Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202167 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cut Noosy
"Perkembangan arah penyelenggaraan telekomunikasi dari monopoli menuju kompetisi membutuhkan dukungan perangkat regulasi yang memadai guna menjamin berlangsungnya persaingan secara sehat dan efektif. Salah satu regulasi tersebut adalah pengaturan interkoneksi termasuk penentuan biaya interkoneksi- Pengaturan interkoneksi harus didasarkan pada prinsip keadilan (fairness), berbasis biaya, tidak membeda-bedakan (non-discrimatory) dan tidak saling merugikan masing-masing penyelenggara. Tarif interkoneksi yang berlaku saat ini di Indonesia belum mencerminkan kondisi kompetisi karena masih didasarkan pada keputusan men§eri No. KM 46/PR.30l/MPPT-98 dan No. KM 37/ l999, yang berarti masih bemaung pada produk Undang-Undang Telekomunikasi yang lama (Undang-Undang no. 3 tahun 1989) yang masih berada pada nuansa monopoli sehingga diperlukan suatu peraturan baru mengenai interkoneksi yang khususnya mengatur mengenai besamya tarif interkoneksi yang baru.
Untuk melakukan perhitungan biaya interkoneksi terdapat beragam metoda seperti : biaya berbasis eceran, pengirim ambil semua, bagi hasil, dan berbasis biaya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Dari berbagai metoda tersebut yang merniliki keunggulan lebih dibandingkan yang lainnya adalah metoda berbasis biaya terutama dengan pendekatan Biaya Peningkatan Jangka Panjang (LRIC) dimana masing-masing operator akan mendapatkan bagian pendapatan dari suatu panggilan secara adil yang sebanding dengan penggunaan sumbemya secara eiisien dalam melayani suatu panggilan.
Hal tersebut didukung dengan hasil simulasi, dimana dengan menggunakan metoda LRIC didapatkan tarif interkoneksi lokal yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tarif yang berlaku saat ini namun menghasilkan tarif interkoneksi interlokal jauh lebih murah sehingga kondisi tarif Iokal yang mensubsidi interlokal yang ada saat ini dapat dihapuskan. Diperkuat pula dengan pendapat nara sumber ahli interkoneksi,menyebabkan LRIC menjadi metoda perhitungan interkoneksi yang tepat digunakan pada industri pertelekomunikasian di Indonesia.

Telecommunication industry that has moved towards competition requires a set of regulations that adequately guaranty effective and healthy competition among operators. One of them is interconnection regulation including determination of interconnection tariff. To support effective and healthy competition, interconnection regulation must be made based on faimess, cost base, non discriminatory principles and mutually beneficial to operators. Current interconnection cost applied in Indonesia does not represent competitive condition since it has been derived from Ministerial Decree number 46, 1998 and number 37,l999, which is based on previous Telecommunication Law (number 3,l989) in monopoly era.
Therefore new interconnection law particularly related to new interconnection cost is required. Several method can be applied in calculating the tariiff such as : retail-based charges, sender keep all, revenue sharing, and cost based, with all its beneits and weakness in each method. From all the method mentioned earlier, its considered that cost based method with Long Run Incremental Costing (LRIC) approach will gives more benefit than others where each operators will cam revenue share in proportion with efficient resourse utilization for serving a call.
Supported with an outcome from the simulation used in calculating the LRIC method, resulting a slight higher local interconection tariff (compare to existing tariff) but much lower tariff on long distance interconection, therefore, there will be no more subsidized tariff from local interconection to long distance interconection. It is also supported with judgement from several experts on interconection assuring that LRIC method is an appropriate use on Indoensian telecomunication industry."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Ramzy
"Perkembangan arah penyelenggaraan telekomunikasi dan monopoli menuju kompetisi membutuhkan dukungan perangkat regulasi yang memadai guna menjamin berlangsungnya persaingan secara sehat dan efektif. Salah satu regulasi tersebut adalah pengaturan interkoneksi termasuk penentuan biaya interkoneksi. Pengaturan interkoneksi harus didasarkan pada prinsip keadilan (fairness), berbasis biaya, tidak membeda-bedakan (non-discrimatory) dan tidak saling merugikan masing-masing penyelenggara. Biaya interkoneksi yang berlaku saat ini belum didasarkan pada biaya, sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 32 tahun 2004 pemerintah merencanakan implementasi biaya interkoneksi berbasis biaya pada tahun 2005.
