Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15682 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdi Hamdani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kontroversi dari kebijakan-kebijakan politik Presiden Harry S. Truman yang berpihak pada penegakan hak-hak sipil kaum Afro Amerika dengan dua keputusan besar yang dikeluarkan Truman, pertama, Executive Order 9981: Establishing the President 's Committee on Equality of Treatment and Oppurtunity in the Armed Services dan ke dua, pembentukan President 's Commission on Civil Rights. Beberapa ahli mengasusmsikan bahwa kebijakan politik anti rasisme tersebut membahayakan masa depan karir politik Truman.
Dalam tesis ini, saya ingin menujukkan benarkah keberpihakan Truman pada penegakan hak-hak sipil kaum Afro Amerika membahayakan karir politiknya. Hipotesa yang saya ajukan adalah bahwa posisi dan masa depan karir politik Truman pada hakekatnya tidak terancam, tapi malah sebaliknya kebijakankebijakan politik yang mencerminkan keberpihakan Truman pada penegakan hak-hak sipil kaum Afro Amerika tersebut menguntungkan bagi karir politiknya, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Dengan menggunakan pendekatan sosiologis dan politis, saya menemukan bahwa kebijakan politik anti rasisme Truman bukanlah sesuatu yang membahayakan karir politiknya, justru itu menjadi kekuatan dan membangun citra positifnya untuk menghilangkan bayang-bayang kebesaran Presiden Franklin Delano Roosevelt. Kebijakan tersebut juga sekaligus mencerminkan visi, misi, dan memberikan implikasi positif pads karir politiknya, balk jangka pendek maupun jangka panjang. Truman memenangkan pemilu 1948 dan is tercatat sebagai tokoh yang sangat berjasa dalam perjuangan penegakan hak-hak sipil kaum Afro Amerika.
Pada bagian akhir dari penelitian ini saya membuktikan kebesaran hipotesa yang saya ajukan. Tesis akhir saya adalah eksistensi kaum kulit hitam sangat bermanfaat dan dapat mendukung karir politik seorang presiden.

This research is aimed to discuss the controversy resulted from President Harry S. Truman's political policies which supported Afro American civil right. He issued two important policies, firstly, Executive Order 9981: Establishing the President's Committee on Equality of Treatment and Opportunity in the Armed Services and secondly, the founding President 's Commission on Civil Rights. Some expert assumed that anti-racism political policies harmed Truman 's future political career.
In this thesis, I intended to figure out whether Truman 's support to Afro American civil rights harmed his political career, or vice versa. My hypothesis was that Truman's future political career basically was not in danger; even his political policies gave advantages to his future political career, both in short and long term.
By applying sociological and political approaches, I found out that Truman's anti-racism political policies were not harmful to his political career. However, those became his strength and gave him positive image to release from the shadow of President Franklin Delano Roosevelt. Those also reflected his vision, mission and gave positive implication to his political career, both in short and long term. Truman won the election 1948 and he was honored as one of outstanding people in preserving Afro American civil rights.
By the end of this research, 1 proved that my hypothesis was right_ My final thesis is that the existence of black people is very beneficial and it can support political career of a president.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T20549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kausar Bailusy
"Rekruitmen adalah proses mencari anggota yang dilakukan oleh organisasi atau lembaga yang bersifat politik dan lembaga yang bersifat non politik. Usaha memperoleh anggota oleh organisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara atau pola. Cara atau pola yang digunakan oleh organisasi atau lembaga selalu berdasarkan pada orientasi organisasi/ lembaga bersangkutan. Oleh karena itu jika sebuah organisasi/ lembaga berorientasi pada politik, maka usaha untuk mencari anggota selalu didasarkan pada kepentingan politik organisasi/ lembaga dan usaha itu disebut rekruitmen politik.
