Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 219752 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rita Dewi
"Pendidikan lingkungan hidup adalah bagian dari isu lingkungan global setelah Konferensi Stockholm tahun 1972. Perhatian dunia pada masalah lingkungan menuntut adanya program pendidikan lingkungan hidup di setiap negara di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa masalah lingkungan adalah masalah seluruh manusia di dunia. Pendidikan lingkungan hidup adalah upaya mengubah perilaku dan mentalitas masyarakat terutama generasi muda dalam rangka melestarikan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Pendidikan lingkungan hidup di Indonesia dilaksanakan melalui jalur pendidikan formal dan non formal. Kepramukaan adalah salah satu kegiatan ekstrakurikuler di luar sekolah yang dapat menjadi media pendidikan lingkungan hidup.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya perbedaan pengetahuan, sikap dan kepedulian siswa SMA pada lingkungan hidup antara siswa SMA yang mengikuti pramuka dan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka.
Hipotesis penelitian adalah: Siswa SMA yang mengikuti pramuka memiliki rata-rata skor yang lebih tinggi dari pada siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka dalam hal pengetahuan lingkungan hidup. sikap dan kepedulian pada lingkungan hidup.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis dengan menggunakan metode survai. Penelitian dilakukan di SMA 1 Bekasi, SMA PGRI 1 Bekasi dan SMA KORPR1 Bekasi. Jumlah sampel 84 orang siswa terdiri atas 42 siswa yang mengikuti pramuka dan 42 siswa yang tidak mengikuti pramuka, yang diambil dari tiga sekolah sampel. Pemilihan sampel dilakukan secara multi stage sample. Penelitian dilakukan pada semester 1 tahun pelajaran 2006/2007.
Hasil Pembahasan penelitian adalah:
a. Rata-rata skor pengetahuan lingkungan hidup siswa SMA yang mengikuti pramuka 22,57 dan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka 20.76.
b. Rata-rata skor sikap siswa SMA yang mengikuti pramuka pada lingkungan hidup 103,86 dan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka 100.40.
c. Rata-rata skor kepedulian siswa SMA yang mengikuti pramuka pada lingkungan hidup 103 dan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka 99,79.
Hasil pengujian hipotesis dengan analisis varians:
a. Variabel pengetahuan lingkungan hidup: nilai F hitung untuk sumber varians antar kolom adalah 6,819, nilai ini lebih besar dari F-tabel pada taraf signifikansi a = 0.05 adalah 3,96. Ho ditolak dan H1 diterima. Artinya siswa SMA yang mengikuti pramuka memiliki rata-rata skor pengetahuan lingkungan hidup lebih tinggi dibanding dengan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka.
b. Variabel sikap pada lingkungan hidup: nilai F.,;t.g untuk sumber varians antara kolom adalah 8,22, nilai ini lebih besar dari F-tabel pada taraf signifikansi a = 0.05 adalah 3,96. Ho ditolak dan Hi diterima. Artinya siswa SMA yang mengikuti pramuka memiliki rata-rata skor sikap pada lingkungan hidup lebih besar dibanding dengan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka.
c. Variabel kepedulian pada lingkungan hidup: nilai F-hitung untuk sumber varians antar kolom adalah 3,99, nilai ini lebih besar dari F-tabel pada taraf signifikansi a = 0.05 adalah 3,96. Ho ditolak dan HI diterima. Artinya siswa SMA yang mengikuti pramuka memiliki rata-rata skor kepedulian pada lingkungan hidup lebih besar dibanding dengan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka.
Kesimpulan penelitian ini adalah:
1. Siswa SMA yang mengikuti pramuka memiliki rata-rata skor pengetahuan lingkungan hidup lebih tinggi dari pada siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka.
2. Siswa SMA yang mengikuti pramuka memiliki rata-rata skor sikap pada lingkungan hidup cenderung ke arah positif dibanding dengan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka.
3. Siswa SMA yang mengikuti pramuka memiliki rata-rata skor kepedulian pada lingkungan hidup Iebih besar dibanding dengan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka.
Saran:
1. Perlu adanya kesepakatan bersama antara lembaga yang terkait untuk mewujudkan pendidikan lingkungan hidup melalui kegiatan kepramukaan.
2. Kwartir Gerakan Pramuka dalam hal ini Kwarting Ranting Gerakan Pramuka harus lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas penbina pramuka yang ada di gugus rantingnya.
3. Pihak pimpinan sekolah hendaknya ikut Berta mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan kepramukaan di sekolahnya.
4. Mencari alternatif bentuk-bentuk kegiatan kepramukaan yang lebih menarik dan menyenangkan sehingga lebih menarik minat siswa untuk menjadi anggota pramuka.

