Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nisrina Hanin
Abstrak :
Penelitian ini membahas tata bahasa penanda modalitas intensional dalam bahasa Korea melalui pendekatan konteks situasi. Empat tata bahasa penanda modalitas intensional bahasa Korea yang dibahas adalah -gess-, -eul geos, -eulge, dan -eullae. Bagi pemelajar bahasa Korea, keempat tata bahasa penanda modalitas intensional dalam bahasa Korea tersebut memiliki kerumitan tersendiri saat digunakan dikarenakan kemiripan makna yang dimilikinya. Akan tetapi, belum ditemukan adanya penelitian yang membahas tata bahasa tersebut dalam bahasa Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tata bahasa penanda modalitas intensional di dalam korpus drama dan menganalisis konteks situasi yang menggunakan empat tata bahasa penanda modalitas intensional dalam bahasa Korea tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini menggunakan korpus naskah drama berjudul `Jinsimi Data`. Melalui penelitian ini, dapat diidentifikasi 198 kali kemunculan tata bahasa penanda modalitas intensional, yang dapat diklasifikasikan secara rinci berdasarkan subyeknya. Pada subjek orang pertama, penanda modalitas -gess- muncul sebanyak 66 kali; -eul geos 31 kali; -eulge 64 kali; dan -eullae 4 kali. Sementara pada subjek orang kedua, -gess- muncul sebanyak 16 kali; -eul geos 10 kali; dan -eullae 7 kali. Pada penelitian ini diklasifikasikan 9 konteks situasi menggunakan kalimat deklaratif dan 5 konteks situasi menggunakan kalimat interogatif. This research discusses intentional modality expressed in Korean grammar through context of situation approach. Four of the Korean grammar that express intentional modality that are being discused here are -gess-, -eul geosi-, -eulge(yo), and -eullae(yo). Korean learners face difficulties in distinguishing these expressions due to their own similar meaning. However, research that discuss intentional modality expressed in Korean grammar has not been conducted in Indonesian. The purpose of this research is to identify Korean grammars that express intentional modality inside the drama script and analyze the contexts of situation which use intentional modality marker. The method used in this research is qualitative descriptive method with literature review. The corpus of this research is a script from drama titled `Jinsimi Data`. Through this research, intentional modality`s frequency is identified 198 times according to its subject. In first person subject, -gess- appears 66 times; -eul geos 31 times; -eulge 64 times; and -eullae 4 times. The frequency of intentional modality in second person subject shows that -gess- appears 16 times; -eul geos 10 times; and -eullae 7 times. This research also classified 9 contexts of situation that appear with declarative sentence and 5 contexts of situation that appear with interrogative sentence.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yuris Alfa Toni
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis kesalahan kalimat honorifik bahasa Korea, menemukan kesalahan yang paling dominan dan memaparkan faktor-faktor penyebab kesalahan tersebut. Rumusan pertanyaan penelitian ini bagaimanakah jenis-jenis kesalahan kalimat honorifik yang dilakukan oleh pemelajar Indonesia? Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan metode kualitatif, dengan menggunakan instrumen angket tes sebagai teknik pengumpulan data. Angket tes berisi 20 pertanyaan yang terbagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama untuk memperoleh data penggunaan kalimat honorifik penghormatan terhadap subjek kalimat. Bagian kedua untuk memperoleh data penggunaan bentuk kalimat honorifik pernghormatan terhadap mitra tutur. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea Universitas Indonesia angkatan 2016 dan 2017 dengan sampel sebanyak 76 orang. Data dianalisis dan diklasifikasikan berdasarkan jenis kesalahan berdasarkan teori Dulay (2013). Hasil penelitian menunjukkan, ditemukan 713 data kesalahan. Kesalahan kalimat honorifik penghormatan terhadap subjek kalimat ditemukan sebanyak 408 (57%) kesalahan dan kesalahan kalimat honorifik penghormatan terhadap mitra tutur sebanyak 305 (43%) kesalahan dari total data kesalahan. Sementara, dari hasil identifkasi dan klasifikasi jenis kesalahan, ditemukan tiga jenis kesalahan dari lima kesalahan berdasarkan teori Dulay. Jenis kesalahan tertinggi yang ditemukan adalah kesalahan `salah bentuk` (misformation), sebanyak 346 (49%), jenis kesalahan tertinggi kedua adalah `pengurangan` (omission) sebanyak 325 (46%), dan jenis kesalahan terendah adalah `penambahan` sebanyak 17 (2%) dari total data kesalahan. Jenis kesalahan `salah urutan` (misodering) dan pemaduan (blends) tidak ditemukan. Kesalahan tersebut bisa terjadi diakibatkan karena kurangnya pemahaman penggunaan unsur pembentuk kalimat honorifik dan faktor-faktor lainnya.