Rekruitmen politik adalah proses mencari anggota organisasi yang berbakat oleh organisasi politik / lembaga politik untuk dijadikan pengurus organisasi politik atau dicalonkan oleh organisasi sebagai anggota legislatif atau eksekutif baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat. Rekruitmen politik merupakan usaha yang dilakukan oleh organisasi politik/ lembaga politik untuk mengembangkan organisasi politik. Dalam mengembangkan organisasi politik, maka organisasi politik merekruit sejumlah anggota masyarakat yang berbakat dibidang politik untuk dijadikan anggota organisasi politik. Organisasi politik melakukan rekruitmen pengurus untuk kepentingan regenerasi pengurus, pemekaran pengurus atau pergantian pengurus. Pada sisi lain organisasi politik memilih sejumlah anggota organisasi dan pengurus organisasi untuk dicalonkan sebagai anggota lembaga legislatif atau anggota lembaga eksekutif baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat. Usaha organisasi politik dalam merekruit anggota organisasi menjadi anggota legislatif, dan eksekutif pada umumnya dilakukan melalui kaderisasi dan pencalonan.
Kaderisasi adalah cara merekruit anggota masyarakat melalui jaringan latihan atau pendidikan tertentu yang dilakukan oleh departemen pemerintah, instansi swasta, organisasi politik maupun organisasi kemasyarakatan. Menurut Andre Layo Ala, melalui kaderisasi diajarkan berbagai macam nilai politik yang hidup dan berlaku dalam sistim politikl'. Maksud kaderisasi itu adalah untuk menyambung kelangsungan hidup suatu organisasi/ lembaga, sehingga individu?individu yang direkruit sesuai dengan kepentingan organisasi / lembaga, oleh karena itu pengkaderan anggota - anggota dimaksud sebagai persiapan untuk dijadikan calon sesuai dengan tujuan organisasi/ lembaga.
Pencalonan adalah suatu proses dimana seorang dicalonkan untuk menduduki jabatan politik dan pemerintahan dan namanya dicantumkan dalam daftar calon sebagai seorang calon2 . Pencalonan dalam pengertian ini dilakukan .oleh organisasi politik melalui rapat - rapat pengurus organisasi untuk menentukan calon itu menjadi anggota organisasi/ lembaga, menjadi pengurus organisasi / lembaga, menjadi anggota badan legislatif atau anggota badan eksekutif?"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuzalmon
"Pasca tumbangnya pemerintahan Soeharto kondisi politik Indonesia mengalami perubahan yang cukup signifikan. Perubahan demi perubahan telah menciptakan tatanan kehidupan politik baru yang cukup rumit dan sulit untuk diperhitungkan. Kondisi ini membawa goncangan instabilitas politik, sosial, ekonomi sampai kepada tataran akar rumput. Di tingkat lokal juga tidak kalah dahsyatnya, konflik demi konflik juga mulai bermunculan baik yang bernuansa sosial maupun politik. Kesemuanya ini merupakan satu mata rantai yang saling berkait. Oleh karena itu penyelesaiannya pun harus dilakukan secara komprehensif.
Relevan dengan hal di atas, penelitian dalam bentuk karya tulis ilmiah yang mengambil lokasi di Kota Payakumbuh, berkenaan dengan konflik politik antara DPRD dengan walikota (1999 - 2001) dengan tujuan ingin memaparkan sekelumit dari dampak perubahan yang terjadi. Adanya perubahan paradigma dalam sistem pemerintahan dari sentralistik kepada desentralistik secara tidak langsung turut memberikan andil terhadap keberlangsungan konflik tersebut.
Tesis yang penulis susun ini ingin menjawab beberapa pertanyaan yang sifatnya lebih lokalistik namun cukup menyita perhatian masyarakat. Diantara beberapa pokok pertanyaan yang akan penulis jawab tersebut adalah : Kenapa terjadi konflik politik antara DPRD dengan walikota ? Bagaimana jenis konflik yang terjadi serta upaya penyelesaiannya ?
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan didapatkan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, secara objektif konflik ini disebabkan, adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh walikota dalam wujud pelanggaran prosedural administratif, penyalahgunaan anggaran dan pelanggaran etika kelembagaan. Di lain pihak juga ada perbedaan kepentingan antara DPRD yang menginginkan tegaknya wibawa kelembagaan sebagai wakil rakyat, sementara itu walikota ingin melakukan terobosan-terobosan untuk akselerasi pembangunan. Kedua, secara subjektif konflik ini dipicu oleh gaya kepemimpinan yang ditunjukkan oleh walikota, dinilai agak arogan. Kearoganaan yang ia tunjukan tampak dari sikap dan kebijakan yang diambil tanpa mau mendengarkan aspirasi masyarakat.