Environmental education is part of global environmental issues the world is dealing with following the 1972 Stockholm Conference. The world's interest in these issues requires a sound education on the environment in every nation worldwide.. It shows that ecological problems are problems faced by all human kind. Environmental education represents an effort to change the attitude and mentality of the people, particularly young generations, for the sake of sustainable environmental protection. Learning about the environment in Indonesia is carried out through both formal and informal educational systems. Scouting is one of many extracurricular activities that can be used as a medium for environmental education.
This research aims at identifying differences in high-school students who are Pramuka members and non-members with regard to their knowledge of, attitude toward and concern about the environment.
The research hypothesis: high-school students who were members of the scout association (Pramuka) had higher average scores than non-members with regard to their knowledge of, attitude toward and concern about the environment.
The descriptive research was conducted in the first semester of the 2006/2007 academic year using the survey method at SMA 1 Bekasi, SMA PGRI 1 Bekasi and SMA Korpri Bekasi. There were 84 respondents, consist of 42 High-School Students who are Members of Scout and 42 High-School Students Non-Members of Scout from the 3 surveyed high-schools. Samples were Multy Stage Sample selected.
Research results were as follows:
a. Regarding environmental knowledge, the average score of high-school students who were Pramuka members was 22.57 and of those who were non-members was 20.76.
b. Regarding attitude toward the environment, the average score of high-school students who were Pramuka members was 103.86 and of those who were non-members was 100.40.
c. Regarding concern about the environment, the average score of high-school students who were Pramuka members was 103 and of those who were non-members was 99.79.
Analysis of variants for the hypothesis testing came up with the following results:
a. Knowledge-about-the-environment variables: Fcomputed for inter-column variants was 6.819 which was greater than F table at a significance rate of a 0.05, which was 3.96. Ho was rejected and Hi was accepted, meaning that students who were Pramuka members had a score of environmental knowledge higher than that of non-member students.
b. Attitude-toward-the-environment variables: Fcomputed for inter-column variants was 9.22 which was greater than F table at a significance rate of a = 0.05, which was 3.96. Ho was rejected and Hi was accepted, meaning that students who were Pramuka members had a score of environmental attitude higher than that of non-member students.
c. Concern-about-the-environment variables: Fcomputed for inter-column variants was 3.99 which was greater than F table at a significance rate of a = 0.05, which was 3.96. Ho was rejected and Hi was accepted, meaning that students who were Pramuka members had a score of environmental concern higher than that of non-member students.
The following conclusions were drawn the research:
1. High-school students who took part in scouting activities had higher environmental knowledge scores than those who were not members of the scout association.
2. High-school students who took part in scouting activities had higher environmental attitude scores than those who were not members of the scout association.
3. High-school students who took part in scouting activities had higher environmental concern scores than those who were not members of the scout association.
Suggestion:
1. It is necessary that there is a mutual agreement among the related instances to materialize environmental education through Boy Scouts activities.
2. National Scouts Movement Council and its local branches must increase the quality dan quantity of the trainers for the Boy Scouts in their branches.
3. School principles must also contribute to optimize the practice of Boy Scouts activities in their school.
4. It is necessary to find alternative forms of activities that are attractive and fun, so that will draw interest of the students to join the Scouts Movement.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robin
"Lingkungan hidup, yang bertalian erat dengan kehidupan manusia pada saat ini menunjukkan berada dalam taraf yang cukup merisaukan. Pada saat kondisi lingkungan semakin kritis, semakin terganggu keseimbangannya sementara kebutuhan manusia semakin meningkat, menjadikan lingkungan hidup sebagai masalah. Masalah yang berkaitan dengan unsur manusia, hanya dapat ditanggulangi melalui pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian masyarakat, peserta didik, para pelaksana pembangunan serta para pengelola sumber daya alam dan lingkungan. Peranan manusia merupakan unsur utama dalam ekosistem, karena ia dapat dididik agar memiliki konsep mental dan perilaku yang bertanggung jawab dalam membangun lingkungan.
Pendidikan memainkan peranan sebagai pembentuk dan penyebar nilai-nilai baru yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan lingkungan. Usaha ini untuk mempertinggi martabat manusia dan mempertinggi mutu hidup manusia (Salim 1986).
Isu tentang penurunan kualitas lingkungan telah menciptakan suatu kebutuhan yang mendesak dalam menggalakkan pendidikan lingkungan (environmental education) yang bertujuan untuk menimbulkan kesadaran terhadap lingkungan dan membekali peserta didik dengan pengetahuan dan pandangan-pandangan luas tentang manfaat lingkungan.
