Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147443 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendro Suryantoro Utomo
"Penelitian karya akhir dengan judul Analisis Keberhasilan Akuisisi Pada Perusahaan Yang Memiliki Latar Belakang Budaya Berbeda, Studi Kasus Akusisi Pada PT. HM Sampoerna. Tbk (HMSP) Oleh Phillip Morris International (PM)" merupakan penelitian yang cukup menarik karena mengambil kasus pada perusahaan yang memiliki reputasi yang cukup besar baik nasional maupun internasional serta menggali pengetahuan mengenai usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka menyatukan dua kebudayaan yang sama sekali berbeda sehingga mampu menghasilkan kinerja keuangan yang cukup baik. Penelitian ini membandingkan kondisi perusahaan sebelum melakukan akuisisi dan setelah akuisisi dilakukan dan menganalisanya dengan teori-teori yang ada. Sejak berjalannya aktivitas akuisisi PM terhadap HMSP. PM memberikan kebebasan dan tidak merubah secara signifikan budaya yang ada di tubuh HMSP. Hal itu dikarenakan budaya yang ada di HMSP cukup mendukung dan kondusif terciptanya kinerja yang baik untuk suatu kemajuan perusahaan. Hal ini terbukti dengen meningkatkan kinerja perusahaan dari sisi keuangannya. Pasca akuisisi, pendapatan penjualan, laba bersih, serta pangsa pasar HMSP terus memperlihatkan grafik dengan tren yang positif. Namun tidak hanya dad sisi keuangan saja, dari segi pemasaran serta strategi yang diambil tampaknya HMSP dibawah manajemen PMI cukup tepat mengambil keputusan-keputusan yang dilakukan dalam menjalankan perusahaan serta menghadapi berbagai kondisi saat ini."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T27116
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfa Tirza Aprilia
"Pasca depresi ekonomi tahun 1930, Jawa Timur bereskalasi membangun industri kreteknya sendiri dengan Sampoerna milik Liem Seeng Tee sebagai salah satu perusahaan yang patut diperhitungkan. Sempat beberapa tahun terseok karena tak ada penerus, Aga Sampoerna dan keturunannya berusaha membangun kembali perusahaan Hanjaya Mandala Sampoerna. Modernisasi perusahaan secara besar-besarandilakukan pada masa kepemimpinan Putera Sampoerna, yang kemudian mencuri perhatian Philip Morris International. Penelitian inimengkaji transformasi Hanjaya Mandala Sampoerna di bawah kepemimpinan Putera hingga kesepakatan akuisisi PT HM SampoernaTbk oleh Philip Morris pada tahun 2005. Penelitian ini menganalisis kinerja perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi. Hasilnya menunjukkan bahwa akuisisi Philip Morris tidak berpengaruh buruk bagi perusahaan dan keluarga Sampoerna. Akuisisi oleh Philip Morris menjadi babak baru dalam bisnis keluarga Sampoerna yang tak lagi berkutat dalam industri tembakau. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi pustaka. Di kala penelitian lain lebih banyak membahas periklanan, hukum, danmanajemen perusahaan, penelitian ini menggunakan arsip kolonial dan berita sezaman untuk merangkai sejarah PT Hanjaya MandalaSampoerna Tbk, khususnya mengenai modernisasi yang dilakukan pada kepemimpinan Putera Sampoerna serta langkah ekspansimultiusaha yang diambil pasca akuisisi.

