Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 213397 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wiyos Fira
"Laporan penelitian yang diuraikan dalam tesis ini, tersusun berdasarkan penelitian tentang aktivitas kantau yang dilakukan oleh sebagian besar perantau Minang di Pasar Cipulir. Penelitian ini dilaiarbelakangi oleh merantau sebagai pola migrasi orang Minang dalam hubungannya dengan perkembangan dunia industri dan pasar garmen di Jakarta. Fokus penelitian adalah pada konsep kantau sebagai salah satu pilihan okupasi perantau Minang di Jakarta. Terdapai tujuh pokok pertanyaan yang menjadi dasar penelitian ini, untuk memudahkan analisa, sepuluh pertanyaan tersebut terbagi dalam dua aspek, yailu 1). Bagaimana aspek historis kantau, Apa itu kantau dan bagaimana asal mulanya kantau dalam aktivitas pasar garmen dalam hubungannya dengan komunilas orang Minang di Pasar Cipulir? Bagaimana profile Tukang Kantau/Pengantau dan bagaimana proses integrasi individu dalam aktivitas kantau tersebut, Apakah kantau merupakan perkembangan dari pola okupasi orang Minang di perantauan yang terkait dengan modal individu (human capital) dan modal budaya (culture capital) orang Minang? Dan 2). Bagaimana eksistensi institusi kantau dalam jaringan sosial yang ada di Pasar Cipulir, Bagaimana gambaran umum komunitas etnik Minang di Pasar Cipulir?, Bagaimana posisi kantau dalam struktur komunitas etnik Minang pelaku kantau di sektor gannen alau bagaimana community prome kantau?, Nilai-nilai apa yang terbentuk dalam aktilitas kantau dalam hubungannya dengan bonding, bridging, linked modal sosial dalam kegiatan kantau? Bagaimana tipologi kegiatan mengantau tersebut dan apakah kantau dapat menjadi Iembaga yang berkembang atau hanya sebagai batu Ioncatan bagi para pelakunya? Penelitian ini menggunakan metode kualitalif dengan tipe eksploratif.
Pengumpulan data dan analisa difokuskan pada kajian holistik pada subyek-subyek penelitian yailu para Tukang Kantau. Pada analisa hasil penelitian dilakukan pemilahan, kategorisasi dan klasifikasi subyek penelitian untuk mendapalkan pemetaan yang lengkap tentang konsepsi kantau ilu sendiri. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, observasi dengan partisipasi pasif dalam aktivitas mengantau, dilengkapi dengan studi literatur untuk menggali segi-segi historis yang ada. Pemilihan informan dilakukan dengan teknik snowball.
Hasil penelitian ini secara umum menuniukan bahwa secara historis, konsep kantau terkait erat dengan konsepsi merantau orang Minang di Jakarta. Anak kantau adalah satu dari generasi anak dagang yang lahir dalam dinamika dunia perantauan orang Minang. Pengertian tukang kantau pada pasar garmen menunjuk pada posisi perantara (middleman) dalam arus pemasaran dan proses lndustri garmen. Sementara itu dalam tataran yang lebih kompleks, kantau menjadi sebuah konsep yang Iebih luas, yaitu meliputi proses integrasi individu dan regenerasi pedagang-produsen garmen di Pasar Cipulir. Munculnya aktivitas kantau di Pasar Cipulir dapat ditelusuri sampai tahun 70-an. Temuan peneliti menunjukan adanya periodesasi dalam perkembangan Pasar Cipulir, yaitu; Periode pasar kodian, periode pasar lusinan dan periode kompetisi bebas.