Bagi penyelenggara PSTN Incumbent yaitu PT Telekomunikasi Indonesia, interkoneksi telah menjadi salah satu kontributor utama pendapatan operasi perusahaan. Berdasarkan data performansi perusahaan periode triwulan tiga 2004 yang diterbitkan Telkom, kontribusi pendapatan interkoneksi mencapai 17,45% pendapatan konsolidasi atau 28,01% pendapatan perusahaan tidak terkonsolidasi.
Memperhatikan bahwa hampir sepertiga pendapatan perusahaan tidak terkonsolidasi dikontribusi dari pendapatan interkoneksi, maka perubahan yang menyangkut pengaturan interkoneksi yang dapat memberi dampak bagi performansi perusahaan, terutama performansi bisnis harus dianalisis dan diantisipasi.
Proposal ini diarahkan untuk menyusun kerangka penelitian dalam melakukan identifikasi dan analisis perubahan regulasi interkoneksi serta potensi dampak perubahan regulasi terhadap performansi Telkom. Kerangka penelitian didisain untuk melakukan simulasi terhadap pemberlakuan biaya interkoneksi berbasis biaya, sehingga dapat dilakukan perbandingan antara pendapatan dan beban interkoneksi berdasarkan regulasi saat ini dibandingkan dengan regulasi cost base.
Dari hasil identifikasi dan simulasi perhitungan dampak implementasi regulasi interkoneksi akan dirumuskan formulasi strategi antisipasi yang dapat dipergunakan untuk dalam mengantisipasi rencana implementasi biaya interkoneksi berbasis biaya.

Telecommunication industry that has moved towards competition requires a set of regulations that sufficient enough to guaranty effective and healthy competition among operators. Interconnection regulation including interconnection cost is one of those regulations. To support effective and healthy competition, interconnection regulation must be made based on fairness, cost base, non-discriminatory principles and mutually beneficial to operators. Current interconnection cost applied in Indonesia is not based on cost, but it will be changed by the submission of Ministerial Decree number 32, 2004 that states the implementation of cost base interconnection cost will be applied in 2005.
Interconnection revenue has become of incumbent main operating revenue contributor. For the third quarter of 2004, PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk as incumbent operator, achieve 17,45% of its consolidated revenue and 28,01% of unconsolidated revenue from interconnection.
This research proposal is aimed to develop research framework to identify and analyze the change in interconnection regulation and also potential impact that may be effect to Telkom. This research framework is designed to do some simulation with the implementation of new interconnection tariff scheme. The result of simulation will be compared with current condition.
This research proposal will include strategic formulation to anticipate regulation change. Incumbent to anticipate implementation of cost based interconnection may use strategic formulation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T14774
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimalaouw, Felicia Sandra
"Saat ini Indosat sedang melakukan transformasi untuk berkembang menjadi perusahaan telekomunikasi lengkap dan terpadu (Mull network and services provider). Untuk itu, Indosat kini melakukan ekspansi bisnis berdasarkan strategi "4 in 1 ", dimana strategi ini meliputi empat jalur bisnis utama, yaitu sebagai penyelenggara jaringan backbone, telekomunikasi tetap, telekomunikasi bergerak, serta internet dan multimedia. Kesemuanya ini berbasis pada satu teknologi, yaitu teknologi internet (IP-based).
Salah satu fokus pengembangan bisnisnya adalah sebagai penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi domestik (lokal dan SLJJ). Bisnis ini merupakan bisnis yang baru bagi Indosat. Memasuki bisnis ini, saingan terberat dan terbesar yang harus dihadapi Indosat adalah Telkom, yang telah mempunyai pengalaman serta jaringan akses hampir diseluruh Indonesia. Untuk itu, diperlukan suatu strategi bisnis yang tepat agar Indosat dapat tetap bertahan dan memenangkan persaingan.
Tesis ini menganalisa mengenai strategi bisnis Indosat dalam memasuki bisnis telekomunikasi tetap domestik (lokal dan SLJJ), dengan menggunakan matriks Internal-Eksternal (IE) dan matriks SWOT.