This research aims to identify the types of errors in Korean honorific sentences, find the most dominant errors and explain the factors that cause these errors. This research answers the following question, that is what are the types of honorific sentence mistakes made by Indonesian students. This research uses qualitative and quantitative methods by using a questionnaire in the form of a test to collect the data needed. The test consists of 20 questions which divided into 2 parts. The first part is to focus on the use of honorific sentences in sentences` subject. The second part is to focus on the use of honorific sentences used by speakers. The population in this research is students of Korean Language and Culture major, Universitas Indonesia batch 2016 and 2017 with 76 people as the sample. Data were analyzed and classified according to Dulay`s (2013) the type of error theory. The results show that there are 713 errors in the data, 408 (57% of total data) errors are in the use of subject honorification and 305 (43% of total data) errors in the use of addressee-related honorification . Meanwhile, based on types of error identification and classifications, there are three types of errors out of Dulay`s five types of errors found in the data. The most common type of error is 'misformation' error, which is 346 (49%), the second is `omission` 325 (46%), and the last is `addition` with the number 17 (2%) of the total error data. The type of error `wrong order` (misordering) and blends were not found. The error can occur due to a lack of understanding of using the elements to form the honorific sentence.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rozy Rahma Juniza
Abstrak :
Hallyu adalah sebuah istilah yang mengacu kepada fenomena budaya populer Korea yang sekarang sudah mendunia. Drama Korea merupakan salah satu produk hallyu yang terkenal. Seiring berjalannya waktu, kemajuan teknologi semakin mempermudah akses masyarakat terhadap drama Korea. Drama Korea pun tidak hanya dijadikan sebagai media hiburan saja, namun dapat dijadikan media pembelajaran. Penelitian ini akan membahas mengenai pengaruh drama Korea terhadap minat belajar bahasa dan kebudayaan Korea di kalangan masyarakat umum. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan desain penelitian studi literatur dan survei. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Media Effect, yaitu Uses and Gratification. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa drama Korea dapat memicu munculnya minat untuk mempelajari sesuatu. Minat yang biasanya muncul setelah menonton drama Korea di antaranya adalah minat untuk mempelajari bahasa dan kebudayaan Korea serta minat untuk berwisata ke Korea.


Hallyu is a term that refers to the phenomenon of Korean popular culture that is now worldwide. Hallyu is one of the famous hallyu products. Over time, advances in technology have made it easier for people to access Korean dramas. Korean drama is not only used as a medium of entertainment but can be used as a learning medium. This research will discuss about the effect of Korean drama and interest in learning Korean language and culture among the general public. This is a quantitative descriptive research with a literature study and survey research design. The theory used in this study is the theory of Media Effects, Uses and Gratification. The results of this study indicate that Korean drama can trigger an interest in learning something. Interests that usually arise after watching Korean dramas include interest in learning Korean language and culture and an interest in traveling to Korea.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fediana Adinda Putri
Abstrak :
Penelitian ini membahas tentang majas yang terdapat pada lagu Regulus dan Parting karya ONEWE. Latar belakang dilakukannya penelitian ini adalah ketertarikan penulis dalam meneliti penggunaan majas yang terdapat dalam sebuah lagu Korea. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan majas pada lagu Regulus dan Parting karya Onewe. Penelitian ini dirancang untuk menjawab satu rumusan masalah, yakni apa saja jenis-jenis majas pada lagu Regulus dan Parting karya Onewe. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis. Teori majas digunakan untuk mengidentifikasi majas yang digunakan dalam kedua lagu. Sumber data dalam penelitian ini adalah lirik lagu Regulus dan Parting karya Onewe dan penelitian ini menghasilkan data berupa jenis-jenis majas yang terdapat pada lirik lagu Regulus dan Parting karya Onewe. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat majas retoris, majas kiasan, dan majas menurut struktur kalimat pada lagu Parting dan terdapat majas retoris dan majas kiasan pada lagu Regulus.