Pendidikan lingkungan adalah usaha untuk mengembangkan atau membangun pengertian tentang konsep lingkungan dan meningkatkan kesadaran, sikap, motivasi dan komitmen-komitmen tentang lingkungan di antara para pendidik dan peserta didik juga antara guru dan murid (Soerjani 1991).
Salah satu program pendidikan lingkungan yang telah dilaksanakan oleh Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah Program Kemah Konservasi, yang bertujuan agar peserta didik yang terdiri dari siswa-siswi SLTP dan SMU mempunyai pengetahuan, sikap dan kesadaran yang tinggi tentang lingkungan. Pendekatan yang dilakukan oleh para pengelola kawasan konservasi adalah program pendidikan lingkungan yang edukatif namun sekaligus rekreatif dengan metode pengajaran langsung berdekatan dengan alam / lingkungan pada kawasan konservasi tersebut (resource based learning). Penelitian ini akan mengetahui sejauhmana hubungan Program Kemah Konservasi dengan pengetahuan dan sikap peserta tentang lingkungan.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui hubungan Program Kemah Konservasi dengan pengetahuan peserta tentang lingkungan; (2) untuk mengetahui hubungan Program Kemah Konservasi dengan sikap peserta tentang Iingkungan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: (1) pengembangan ilmu lingkungan khususnya pendidikan lingkungan non-formal; (2) masukan bagi para pendidik, pengelola sekolah dan masyarakat akan manfaat kawasan konservasi bagi penelitian dan pendidikan, serta (3) masukan bagi pengambil keputusan baik Dephut maupun Depdiknas.
Penelitian ini dilakukan di kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan mengambil keseluruhan jumlah populasi yang mengikuti Program Kemah Konservasi pada tahun 2002 (studi kasus). Jumlah peserta yang mengikuti program ini adalah sebanyak 30 orang yang terdiri atas siswa-siswi SMU yang berasal dari sekolah yang ada di sekitar kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yaitu dari Cianjur, Sukabumi, dan Bogor.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dilaksanakan dengan metode ex post facto dengan desain prates dan pascates. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, wawancara, dan observasi lapangan. Alat pengumpulan data berupa kuesioner ada dua yaitu: tes untuk mengukur pengetahuan peserta tentang lingkungan dan kuesioner sikap peserta terhadap lingkungan dalam bentuk skala Likert. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji t-tes untuk tes pengetahuan peserta tentang lingkungan dan setelah penskoran kuesioner sikap peserta terhadap lingkungan digunakan tabulasi yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian, dari data responden terdapat 20 orang peserta siswa (66,67%) dan selebihnya (10 orang l33,33%) peserta siswi, adapun dari asal peserta 12 orang (40%) berasal dari Cianjur, dan selebihnya berasal dari Bogor dan Sukabumi masing-masing 9 orang (30%) peserta, sedangkan kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti siswa terdapat 26 orang (86,67%) yang mengikuti kegiatan Pecinta Alam (PA) dan hanya 4 orang (13,33%) yang mengikuti selain Pecinta Alam. Hasil pre test pengetahuan didapatkan nilai rata-rata 5,867; standar deviasi = 1,137 dengan kisaran nilai 3-8, sedangkan hasil post test kisaran nilainya 5,2-8,8 dengan nilai rata-rata 6,947 (standar deviasi = 1,084) yang selanjutnya akan diolah dengan menggunakan Uji t (uji perbedaan dua rata-rata). Berdasarkan hasil tes sikap peserta tidak ada peserta yang mempunyai sikap sangat tidak setuju (sangat tidak sadar) dan tidak setuju (tidak sadar) terhadap lingkungan, adapun yang bersikap ragu-ragu dari hasil pra tes terdapat 3 orang (10%) dan basil pascates hanya 1 orang (3,33%); sebanyak 12 orang (40%) peserta yang bersikap cukup setuju (cukup sadar) pada pra tes sedangkan pada pasca tes terdapat 11 orang (36,67%), sedangkan yang bersikap sangat setuju (sangat sadar) sebanyak 15 orang (50%) pada pra tes dan pada hasil pasca tes terdapat 18 orang (60%).
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan yang positif antara Program Kemah Konservasi dengan pengetahuan peserta tentang lingkungan (p < 0,05).
2. Terdapat hubungan yang nyata antara Program Kemah Konservasi dengan sikap peserta terhadap lingkungan.
Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) perlunya penelitian lanjutan tentang perilaku peserta program kemah konservasi; (2) agar memperpanjang waktu pelaksanaan Program Kemah Konservasi.