Akibat yang ditimbulkan oleh konflik antara DPRD dengan walikota, berpengaruh buruk terhadap masyarakat sehingga masyarakat terpolarisasi menjadi kelompok yang pro dan kontra terhadap kedua lembaga tersebut. Hanya saja yang menjadi persoalan adalah konflik tersebut telah menyeret masyarakat ke dalam domain politik yang cukup rumit dan dapat memecah belah masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Sarah Nuraini
"Dialog Antar Peradaban merupakan isu global dan menjadi tema pokok bagi wacana hubungan antara negara-negara Islam dan Barat era tahun 1990-2000. Tema ini dicetuskan oleh Muhammad Khatami dan popular di tataran internasional, terutama saat terbentuk opini bahwa negara Islam selalu terkait dengan kekerasan dan sifat masyarakatnya yang eksklusif. Oleh karena itu, Khatami mencoba membuat formulasi baru dalam menghadapi mantas tersebut melalui pemikiran Dialog Antar Peradaban.
Konteks di atas memperlihatkan beberapa permasalahan yang perlu dibahas dalam kajian ini. Antara lain prinsip-prinsip yang terkandung dalam tema Dialog Antar Peradaban, pengaruhnya terhadap kondisi perpolitikan Iran era tahun 1990-2000, dan analisa secara mendalam mengapa Dialog Antar Peradaban dinilai penting oleh Khatami agar dipraktekkan dalam membangun relasi antara dunia Barat dan Islam. Dengan menggunakan metode kualitatif berdasarkan tehnik analisa deskriptif eksploratif, pembahasan beberapa permasalahan tersebut dipaparkan lebih mendalam melalui penelusuran studi kepustakaan dan beberapa dokumen ilmiah yang terkait langsung dengan pernyataan orisinalitas Khatami.
Berdasarkan metode tersebut dapat disimpulkan bahwa Dialog Antar Peradaban bertujuan untuk mencari dan membuka peluang peradaban Islam, khususnya Iran, agar dapat melangkah sejajar bersama-sama dengan peradaban lainnya (Barat) tanpa menghilangkan identitas peradaban Islam itu sendiri. Selain itu, dialog antar peradaban juga menjamin kebebasan individu, terutama-dalam mengembangkan kreativitasnya. Prinsip kebebasan harus dijalankan sehingga relasi dan interaksi antar peradaban dapat semakin terbuka dan berjalan dengan damai. Semuanya ini demi mengangkat kembali penilaian masyarakat internasional terhadap dunia Islam secara umum. Formulasi ide Khatami dapat terlihat ketika suatu negara menjalin interaksi dengan negara lain, demi kebutuhan negara bersangkutan.
Temuan-temuan penelitian menunjukkan ternyata ide Dialog Antar Peradaban dapat menciptakan reorientasi baru, khususnya bagi negara-negara Islam ketika mengembangkan interaksinya dengan negara lain. Secara teoritis, implikasi terhadap perkembangan teoritik menunjukkan bahwa demokrasi dan prinsip nilai Islam dalam suatu negara dapat berjalan beriringan, terutama saat peradaban Islam berhadapan dengan tantangan globalisasi. Namun yang perlu diperhatikan, sebuah pemikiran akan selalu berujung pada level wacana. Ini merupakan kritikan tersendiri terhadap telaah pemikiran Khatami, mengingat Iran masih menerapkan struktur politik yang hirarkis-dominatif.

Dialogue among civilization is a global issue and has created political discourse for the relation between Islamic and Western country during 1990-2000. Khatami proposed this idea and since then became popular on international stage, especially when some opinions always associated Islamic country with violence and the exclusiveness of Islamic society. Therefore, Khatami tried to make a new formulation through his idea-Dialogue among Civilization-to response that reality.
According Khatami's thought, there are several problems need more explanation. Those are some principles on dialogue among civilization, the influence of this idea to Iran's political condition during 1990-2000, and analysis for the importance of this idea, mainly when Khatami strongly believed his idea as an alternative paradigm for international relationships between Islamic and Western world. The research will be analyzed by qualitative methods, based on descriptive-explorative technical analysis.
