai implikasi yang luas dalam kehidupan politik. Implikasi-implikasi tersebut antara lain adalah kultur politik Jepang, pandangan terhadap demokrasi dan kehidupan politik, praktek money politics dan pandangan terhadap wanita sebagai obyek. Hal tersebut kemudian menjadi kendala dalam rendahnya partisipasi politik wanita Jepang pada level elite politik.
2001
S13579
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diny Fidyany Ely
2000
S13717
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shobichatul Aminah
Abstrak :
Penelitian mengenai unsur romantisisme dalam puisi Takamura Kootaroo ini berangkat dari masalah bagaimanakah perkembangan romantisisme dalam sejarah kesusastraan Jepang dan unsur romantisisme apakah yang terdapat dalam kebanyakan puisi Takamura Kootaroo, serta makna apakah yang tersirat dalam puisi Takamura Kootaroo. Untuk menjawab masalah tersebut penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah sastra untuk menjelaskan tentang perkembangan gerakan romantik dalam kesusastraan Jepang, serta menggunakan pendekatan ekspresif yang dikemukakan oleh Abrams, yang memandang karya sastra sebagai produk dari pikiran dan perasaan pengarang. Untuk itu dalam analisisnya karya sastra sama sekali tidak dipisahkan dengan pengarang, termasuk dengan latar belakang sosial dan budayanya. Ada tiga fase perkembangan gerakan romantik dalam kesusastraan Jepang, yaitu Bun'gaku Kai (1893-1898), Myoojoo (1899-1908), dan Subaru (1909-1913). Sedangkan unsur romantisisme yang dapat ditemukan dalam puisi Takamura Kootaroo antara lain; puisinya menggunakan bahasa sehari-hari yang sederhana serta mengungkapkan pikiran serta perasaannya secara spontan, pemberontakannya terhadap bentuk formal yang juga merupakan pencerminan dari pemberontakannya terhadap sistem tradisional yang mapan, khususnya sistem keluarga yang berlaku pada masa pemerintahan Meeji,serta apresiasinya yang mendalam tentang alam yang membawanya pada sebuah perjalanan spiritual yang dilandasi oleh kerinduannya untuk menyatu dengan alam. Dari makna yang tersirat dalam puisi Kootaroo juga ditemukan pesan moral untuk saling menghormati antar sesama manusia dan seluruh mahluk yang hidup di alam, serta anjurannya agar manusia dapat membaca tanda-tanda yang diberikan oleh alam agar dapat memahami kebenaran.
2001
T10884
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Sendra
Abstrak :
Latar Belakang
Sejak zaman Meiji (1868-1912) sampai Perang Dunia II, pertanian merupakan pekerjaan seumur hidup bagi 5,5 juta keluarga atau 13,7 juta orang penduduk Jepang, Sejak tahun 1870 80 % dari penduduk Jepang bermatapencaharian sebagai petani, tetapi dengan pertumbuhan penduduk angka tersebut menurun, meskipun jumlah petaninya secara absolut tetap sama. (Tadashi Fukutake, 1989:1).

Menurut Emiko Dhnuki Tierney (1992:34) menyebutkan bahwa pertanian khususnya pertanian sawah diusahakan di Jepang sebagai pertanian utama, di samping itu juga ada pertanian lainnya seperti: gandum (multi), jawawut (kibi), wijen (goma), yang ditanam di daerah yang kurang subur dan tidak memerlukan perhatian yang banyak dibandingkan dengan tanaman padi. Di Jepang istilah pertanian sawah disebut suiden, di samping itu juga ada istilah lainnya seperti hatake yang artinya ladang, yaitu jenis pertanian yang diusahakan di daerah yang memiliki topografi yang tinggi seperti di daerah pegunungan karena air sulit diperloleh. Tanaman padi yang menghasilkan beras sebagai makanan pokok merupakan pertanian utama, sekitar 55 persen dari total lahan yang bisa diolah dan ditanami yaitu kira-kira 5,2 juta ha (Takekazu Ogura, 1967:8), berupa pertanian sawah dengan jaringan irigasi yang luas, yang bisa ditemukan di setiap wilayah di Jepang, terutama di bagian Utara Jepang yaitu wilayah Hokaido (R. P. Dore, 1959:8).