This study analyzes figures of speech in the songs Regulus and Parting by Onewe. The background of this study is the interest of the writer in studying the use of figures of speech in Korean songs. This study is meant to explain the figures of speech in the songs Regulus and Parting by Onewe. This study is written to answer one question; what kinds of figures of speech are used in the songs Regulus and Parting by Onewe. Qualitative study with a descriptive analytical approach is used in this study. The theory of figures of speech is used in this study to identify figures of speech in both songs. Sources of data in this study are the lyrics in the songs Regulus and Parting by Onewe and this study produces datas which is the figures of speech in the songs Regulus and Parting by Onewe. Based on the result of the study, there are rethorical and figurative figures of speech, and figures of speech based on sentence structures in Parting, and rethorical and figurative figures of speech in Regulus.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Asti Ningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai sistem honorifik dalam bahasa Korea yang dibatasi pada bentuk penghormatan terhadap subjek (subject honorification), mitra tutur (addressee-related honorific), dan objek (object honorification). Penelitian dilakukan dengan metode tinjauan pustaka dan menggunakan pendekatan kualitatif. Dari hasil tinjauan ditemukan bahwa honorifik terhadap subjek ditandai dengan partikel subjek -께서[kkésô] dan penanda honorifik 시 [si]; honorifik terhadap mitra tutur ditandai dengan pemakaian akhiran kalimat (ending) yang berbeda-beda sesuai tingkat ragam dan jenis kalimatnya; dan honorifik terhadap objek ditandai dengan partikel objek ?께 [kké] dan verba khusus.
ABSTRACT
The focus of this study is to discuss about the Korean honorific system constrained to the form of subject honorification, addressee-related honorific, and object honorification. This study is using a literature-review method and qualitative approach. In conclusion, it found that subject honorification can be identified by the use of subject particle -께서[kkésô] and honorific marker 시 [si]; while addressee-related honorific can be identified by the use of variant ending according to the speech level and sentence-style; and object honorification can be identified by the use of object particle ?께 [kké] and some special honorific verb.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S1771
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rashad Zhafran Alif Zeviantonio Esyam
Abstrak :
Webtoon merupakan sebuah karya sastra dalam bentuk digital yang sedang diminati masyarkat dunia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membahas kritik sosial yang dilakukan oleh Oh Seong-dae melalui webtoonnya yang berjudul Gigigoegoe (기기괴괴).Rumusan masalah yang diangkat adalah masalah sosial apa saja yang dikritisi oleh Oh Seong-dae melalui karyanya ini. Penelitian ini hanya berfokus pada kritik sosial yang terdapat pada sub cerita berjudul Seonghyeongsu (성형수).  Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis-deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan Oh Seong-dae melakukan tujuh kritik sosial berupa obsesi terhadap kecantikan, tidak patuh terhadap orang tua, konsumerisme, kesenjangan sosial antara si rupawan dan si buruk rupa, kecemburuan sosial, pergaulan bebas, dan kaum LGBT. Ketujuh kritik sosial tersebut tergabung dalam empat kategori masalah sosial, yaitu masalah lingkungan hidup, keluarga tidak harmonis, kemiskinan, dan pelanggaran terhadap norma. ......Webtoon is a literary work in digital form that is currently popular in by the society. This study conducted in aim for discussing the social critics done by Oh Seong-dae through his work which titled Gigigoegoe (기기괴괴). The formulation of this research is what kind of social problems being criticized by Oh Seong-dae through this webtoon. This research only focuses on social criticism contained in the sub-story entitled Seonghyeongsu (성형수). This research is a qualitative research using analytical-descriptive method. The results of the study show that Oh Seong-dae made seven social criticisms in the form of obsession with beauty, insolence towards parents, consumerism, social inequality between the beautiful and the ugly, social jealousy, promiscuity, and LGBT people. The seven social ciritcs are grouped into four categories of social problems, namely environmental problems, disharmonious families, poverty, and violations of norms.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Rolis Cuajaya
Abstrak :