The research concludes that dialogue among civilization has some purposes. First, this idea can obtain an opportunity far--Islamic civilization mostly Iran-for balancing other civilization (Western). Second, it also ensures individual freedom to develop their creativity. This principle must be carried out in order that the relation and interaction among civilization become wider and peaceful. The manifestation of Khatami's thought can be observed from interaction of many nations in the world. Dialogue among civilization also formed new orientation for Islamic countries when raised its relation with other country. From theoretical influence, it shows that democracy and Islamic principles can bring together, especially when Islamic civilization confronting globalization's challenges.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21686
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, Muchtar
"Suku Batak adalah salah satu suku yang mendiami Pulau Sumatera. Secara geografis, suku Batak diapit oleh.suku Aceh di sebelah Utara, dan Minangkabau di sebelah Selatan. Menurut sejarah, asal-usul suku Batak berasal dari India. Namun belum ada penelitian Anthropologi yang mendalam mengenai kedatangan orang Batak pertama ke Sumatera. Keadaan sekarang ini, daerah asal tempat tinggal suku Batak di Sumatera, berada di wilayah dataran tinggi pada ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Pusat-pusat asal tempat tinggal itu secara geografis terletak di Propinsi Daerah tingkat I Sumatera Utara, di Kabupaten Daerah tingkat II: Tanah Karo, Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan.
Suku Batak masih dapat dikelompokkan ke dalam beberapa sub-suku. Ada penulis yang mengklasifikasikan suku Batak terdiri dari: Karo, Simalungun, Pakpak, Sipirok-Mandailing, dan Toba. Yang tergolong ke dalam pendapat ini adalah J.C. Vergouwen dan Heiman Billy Situmorang. Kelompok penulis lain berpendapat, selain yang disebutkan tadi (Karo, Simalungun, Pakpak, Sipirok-Mandailing, dan Toba), masih ikut tergolong ke dalamnya Gayo-Alas yang berdiam di Propinsi Aceh. Yang tergolong ke dalam pendapat ini adalah Batara Sangti dan Nalom Siahaan.
Dalam tesis ini penulis lebih condong kepada penggolongan yang dilakukan aleh J.C. Vergouwen dan Billy Situmorang. Sebab adat dan falsafah Gayo-Alas lebih banyak perbedaannya daripada persamaannya dibandingkan dengan kelima sub-suku Batak lainnya. Misalnya sistem kekeluargaan Gayo-Alas lebih dekat pada sistem parental (patrimatri lineal), sedangkan kekeluargaan Batak adalah sistem patrilineal. Kekerabatan masyarakat Batak diikat oleh falsafah dalihan na tolu, sedangkan pada masyarakat Gayo-Alas, hal ini tidak terlihat begitu tegas. Ada yang memakai dalihan na tolu dan ada yang tidak.
Berkaitan dengan masalah pemerintahan, memang terdapat perbedaan yang nyata di antara kelima sub-suku di atas. Misalnya saja antara Toba dengan Simalungun. Pada Batak Toba, manusia itu dipandang sama. Semua orang memiliki hak dan kewajiban adat yang sama. Konsep pemilikan tanah pada masyarakat Toba adalah hak ulayat, dan semua warga dipandang berstatus sama-sama raja. Sedangkan pada Batak Simalungun adalah sebaliknya. Manusia dipandang mempunyai kelas yang berbeda, ada kelas raja yang memerintah dan ada kelas rakyat yang diperintah. Suatu wilayah kerajaan dipandang sebagai milik raja, sehingga orang yang berdiam di wilayah itu adalah rakyat yang mengerjakan milik raja tersebut. Raja memiliki sebuah Istana untuk menjalankan kekuasaannya. Situasi ini mirip dengan sistem pemerintahan kerajaan di Jawa. Simalungun di masa lampau terdiri dari beberapa kerajaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amak Mohamad Yaqoub
"Untuk memahami pemasaran politik, pertama-tama kita harus melakukan studi tentang perilaku pemilih. Dengan menggabungkan modifikasi konsep perilaku konsumen dengan produk politik, penelitian ini mencoba menguji persepsi nilai kandidat sebagai moderator dalam merumuskan dorongan memilih dan perilaku pemilih. Persepsi nilai kandidat sendiri dibentuk oleh empat variabel produk politik, yaitu program, figur, partai politik, dan juga presentasi.
Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan terhadap calon pemilih pilkada Kabupaten Bandung dan Kabupaten Blitar. Hipotesis dibangun untuk enam hubungan, dan diuji terhadap 250 responden. Selanjutnya, dilakukan analisis data menggunakan program LISREL 8.30. Data yang dikumpulkan mendukung empat dari enam hipotesis.
