Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118676 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lis Susanti
"ABSTRAK
Kebutuhan seksual merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang terhambat pemenuhannya ketika seseorang masuk dalam lapas untuk menjalani masa pidananya. Pemenuhan kebutuhan seksual di lapas dilakukan dengan hubungan sesama jenis, menggunakan media binatang, masturbasi dan dengan lawan jenis dengan memanfaatkan jam kunjungan dan akomodasi petugas.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk pola adaptasi narapidana dalam pemenuhan kebutuhan seksualnya di lapas, kendala yang dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan seksual serta efektivitas hak Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK) dalam mengakomodasi pemenuhan kebutuhan seksual narapidana. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Instrument penelitian menggunakan kuesioner terhadap 100 sampel penelitian yaitu narapidana laki-laki di Lapas Klas I Cipinang. Data diolah dan dianalisis dengan menggunaan software SPSS versi 17.0.
Tesis ini membahas pemenuhan kebutuhan seksual narapidana yang terhambat selama menjalani masa pidana di lembaga pemasyarakatan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan seksual tersebut narapidana melakukan pola-pola adaptasi yaitu konformitas, innovasi, ritualisme, retreatisme dan rebellion.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa pola adaptasi seksual yang dominan adalah konformitas, artinya narapidana memilih untuk mengikuti program pembinaan dalam lapas selama menjalani masa pidananya hingga tiba saatnya sesuai dengan tahapan pembinaan memperoleh hak, utamanya dalam pemenuhan kebutuhan seksual, pada pola adaptasi konformitas juga menunjukan bahwa karakteristik sosial demografi pendidikan menyumbang paling besar dalam menentukan perilaku konformitas, sehingga disarankan pihak lapas dalam menyelenggarakan program pembinaan di lapas dilakukan dengan melihat latar belakang pendidikan narapidana sehingga program pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian tepat sasaran.

ABSTRACT
Sexual needs is one of the basic human need fulfillment was thwarted when a man entered the prison to undergo the criminal. Sexual fulfillment in prisons conducted by same-sex relationships, using the media beast, masturbation, and with the opposite sex by using visiting hours and staff accommodation.
The purpose of this research is to determine the forms of adaptation patterns in a prisoners' sexual needs met in prison, constraints faced in fulfilling the sexual needs and the effectiveness of the rights of Visiting Family Leave (CMK) to accommodate the sexual needs of prisoners. This research is a quantitative study with descriptive design. Instrument research used a questionnaire to study 100 samples of male inmates in prisons Class I Cipinang. Data is processed and analyzed with the software uses the SPSS version 17.0.
This thesis describes the fulfillment of sexual needs inmates who serve time delayed during the criminal in the penitentiary, so to meet the sexual needs of the inmates do the patterns of adaptation is conformity, innovation, ritualism, retreatisme and rebellion.
The research states that the pattern of the dominant sexual adaptation is conformity, which means that inmates choose to follow the guidance program in prison for the criminal to live until the time according to the stage of getting the right coaching, particularly in the fulfillment of sexual needs, in conformity adaptation patterns also indicate that social characteristics demographics of education contributed most in determining the behavior of conformity, so recommended within the prison service training programs conducted in prisons conducted by looking at the prisoners' educational background so that the personality development programs and targeted promotion of independence."
2009
T26716
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Herlina Widya Lestari
"ABSTRAK
Ketika seorang dipidana dan menjalani hukuman, salah satu konsekuensi logisnya adalah hilangnya hak dan kebebasan yang selama ini dimiliki sebagai mahluk individu maupun sosial. Hilangnya kebebasan untuk menyalurkan kebutuhan seksual merupakan salah satu akibat yang paling sulit bagi narapidana, terutama bagi mereka yang sudah mempunyai suami atau istri, karena kebutuhan tersebut termasuk kebutuhan mendasar menurut Maslow.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data yang akan digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh peneliti dengan cara melakukan in depth interview, serta melakukan observasi secara langsung dilokasi. Data sekunder diperoleh peneliti dengan melakukan studi pustaka atas berbagai artikel, hasil penelitian, dan data-data lain yang relevan. Alat analisis yang digunakan adalah teori hirarki Maslow, Konsep The Pains Imprisonment Gresham M. Sykes dan konsep Conjugal Visit.