Correlation between Conservation Camping Program with Knowledge and Attitude toward the Environment (Case Study on Gunung Gede Pangrango National Park)Nowadays the environment which has a close relation with the live hood of man has shown up to the level of restlessness. When the environmental condition reached the more critical stage, its balance consequently was more interrupted while the human's needs highly increased, so that the environment became a real problem. Problem dealing with human factor can only be overcome with education in order to improve society, learning participants, development executives, and natural and environmental resources administrators. The role of human is essential in ecosystem, since they can be educated to develop a responsible mental and behavioral concept in their environmental development.
Education plays the role as the developer and the distributor of new value required to meet environment demand. This will improve the dignity and quality of human lives (Salim 1986).
The issue of environment quality degradation has created an urgency to promote environmental education, which objective is to build environmental awareness and to provide learning participants with broader knowledge and insight on the benefit of environment.
Environmental education is an effort to develop and to build understanding on environmental concept, and also to increase awareness, behavior, motivations and commitment toward the environment among all concerns, the trainers and trainees as well as teachers and students (Soerjani 1991).
One of environmental education program accomplished in Gunung Gede Pangrango National Park is Conservation Camping Program. The activity aims at providing better knowledge, behavior, and awareness of learning participants, who consists of Junior and Senior High School students; about environment. The administrators of conservation areas approach the environmental education activity in such an educational and recreational way, while specifically exercise resource based learning method. The study will know how far correlation between Conservation Camping Program with knowledge and behavior of learning participants toward the environment.
The objectives of this study are: (1) to know correlation between Conservation Camping Program with knowledge of learning participants; (2) to know correlation between Conservation Camping Program with behavior of learning participants.
The results hopefully will be useful to: (1) develop environment science especially non-formal environmental education, (2) provide inputs for instructors, school management and society on the benefit of conservation areas for learning and research activities, and (3) provide inputs for policy makers either from Ministry of Forestry or Ministry of Education.
The study takes place in Gunung Gede Pangrango National Park, and involves total population of Conservation Camping Program which is held in 2002 (case study). Total learning participants are 30 students, comprising High School students of regencies surrounding the Gunung Gede Pangrango National Park areas, of Cianjur, Bogor, and Sukabumi.
This research is quantitative, and accomplished with ex post facto method using pre and post test. The data collection is performed with questionnaire, interviews, and field observation. There are two types of questionnaires performed: one type of questionnaire is to assess the participants' knowledge on environment, while the other one is a Likert scale type of questionnaire to measure the participants' behavior on environment. Data analysis methods employed are t-test examination, for questionnaire to assess the participants' knowledge and tabulation, which is employed to analyze the participants behavior questionnaire scores, before descriptive analysis performed.
Based on the result, among 12 of respondents compromising 20 male participant students (66,67%) and 10 others of female students (33,3%), those are 12 participants (40%) came from Cianjur, while 9 others coming from Bogor and Sukabumi and representing 30% of the participants. Of those participants 26 (86,67%) are joining Outbound extracurricular activity and only 4 (13,33%) join other extracurricular activity. The knowledge pre-test obtained result average score of 5,867; (t 1,137) with 3-8 ranges, while post test score ranges from 5,2-8,8 with scores of 6,947 (t 1,084) will be further analyzed using t test (test to examine two averages). Based on the result of attitude test on participants, there is no student of least and less apprehension on environment, while 3 (10%) these participants are uncertain while the post test reveals only 1 (3,33%); in pre-test, 12 of those participants (40%) have a good apprehension, while in post, the result is only 11 (36,67%), and finally those who have the best apprehension in pre test is 15 (50%) while in post test there are 18 (60%).
Based on the result, the study concludes:
1. There is positive correlation between Conservation Camping Program with learning participants knowledge on environment (p 0,05)
2. There is significant correlation between Conservation Camping Program with participants attitude on environment.
The author's suggestion on this research are: (1) to arrange further research about behavior of participants of Conservation Camping Program; (2) to add period of Conservation Camping Program."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Munirah Bulqini
"Meskipun penelitian mengenai perilaku seksual remaja telah banyak dilakukan, namun gambaran perilaku seksual remaja di Kota Tasikmalaya belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku seksual remaja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada siswa SMA di Kota Tasikmalaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional (n = 373). Sebagian besar siswa berperilaku seksual risiko rendah (83,6%) sementara 16,4% siswa berperilaku seksual risiko tinggi. Variabel yang memiliki hubungan bermakna adalah sikap, relijiusitas, komunikasi teman sebaya, jenis kelamin. Sedangkan variabel paling dominan adalah Sikap. Diperlukan kerjasama dari berbagai pihak untuk meningkatkan program kesehatan reproduksi remaja sedini mungkin secara sinergi dan berkelanjutan.