Penelitian ini merupakan kajian analisis kesalahan kolokasi partikel-predikat bahasa Korea pada penutur bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah kesalahan penggunaan kolokasi partikel-predikat bahasa Korea yang dilakukan oleh penutur bahasa Indonesia. Penelitian ini disusun untuk menjawab dua pertanyaan penelitian, yakni berapa jumlah kesalahan kolokasi partikel-predikat bahasa Korea yang dilakukan oleh penutur bahasa Indonesia dan bagaimana bentuk kesalahan kolokasi partikel-predikat bahasa Korea yang dilakukan oleh penutur bahasa Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif serta menggunakan hasil angket yang disebarkan secara daring sebagai data analisis. Data yang telah diperoleh dihitung jumlah kesalahannya dan diklasifikasikan berdasarkan jenis kesalahannya dengan menggunakan teori analisis kesalahan berbahasa dan jenis kesalahan berbahasa. Hasil penelitian ini menunjukkan jenis kesalahan tertinggi yang dilakukan oleh penutur bahasa Indonesia dalam penggunaan kolokasi partikel-predikat bahasa Korea adalah kesalahan substitusi (48.47%) yang diikuti dengan kesalahan pengurangan (33.05%) dan penambahan (18.48%). Kemudian, jumlah kesalahan penggunaan kolokasi partikel kasus nominatif-predikat sebanyak 504 (39.47%) kesalahan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kesalahan penggunaan kolokasi partikel kasus objek-predikat sebanyak 387 (30.30%) kesalahan dan kolokasi partikel kasus keterangan-predikat sebanyak 386 (30.23%) kesalahan. ......This study discusses an analysis of Korean language particle-predicate collocation error made by Indonesian speakers. This study aims to analyze the error of using Korean particle-predicate collocations done by Indonesian speakers. This study is written to answer two questions; how many Korean particle-predicate collocation errors are made by Indonesian speakers and what are the forms of Korean particle-predicate collocation errors made by Indonesian speakers. This study uses both qualitative and quantitative methods and uses the results of questionnaires that had been distributed online as material of analysis. The data obtained was calculated and classified based on the type of error using language error analysis and types of language error theory. The result of this study shows that the highest type of error made by Indonesian speakers in the use of particle-predicate collocation is substitution error (48.47%), followed by omission error (33.05%) and addition error (18.48%). Furthermore, the number of errors in the use of nominative case particle-predicate collocations is 504 (39.47%), which is higher than the number of errors in the use of object case particle-predicate collocations that made up of 387 (30.30%) errors and adverbial case particle-predicate collocations up to 386 (30.23%) errors.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Hasna Rahmadia
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis afiks bahasa Korea yang terdapat dalam esai berjudul Jichyeotgeona Joahaneun Ge Eopgeona sebagai sumber data. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana klasifikasi afiks yang terdapat dalam esai Jichyeotgeona Joahaneun Ge Eopgeona berdasarkan teori klasifikasi afiks yang dikemukakan oleh Kim dkk (2005). Penelitian ini menggunakan metode campuran dengan pendekatan desktiptif-analitis. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan 28 afiks, terdiri atas 4 prefiks dan 24 sufiks di dalam sumber data. Dari 4 prefiks, ditemukan 3 prefiks melekat pada bentuk dasar berkelas kata nomina dan 1 prefiks melekat pada bentuk dasar berkelas kata verba atau adjektiva. Selanjutnya, dari 24 sufiks, ditemukan 6 sufiks pembentuk verba, 15 sufiks pembentuk nomina, 2 sufiks pembentuk adjektiva dan 1 sufiks pembentuk adverbia. Melalui hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan dan bahan referensi mengenai afiks dalam bahasa Korea kepada pembaca. ......This study aims to identify and analyze Korean language affixes contained in an essay entitled Jichyeotgeona Joahaneun Ge Eopgeona as a data source. This study is written to answer one question; how is the classification of affixes contained in the essay Jichyeotgeona Joahaneun Ge Eopgeona based on the theory of affix classification proposed by Kim et al (2005)? This research uses mixed methods with descriptiveanalytical approach. Based on the results of data analysis, there were found 28 affixes, consisting of 4 prefixes and 24 suffixes in the data source. From the 4 prefixes, it is found that 3 prefixes are attached to the basic form of noun class and 1 prefix is attached to the base form of verb or adjective class. Furthermore, from 24 suffixes, 6 suffixes form verbs, 15 suffixes form nouns, 2 suffixes form adjectives and 1 suffix forms adverbs. Through the results of this study, it is hoped that it will provide readers with additional knowledge and reference materials regarding affixes in Korean.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Fathiyah
Abstrak :