Aklivitas kantau lahir seiak periode pertama. Profil tukang kantau yang ditemukan adalah mengantau sebagai batu loncatan, mengantau sebagai katup penyelamat dan peluang mempertahankan eksistensi di pasar dan industri garmen, mengantau kearah hulu dan hillr dalam rantai produksi dan pemasaran produk garmen serta profile akhir dari profesi tukang kantau. Kemudian dilemukan pula tipologi tukang kantau yailu; menurut posisi bertindak, terdiri dari tukang kantau perantara, tukang kantau penjual, tukang kantau berkeliling antar pasar atau daerah dan tukang kantau garmen dibawah standar. Sementara itu menurut jenis barang, tukang kantau dapat dibedakan, tukang kantau bahan baku dan tukang kantau barang jadi, Temuan penelitian menunjukan bahwa aktivitas kantau memiliki eksistensi dan kontribusi yang signifikan dalam perkembangan pasar dan industri garmen di Pasar ClpuIir sehingga, kantau terus ada sebagai reproduksi komunitas orang Minang d Pasar Cipulir. Nilai yang ditemukan dalam aktivitas kantau adalah menjaga kepercayaan sehingga menjadi bridging modal sosial aktivitas kantau. Melekatnya kantau dengan komunitas pedagang menyebabkan kantau tidak akan pernah memiliki bonding modal sosial yang solid, oleh karena itu aktivitas kantau tidak dapat menjelma menjadi sebuah lembaga formal dan berkembang."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liza Mediyawati
"ABSTRAK
Penelitian mengenai pemertahanan bahasa daerah Minang telah dilakukan di Jakarta. Tujuannya untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa daerah Minang di Jakarta di luar wilayah pemakaian bahasa Minang. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, kuesioner, dan pengamatan langsung. Wawancara dikenakan kepada 51 orang responden yang berdagang di Pasar Tanah Abang Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Data dianalisis secara kuantitatif. Analisis meliputi frekuensi pemakaian bahasa dan juga melihat hubungan antara pemakaian bahasa dengan faktor-faktor di luar bahasa...

"
1996
S10922
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nurina
"Penelitian ini berusaha melihat bagaimana jaringan sosial dan modal sosial berperan dalam sebuah kegiatan bisnis. Di Indonesia kegiatan bisnis banyak sekali dikuasai oleh etnis Tionghoa, meskipun demikian etnis ini memliliki latar belakang sejarah yang kelam sejak masa kolonial. Kecemburuan sosial yang ada dimasyarakat membuat etnis ini kerap mendapat perlakuan diskriminatif dari pemerintah maupun masyarakat. Namun, meskipun mendapat perlakuan negatif, etnis ini tetap eksis dan bertahan di dunia bisnis. Dari hal tersebut penelitian ini dilakukan, untuk melihat apakah bisnis berbasis etnis ini berhasil karena adanya peran jaringan sosial dan modal sosial dalam prosesnya.
Dari penelitian ini diketahui bahwa jaringan dan modal sosial dalam bisnis berbasis etnis memang berperan pada awal bisnis tersebut berjalan, namun seiring waktu kekuatan jaringan tersebut menguat bukan karena kesamaan primordial melainkan karena kesamaan pengalaman dan kerja sama yang dilakukan dalam waktu yang lama. Jaringan sosial yang begitu kuat memberikan dampak negatif bagi institusi ekonomi itu sendiri karena kesamaan pengalaman membuat instusi ekonomi sulit berkembang. Dalam aspek modal sosial, peneliti mengkritisi bahwa modal sosial sulit untuk diaplikasikan dalam institusi ekonomi swasta.
Penelitian ini menggunakan Soft Systems Methodology dan masuk dalam kategori sosisologi ekonomi, khususnya mengenai The New Institutionalism Economy in Sociology. Lokasi penelitian di Pusat Grosir Metro Tanah Abang.

This paper discuss about social network dan social capital in business activity. In Indonesia business activity was handled by Tionghoa Ethnic, even this ethnic has bad history since the colonial era. Sosial jealousy make this ethnic gets negative stereotype and discrimination. But this ethnic still survive and exist in business activity. From that promblem this paper try to explain is the business based on ethnicity being successfull because social network and social capital.
The results of this research that social networkd and social capital in business based in ethnic is accured in the beginning of the business process, moreover that social network being stronger not because primordial factor but the same experience from the actors. Strong ties of social network give negative impact for economic institution because the experience in the group maakes the institution hard to develop itself. In capital social, this paper discuss that social capital is hard to be applied in economic institution based on market mechanism.