Temuan-temuan yang diperoleh dari hasil penelitian bahwa upaya Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Pusat, untuk memenuhi kebutuhan seksual narapidana ditempuh dengan menggunakan 3 cara diantaranya adalah upaya formal dengan cara memberikan asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Cuti Bersyarat, dan Cuti Mengunjungi Keluarga; Informal, dengan memberikan kunjungan bagi narapidana dalan rutan; pemenuhan menyimpang yaitu dengan memberikan fasilitas ruang kunjungan yang bisa dipergunakan untuk berhubungan seksual. Asimilasi dan cuti mengunjungi keluarga tidak berjalan optimal. Pemenuhan informal dan menyimpang, masih ditemukan narapidana menggunakan PSK untuk pemenuhan kebutuhanseksualnya. Alternatif solusi atas berbagai masalah yang muncul dalam penelitian ini dengan memaksimalkan program Asimilasi, Pembebasan bersyarat, Cuti Menjelang bebas, Cuti Bersyarat, dan Cuti Mengunjungi Keluarga. Mempertimbangkan program conjugal visit, serta penghukuman dengan penal colony ;

ABSTRACT
One of many logical consequences for prisoners to undertake from being jailed is the loosing opportunity to express their freedom. The hardest part among the loosing freedom is a chance to fulfill their sexual need, especially for those who have gotten married. Because of this is one of the crucial basic need according to Maslow`s.
This qualitative research. Both primary and secondary data are used to support this research and taken place at State Prison Class I Central Jakarta. The primary data are acquired from conducting in depth interview with informan and observation at research location. The secondary data are obtained from literature study of previous research findings, articles, da ta that are relevant with this research.
In addition, The tool of analysis th at is employed in this research are The Pains Imprisonment concept of Gresham M. Sykes, Conjugal Visit concept and Maslow?s Hierarchy of Needs. The empirical results of research consider that State Prison Class I Central Jakarta incorporate these 3 alternatives programs to encounter prisoner?s sexual need fulfillment, there are formal, in this case, prisoners are granted assimilation facility, parole, leaves toward free, conditional leav e, and home leave; informal, this method allows the couples of prisoner to visit their husband in prison; distorted sexual fulfillment, there are a distinguished rooms especially designed for giving a prisoners a chance to fulfill their sexual need. Assimilation and home leave have not worked properly.
Research found that prisoners surprisingly invite commercial sex workers to fulfill their sexual need when there are allowed to use their informal and distorted fulfillment facilities. There are proposed solution alternatives that possibly can be applied to solve the problems; maximizing a ssimilation program, parole, leaves toward free, conditional leave and home leaves; taking into account of conjugal visit options to apply; implementing penal colony punishment."
2009
T26633
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Onni Rosleini
"Negara menjamin hak setiap warga Negara termasuk narapidana selama menjalankan masa pidananya mempunyai hak-hak yang harus dilindungi pemenuhannya. Terkait dengan hak narapidana tersebut maka hanya hak atas kebebasan bergeraknya yang dicabut untuk sementara sedangkan hak-hak lain tetap melekat pada diri narapidana tersebut. Salah satu hak yang harus dipenuhi adalah pemberian ketrampilan kerja oleh Lembaga Pemasyarakatan dalam upaya peningkatan kualitas profesionalisme/ ketrampilan bagi narapidana setelah selesai menjalani masa pidananya.
Peran penting Lembaga Pemasyarakatan belum dapat diimbangi dengan kinerja Lembaga Pemasyarakatan secara optimal, haI ini dapat dilihat dengan masih banyaknya narapidana yang tidak bekerja dan masih banyak pula narapidana sama sekali tidak memiiiki ketrampilan kerja.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan melakukan pengamatan dan wawancara terhadap petugas dan narapidana yang bekerja di bidang kegiatan kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang.
Pemberian Ketrampilan kerja kepada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang masih bersifat nmengisi kekosongan waktu raja, hal ini terlihat dari rendahnya minat dan motivasi narapidana untuk mengikuti kegiatan ketrampilan kerja. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas petugas lembaga pemasyarakatan dalam pemberian ketrampilan kerja, sarana dan prasarana sangat terbatas serta anggaran terbatas menjadi kendala-kendala sehinga mengakibatkan pelaksanaan ketrampilan kerja belum berjalan secara optimal.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pemenuhan hak narapidana dalam memperoleh ketrampilan kerja di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang perlu mendapat perhatian penuh dari Pemerintah khususnya Depertemen Hukum dan Hak Asasi Manusia sehingga tujuan dari Pemberian ketrampilan kerja agar selama menjalani masa pidananya dapat memperoleh ketrampilan sebagai bekal hidup setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan.