Today, Indosat has transformed their business to be a full network and services provider. The expansion base on "4 in 1 strategic", with four core business; being backbone network services provider, access network provider, mobile services provider, and internet and multimedia. All four business is based on the one technology, internet technology ( IP-based).
The one focus in their business is as the domestic telecommunication services and network provider, for local and long distance. This is a new business for them. The biggest and the best competitor is Telkom, which has the experience and the network almost all over Indonesia. Therefore, Indosat need to have the best strategic to survive and win the competition.
This thesis analyzing the Indosat strategic business for domestic telecommunication (local and long distance) business, using Internal-External Matrix and SWOT Matrix.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T1483
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arresto Ario
"Aplikasi Participation TV (PTV) adalah salah satu produk nilai tambah yang dibawa oleh Comverse (CMV) dalam industri Telekomunikasi. PTV merupakan layanan yang disediakan oleh CMV dengan menggunakan teknologi 3G yang memungkinkan pemirsa TV untuk berinteraksi dalam program yang dilangsungkan secara visual. Alur penggunaan aplikasi PTV, bukanlah sesuatu yang sederhana. Kompleksitas alur penggunaan ini dipengaruhi oleh banyaknya pemangku kepentingan.
Di antara pemangku pemangku kepentingan tadi, yang terpenting adalah operator 3G dan TV, Untuk memasuki pasar, CMV harus melakukan pendekatan terhadap kedua operator ini. CMV memiliki motivasi untuk mempercepat pemasaran aplikasi ini karena ingin mempercepat cost recovery dan meraih keuntungan sebagai pemain pertama yang masuk pasar. Namun pemasaran ini memiliki kendala yang harus dianalisa, yaitu tingkat penerimaan teknologi baru di pasar.
Industri Telekomunikasi Selular merupakan industri yang saat ini sedang naik daun dalam dunia bisnis di dunia. Di Indonesia sendiri, perusahaan yang bergerak di bisnis telekomunikasi selular juga berhasil mcnunjukkan eksistensi di hidnngnya dengan perform yang sangat baik. Sejak awal perkembangan pada sekitar tahun 1997, Industri ini berkembang sangat pesat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah operator dan diikuti dengan peningkatan jumlah pelanggan.
Industri televisi di Indonesia juga sedang berkembang dengan pesat. Saat ini terdapat 13 Operator TV yang beroperasi di Indonesia dengan cakupan lokal maupun nasional. Industri televisi yang sudah ramai ini ditambah dengan adanya layanan Televisi berbayar baik yang yang menggunakan satelit maupun teknologi kabel. Kepadatan industri ini menyebabkan semua Operator TV mencoba mencari nilai tambah yang berbeda untuk menarik pemirsanya dan menarik investor yang mau melakukan strategi pemasaran dengan menggunakan media televisi.
Permasalahan yang muncul adalah bagaimana peluang penerimaan di pasar dan inisiatif apa yang perlu diambil oleh CMV untuk mcmpercepat pemasaran aplikasi P'1 V. Setidaknya ada tiga pertanyaan yang hams dianalisa:
1. Apakah faktor pendukung infrastruktur 3G dapat mendukung impl ementasi?
2. Bagaimana mengurangi penghalang adopsi dan meningkatkan penerimaan?
3. Siapa yang menjadi prioritas target pasar dan bagaimana minat mereka?
CMV adalah perusahaan yang mulai berdiri sejak tahun 1984. perusahaan ini memiliki kantor pusat di Wakefield, USA dengan pusat operasi tambahan di Td Aviv dan Hongkong. CMV mulai memasuki Indonesia pada tahun 1997 dimana pada saat itu teknologi sclular GSM sedang mulai berkembang. Kesamaan waktu ini memberikan keuntungan bagi CMV untuk berkembang bersama operator selular.
CMV memiliki motivasi untuk - mempercepat pemasaran aplikasi ini di Indonesia karena adanya beberapa alasan. Alasan internal adalah dorongan internal untuk mempercepat cost recovery untuk riset dan pengembangan aplikasi ini. Selain alasan internal ini, secara stratej ik CMV juga memiliki alasan eksternal yaitu mengambil keuntungan sebagai first mover dan menyelaraskan dengan momentum pertumbuhan 3G di Indonesia. Salah saki implikasi yang muncul adalah kepentingan untuk menciptakan permintaan dari sisi operator TV agar dapat memperbesar probabilitas penerimaan aplikasi ini daiam rantai nilai tambah.