This paper use Soft System Methodology and part of Economic Sociology, especially about The New Institutionalism Economic In Sociology. The location of the research was in Pusat Grosir Metro Tanah Abang.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Dulkiah
"Dalam konteks transaksi, biasanya antara penjual dan pembeli selalu dikaitkan dengan perhitungan untung rugi dalam bentuk tawar-menawar. Seorang penjual berharap barangnya dapat dibeli dengan harga yang tinggi, begitu pun pembeli, berharap mendapatkan barang yang sesuai dengan keinginan dan harganya. Hubungan mereka biasanya hanya sebatas menjual dan membeli barang, tidak lebih dari itu.
Namun, ada juga pola transaksi yang tidak hanya bertujuan pada pembelian dan penjualan barang dalam jangka pendek semata, tetapi lebih mengarah pada pola transaksi yang sifatnya jangka panjang. Pola transaksi model ini biasanya disamping melakukan transaksi jual-beli, juga menerapkan hubungan relasional untuk mempertahankan kelangsungan usaha mereka. Dan prasyarat yang paling dominan dalam membangzm hubungan relasionaI ini adalah adanya saling percaya (mutual trust) dari masing-masing pihak yang menjalin hubungan tersebut.
Mengenai bagaimana cara membuat dan mempertahankan kepercayaan adalah permasalahan tersendiri yang dihadapi oleh para pedagang. Karena itu, penelitian ini berusaha untuk menelusuri pola-pola kepercayaan yang terbentuk dan terpelihara dikalangan pedagang serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, khususnya yang terjadi diantara pedagang grosir dan eceran di Pasar Induk Tegal Gubug Cirebon.
Secara metodologis, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mendasarkan pada metode deskriptif Ada tiga teknik metode penggalian informasi pada penelitian ini, diantaranya: Pertarna, menggunakan studi dokumentasi, kedua, observasi di lapangan, dan ketiga, wawancara mendalam (indepth interview).
Sedangkan landasan teori yang digunakan adalah teori radius of trust Francis Fukuyama. Konsep ini meniscayakan adanya kriteria keberhasilan suatu kerja sama sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya kepercayaan yang terbangun diantara pihakpihak yang melakukan kerjasama tersebut. Kerja sama akan berhasil bertahan lama jika didukung oleh norma-norma atau nilai-nilai yang mengandung derajat kepercayaan tinggi. Sebaliknya, kerja sama akan mullah hancur jika norma-norma atau nilai-nilai yang mendukungnya memiliki derajat kepercayaan rendah.
Dari penelitian ini ditemukan beberapa hal diantaranya: Pertama, hubungan relasional yang dilakukan para pedagang berupa penyediaan barang dan pembayaran dilakukan atas dasar saling percaya (mutual trust) dalam bentuk kesepakatankesepakatan informal. Mutual trust secara informal ini, terlihat dalam proses penyediaan barang dan pembayaran sistem kredit yang berfungsi bukan hanya memberikan pinjaman semata, tetapi lebih diorientasikan untuk menstabilkan hubungan. Dan untuk memperoleh besar kecilnya kredit pada gilirannya ditentukan oleh tingkat reputasi dan status sosialnya (haji dan kaya).
Kedua, interaksi yang dilakukan para pedagang untuk membangun jaringan temyata masih menggunakan ikatan-ikatan sosial kekerabatan(kekeluargaan, pertemanan (sebelum/sesudah berdagang), dan ketetanggan. Untuk ikatan kesukuan atau etnis tidak begitu ditonjolkan oleh para pedagang. Alasan paling dominan kenapa ikatan-ikatan sosial semacam ini yang diterapkan adalah karena ikatan-ikatan tersebut lebih acceptable, terutama jika dilihat dari segi norma yang berlaku serta kemampuan personal untuk memperluas jaringannya.
Ketiga, hubungan relasional antara pedagang yang dilandasi mutual trust temyata tidak hanya diterapkan pada dimensi ekonomi saja (an economic dimension), namun juga diperluas pada dimensi sosial (social dimension). Dan dimensi sosial ini, seperti adanya arisan, solidaritas sosial dilingkungan pasar dan sekitar pasar, dan partisipasi di masyarakat (RT/RW dan desa), mengisyaratkan bentuk moral pedagang yang masih memiliki kepedulian terhadap lingkungan sosialnya. Dan mutual trust yang tercermin dari dimensi sosial ini dapat dianggap sebagai modal sosial yang dimiliki oleh para pedagang.