After the Great Depression in the 1930s, East Java escalated to build its kretek industry with Liem Seeng Tee's Sampoerna as one of the companies to be reckoned with. For several years with no heir, Aga Sampoerna and his descendants decided to reassemble the HanjayaMandala Sampoerna company. The company's modernization was carried out on a large scale during the leadership of Putera Sampoerna, which later caught the notice of Philip Morris International. This study analyzes the change of Hanjaya Mandala Sampoerna under the leadership of Putera until the acquisition agreement of PT HM Sampoerna Tbk by Philip Morris in 2005. This study analyzes the company's performance before and after the acquisition. The results show that the acquisition of Philip Morris does not harm the companyand the Sampoerna family. The acquisition by Philip Morris marks a new chapter in the Sampoerna family business which no longer concerned with the tobacco industry. This study uses a qualitative descriptive method with data collection techniques literature study. While other studies focus more on advertising, law, and corporate management, this research uses colonial archives and contemporary news to compile the history of PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk, primarily concerning the modernization carried out on Putera Sampoerna's leadership and the multi-business expansion steps taken after the acquisition."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Adhy B. Dengen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T27097
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jennifer Astrid Adeline
"Kepailitan memberikan sarana bagi debitor dan kreditor untuk mencapai penyelesaian pembayaran utang, di mana debitor dimungkinkan untuk melakukan restrukturisasi utangnya. Salah satu mekanisme yang kerap digunakan adalah debt to equity swap yaitu konversi utang menjadi saham. Mekanisme tersebut diajukan oleh debitor dan dituangkan dalam rencana perdamaian yang nantinya disepakati oleh para kreditor dan kemudian dihomologasi. Dalam hal ini, kreditor nantinya akan berubah menjadi pemegang saham perseroan debitor. Dalam penelitian ini, akan dibahas mengenai akibat hukum debt to equity swap dalam rangka perdamaian di PKPU serta bagaimana perlindungan hukum kreditor pasca debt to equity swap. Secara khusus, pembahasan akan dihubungkan dengan fenomena saham tidur, yaitu saham yang tidak aktif diperdagangkan dan bersifat tidak likuid dalam jangka waktu yang panjang. Bentuk penelitian ini disajikan dalam bentuk kajian yuridis normatif dengan metode penelitian menggunakan pendekatan doktrinal. Dilakukan studi kasus atas PKPU PT Waskita Beton Precast Tbk yang menggunakan konversi utang menjadi saham untuk menyelesaikan utangnya, di mana saham perseroan merupakan saham tidur. Terjadi penyelundupan hukum dikarenakan konversi utang menjadi saham telah membebaskan PT Waskita Beton Precast Tbk dari kewajibannya melakukan pembayaran kepada kreditor. Para kreditor yang semestinya mendapatkan pembayaran dalam bentuk uang berujung mendapatkan pembayaran dalam bentuk saham yang tidak likuid dan susah dijual.

Bankruptcy serves as a mechanism for debtors and creditors to attain a resolution of debt payments, affording debtors the opportunity to restructure their indebtedness. One frequently utilized mechanism is the debt-to-equity swap, involving the conversion of debt into equity. This mechanism is proffered by the debtor and delineated in a composition plan assented to by the creditors and homologated. In this scenario, creditors are subsequently transformed into shareholders of the debtor company. This research endeavors to explicate the legal ramifications of debt-to-equity swaps within the context of the debt settlement, as well as the legal safeguards extended to creditors subsequent to debt-to-equity swaps. Specifically, the discourse will be correlated with the phenomenon of sleeping stocks—stocks that remain inactive in trading and exhibit a lack of liquidity over an extended temporal span. This research is presented in the form of a normative juridical study utilizing doctrinal research methodologies. A case study was undertaken on the debt settlement of PT Waskita Beton Precast Tbk, which employed debt conversion into shares to discharge its obligations, wherein the company's shares qualified as dormant. Legal impropriety ensued as the conversion of debt into shares absolved PT Waskita Beton Precast Tbk from its obligation to fulfill payments to creditors. In this case, creditors who were initially entitled to receive remuneration in the form of currency, ultimately received compensation in the form of shares that proved illiquid and challenging to divest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuzul Ayni
"ABSTRAK
Dewasa ini, perkembangan perbankan syariah telah menjadi suatu fenomena baru yang perkembangannya cukup mengejutkan perbankan konvensional, di mana bank-bank besar non muslim seperti Citibank, ANZ Bank, Chase Manhattan Bank ikut meramaikan sektor ini dengan membuka Islamic Window. Sistem perbankan syariah muncul akibat keragu-raguan yang muncul akibat pennasalahan bunga pada bank konvensional. Keberadaan perbankan syariah di Indonesia secara yuridis telah diakui sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang kemudian disempurnakan kembali dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998, di mana perbankan konvensional diperbolehkan untuk mem buka kantor cabang syariah.
Sistem perbankan syariah yang mengharamkan bunga terbukti bertahan pada Elasa krisis karena terhindar dari negative spread. Dengan fenomena tersebut, laju perkembangan perbankan syariah di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat. Hal ini terlihat dari jumlah bank syariah yang semakin bertambah dalam periode 1999-2001, dana yang terhimpun serta pembiayaan yang dilakukan bank syariah. Jika pada tahun 1996 dana masyarakat yang terhimpun pada perbankan syariah mencapai Rp 396,58 milyar, pada tahun 2000 telah mencapai Rp 1, 04 trilyun, hingga Juni 2001 telah mencapai 1, 45 trilyun. Demikian dari sisi pembiayaan, di mana pada tahun 1996 hanya mencapai Rp 312,15 milyar, pada tahun 2000 melonjak menjadi 1,27 trilyun, dan pada Juni 2001 telah mencapai Rp 1, 7 4 trilyun. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia mulai tertarik pada pembiayaan yang dijalankan oleh bank syariah. Hal inipun memacu PT Bank Bukopin ikut meramaikan perbankan syariah dengan membuka kantor cabang syariahnya pada akhir 2001.