Pada saat melakukan analisa mengenai kesiapan infrastruktur, temuan yang didapatkan adalah operator 3G memiliki kesiapan infrastruktur, baik dari sisi cakupan area, kualitas jaringan dan komitmen pemasaran. Jika dilihat pada analisa penerimaan teknologi hare. operator 3G dan operator TV memiliki peluang yang besar monk meningkatkan adopsi PTV di pasar dengan pengembangan yang bisa disesuaikan dengan faktor yang mendukung hat ini. Pada analisa prioritas target pasar, temuan yang ada adalah adanya peluang pasar yang cukup besar. Hal ini dapat disikapi dengan penyediaan format yang sesuai dengan target pasar ini.
Berdasarkan analisa yang dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil adalah CNN memiliki peluang untuk melakukan pemasaran PTV di Indonesia. CMV hares berperan aktif mengembangkan aplikasi agar dapat meningkatkan penerimaan aplikasi di pasar. Faktor¬taktor yang menentukan kesimpulan ini adalah:
1. Infrastruktur 3G yang tersedia memiliki kelayakan dalam mendukung aplikasi PTV.
2. Masyarakat Indonesia cukup terbuka pada teknologi baru. Penerimaan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan keselarasan dengan faktor-faktor yang mendukung tingkat adopsi ini.
3. Ada peluang target pasar yang sangat menarik yaitu pelajar dengan usia dibawah 25 tahun. Penyediaan format acara yang sesuai dengan minat target pasar ini bukanlah sesuatu yang sangat sulit.
Berdasarkan kesimpulan bahwa PTV memiliki peluang untuk memasuki pasar Indonesia. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh CMV untuk memperkuat peluang ini. Langkah-langkah yang diambil oleh CMV hams didukung oleh beberapa department secara terintegrasi. Departemen yang akan terkait adalah pemasaran, riset dan pengembangan, dan manajemen proyek.

Participation TV Application is one of the added value products brought by Comverse (CMV) in the Telecommunication industry. PTV is a service provided by CMV using 3G technologies, which enables the TV viewers to interact with the program that is aired visually. The usage path of PTV application is not a simple matter. The number of stakeholders involved affects the complexity of the usage path.
Among those stakeholders the most important ones are the 3G and Television Operators. In entering the market, CMV must use approach toward these two operators. CMV has the motivation to accelerate the marketing of this application because it wants to swiftly earn cost recovery and gain benefit as the first player to be in the market. However this marketing effort has further obstacle that needs to be analyzed, that is the level of acceptance of new technology in the market.
The Cellular Telecommunication Industry is a prominent industry in the world. In Indonesia itself companies that are in the cellular telecommunication business have shown their existences with excellent performance. From its first development back in 1997 this industry has developed rapidly, which was marked by the increasing number of operators and followed by the increased number of customers.
Television Industry in Indonesia is also developing rapidly. At the moment, there are 13 Television Stations that are operating in Indonesia with local or national coverage. This is added with the presence of paid television service using satellite or cable technology. The increasing density of this industry has cause television operator to seek for different added value in attracting its viewers and grab more investors who are interested in using television as their marketing strategy.
The problem arisen is how the acceptance opportunity really is in the market, and what kind of initiative that CMV should take in order to accelerate the marketing of PTV application. There are at least three questions that should be analyzed:
1. Are the supporting factors of 3G infrastructures able to support the implementation?
2. How could we reduce the adoption barrier and increase the acceptance level?
3. Who are the priorities of target market and how is their intention?
CMV is a company that has been established since 1984. The headquarter of this company is resided in Wakefield, USA with additional center of operations in Tel Aviv and Hong Kong. CMV has been in Indonesia since 1997 where at that time the GSM cellular technology was beginning to develop. The perfect timing of its presence has benefited CMV in developing itself along with other cellular operators. CMV has the motivation to accelerate the marketing of this application in Indonesia due for some reasons.