Dengan pola relasional ini, kepercayaan dapat bermanfaat pada beberapa hal, diantaranya: Pertama, mengurangi Maya transaksi karena adanya sikap saling memudahkan dalam hubungan perdagangan. Kedua, mengurangi keperluan mengurus kontrak karena tidak perlu adanya kesepakatan-kesepakatan formal, tetapi cukup secara informal. Ketiga, munculnya kesadaran untuk saling memahami terhadap situasi yang dihadapinya, baik dari segi ekonomi maupun dari segi sosial.
Sedangkan kesimpulan teoritik dalam penelitian ini pada dasarnya berupa penguatan terhadap "kebenaran" teori. Kenyataan bahwa hubungan yang dilandasi oleh rasa saling percaya dan didukung oleh norma-norma atau nilai-nilai yang ada, akan mampu merekatkan hubungan kerja sama. Hal ini dibuktikan oleh para pedagang di Tegal Gubug yang mengembangkan hubungan relasional dengan radius of trust yang cukup tinggi. Tetapi diakui, ada beberapa kenyataan yang berbeda dari teori ini, terutama pada piranti pendukung berupa ikatan-ikatan primordial seperti kekerabatan, yang oleh Fukuyama dianggap kurang memberikan kontribusi pada mutual trust, ternyata temuan dilapangan menemukan kenyataan yang sebaliknya. Karena itu penggalian lebih jauh terhadap penerapan teori ini perlu ditinjau kembali, disesuaikan dengan tempat dan situasi yang dimiliki oleh masing-masing komunitas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Rizky Pratama
"Status Jakarta sebagai kota primat di Indonesia juga berpengaruh terhadap kerawanan kota ini di masa pandemi COVID-19. Hingga akhir 2020, Jakarta menempati posisi tertinggi untuk kenaikan dan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia. Pemerintah pun membekali masyarakat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari yang memprioritaskan kesehatan di masa pandemi, dengan pedoman-pedoman protokol kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian COVID-19 di tempat dan fasilitas umum, salah satunya adalah di pusat perdagangan yaitu pasar. Penyebaran COVID-19 dan keberadaan pasar, dapat dikaji dalam perspektif kajian perkotaan. Menurut beberapa teori, pasar merupakan objek vital perkotaan dan juga salah satu pembentuk struktur kawasan perkotaan. Meski di tengah kondisi pandemi, aktivitas perdagangan di pasar di DKI Jakarta masih tetap berjalan. Dengan beroperasinya pasar di tengah kondisi pandemi yang belum sepenuhnya pulih, maka risiko penyebaran COVID-19 di pasar adalah nyata. Oleh karena tingginya risiko penyebaran COVID-19 pada kegiatan pasar, dan agar proses jual beli di pasar tetap dapat berlangsung dengan aman, maka perlu dilakukan tinjauan penerapan protokol kesehatan di pasar di DKI Jakarta selama masa pandemi COVID-19. Penelitian ini bertujuan umengevaluasi kebutuhan fasilitas pemenuah protokol kesehatan dalam operasional pasar. Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran kuantitatif dan kualitatif. Amalisis spasial dilakukan dengan menggunakan peranti lunak QGIS untuk menentukan pasar prioritas penanganan. Importance Performance Analysis digunakan dalam analisis kuesioner, sedangkan untuk memperkaya hasil analisis kuantitaitf, dilakukan wawancara mendalam dengan pendekatan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran pasar sebagai objek vital perkotaan masih belum dapat digantikan. Pengunjung pasar memerlukan fasilitas yang membuat mereka tetap merasa higienis saat berbelanja di pasar. Sementara keterbatasan jumlah personel dan anggaran menjadi salah satu faktor dominan yang dapat menghambat penerapan protokol kesehatan di pasar.