Sektor pembiayaan pada bank syariah pada dasamya berlandaskan tiga konsep: ( 1) jual beli, (2) bagi hasil dan (3) qard. Pada saat ini, pembiayaan yang menjadi primadona bagi kebanyakan nasabah PT Bank Bukopin Cabang Syariah adalah pembiayaan murabahah, yang berlandaskan konsep jual beli. Hal ini terlihat dari pembiayaan murabahah pada PT Bank Bukopin Cabang Syariah yang pada bulan Juni 2003 mencapai Rp 68 milyar, sedangkan pembiayaan mudharabah hanya mencapai Rp 908 juta.
Di dalam pembiayaan murabahah yang berlandaskan prinsip jual beli, bank mengambil keuntungan dari mark up atas harga dasar barang yang dijual kepada nasabah. Sementara pada pembiayaan murabahah, bank memperoleh keuntungan berdasarkan bagi hasil dari pendapatan proyek nasabah yang telah disepakati kedua belah pihak pada awal perjanjian, dengan memperhitungkan internal rate of return (IRR) atas bagi hasil tersebut
Pada pembiayaan murabahah, jaminan disyaratkan sementara pada pembiayaan mudharabah, jaminan tidak disyaratkan karena dalam hal ini bank ikut melakukan investasi, sehingga risiko kerugian pun akan ditanggung oleh bank. Hal ini berarti tingkat risiko yang dihadapi oleh bank syariah dalam pembiayaan mudharabah lebih tinggi dibandingkan dengan pembiayaan murabahah, karena pembiayaan mudharabah sangat tergantung pada pendapatan nasabah.
Namun demikian, untuk plafond, jangka waktu dan rate yang sama, pembiayaan mudharabah lebih menguntungkan dibandingkan dengan pembiayaan murabahah, walaupun risiko ketidakpastiannya tinggi.
"
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Krismanto
"ABSTRAK
Dengan semakin berkembangnya pasar modal transaksi merger dan akuisisi semakin banyak dilakukan Di Indonesia isu merger dan akuisisi (M&A) ini sudah mulai berlangsung pada tahun 1970 yang dilakukan oleh bank bank dengan harapan agar dapat memperkuat struktur modal dan memperoleh keringanan pajak Untuk Kondisi di Indonesia ada yang menganggap bahwa penggabungan usaha terutama didorong oleh faktor likuiditas keinginan melakukan ekspansi personal hability keinginan pemilik untuk mengurangi beban kewajiban pihak ketiga dan keinginan mengatasi masalah internal perusahaan Pada umumnya tujuan dilakukannya M&A adalah untuk mendapatkan smergi atau nilai tambah Keputusan untuk M&A bukan sekedar menjadikan dua ditambah dua menjadi empat tetapi M&A harus menjadikan dua ditambah dua n^njadMima Nilai tambah yang dimaksud tersebut lebih bersifat jangka pmumigi dibanding nilai tambantyang hanya bersifat Oleh karena itu ada tidaknya sinergi suatu M&A tidak bisa dilihat beberapa setelah M&A terjadi tetapi diperlukan waktu yang relatif panjang Smergi yang teijadi
sementara saja saat sebagai akibat penggabungan usaha bisa berupa turunnya biaya rata rata per unit karena naiknya skala ekonomis maupun sinergi keuangan yang berupa kenaikan modal Akan tetapi keputusan M&A selain membawa manfaat juga tidak terlepas dari permasalahan diantaranya biaya untuk melaksanakan M&A yang relatif mahal dan hasilnya pun belum pasti sesuai dengan yang diharapkan Di samping itu pelaksanaan akuisisi juga
dapat memberikan pengaruh negatif terhadap dosisi keuangan dari acquiring company apabila strukturisasi dan akuisisi melibatkan cara pembayaran dengan kas dan melalui pinjaman Keputusan suatu perusahaan untuk melakukan penggabungan usaha ini nantinya diharapkan akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan dan reaksi pasar dan investor dalam membuat keputusan investasi Reaksi positif dan negatif terhadap kejadian M&A
tergantung dan ketersediaan informasi bagi investor pada waktu pengumuman M&A serta persepsi pasar terhadap keptusan M&A tersebut
Objek penelitian im berjumlah 45 perusahaan publik yang melakukan M&A dan tahun 1997 sampai dengan tahun 2004 Penelitian ini menggunakan metode komparatif yang membandingkan volume perdagangan retum saham dan kinerja keuangan sebelum dan setelah perusahaan melakukan M&A