There is an internal urge to accelerate the cost recovery for research and development of this application. Aside from that strategically CMV also has external reason that is taking benefit as first mover and harmonizes with the momentum of the development of 3G in Indonesia. One of the emerging implications is the need to create demand from the TV operator in order to increase the probability of acceptance of this application in added value chain.
In conducting analysis of the infrastructure preparedness, it is discovered that the Operator 3G has the infrastructure preparedness seen from the area of coverage, quality of network and marketing commitment. If we see it from the analysis of new technology acceptance, the 3G and TV Operators have great opportunity to increase the adoption of PTV in the market by having an adjustable development with other supporting factors. In the analysis of target market priority, it is found that there are great market opportunities. Providing format that is adjusted with this target market is one of the ways to react to it.
Based on the analysis carried out, we could draw a conclusion that CMV has the opportunity to conduct PTV marketing in Indonesia. CMV should actively play its role in developing the application so that it can increase the acceptance of this application in the market. The factors that determine this conclusion are:
1. The available 3G infrastructures have the feasibility in supporting the PTV application.
2. Indonesian community is open to new technology. We can increase the acceptance by also increasing the harmonization with other supporting factors of this adoption.
3. There is an interesting target market that is coming from under-25-year-old students. The provision of event format that is adjusted with the interest of this target market is not a difficult matter.
Based on this conclusion, PTV has the opportunity to enter Indonesian market. There are some steps that should be taken by CMV in order to strengthen this opportunity. Some departments should also support the steps taken by CMV in an integrated way. The related departments are marketing, research and development, and project management."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Anindya Pramesti
"Disrupsi teknologi dibarengi pandemi COVID-19 yang melanda dunia menjadi suatu kekuatan dan juga kelemahan bagi perusahaan dengan industri telekomunikasi menjadi industri penting dalam era disrupsi teknologi dan pandemi COVID-19. Namun, peningkatan pemakaian internet selama pandemi dan peningkatan loyalitas serta penurunan ketidakpuasan pelanggan yang dirasakan PT Telkom Indonesia tidak sejalan dengan adanya penurunan pendapatan dari kontrak dengan pelanggan berdasarkan PSAK 72. Menggunakan teknik pengambilan data dengan metode penelitian triangulasi melalui wawancara dan kuesioner dengan teknik analisis konten, tematik, dan konstan komparatif, wawancara yang dilakukan dengan PIC PSAK perusahaan menghasilkan bahwa penurunan pendapatan yang diakui berdasarkan PSAK 72 dikarenakan adanya penurunan pendapatan dari lini bisnis enterprise dampak dari COVID-19. Hasil ini sesuai dengan penelitian Rahayu (2020) bahwa implementasi PSAK 72 tidak berpengaruh signifikan terhadap perusahaan telekomunikasi, selain itu hasil wawancara juga mengatakan dalam pengaplikasian PSAK 72 dibutuhkan tata kelola perusahaan yang bersinergi untuk menghadapi berbagai tantangan. Selain itu, peningkatan loyalitas dan penurunan ketidakpuasan pelanggan sejalan dengan hasil kuesioner di mana pelanggan yang diwakilkan responden merasa puas dengan inovasi dan peningkatan layanan internet dibandingkan sebelum pandemi, artinya perusahaan selalu berusaha berkembang dalam era disrupsi teknologi dengan inovasi untuk menjaga loyalitas pelanggan.

Technological disruption coupled with the COVID-19 pandemic that has swept the world has become a strength as well as a weakness for companies with the telecommunication industry being important in the era of technological disruption and the COVID-19 pandemic. However, the increase in internet use during the pandemic and the increase in loyalty and decrease in customers felt by PT Telkom Indonesia is not in line with the decrease in revenue from contracts with customers based on PSAK 72. Using data collection techniques with triangulation research methods through interviews and questionnaires with content analysis techniques, thematic, and constant comparability, interviews conducted with the company's PSAK PIC resulted that the decrease in revenue recognized under PSAK 72 was due to a decrease in revenue from the business line as a result of COVID-19. This result is following Rahayu's research (2020) that the implementation of PSAK 72 does not have a significant effect on telecommunications companies, but the study does not cover the impact of COVID-19 and technological disruption, besides that the results of the interview also said that in the application of PSAK 72, good corporate governance is needed. synergize to face various challenges. In addition, the increase in customer loyalty and decrease in customer loyalty is in line with the results of the questionnaire where customers represented by respondents are satisfied with the innovation and improvement of internet services compared to before the pandemic, meaning that the company is always trying to develop in the era of technological disruption with innovations to maintain customer loyalty."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Irfansyah
"Perkembangan bisnis industri telekomunikasi di Indonesia menuntut tiap-tiap operator telekomunikasi untuk lebih kompetitif dalam memberikan layanan yang terbaik kepada pelanggan. Bertambahnya jumlah operator selular semakin meningkatkan persaingan di antara para operator dalam merebut pangsa pasar.