Despite extensive research, little is known about the sexual behavior of adolescent high school students in 2013 Kota Tasikmalaya. The aim of this research is to establish a coherent understanding of sexual behavior among the adolescent. This research used a quantitative method with cross sectional design (n = 373). There were 83,6% students have low sexual behavior risk, while 16,4% students have high sexual behavior risk, in relation with variables such as: attitude,peer communication, gender and religious obedience.The most significant variable is attitude. It is imperative to encourage good partnership among stakeholders to initiate an adolescent reproductive health program synergically, sustainably and as imminent as possible."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khoirunnisa Damayanti
"Kejadian berat badan berlebih dan obesitas merupakan masalah serius yang terus meningkat dan ditimbulkan karena multifaktorial. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara jenis kelamin, pengetahuan, pendidikan orangtua, status gizi orangtua, pendapatan orangtua, kebiasaan makan yaitu sarapan; fastfood; jajan; sayur; buah; susu dan olahannya; frekuensi makan; total energi harian; aktivitas fisik, pengaruh teman sebaya, jumlah uang saku dengan kejadian berat badan berlebih dan obesitas. Desain penelitian ini adalah analisis observasional dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan instrumen kuesioner serta formulir food recall 24 hours. Penelitian ini melibatkan 111 responden siswa SMA di Depok yang dipilih dengan teknik consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian berat badan berlebih dan obesitas p=0,04; p>0,05 . Namun pada faktor lain tidak ditemukan hubungan bermakna. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi tenaga kesehatan dalam menanggulangi kejadian berat badan berlebih dan obesitas pada siswa SMA dengan mempertimbangkan jenis kelamin siswa.

Overweight and obesity is a serious problem that continues to rise and caused by multifactorial. This study aims to determine the relationship between sex, knowledge, education status of parents, nutritional status of parents, family income, eating habits ie breakfast fast food snack vegetable fruit milk and dairy products the frequency of eating total daily energy physical activity, peer influence, amount of allowance with overweight and obesity. Research design in this study with observational with cross sectional approach and using questionnaires and food recall instruments 24 hours. This study involved 111 respondents High School Students in Depok selected by consecutive sampling technique. The results showed the relationship between sex with the overweight and obesity p 0.04 p 0.05 . But on other factors not found relationship. This study is expected to be useful for health workers in overcoming excessive weight and obesity in high school students with the term gender of students."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S67364
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Rizky Fadilla
"ABSTRAK
Nongkrong sebagai aktifitas untuk memanfaatkan waktu luang menjadi fenomena bagi masyarakat ibukota, khususnya para remaja. Skripsi ini membahas tentang nongkrong sebagai gaya hidup remaja di Jakarta dengan studi kasus pada beberapa remaja yang nongkrong di 7-Eleven atau Starbucks Coffee. Penelitian ini bertujuan untuk melihat proses terciptanya gaya hidup nongkrong pada remaja, melihat hal yang menjadi alasan remaja untuk melakukan gaya hidup nongkrong, dan menganalisis dengan teori tindakan sosial.Berawal dari mencoba mengunjungi tempat nongkrong yang dianggap ramai, mudah dijangkau, dan ternama lalu lama kelamaan intensitas berkunjung untuk nongkrong menjadi sering dan kemudian menjadi gaya hidup para remaja. Teman sebaya adalah aktor yang berperan besar dalam terbentuknya gaya hidup nongkrong pada remaja. Para remaja memaknai nongkrong sebagai kegiatan santai mengisi waktu luang sambil berinteraksi bersama teman. Dari sisi alasan, remaja yang nongkrong di 7-Eleven ingin memperluas pergaulan. Alasan lain terlihat pada remaja yang nongkrong di Starbucks Coffee yang memperhatikan aspek tempat dan konsumsi barang untuk menunjukkan posisi mereka yang berbeda dengan remaja yang nongkrong di tempat lain. Namun, tindakan sosial mereka semua masuk ke dalam tindakan sosial rasional berbasis nilai.