Salah satu ciri utama dari sistem pertanian Jepang adalah pertanian sawah dalam sekala kecil sebagai usaha pertanian yang dominan dan sifat ini berlanjut sampai zaman Meiji. (Takekazu Ogura, 1970:147). Pertanian Jepang sebelum Perang Dunia II berakar dalam suatu sistem yang ditandai oleh unit-unit pertanian yang kebanyakan sangat sempit dan digarap dengan tangan, kemungkinan untuk memperluas lahan garapan yang terbatas secara geografis sangat kecil. Tadashi Fukutake (1989:1-3) menjelaskan bahwa sebagai petani zaman kuno, rakyat Jepang selalu memanfaatkan setiap jengkal tanahnya yang dapat dikerjakan, dan pada umumnya le yang memiliki lahan-lahan pertanian yang luas menggunakan anggota-anggota le untuk mengolah lahan pertanian tersebut.

Keterbatasan lahan garapan ini akan dapat mengancam kehidupan le dalam susunannya yang lama, apabila terjadi pergantian dari generasi tua kepada generasi yang baru. Permasalahan ini akan muncul apabila kepala le harus digantikan oleh penggantinya dan anak-anaknya menuntut hak atas kekayaan yang dimiliki oleh le tersebut. Oleh karena itu harus ada norma-norma khusus yang mengatur pergantian tersebut. Norma ini berupa aturan-aturan mengenai pewarisan yang mengatur pengalihan dan penguasaan terhadap kekayaan yang dimiliki oleh le. (Eric R Walt 1995:129).

Dalam kehidupan sehari-hari petani Jepang, pengaturan mengenai pola-pola pewarisan harta warisan le diatur dalam pranata sosial le. Pranata ini mencakup aturan-aturan yang berkenaan dengan kedudukan dan penggolongan dalam struktur sosial le, yang mengatur peran, serta berbagai hubungan dan peranan dalam tindakan dan kegiatan yang dilakukan (Parsudi Suparlan, 1981/1982:84-85).

1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Risma Delvina
Abstrak :
Penelitian ini adalah tentang makoto sebagai konsep moral orang Jepang. Nilai makoto ini tercermin dalam ajaran Konfusianisme, Budhisme dan Shintoisme. Makoto dalam penelitian ini dilihat sebagai sumber dari etos kerja orang Jepang, berdasarkan pemikiran dari Suzuki Shousan, Ishida Baigan dan Shibusawa Eiichi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makoto merupakan dasar bagi terbentuknya etos kerja orang Jepang yang menunjukkan kesungguhan, ketulusan, kesetiaan dan kejujuran. Penelitian ini juga menemukan bahwa meskipun ada perubahan perilaku kerja di kalangan generasi muda Jepang dewasa ini, namun secara hakiki moral makoto masih tetap dipertahankan dalam kehidupan orang Jepang.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T17551
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Dwi Koesetyowati
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana ibu tunggal Jepang ditempatkan dalam kebijakan negara khususnya menyangkut kebijakan bagi keluarga ibu tunggal yaitu Jidō Fuyō Teate (tunjangan pengasuhan anak). Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apa saja permasalahan yang dihadapi ibu tunggal di Jepang serta bagaimana cara mereka mengatasi permasalahan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah Jepang telah berpartisipasi dalam menempatkan ibu tunggal pada kebijakan keluarga melalui dukungan materi berupa tunjangan pengasuhan anak. Di samping itu, pemerntah juga memberikan dukungan non materi dengan memberikan preferensi untuk menggunakan pusat pengasuhan anak (hoikuen) bersubsidi dan juga program ketrampilan yang mendukung ibu tunggal agar mandiri secara ekonomi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ibu tunggal di Jepang mengalami permasalahan ekonomi dan sosial yang berbeda-beda dengan menggunakan berbagai cara untuk mengatasi permasalahan tersebut.
ABSTRACT
This study aims to determine how Japanese single mothers placed in the state policy especially regarding policies for single mother families, named Jidō Fuyō Teate (dependent children’s allowance). In addition, this study also aims to find out what are the problems faced by single mothers in Japan and how they cope their problems. Results of this study indicate that the Japanese government has participated in putting single mothers on family policy through material support in the form of child care allowances. In addition, government also provide non-material support by giving preference to use a subsidized hoikuen (child care center) and job skills training programs that support single mothers in order to become economically independent. This study also showed that single mothers in Japan faces different economic and social problems with different ways to overcome these problems.
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>