Riset menemukan bahwa program dan figur secara bersama-sama memiliki peranan yang signifikan dalam mempengaruhi terciptanya persepsi nilai kandidat. Riset ini juga menemukan bahwa persepsi nilai kandidat memiliki peranan yang signifikan dalam menyusun dorongan memilih, sementara dorongan memilih berpengaruh pada perilaku pemilih. Riset ini memiliki kontribusi penelitian sebagai model dasar perilaku pemilih melalui pembentukan produk politik. Untuk meningkatkan kualitas model, disarankan untuk menambah beberapa variabel.

In order to understand the potential role and scope of political marketing, we first need to understand the nature of the electorate through voter behavior study. By integrating political product concept and modified purchasing behavior mode!, this research tries to examine the impact of candidate's perceived value as mediating variable to craft voting intention and voter behavior. While candidate perceived value developed by four components of political products: program, figure, political party, and presentation as well.
This research was conducted to Kabupaten Bandung and Kabupaten Blitar future voter on Chief of Country Election (Pilkada). Hypotheses have developed for six associations and tested with total of 250 respondents to participate in the survey and answered the questioners. Structural Equation Modeling with applicable software package LISREL 8.30 was used as data analysis method. Result supported four of hypothesized interactions, while two others unsupported with data collected.
The research found that program and figure together play important role to create candidate perceived value. This research also found that voter intention play significant role as mediator between candidate perceived value and voter behavior. The study contributes to research on drawing basic model of voter behavior model through political product development. In order to round off research model, there are some adding variables suggested.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T17188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Nasih
"Tesis ini menganalisis tentang evolusi gagasan politik Muhammadiyah dari negara Islam ke negara nasional (1945-2000) dengan mengangkat gagasan-gagasan tokoh-tokoh yang merupakan representasi institusi Muhammadiyah. Gagasan tentang negara Islam dikemukakan oleh Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Kahar Muzakkir, dan Hamka. Sedangkan gagasan tentang negara nasional dikemukakan oleh Amien Rais dan Syafii Maarif.
Akar genealogis gagasan politik Muhammadiyah tentang negara. Islam atau Islam sebagai dasar negara adalah pandangan bahwa Islam dan negara merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Sedangkan negara nasional yang dimaksud adalah negara Indonesia berdasar Pancasila yang dipandang kompatibel dengan ajaran-ajaran Islam, sehingga sesungguhnya negara nasional yang dimaksud di sini bukanlah negara nasional yang bersifat sekuler seperti konsep politik Barat.
Evolusi gagasan politik Muhammadiyah terjadi dalam konteks sosiopolitik yang sangat dinamis dan rentang waktu yang panjang. Dengan menggunakan metode kualitatif berdasarkan teknik analisis deskriptif, pembahasan mengenai evolusi gagasan politik Muhammadiyah ini dapat dijelaskan secara komprehensif dan mendalam melalui kajian kepustakaan terhadap dokumen-dokumen ilmiah terutama yang memuat pernyataan-pernyataan orisinal tokoh-tokoh Muhammadiyah tersebut di atas.
Berdasarkan metode tersebut, kesimpulan yang bisa ditarik adalah bahwa telah terjadi evolusi gagasan politik Muhammadiyah dari negara Islam ke negara nasional yang disebabkan oleh represi negara, tradisi kultural-intelektual, dan pragmatisme politik pars aktivis Muhammadiyah. Perubahan gagasan politik Muhammadiyah menandakan lahirnya sebuah orientasi gagasan politik baru dari formalisme Islam kepada substansialisme Islam.

This thesis analyzed the evolution of Muhammadiyah political idea, from Islamic state to nation state (1945-2000). This idea came from prominent figures in Muhammadiyah institutions; by Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Mahar Muzakkir, and Hamka on the idea of Islamic state and by Amien Rais and Syafii Ma'arif on the idea of nation state.
The gynecological basis of Muhammadiyah political idea on Islamic state or Islam as the principle of state lay in the perspective of Islam and the state as two things which cannot be separated. On the other hand, the idea of a nation state is based on the perspective that Indonesia has Pancasila as the principle of the nation, meaning that Pancasila is compatible with Islamic doctrine. However, the nation state in this matter does not mean a secular nation state in the political concept of western country as such.