ABSTRACT
Nongkrong or so called hangout is a leisure activity that comes as a phenomenon in Jakarta, especially for teenagers. This thesis is trying to describe nongkrong as the teenagers rsquo lifestyle in Jakarta with case studies on some teens that hanging out at 7 Eleven or Starbucks Coffee. This study is intended to see the process of creating hangouts lifestyle in adolescents, see the teenage reason to do lifestyle hangout, and analysis with social action theory.Starting from trying a crowded and famous hangout place that easy to reach and nongkrong become a habit and then become the lifestyle of teenagers. Peers are actors who play a major role in the formation of lifestyle hanging out in adolescents. The teenagers interpreted nongkrong as a relaxed leisure time while interacting with friends. Teenagers who hangout at 7 Eleven want to widen their social circle. Another reason is seen in teenagers who nongkrong at Starbucks Coffee who pay attention to the aspect of place and consumption of goods to show their different position with teenagers who hang out elsewhere. So, we can see the things that matters to the teenagers to do nongkrong and identify nongkrong as a lifestyle based on social action theory. Peer group have a big impact on creating nongkrong as teenagers rsquo lifestyle. Based on Weber rsquo s four type of social action, their social action is counted as value rational action because they have their own value to do nongkrong as their lifestyle."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryono
"Penelitian ini berangkat dari pemikiran bahwa masa remaja merupakan persiapan memasuki masa dewasa dan remaja adalah unsur generasi penerus bangsa, sehingga pembinaan dan pengembangannya perlu ditingkatkan keefektifannya. Di sisi lain remaja sebagai individu yang sedang dalam suatu tahap perkembangan dari rentang hidupnya, memiliki karakteristik yang menuntut pengertian dan perlakuan tersendiri dari semua pihak yang berhadapan dengannya. Untuk itu pemahaman mengenai remaja merupakan hal yang sangat mendasar atau esensial. Dengan dasar pemahaman yang komprehensif diharapkan usaha pembinaan dan pengembangan remaja tersebut dapat berhasil dengan lebih baik, yaitu terciptanya genarasi penerus yang berkualitas dan orang-orang dewasa yang matang dan mandiri.
Penelitian ini mengkaji keterkaitan antara tingkat aspirasi, ketepatan pilihan bidang pekerjaan, dan Sikap terhadap sekolah pada remaja, bagaimana hubungannya dengan status sosial ekonomi orang tua, mengingat keluarga masih merupakan lingkungan utama bagi remaja pertumbuhan dan perkembangan remaja masih belum terlepas dari pengaruh orang tua. Berdasarkan kajian teori diajukan enam hipotesis untuk dibuktikan kebenarannya. Penelitian dilakukan pada remaja akhir dengan rentang usia antara 17 hingga 22 tahun, yaitu siswa kelas tiga SMA Negeri I, III, dan IX di Kodya Semarang - Jawa Tengah tahun ajaran 1991/1992. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: 1. Ditinjau dari tingkat_aspirasi, ketepatan pilihan bidang pekerjaan, dan sikap terhadap sekolah, remaja (khususnya di Kodya Semarang) pada umumnya belum memiliki persiapan yang memadai untuk memasuki masa dewasa. Hereka mamiliki tingkat aspirasi yang cukup tinggi untuk dimensi cita-cita dan hasrat, tetapi sedang untuk dimensi ketetapan hati, ketepatan pilihan bidang pekerjaan dalam kualifikasi cukup, dan sikap yang positif terhadap sekolah sebagai lembaga pendidikan. 2. Tingkat aspirasi dan ketepatan pilihan bidang pekerjaan secara signifikan berhubungan dengan sikap terhadap sekolah, tetapi antara tingkat aspirasi dan ketepatan pilihan bidang pekerjaan tidak menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan. 3. Di antara ketiga aspek perkembangan (variabel) yang diteliti, hanya tingkat aspirasi yang masih menunjukan adanya hubungan seoara signifikan dengan status sosial ekonomi orang tua (hasil analisis Korelasi Sederhana). Tetapi setelah dilanjutkan dengan analisis Korelasi Parsial, ketiganya tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Selanjutnya dengan hasil temuan itu diajukan saran agar ditingkatkan nsaha menumbuhkembangkan tingkat aspirasi, ketepatan pilihan bidang pekerjaan, dan sikap terhadap sekolah pada renaja, dengan mengembangkan situasi dan kondisi yang memungkinkan ketiga aspek itu dapat berkembang secara optimal. Perlu dilakukannya penelitian lanjutan dengan memperluas jangkauan sampel penelitian, menggnnakan alat ukur yang lebih standar, dan metode pengumpulan data sacara terpadu, Serta dimanfaatkannya hasil penelitian ini sebagai salah satu bahan masukan dalam upaya pembinaan dan pengembangan remaja lebih lanjut."
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naomi Wiramah
"Buah dan sayur kaya akan serat, vitamin, dan mineral sehingga bermanfaat untuk melancarkan pencernaan, mencegah kegemukan dan penyakit kronis, serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Namun, persentase perilaku kurang konsumsi buah dan sayur pada masyarakat Indonesia tergolong tinggi, terutama di Jakarta Selatan. Remaja diketahui merupakan kelompok usia yang paling jarang mengonsumsi buah dan sayur. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi buah dan sayur pada siswa SMA Negeri 97 Jakarta ini menggunakan metode cross-sectional. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2016, dengan besar sampel 148 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang diisi sendiri oleh responden.