The Government guarantees to all citizens including to prisons or correctional peoples to have a protection and accomplishments. According to human right enforcement, the main punishments to the prisoners are only movement or mobility right revoked, therefore the State or Government shall accomplish to the prisoners of their skills attainment, improvement of working attitude during on the correctional institution.
The Correctional Institution is one of the Government programs to relief and re normalize of the law breaker return back into civilization community. Optimizing of Correctional institution is high priority to provide the facilities, workshop, equipments and tools for practice and skill improvement of any prisoners.
This observation method was using a detail interview to prisoners and prison officers who involved on skill practicing activities. All data's gathered and notes were originally submitted on any part of this thesis as real presentation.
Classically obstacle founded due to lack of support at any aspects, such as facilities, budget, tutors, and prison officer skill to provide the programs as Government guidance on as well.
This thesis resulting the conclusions that first Class Cipinang Correctional Institution, urgently have to order as high priority to provide the facilities, workshop, equipments and tools for practice and skill improvement of any prisoners. The accomplishments right of prisoners during on the punishment period suggested to be applies optimally as expected. The skills and any capabilities talent can be as foothold in their future life whenever the prisoners release out from the Correctional institution.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sony Sofyan
"Dalam tulisan ini akan diuraikan bagairnana cara penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) terhadap pemenuhan kebutuhan seksual yang karena sesuatu sebab terpaksa, untuk sementara, menjadi anggota masyarakat penghuni Lapas yang kondisinya dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki berbagai keterbatasan baik secara fisik maupun sosial. Pemenuhan kebutuhan seksual adalah merupakan salah satu kebutuhan primer manusia, di samping kebutuhan-kebutuhan fisiologis lainnya. Bahkan menurut pencetus psikologis analisa, dikatakan bahwa kebutuhan seksual dibawa sejak lahir, dan sejak itu kebutuhan seksual berkernbang sampai orang itu meninggal dunia. Tidak berbeda dengan kebutuhan fisiologis manusia lainnya, apabila kebutuhan seksual ini tidak dapat dipuaskan rnaka akan menimbulkan ketegangan secara psikis. Yang pada gilirannya akan berperpengaruh terhadap perilaku seseorang. Oleh karena itu, setiap manusia akan selalu berusaha agar kebutuhannya tersebut selalu dapat terpenuhi.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ada 3(tiga) hal yang akan menjadi fokus perhatian dari tesis ini, yakni: Pertama, adanya kebutuhan seksual dari penghuni Lapas yang merupakan sesuatu yang fitrah bagi manusia. Kedua, adanya kondisi yang serba terbatas sehingga kebutuhan tersebut relatif sulit untuk memperoleh pemuasannya secara wajar. Ketiga, adanya cara-cara yang dilakukan oleh narapidana dalam memenuhi kebutuhan seksualnya serta kondisi-kondisi yang mendukung narapidana melakukan hal tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan secara kualitatif, menunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan sexual bagi narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan dapat dilakukan dengan cara :
a. Secara Normal
Pemenuhan kebutuhan seksual bagi narapidana di Lapas Sukaburni dapat dilakukan secara normal ( dengan lawan jenis) dan melalui prosedur yang ada yaitu dengan melalui program Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK) yang diijinkan oleh Lapas selama 2 x 24 jam di kediaman keluarga narapidana.
b. Pemenuhan Kebutuhan Seksual secara menyimpang
Bentuk pemenuhan kebutuhan seksual narapidana selain dari yang dilakukan secara normal (dilakukan dengan lawan jenis / heteroseksual) dan sesuai dengan aturan) juga terkadang dilakukan dengan secara menyimpang baik dari cara maupun dari objek seksual tersebut atau substansi seks itu sendiri rnaupun aturan yang ada.
Bentuk penyimpangan yang ada di Lapas Sukabumi adalah :
1. Melakukan hubungan seks dengan istrinya baik di dalam Lapas maupun di Luar Lapas dengan adanya bantuan dari petugas.
2. Melakukan masturbasi atau onani, baik yang dilakukan sendiri ataupun oleh istri dan pacar dari narapidana
3. Melakukan sodomi ataupun heteroseksual di antara narapidana, baik dilakukan dengan paksaan serta kekerasan ataupun perkosaan tetapi tidak jarang pula dilakukan dengan sukarela dan kedua belah fihak sama-sama menikmati.