The evolution of Muhammadiyah political idea took place in a dynamic socio political context during a long period. By using a qualitative method based on descriptive analytical technique, the discussion of the idea of Muhammadiyah political idea can be explained comprehensively and deeply through literature studies of scientific document, especially the documents which quote the original statement of the Muhammadiyah prominent figures mentioned above.
In conclusion, there was an evolution of Muhammadiyah political idea, from Islamic state to nation state. It happened because of the nation representation, cultural-intellectual tradition, and political pragmatism of the Muhammadiyah activists. The alteration of Muhammadiyah political idea is a sign of a new political idea orientation from Islamic formalism to Islamic substantialism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karman
"Demokrasi yang mempromosikan nilai kesetaraan, keadilan, rasionalitas dan imparsialitas menghadapi tantangan yang bersumber dari praktik penggunaan kesalehan agama. Aktor politik yang bersaing dalam kontestasi politik melakukan komodifikasi dengan cara mengekstensifkan kesalehan mereka dalam praktik penggunaan bahasa. Media sosial salah satunya Twitter menjadi kanal ekstensi kesalehan mereka. Praktik komodifikasi ini menjadikan agama/kesalehan sebagai alat memenangkan kontestasi politik, termasuk kontestasi presiden dan wakil presiden 2019. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi praktik komodifikasi ekstensi kesalehan aktor politik dalam kontestasi pemilihan 2019. Tujuan detail penelitian ini adalah: (1) Menemukan bentuk-bentuk komodifikasi ekstensi kesalehan calon presiden dan wakil presiden tahun 2019 dalam pesan-pesan yang mengandung komodifikasi ekstensi kesalehan Islam selama kontestasi pemilihan presiden 2019 melalui penggunaan bahasa di akun Twitter mereka; (2) Menggambarkan aspek-aspek kesalehan Islam yang dikomodifikasi oleh calon presiden dan wakil presiden tahun 2019 selama masa kontestasi pemilihan presiden 2019 melalui penggunaan bahasa di akun Twitter mereka; (3) Menggambarkan orientasi calon presiden dan wakil presiden tahun 2019 dalam pesan-pesan yang mengandung komodifikasi ekstensi kesalehan selama masa kontestasi pemilihan presiden 2019 melalui penggunaan bahasa di akun Twitter mereka. Penelitian ini menggunakan konsep Komodifikasi Mosco. Konsep ini menjadi pintu masuk dalam kajian ekonomi politik kritikal. Dengan pendekatan kualitatif dan metode Analisis Multimodalitas terhadap pesan kandidat calon presiden dan wakil presiden 2019, penelitian ini menemukan bahwa aktor politik melakukan komodifikasi ekstensi kesalehan dalam bentuk: Komodifikasi Developmentalisme Berbasis-Kesalehan, Komodifikasi ekstensi kesalehan personal-berorientasi sosial, komodifikasi ultra-nasionalisme Berbasis Islamisme, komodifikasi Negara-Sejahtera berdasarkan Islamisme. Penelitian menyimpulkan bahwa komodifikasi ini dengan komodifikasi kesalehan instrumental dalam politik Indonesia. Komodifikasi ini tidak menempatkan kesalehan sebagai tujuan. Sebaliknya, kesalehan sebagai alat untuk tujuan sebenarnya. Dalam kontestasi politik, komodifikasi ini memproduksi nilai tukar elektoral melalui ekstensi komoditas imaterial kesalehan yang berpotensi meningkatkan elektoral. Aktor politik melakukan Komodifikasi kesalehan instrumental melalui peneguhan kapital mereka dan mengasosiasikannya dengan komoditas imaterial kesalehan. Kapital mereka sebagai kandidat politik ber-interplay dengan kesalehan

Democracy that promotes the values of equality, justice, rationality, and impartiality faces challenges stemming from the practice of using religious piety. Political actors who compete in political contestations carry out commodification by extending their piety in the practice of language usage. Social media (in this case Twitter) transmit their piety extensions. This commodification practice makes religion/piety a tool to win political contestations, including the 2019 presidential and vice-presidential contests. This study aims to evaluate the practice of commodifying the piety extension of political actors in the 2019 election contestation. There are four objectives in this research. They are (1) to Find forms of commodification of the piety extensions of the 2019 president and vicepresident candidates in their messages containing the commodification of Islamic piety extensions during the 2019-presidential election contestation through the use of language on their Twitter accounts; (2) to describe aspects of Islamic piety commodified by the 2019 president and vice-president candidates during the 2019 presidential election contestation through the use of language on their Twitter accounts; (3) to describe the orientation of the 2019 president and vice-president candidates in their messages containing the commodification of piety extensions during the 2019 presidential election contestation period through the use of language on their Twitter accounts. This study uses the