Berdasarkan nilai mean skor konsumsi buah (1,51 porsi/hari) dan sayur (1,29 porsi/hari), diketahui bahwa 56,8% responden kurang mengonsumsi buah dan/atau sayur. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa konsumsi buah dan sayur berhubungan positif dengan kesukaan (p-value= 0,0020; OR (95% CI= 4,070 (1,712−9,677))), pengetahuan gizi (p-value= 0,0001; OR (95% CI= 3,903 (1,908−7,983))), efikasi diri (p-value= 0,0010; OR (95% CI= 4,151 (1,802−9,565))), pengaruh orangtua (p-value= 0,0001; OR (95% CI= 4,250 (2,043−8,842))), dan ketersediaan (p-value= 0,0001; OR (95% CI= 3,593 (1,750−7,379))), namun tidak berhubungan dengan pengaruh teman (p-value= 1,0000; OR (95% CI= 1,323 (0,181−9,651)).

Fruits and vegetables are so rich in fibers, vitamins, and minerals that they can be very useful to smooth the digestive system, prevent any obesity, chronic disease and enhance the immune system as well. On the other hand, the percentage of inadequate of consuming fruits and vegetables are still increasing by most Indonesian people, especially many of whom are living in South of Jakarta. Adolescents are considerably known the average age of groups who rarely in consuming both fruits and vegetables. The objective of this research is intended to find out what factors are related to the students habitual activity regarding the mentioned issue above on lack of consuming them by using a cross-sectional approach. Data collected from February through June of 2016, along with the sample size of 148 students. Data collected carried out by means of questionnaires filled out by each respondent.
Based on the mean score of the consumption of fruits (1.51 servings/day) dan vegetables (1.29 servings/day) revealed that 56.8% of respondents have lack of fruits and vegetables consumption. The results of the bivariate analysis showed that fruits, vegetables consumption are positively related to preferences (p-value= 0.0020; OR (95% CI= 4.070 (1.712−9.677))), nutritional knowledge (p-value= 0.0001; OR (95 % CI= 3.903 (1.908−7.983))), self-efficacy (p-value= 0.0010; OR (95% CI= 4.151 (1.802−9.565))), parents influence (p-value= 0.0001; OR (95% CI= 4.250 (2.043−8.842))), and availability (p-value= 0.0001; OR (95% CI= 3.593 (1.750−7.379)), but not related to friends influence (p-value= 1,0000; OR (95% CI= 1,323 (0,181−9,651))."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65568
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Dorthea Henny Ramba
"Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang ditandai oleh berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Perubahan fisik dan psikis yang tidak seimbang menyebabkan remaja remaja memerlukan pengertian, bimbingan dan dukungan lingkungan disekitarnya. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional. Lokasi penelitian di Kabupaten Mimika pada bulan Maret 2008 dengan subjek penelitian remaja 4 Sekolah Menengah Atas dengan sampel 200 responden. Penentuan sampel menggunakan metode klaster dengan jumlah sampel sebanyak 200 siswa. Pengolahan data dilakukan dengan uji regresi logistik.
Hasil analisis ditemukan sebanyak 35% remaja SMA di Kabupaten Mimika memiliki perilaku seksual berisiko, dimana 14% diantaranya sudah pernah berhubungan seksual. Hasil analisis selanjutnya ditemui melalui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja setelah dikontrol yaitu komunikasi dengan teman tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas„ peran adapt/tradisi terhadap berbagai perilaku seksual, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas, sikap terhadap berbagai perilaku seksual, dan keterpaparan dengan media tentang seksualitas. Diantara berbagai faktor tersebut, komunikasi dengan teman merupakan faktor paling dominant berhubungan dengan perilaku seksual remaja pada siswa SMA di Kabupaten Mimika tahun 2008, dimana remaja yang berkomunikasi aktif dengan teman tentang kesehatan reproduksi tentang seksualitas berpeluang 5 kali untuk berperilaku seksual berisiko dibandingkan dengan remaja yang tidak aktif berkomunikasi dengan teman.
Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan untuk sekolah membentuk peer educator di lingkungan sekolah sedangkan dinas kesehatan (puskesmas) dapat mengaktifkan program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja. Kepada para tokoh agama dan adat diharapkan dapat meningkatkan penyuluhan dan pembelajaran sehingga adapt/tradisi yang permisif secara perlahan akan hilang.

Adolescent period is known as transition period from childhood to adult which indicated by identified with the changes of physical, emotion and psychology of the individual. Adolescent need congeniality support and tuition about him/her because the changes of phychical and psychical uneven. This research was quantitative research that using cross sectional research design. Research location in Mimika in the month of march 2008 with adolescent population at 4 Senior High School and the sample as 200 respondents. Variable studied are consisting of demographic factors (sex), thoughts and feelings factors (knowledge and attitudes), reinforcing factors (communication with the parent, peer and teacher), resources factors (exposure on media) and culture factors (local tradition). Data processing performed by logistics regression examination.