Untuk mempertahankan pangsa pasar yang sudah diperoleh operator harus selalu menjaga kualitas layanan dan performansi jaringan. Untuk menjaga kualitas layanan dan performansi jaringannya, Indosat melakukan upgrade terhadap jeringan Base Station Subsystem (BSS). Dalam hal ini dlakukan upgrade software yang digunakan pada jeringan BSS Indosat dari software release 6 (BR8) ke software release 8 (BR8).
Implementasi BR8 pada jaringan BSS Indosat diharapkan dapat meningkatkan kapasitas jaringan BSS Indosat, serta dapat memperbaiki performansi jaringan BSS Indosat tersebut. Hal ini diperlukan karena semakin meningkatnya jumlah pelanggan Indosat. Selain itu juga berkaitan dengan implementasi EDGE dan UMTS pada jaringan Indosat, BR8 diharapkan dapat memberikan fitur-fitur yang dapat mendukung implementasi EDGE dan UMTS pada jaringan Indosat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah implementasi BR8 pada jaringan BSS Indosat benar-benar dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan baik dari segi kapasitas maupun dari segi performansi jaringan.

The development business of telecommunication in Indonesia demands every telecommunication operator to be more competitive in providing the best services to the customers. The increasing number of cell phone operators has increased the competition among themselves in grapping the market share.
In maintaining the gained market share, the operator has to keep the quality of service and network performance. To keep its service quality and network performance, Indosat has planning to upgrade its Base Station Sub System (BSS) from software release 6 (BR6) to software release 8 (BR8).
The implementation of BR 8 in BSS Indosat is hoped to increase the capacity of the network as well as to fix the performance of the network. This is needed due to the increasing numbers of Indosat subscribers. In relation to the implementation of EDGE and UMTS of Indosat network, BR8 is hoped to give supporting features to EDGE and UMTS network in Indosat network.
The purpose of the research is to evaluate whether the implementation of BR8 in BSS Indosat really produce the expected result in term of its capacity as well as the performance of the networks."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
T24949
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mursiyana Mulatsih
"Beralihnya fungsi telekomunikasi dari utilitas menjadi komoditi perdagangan akan merangsang munculnya operator baru yang bergerak pada bisnis telekomunikasi, khususnya penyelenggaraan telekomunikasi tetap lokal dan SLJJ. Munculnya operator baru ini menjadikan bisnis telekomunikasi yang semula monopoli menjadi kompetisi dan memerlukan penetapan tarif yang seobyektif mungkin dan adil baik antar operator maupun antar pengguna layanan. Penetapan tarif yang demikian ini diharapkan merangsang tumbuhnya kompetisi yang sehat. Kemungkinan adanya subsidi silang antar layanan yang diselenggarakan sedapat mungkin dihindari, karena akan memungkinkan suatu operator mensubskdi operator lain yang merupakan saingan bisnisnya.
Penelitian ini diarahkan pada permasalahan perhitungan dan penetapan tarif dari segi ekonomi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti tingkat efisiensi biaya operator telekomunikasi incumbent dalam menyediakan jasa telekomunikasi lokal dan SLJJ, meneliti kemungkinan adanya subsidi silang antar layanan dan dampaknya terhadap pemerataan pelayanan telekomunikasi. Metode yang digunakan antara lain metode regresi sederhana, metode incemental costing dan metode NICK test.