concept of Commodification introduced by Vincent Mosco. This concept becomes an entry point in the study of critical political economy, including the political economy of communication). By using a qualitative approach and the Multimodality Analysis method toward political candidate's postings, this study find that political actors commodify Islamic piety extensions which are categorized into four models. They are commodification of piety-based developmentalism, commodification of socialoriented personal piety, commodification of Islamism-based Ultranationalism, commodification of Islamism-based Welfare State. The study concludes that this commodification with the commodification of instrumental piety in Indonesian politics. This commodification does not place piety as a goal but as an instrument to their political goals. In a political contest, this commodification produces an electoral exchange rate through the extension of the immaterial commodity of piety that has the potential to increase electoral power. Political actors carry out the commodification of instrumental piety through strengthening their capital and associating it with the immaterial commodity of piety. Their capitals as political candidate interplay with piety"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miriam Budiardjo, 1923-2007
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama , 2019
320.01 MIR d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Annisa
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran mediator ideologi politik dalam menjelaskan pilihan politik seseorang yang dipengaruhi oleh kepribadian pada 175 pemilih di Pemilihan Presiden 2014. Pengukuran variabel kepribadian diukur menggunakan HEXACO-60 yang terdiri dari enam dimensi honesty-humility, emotionality, extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan openness to experience, sementara ideologi politik yang terdiri dari tiga dimensi agama, sosial, dan ekonomi diukur menggunakan Kuesioner Ideologi Politik. Terakhir, variabel politik umum diukur menggunakan pertanyaan singkat tentang kandidat Presiden yang dipilih pada Pilpres 2014. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model 4 mediasi milik Hayes yang dilakukan secara terpisah pada masing-masing dimensi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada dimensi agama secara signifikan dapat menjelaskan hubungan kepribadian terhadap pilihan politik di dua dimensi kepribadian, yakni extraversion dan openness to experience. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa extraversion mempengaruhi kemungkinan pilihan pada Prabowo-Rajasa secara tidak langsung melalui ideologi politik dimensi agama, sementara openness to experience yang tinggi mempengaruhi kemungkinan pilihan pada Jokowi-JK secara tidak langsung. Lalu pada dimensi sosial, kepribadian yang signifikan memengaruhi pilihan politik seseorang adalah openness to experience. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa dimensi openness to experience mempengaruhi kemungkinan pilihan pada Jokowi-JK secara langsung dan tidak langsung melalui ideologi politik dimensi sosial. Selanjutnya, agreeableness mempengaruhi kemungkinan pilihan pada Jokowi-JK secara tidak langsung melalui ideologi politik dimensi ekonomi.

This study aims to examine the role of mediator of political ideology in explaining the political preference of a person affected by personality in 175 voters in 2014 Presidential Election. The measurement of variable personality was measured using HEXACO 60 consisting of six dimensions honesty humility, emotionality, extraversion, agreeableness, conscientiousness, and openness to experience , while a three dimensional religious, social, and economic political ideology was measured using the Political Ideology Questionnaire. Finally, political preference variable was measured using a brief question of the elected Presidential candidate in the 2014 Presidential Election. The data analysis is performed using Hayes's model 4 mediation and performed separately on each dimension.
The results of this study indicate that in the religious dimension can significantly explain the relationship of personality to political choice in two dimensions of personality, extraversion and openness to experience. These results indicate that extraversion influences the probability of choice on Prabowo Rajasa indirectly through the political ideology of religious dimension, while the high openness to experience influences the possible choice of Jokowi JK indirectly. Then on the social dimension, a significant personality affecting one's political choices is openness to experience. These results indicate that the dimension of openness to experience influences the possibility of choice on Jokowi JK directly and indirectly through the political ideology of social dimension. Furthermore, agreeableness influences the possible choice of Jokowi JK indirectly through the political ideology of the economic dimension.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>