Penelitian ini menganalisis representasi budaya kolektivisme masyarakat Korea Selatan dalam tren busana musim dingin di Korea Selatan. Kolektivisme merupakan salah satu nilai yang terdapat di tengah masyarakat Korea Selatan yang didasari oleh paham Konfusianisme. Kolektivisme merupakan nilai yang menekankan pada kepentingan dan identitas kolektif di atas individu. Pada masyarakat dengan nilai kolektivisme, individu cenderung memiliki konstruksi diri interdependen yang terfokus pada hubungan dan keselarasan sosial. Nilai kolektivisme yang terdapat di tengah masyarakat Korea Selatan dapat dilihat melalui perilaku mereka terhadap berbagai fenomena sosial, salah satunya tren busana yang berkembang. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah bagaimana tren busana musim dingin menunjukkan kolektivisme masyarakat Korea Selatan. Penelitian ini merupakan studi pustaka dengan menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk menguak representasi nilai budaya kolektivisme masyarakat Korea Selatan melalui cara mereka menghadapi tren busana musim dingin. Hasil penelitian memperlihatkan respon masyarakat Korea Selatan terhadap tren busana musim dingin yang menunjukkan adanya nilai budaya kolektivisme yang didasari oleh konstruksi diri interdependen di masyarakat. ......This study analyses the representation of South Korean collectivism seen in South Korea’s past winter fashion trends. Collectivism is one of Confucianism-based values that currently exist in the South Korean society. Collectivism is a value that puts an emphasis on collective identity and interests over individual. In a society with collectivistic values, individuals tend to have the interdependent self construal that focuses on social relationships and harmony. Collectivistic values that prevail in the middle of the South Korean society can be seen through the attitude of the people towards numerous social phenomenons, one of them being the fast-growing fashion trends. Therefore, the research question proposed for this study is how the winter fashion trends show the collectivistic values of the South Korean society. This literature study uses qualitative-descriptive method of research. The purpose of this study is to reveal the representation of collectivistic values of South Koreans through their ways of facing winter fashion trends. The results show the South Koreans’ ways of responsing to the winter fashion trends that exhibit collectivistic values as a result of the interdependent self-construal of the people.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mellyana Murtanu
Abstrak :
Dalam bahasa Korea, kata geurae berposisi sebagai kata seru dalam sebuah kalimat, namun penggunaannya dalam komunikasi lisan memiliki berbagai makna dan fungsi. Berdasarkan beberapa penelitian, dapat diketahui bahwa terlepas dari makna dasarnya, kata geurae juga sering digunakan sebagai pemarkah wacana (Discourse Marker/DM), khususnya dalam sebuah percakapan. Pemarkah wacana merupakan kata yang digunakan oleh penutur untuk mengekspresikan perasaan dan pandangan penutur terhadap suatu konteks pembicaraan ke mitra tutur. Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk menganalisis bentuk, makna, dan fungsi kata geurae sebagai pemarkah wacana dalam percakapan Bahasa Korea. Penelitian ini merupakan penelitian linguistik deskriptif yang bersifat studi literatur. Dari hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa kata geurae memiliki tujuh fungsi wacana yang dapat dikategorikan ke dalam dua kategori, yaitu kata reaktif dan kata progresif. Geurae sebagai kata reaktif memiliki fungsi wacana afirmasi, jawaban, rasa kaget, konfirmasi, dan tanggapan, sedangkan kata geurae sebagai kata progresif berfungsi untuk menarik perhatian dan penekanan. ......In Korean, the word geurae is positioned as an exclamation point in a sentence but its use in oral communication has diverse meanings and functions. Based on various references from previous researches, it is shown that apart from its basic meaning, the word geurae is also often used as a Discourse Marker (DM), especially in a conversation. Discourse markers are words use by speakers to express their feelings and view of a conversation context to a speech partner. The purpose of this study was to analyze the form, meaning, and function of the word geurae as a discourse marker in Korean conversation. This study is a descriptive linguistics study of literature. From the results of data analysis, it can be concluded that the word geurae has seven discourse functions that can be categorized into two categories, namely reactive words and progressive words. Geurae as a reactive word has a discourse function of affirmation, answer, surprise, confirmation, and response, whereas the word geurae as a progressive word serves to attract attention and emphasis.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>