Data-data yang diperlukan diambil dari laporan keuangan, laporan kinerja sentral, laporan produksi pulsa, laporan perfomansi perusahaan, SISYANET yang dikeluarkan oleh PT Telkom dan laporan studi sentral pleb AT&T/Lucent Technologies selaku konsultan Telkom.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa selama ini operator tidak efisien dalam membelanjakan uangnya untuk penyediaan telekomunikasi. Subsidi silang terjadi antara layanan lokal dan layanan SLJJ dan antar wilayah/divisi regional. Dampak dari kondisi ini, tarif yang ditetapkan menjadi lebih tinggi, karena biaya yang dikeluarkan operator tinggi. Bagaimanapun operator ingin mendapatkan keuntungan, sehingga tarif yang ditetapkan secara keseluruhan harus bisa menutup seluruh biaya yang dikeluarkan, Adanya subsidi silang menyebabkan kompetisi tidak terbuka secara penuh."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T4517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1982
S16863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofyan Effendi
"Divisi regional II (Divre II) Jakarta dan sekitarnya, merupakan wilayah PT. Telkom yang mempunyai kontribusi produksi pulsa pelanggan yang terbesar, jika dibandingkan dengan divisi regional yang lainnya. Divre II Jakarta dan sekitarnya adalah meliputi wilayah, DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Serang, Karawang dan Purwakarta (Jabotabek - Sekapur) yang mempunyai penduduk sebesar 27.080.800 jiwa per Desember 1999, sehingga Divre II Jakarta dan sekitarnya mempunyai kepadatan telepon (teledensity) adalah : 8,5 sst per 100 penduduk, sedangkan untuk kepadatan telepon (teledensity) tingkat nasional adalah : 3 sst per 100 penduduk.
Pada akhir Pelita VI (199811999) Divisi Regional (Divre II) Jakarta dan sekitarnya mempunyai satuan sambungan telepon (sst) adalah 2.091.589 sst atau 36,32% dari 5.758.780 sst tingkat nasional. Dan fasilitas yang ada khususnya Divre II Jakarta dan sekitarnya, PT Telkom menghadapi permasalahan yang cukup kompleks, akibat adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan sehingga terhambatnya pembangunan satuan sambungan telepon (sst). Akibat dari keterlambatan tersebut timbul permasalahan nasional, yang harus ditanggulangi oleh pemerintah (PT Telkom) dan KSO-nya. Adapun permasalahanya adalah sebagai berikut :
1. Adanya permintaan (demand} yang lebih besar dan pada penawaran (supply).
2. Adanya mekanisme penentuan tarif yang salah.
3. Terbatasnya sumber dana dalam negeri.
4. Dampak regulasi terhadap investasi dan peran swasta.
Dari permasalahan tersebut di atas, Penulis mencoba untuk menetukan metodologi penelitian, dalam hal ini ada 3 (tiga) bagian yang perlu diteliti / dianalisis yaitu:
1. Cara menentukan variabel X dan variabel Z yang optimal, agar didapatkan tingkat perubahan tarif (OP) yang efisien, efektif, dan adil (optimal).
2. Cara penggunaan sumber dana dalam negeri dengan sistem obligasi.
3. Cara pendekatan regulasi (peraturan) pemerintah yang ada terhadap usaha penyelenggara jasa telekomunikasi.
Dengan metodologi penelitian tersebut di atas, Penulis melakukan analisis/penelitian sebagai berikut :
1. Analisis penentuan tarif dengan menggunakan nilai variabel X dan variabel 1. yang optimal kedalam formula price cup ( ΔP < CPI - X + Z).
2. Analisis penggunaan sumber dana dalam negeri.
3. Analisis dampak regulasi (peraturan) pemerintah yang ada yaitu, UU no. 36 tahun 1999 dan PP no 8 tahun 1993 tentang telekomunikasi terhadap investasi dan peran swasta, di dalam pembangunan fasilitas jasa telekomunikasi.
Dari hasil ketiga analisis tersebut di atas didapatkan hasil yang optimal (efisien, efektif, dan adil) sesuai dengan konsep dasar penulis untuk memenuhi harapan masyarakat pelanggan (konsumen) maupun penyelenggara jasa telekomunikasi (PT Telkom) dan mitra KSO-nya. Dari hasil analisis tersebut diharapkan para investor atau pemodal dapat berperan serta/mengambil bagian di dalam pembangunan industri jasa telekomunikasi, khususnya di wilayah Divre II Jakarta dan sekitarnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T1714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>