The result of the research showed from 200 Senior High School adolescent in Mimika, 35% have sexual behavior at risk even 14% among others have sexual intercourse. Result of the research analysis, variable that having significantly related to adolescent sexual behavior are: communication with peers about reproduction health, local tradition on a variety sexual behavior, knowledge reproduction health, attitude to a variety sexual behavior and media information exposure. Among those factors, communication with the peers is the dominant factor related with the adolescent sexual behavior at senior high school in Mimika, 2008, where aldolescent communication actively with the peer, were more than five times as high risky sexual behavior.
Based on result this research, it is suggested peers educator at surrounding school, activate Service Health Program for Adolescent Care and counseling and learning increases so that permissive tradition slowly will be decreased.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34351
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sakhiyah Marhamah
"Skripsi ini membahas pemakaian bahasa siswa SMA 1 Garut, yang merupakan bilingual. Pemakaian bahasa tersebut dikaitkan dengan unsur nonbahasa seperti gender, tingkatan kelas, dan bahasa pertama respoden. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan pemakaian bahasa siswa SMA 1 Garut dan sikap bahasa mereka terhadap bahasa Indonesia dan bahasa Sunda. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan pemakaian bahasa siswa SMA 1 Garut dipengaruhi oleh situasi, partisipan, dan topik pembicaraan. Selain itu, gender, perbedaan tingkatan kelas di sekolah, dan pemerolehan bahasa pertama juga mempengaruhi pemakaian bahasa mereka.

This thesis discusses language usage of SMA 1 Garut_s student, which are bilingual. The language usage is keyed to non-language_s element like gender, grade levels, and respondent_s first language. This research_s aim is to explaining language usage of SMA 1 Garut_s student and their language attitude about Indonesian_s language and Sunda_s language. The method of this research is quantitative and qualitative method with descriptive analysis. The result of this research is telling us that language usage of SMA 1 Garut_s student is affected by situation, performance, and subject. Other that, gender, difference_s level in school, and acquisition of first language also affected their language usage."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S11102
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tsalitsa Haura Syarifah
"Banyaknya permasalahan perilaku pada siswa jenjang menengah memicu munculnya program pendidikan karakter di berbagai negara, termasuk Indonesia. Pembentukan karakter dapat dilakukan melalui keterlibatan siswa di dalam kelas, sehingga persepsi siswa terhadap iklim kelasnya menjadi penting untuk dilihat pada penelitian ini. Sebagai upaya menjelaskan perilaku siswa jenjang menengah yang terkait dengan pendidikan karakter, penelitian ini hadir untuk melihat hubungan antara classroom climate sebagai faktor lingkungan dan performance goal orientation sebagai faktor diri pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Classroom climate diukur menggunakan Individualized Classroom Environment Questionnaire (ICEQ) short version (Fisher & Fraser, 1985), sedangkan performance goal orientation diukur menggunakan Goal Orientation And Learning Strategies Survey (GOALS-S) (Dowson & McInerney, 1997). Teknik analisis yang digunakan adalah multiple correlation dengan R menunjukkan besaran koefisien korelasi yang didapatkan. Hasil penelitian terhadap 149 siswa kelas XI yang berasal dari jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara classroom climate dan performance goal orientation (R = 0,332, p<0,01). Selanjutnya ditemukan pula hubungan yang signifikan antara classroom climate dan mastery goal orientation, namun tidak terbuktikan adanya hubungan antara classroom climate dan work avoidance goal orientation, serta social goal orientations.

Many behavioral problems at secondary level students cause the character education program in many countries, including Indonesia. Character building can be done by involving students in the classroom. Therefore, students perception of classroom climate becomes essential to be analyzed in this study. As an attempt to explain secondary level students behavior which is related to character education, this study presents to investigate the correlation between classroom climate as environmental factor and performance goal orientation as person factor among senior high school students. Classroom climate variable is measured using the Individualized Classroom Environment Questionnaire (ICEQ) short version (Fisher & Fraser, 1985), while the performance goal orientation is measured using Goal Orientation And Learning Strategies Survey (GOALS-S) (Dowson & McInerney, 1997). Multiple correlation is used for the analysis technique with R shows the amount of correlation coefficient earned. The results from 149 students class of XI majoring in science and social science indicates that there is a significant correlation between classroom climate and performance goal orientation (R = 0.332, p<0.01). Furthermore, research also found a significant correlation between classroom climate and mastery goal orientation, but it does not prove the existence of the correlations between classroom climate and work avoidance goal orientation, as well as the social goal orientations."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60738
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>