Sedangkan kondisi yang mempengaruhi terjadinya pemenuhan kebutuhan seksual bagi narapidana di Lapas. :
1. Struktur Bangunan Lapas dan over kapasitas
2. Kurangnya Kegiatan Pembinaan Bagi Narapidana.
3. Tidak Elektifnya Program CMK Sebagai Salah Satu Program Pemenuhan Kebutuhan Seksual Bagi Narapidana
4. Adanya " Biaya Tinggi " dalam Upaya Pemenuhan Kebutuhan Seksual di Lapas.
5. Jarangnya mendapat Kunjungan Keluarga."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15231
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyan Probosari
"Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan pemenuhan hak kesehatan mental yang sudah dilakukan Lapas Klas I Cipinang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam untuk pengumpulan data. Model rehabilitasi, Upaya Kesehatan, dan konsep-konsep relevan lainnya digunakan untuk menganalisis penelitian ini.
Hasil penelitian menemukan bahwa narapidana memiliki berbagai masalah yang berisiko menimbulkan gangguan jiwa. Bedasarkan peraturan perundangan, upaya kesehatan mental yang mencakup promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif belum terpenuhi dengan baik. Kesehatan mental sebagai bagian penting criminogenic needs belum diintervensi secara memadai oleh pihak Lapas sebagai bagian pembinaan model rehabilitasi.

This thesis aims to explain the fulfillment of inmate`s mental health right that has been done by Cipinang Penitentiary Institution. This research use qualitative approach with depth interview for collecting the data. Rehabilitation Model, Health Efforts, and other relevant concepts are used to analyze this research.
The result shows that inmates have range of problem which risking their mental health. Mental health efforts, which include health promotion, health prevention, curative care, and rehabilitative care, haven`t been well done by Cipinang Penitentiary Institution. Mental health as an important part of criminogenic needs hasn`t been well intervened by Penitentiary Institution as a part of rehabilitation model of correction.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S68772
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhia Sabaruddin
"Sistem pemasyaraktan sebagai metode pembinaan para pelanggar hukum berfungsi untuk menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dalam kerangka sistem pemasyarakatan, pembinaan narapidana adalah masalah pembinaan manusia yang melibatkan semua aspek dan eksistensinya dengan perlakuan yang lebih manusiawi serta memperlihatkan hak asasi pelanggar hukum, baik sebagai individu, mahluk sosial maupun religisus.
Namun sistem pemasyarakatan seperti tersebut di atas dalam kenyataanya tidaklah mudah. Seperti aksi kerusuhan selama tahun 2001, yang telah membuat daftar panjang mengenai kekerasan yang terjadi di dalam lingkungan lembaga pemasyarakatan klas I Cipinang.
Situasi dan kondisi yang digambarkan berkenaan dengan masalah kerusuhan di LP Cipinang merupakan kejadian yang sangat mungkin terjadi dan tidak dapat dipungkiri. Apa yang digambarkan tersebut merupakan bagian dari kehidupan dalam tembok lembaga pemasyarakatan yang pada dasarnya merupakan kondisi umum dan secara universal terdapat di lembaga pemasyarakatan seluruh dunia.
Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran mengenai pola kerusuhan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, serta mencari tahu apa yang menjadi faktor penyebab kerusuhan tersebut.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan teknik-teknik berupa wawancara dengan narasumber antara lain : Petugas, Narapidana dan Mantan Narapidana.
Dari hasil penelitian data dan wawancara yang dilakukan kepada narasumber tersebut diketahui pola dan faktor penyebab kerusuhan dalam LP Cipinang adalah :
Pola kerusuhan yang terjadi dapat disimpulkan terdiri dari :
1. Kerusuhan antar blok
2. Kerusuhan antar etnis
3. Kerusuhan antara narapidana dengan petugas Sedangkan mengenai faktor penyebab kerusuhan, antara lain :
- Daya tampung yang melebihi kapasitas
- Akumulasi kekecewaan
- Ada disharmonisasi hubungan
- Ada penguasaan sumber daya tertentu oleh kelompok narapidana
- Diskriminasi perlakuan
- Fasilitas dan sarana yang kurang memadai
- Kurang adanya fokus kegiatan pembinaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia,
T7945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardi Susanto
"ABSTRAK
Sebagaimana dengan masyarakat luas yang memiliki stratifikasi sosial di dalamnya, masyarakat narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan tentu juga memiliki stratifikasi sosial di dalamnya. Berangkat dari asumsi tersebut, tesis ini mencoba untuk menggali keberadaan stratifikasi sosial narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang.