Jakarta's status as a primate city in Indonesia also affects the city's vulnerability during the COVID-19 pandemic. Until the end of 2020, Jakarta occupies the highest position for the increase and number of COVID-19 cases in Indonesia. The government also equips the public in carrying out daily activities that prioritize health during the pandemic, with health protocol guidelines in preventing and controlling COVID-19 in public places and facilities, one of which is in the trading center, especially market. The spread of COVID-19 and the existence of the market, can be studied from the perspective of urban studies. According to some theories, the market is a vital urban object and also one of the component of urban structures. Even in the midst of a pandemic, trading activities in the market in DKI Jakarta are still running. With the market operating in the midst of a pandemic that has not yet fully recovered, the spread of COVID-19 in the market is real. Due to the risk of the spread of COVID-19 in market activities, and in order for the spread in the market to continue, it is necessary to evaluate the implementation of helath protocol in DKI Jakarta market during the COVID-19 period. This study aims to evaluate the need for facilities that comply with health protocols in market operations. This study uses a mixed method approach. Spatial analysis was carried out using QGIS software to determine the initial market for handling. The importance of Performance Analysis in questionnaire analysis. To enrich the results of quantitative analysis, In-depth interviews were conducted using a descriptive analysis approach. The results showed that the role of the market as a vital object, still cannot be replaced. Market visitors need facilities that make them feel hygienic when shopping at the market. Meanwhile, the limited number of personnel and budget is one of the dominant factors that can implement health protocols in the market."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviar Gustriandi
"Dewasa ini kehadiran para pencari kerja migran dalam jumlah yang tinggi di beberapa kota di Indonesia, membuat kota menjadi semakin padat dan tidak terkendali. Sektor formal yang secara umum memerlukan tenaga kerja yang mempunyai keahlian tertentu, berproduktivitas tinggi, modal yang besar, dan pemanfaatan teknologi yang serba canggih dan mutakhir, ternyata tidak menyediakan ruang bagi para migran pencari kerja. Para migran tersebut lalu membentuk usaha baru yang disebut sektor informal. Salah satu kegiatan dari sektor informal yang menjadi jenis pekerjaan yang penting adalah pedagang kaki lima. Pada umumnya nasib pedagang kaki lima kurang menguntungkan. Tidak jarang karena karakteristik yang melekat pada jenis pekerjaan ini membuat mereka sering terkena razia dan dikejar-kejar oleh petugas. Namun di sisi lain, sebagaimana yang ditunjukkan oleh besarnya jumlah pedagang kaki lima di Kota Pontianak (10.339 orang) mengindikasikan bahwa sektor ini mampu menjadi katup pengaman bagi meledaknya angka pengangguran. Sektor ini juga akan memberikan pemasukan yang tidak kecil bagi PAD Pemerintah Kota Pontianak, roda perputaran uang setiap harinya relatif cukup besar, yaitu mencapai 5,5 milyar rupiah dengan total omset sebesar 1,7 milyar rupiah. Kapabilitas yang ditunjukkan oleh sektor ini tidak lepas dari aktivitas yang mereka lakukan sehari-hari yang diikat oleh norma-norma informal yang menjadi aturan bagi sikap dan perilaku pedagang kaki lima dengan berbagai pihak sebagai modal sosial. Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar kecilnya modal sosial pedagang kaki lima di Kota Pontianak yang dapat dilihat dari bagaimana mereka dapat mengimplementasikan norma-norma informal secara lugas atau dengan kata lain mereka memiliki kepercayaan (trust) dengan berbagai pihak di dalam maupun di luar jaringannya. Jika sebagian besar norma-norma tersebut lebih berlandaskan kepada trust, maka dapat dikatakan pedagang kaki lima di Kota Pontianak memiliki modal sosial yang besar. Sebaliknya, jika sebagian besar norma-norma tersebut kurang berlandaskan kepada trust, maka pedagang kaki lima di Kota Pontianak dapat dikatakan memiliki modal sosial yang kecil. Penelitian ini juga bermaksud untuk mengetahui bagaimana proses terbentuknya suatu jaringan dari kerja sama yang terjadi antara pedagang kakilima dengan berbagai pihak dan norma-norma informal apa saja yang terdapat dalam jaringan pedagang kaki lima tersebut.
Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Jenis penelitian ini dipandang relevan untuk digunakan dalam mengamati perilaku dan kondisi sosial pedagang kaki lima sehari-hari. Dari metode kualitatif ini akan dapat digambarkan keadaan riil di lapangan berdasarkan dukungan fakta dan informasi yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data studi kepustakaan (library research), observasi, dan wawancara yang dilakukan secara mendalam kepada informan (indepth interview). Penulis dengan sengaja memilih informan penelitian melalui teknik pemilihan informan purposive sampling, yaitu memilih pedagang kaki lima, baik yang berjualan di pasar-pasar tradisional maupun di pinggiran-pinggiran jalan, yang pada umumnya mereka menggunakan sebagian dari lahan publik. Dari 6 (enam) orang calon informan penelitian yang telah dipilih, ternyata pedagang kaki lima yang memenuhi beberapa kriteria informan yang telah penulis tetapkan, hanya 2 (dua) orang, yaitu pedagang kaki lima yang berjualan telur di Pasar Flamboyan dan pedagang kaki lima berjualan pakaian bekas (lelang) di Pasar Dahlia. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terbentuknya jaringan pedagang kaki lima dengan berbagai pihak adalah dari kerjasama yang dilandasi hubungan moral kepercayaan. Temuan di lapangan menunjukkan ada 4 (empat) pedagang kaki lima dengan berbagai pihak, yaitu jaringan dengan keluarga, agen, sesama pedagang kaki lima, dan Iangganan. Keempat jaringan tersebut dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) jaringan, yaitu jaringan keluarga, jaringan pertemanan, dan jaringan usaha. Ketiga jaringan pedagang kaki lima ini masing-masing memiliki pola hubungan sosial yang berbeda.
Hasil analisis temuan menunjukkan bahwa kedua pedagang kaki lima memiliki norma-norma informal yang sama, yaitu 16 (enam belas) norma. Hasil analisis trust terhadap norma-norma informal tersebut, memperlihatkan bahwa norma-norma informal yang lebih berlandaskan trust, yaitu sebanyak 11 (sebelas) norma (68,75%), sedangkan yang kurang berlandaskan trust sebanyak 5 (lima) norma (31,25%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa norma-norma informal kedua pedagang kaki lima (penjual telur dan penjual pakaian bekas) memiliki modal sosial yang besar. Hasil analisis temuan menunjukkan bahwa norma-norma informal yang kurang berlandaskan kepada trust, ternyata merupakan norma-norma kunci yang dipegang teguh oleh pedagang kaki lima dalam menjalankan usahanya.
Disarankan dalam penelitian ini agar Pemerintah Kota Pontianak dapat merencanakan pembangunan sosial di daerah dengan mengembangkan potensi pedagang kaki lima yang terbukti memiliki modal sosial yang besar, termasuk memperluas peruntukan lahan pasar bagi pembangunan pasar-pasar tradisional untuk menampung sebagian besar pedagang kaki lima yang masih berada di pinggiran jalan serta memberikan bantuan modal dengan akses yang lebih mudah kepada pedagang kaki lima. Oleh karena hasil penelitian ini belum dapat digeneralisasikan sebagai modal sosial pedagang kaki lima yang berlaku umum, maka disarankan kepada peneliti-peneliti lainnya untuk meneliti modal sosial pedagang kaki lima jenis usaha lainnya, termasuk bagaimana ikatan kekeluargaan dan solidaritas sosial dilihat dari kesukubangsaan pedagang kaki limanya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Meiyani Zakir
"Sisi lain industrialisasi adalah meningkatnya ekonomisasi masyarakat dan tidak terhindarnya proses komoditisasi (apapun jadi komoditi); yang contohnya tampak pada dunia budaya, dengan banyaknya paket bisnis 'wisata budaya''. Secara sosiologis pun terjadi transformasi makna serupa; dari benda yang tadinya sekedar bermakna "kultural," jadi lain setelah diberi pemaknaan ekonomis. Semula dimaknai "mistik" estetis, menjadi nyata karena bernilai atau 'ada harganya.' Bunga juga mengalami proses transformasi serupa. Dalam studi ini, pertautan dan transformasi komoditi bunga didekati dengan cara memahami dinamika kelompok para pelaku atau yang paling berkepentingan di bisnis bunga potong : konsumen, petani, dan pedagang.