Dalam penelitian tentang stratifikasi sosial narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, teori yang dipergunakan sebagai panduan dalam rangka menjawab permasalahan stratifikasi sosial di lembaga pemasyarakatan adalah teori stratifikasi sosial yang dikemukakan oleh Max Weber, Gerhard E. Lenski dan C. Wright Mills yang menyatakan bahwa ada tiga dimensi stratifikasi sosial di Masyarakat yaitu dimensi kekuasaan, previlese dan prestise.
Dengan pendekatan kualitatif diskriptif, penelitian ini berhasil menemukan suatu fakta empiris bahwa pada masyarakat narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang terdapat 4 (empat) dimensi stratifikasi sosial yaitu 1) Kekuasaan, 2) Prestise, 3) Previlese dan 4) kekerasan. Dari studi ini juga ditemukan bahwa dimensi previlese memiliki pengaruh yang sangat dominan terhadap ketiga dimensi lainnya.

ABSTRACT
As with wide society owning social stratification in it, socialize convict [in] institute of pemasyarakatan of course also own social stratification in it. leaving dar of the assumption, this thesis try to dig existence of social stratification of convict in Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang.
In research about social stratification in Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, theory which is used as by guidance in order to replying problems of social stratification in lembaga pemasyarakatan is]theory of stratification of social proposed by Max Weber, Gerhard E. Lenski and C. Wright Mills expressing that there is three dimension of social stratification in society that is paintbrush dimension, previlese and presstige.
With approach qualitative diskriptif, this research succeed to find a[n empirical fact that [at] society of convict in I Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang of there are 4 ( empat) dimension of social stratification that is 1) power 2) presstige 3) Previlese And 4) hardness. From this study is also found by that dimension of previlese own very dominant influence to third the other dimension.
"
2007
T20491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Yunarto
"Dalam undang-unadng Republik Indonesia nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, bahwa sistem pemasyarakatan menghendaki pembinaan narapidana dapat memberikan keterampilan kepada narapidana, sehingga dapat aktif dan produktif dalam pembangunan. Namun perkembangannya sangat lambat.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan antara keterikatan narapidana terhadap pembinaan dengan keterampilan kerja, adakah hubungan antara kemampuan narapidana dengan keterampilan kerja, adakah hubungan antara motivasi narapidana mengikuti pembinaan dengan keterampilan kerja dan adakah hubungan antara keterikatan narapidana terhadap pembinaan, kemampuan narapidana dan motivasi narapidana mengikuti pembinaan secara bersama-sama dengan keterampilan kerja narapidana. Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menjelaskan adanya hubungan antara keterikatan, kemampuan dan motivasi secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama dengan keterampilan kerja.
Motode yang digunakan adalah survei dengan tehnik sampling adalah simple random sampling. Sampel diambil 21 % dari jumlah narapidana yang mendapat pembinaan kemandirian (202 orang) yaitu 21 % x 202 orang = 42 orang, responden diambil dari pegawai bidang kegiatan kerja sebanyak 20 orang. Data yang digunakan dalam peneliitian ini adalah data primer yaitu data yang diambil dari sampel dan responden dengan menggunakan daftar pertanyaan, data sekunder yaitu data dari dokumen,buku-buku dan catatan-catatan pada lapas klas I Cipinang. Pemberian skor kuesioner digunakan skala Liked. Untuk mengetahui tingkat valid dan realiable instrumen dilakukan pengujian validitas dengan menggunakan tehnik content validity dengan rumus Product Moment Pearson dan pengujian reliabilitas digunakan interval consistency dengan tehnik Split Half Spearman Brawn.
Berdasarkan perhitungan statistik tingkat hubungan antara variabel independent dengan dependent dengan menggunakan rumus Spearman Rank di dapat hasil sebagai berikut adanya hubungan positif antara keterikatan narapidana terhadap pembinaan dengan keterampilan kerja dengan nilai koefisien korelasi p = 0,502, termasuk tingkat hubungan sedang.
Ada hubungan positif antara kemampuan narapidana dengan keterampilan kerja dengan nilai koefisien korelasi p = 0,324 termasuk dalam tingkat hubungan rendah. Ada hubungan positif antara motivasi narapidana mengikuti pembinaan dengan keterampilan kerja, dengan nilai koefisien korelasi p = 0,498 termasuk ke dalam tingkat hubungan sedang, secara bersama-sama antara keterikatan narapidana terhadap pembinaan kemampuan narapidana dan motivasi narapidana mengikuti pembinaan dengan keterampilan kerja narapidana, dengan nilai koefisien korelasi p = 0,498 termasuk tingkat hubungan sedang.
Sehubungan temuan tersebut untuk meningkatkan keterampilan kerja narapidana di Lapas K1as 1 Cipinang perlu dilaksanakan antara lain adanya hak istirahat dalam setiap minggunya, penganekaragaman jenis latihan kerja, lebih banyak dan sering diadakan pelatihan kursus-kursus keterampilan kerja, adanya penghargaan bagi narapidana yang dapat menghasilkan produk dan mempunyai nilai ekonomis atau dapat dijual. Selain itu jugs perlu ditambah tenaga instruktur dari berbagai keterampilan, sarana dan prasarana yang memadai sesuai kebutuhan dan tersedianya dana yang memadai baik untuk pengadaan peralatan, perawatan, biaya operasional dan untuk pembelian bahan baku."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Pataprilia
"Sistem Pemasyarakatan berasumsi bahwa WBP bukan saja obyek melainkan subyek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktuwaktu dapat melakukan kesalahan dan kekhilafan yang dapat dikenakan pidana sehingga tidak harus diberantas. Yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan WBP berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana. Oleh sebab itu eksistensi pemidanaan diartikan sebagai upaya untuk menyadarkan WBP agar menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai.
Di samping itu, sistem pemasyarakatan juga berasumsi bahwa pada hakekatnya perbuatan melanggar hukum oleh WBP adalah cerminan adanya keretakan hubungan hidup, kehidupan, dan penghidupan antara yang bersangkutan dengan masyarakat sekitarnya.
Hal ini berarti bahwa penyebab terjadinya perbuatan melanggar hukum bertumpu dan diakibatkan oleh "kegagalan" yang bersangkutan dengan ketiga aspek tersebut. Aspek hidup diartikan sebagai hubungan manusia dengan penciptaNya. Aspek kehidupan diartikan sebagai hubungan antara sesama manusia. Sedangkan aspek penghidupan diartikan sebagai hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya (yang dimanifestasikan sebagai hubungan manusia dengan pekerjaannya). Oleh sebab itu, tujuan dari sistem pemasyarakatan adalah pemulihan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan antara WBP dengan masyarakatnya (Sujatno, 2003).
Untuk mencapai tujuan dimaksud, sistem pemasyarakatan mengenal adanya dua jenis program pembinaan dan pembimbingan yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar WBP menjadi manusia seutuhnya, bertakwa dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan kepada pembinaan bakat dan ketrampilan agar WBP dapat kembali berperan aktif sebagai anggota masyarakat yang baik dan bertanggung jawab (Sujatno, 2004).
Pembinaan kepribadian meliputi :
a. Pembinaan kesadaran beragama.
b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara.
c. Pembinaan kemampuan intelektual.
d. Pembinaan kesadaran hukum
e. Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat.
Sedangkan pembinaan kemandirian diberikan melalui program-program:
a. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri.
b. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil.
c. Ketrampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing.
d. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian.
Namun, beberapa program pembinaan tadi belum terlaksana/berjalan sesuai dengan tujuan pemasyarakatan karena berbagai faktor. Dalam pelaksanaannya, banyak narapidana yang belum tersentuh program pembinaan tersebut dan andaikan tersentuh pembinaan kepribadian seperti pembinaan rohani sifatnya massal seperti ceramah yang kurang efektif.
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis membatasi permasalahan yang terdapat pada program kepribadian. Menurut penulis, di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) perlu adanya program pembinaan kepribadian yang bersifat individual karena mengingat latar belakang dan permasalahan yang dihadapi oleh para narapidana tersebut tidaklah sama. Salah satu program yang dapat dijadikan program pembinaan kepribadian adalah Program Self Control.
Menurut Shapiro (dalam Franken, 2003)), pengendalian diri (self control) penting untuk kesehatan fisik dan mental. Kehilangan kendali dihubungkan dengan timbulnya berbagai gangguan, seperti stress, depresi, kecemasan, mengkonsumsi obat-obatan sampai kecanduan obat."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18772
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>