Studi ini sebenarnya berasal dari penelitian terhadap berbagai dinamika dan pertautan kepentingan antar kelompok pedagang bunga potong; yang berkembang seiring dengan berkembangnya pariwisata dan -pada gilirannya- membawa bunga masuk ke dalam wilayah ekonomi yang makin sarat kepentingan dan persaingan. Karenanya, konflik maupun akomodasi di tingkat pedagang, bukan hanya tak terhindarkan; bahkan melekat di dalam dinamika kepentingan para pelaku terkait tersebut.
Studi dilakukan secara berseri (tidak teratur) 3 kali antara 1993 - 1998, di daerah Cipanas, Jawa Barat. Data yang didapat dan diolah, berasal dari wawancara mendalam para pedagang, petani, floris, hotel, perusahaan swasta, dan tokoh masyarakat sekitar daerah produksi. Mulanya, ada empat profit pedagang bunga; semua berasal dari daerah Cipanas. Model dan intensitas interaksi keempat kelompok pedagang tadi mengalami masyarakat sekitar daerah produksi. Mulanya, ada empat profit pedagang bunga; semua berasal dari daerah Cipanas. Model dan intensitas interaksi keempat kelompok pedagang tadi mengalami perubahan yang berarti setelah intervensi YBN ke desa. Yakni, interaksi berbagai pelaku usaha bunga potong, melahirkan tiga kelompok utama pedagang (Kelompok Tua, Bebas-Jual, dan YBN). Masalah yang dirasa pedagang serta -dan terutama- petani makin sama, bahwa ketidaksukaan mereka, lebih karena perilaku YBN (dilihat sebagai kepanjangan kekuasaan) yang tak menganggap masyarakat setempat sebagai unsur penting dalam membuat rencana program, padahal semua langkah YBN berpengaruh langsung ke masyarakat setempat. Dalam kasus ini, masuknya YBN merupakan kasus signifikan tentang sulitnya organisasi modem beradaptasi pada sistem sosial desa yang spesifik.
Tiga kelompok utama pedagang tadi punya posisi unik mengingat 'modal' dan kekuatan mereka masing-masing dalam berhubungan dengan pihak lain. Dari dinamika interaksi para pelaku usaha bunga, penelitian ini menghasilkan temuan, bahwa masing-masing kelompok -terutama dalam upaya membangun dan mempertahankan interest dan kekuatan dominasi yang mereka miliki- punya mekanisme khas saat berinteraksi. Dalam upaya memperkokoh dasar interest masing-masing, tiga kelompok pedagang tadi secara variatif, menekankan pentingnya menguasai kaum tani. Malah penguasaan dan dominasi terhadap petani mereka lakukan sistematis, karena kesadaran demi kelangsungan supply maupun kontinuitas produksi.
Kelompok pedagang Tua misalnya, lebih melakukan penguasaan pada upaya menyerang kognitif petani, dengan mereproduksi model hubungan tradisional-feodalistik; dimana petani menjadi tetap melihat dirinya sebagai sub ordinasi mereka. Pedagang baru menguasai petani justru secara langsung dan mendasar, dengan mendominasi tanah dan waktu kerja petani. YBN juga melakukan hal serupa dengan kekuatan uang, dengan cara memberi kredit bagi aneka kepentingan produksi masyarakat.
Dalam hubungan dinamika dan konflik yang terjadi antar pedagang, konsumen jelas menjadi pihak paling diuntungkan; karena supremasi mereka tak pernah disoal atau digugat. Di lain pihak, petani adalah yang paling dirugikan; karena selalu jadi kelompok yang didominasi dan dikuasai demi kelangsungan berbagai kepentingan pedagang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Starlita
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S6675
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonny Indra
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>