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan untuk variabel volume perdagangan saham pada priode 20 hari sebelum dan 20 hari sesudah merger dan akuisisi Kemudian untuk variabel retum saham tidak ditemukan adanya perbedaan yang sesudah merger dan akuisisi Dan untuk kinerja terdapat hanya pada Rasio Solvabilitas (Debt to Equity ratio dan leverage ratio) dan ratio profitabilitas (return of investment) Kesimpulan yang diambil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan volume perdagangan saham untuk periode 20 hari untuk return saham tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah M&A Dan untuk kinerja keuangan perbedaan yang signifikan terdapat pada rasio
solvabilitas likuiditas dan profitabilitas untuk periode 1 dan 2 tahun sebelum dan sesudah M&A Saran untuk penelitian selanjutnya adalah pertama penelitian selanjutnya sebaiknya mengelompokkan perusahaan perusahaan yang melakukan M&A dengan perusahaan yang tidak M&A untuk diperbandingkan agar dapat Jebih jelas menggambarkan pengaruh
keputusan merger dan akuisisi Kedua Penelitian selanjutya juga diharapkan untuk memperhatikan aspek aspek non ekonomis yang mungkin berpengaruh terhadap kinerja perusahaan sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai kinerja perusahaan Dan yang terakhir untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk membedakan jenis merger dan akuisisi yang dilakukan apakah itu merger dan akuisisi vertikal honsontal atau konglomerat serta apakah itu merger dan akuisisi internal atau eksternal."
2007
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Prajna Ramaniya
"Perusahaan dalam melakukan ekspansi atas bisnisnya, dapat melakukan strategi usaha melalui akuisisi atau pengambilalihan. Salah satu bentuk akuisisi adalah akuisisi saham. Akuisisi dapat dilakukan oleh perusahaan pada bidang usaha yang sama maupun yang berbeda. Tesis ini akan membahas lebih lanjut mengenai akuisisi saham pada perusahaan dan bidang usaha yang sama pada sektor ritel. Sebagai contoh kasus dalam tesis ini adalah akuisisi yang dilakukan oleh PT. Carrefour Indonesia (?Carrefour?) terhadap saham yang ada dalam PT. Alfa Retailindo, Tbk (?Alfa?). Beberapa aspek hukum yang harus diperhatikan dan ditaati adalah aspek dalam hukum perusahaan, penanaman modal, perdagangan, dan persaingan usaha. Berangkat dari hal tersebut maka akuisisi Alfa oleh Carrefour tidak boleh menyalahi aturan dalam bidang penanaman modal yaitu Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No.77 tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; bidang perdagangan yaitu Peraturan Presiden No.112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modem; dan bidang persaingan usaha yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Acquisition is one of company strategy in relation to expand its business. Share acquisition is one of the forms of acquisition. It can be done by a company within the same business line or different business line. This thesis evaluates the share acquisition in a company with the same business line, which is the retail industry. The analysis is done by evaluating the share acquisition of PT. Alfa Retailindo, Tbk (?Alfa?) by PT. Carrefour Indonesia (?Carrefour?). Some of the legal aspccts in regards with acquisition are company law, investment law, trade law, and competition law. Therefore, the acquisition of Alfa by Carrefour should not violates the regulations in investment law, which is Regulation of the President of the Republic o f Indonesia Number 111 o f 2007 Concerning the Amendment of Regulation o f the President o f the Republic of Indonesia Number 77 o f 2007 Concerning Lists of Business Fields That Are Conditionally Open For Investments; trade law, which is Regulation of the President o f The Republic of Indonesia Number 112 of 2007 Concerning Organization and Directions of Traditional Markets, Shopping Centers and Modem Stores; and antitrust law, which is Law of the Republic o f Indonesia Number 5 of 1999 Concerning the Ban on Monopolistic Practices and Unfair Business Competition."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T 37195
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhi Yanuar
"Industri rokok dalam perekonomian Indonesia saat ini terlihat semakin besar peranannya, hal ini terbukti dari kemampuan industri ini selain sebagai motor penggerak perkenomian juga mampu menyerap tenaga kerja sehingga memperbesar peranannya dalam menyumbang pendapatan negara.
Kondisi inilah yang mendorong pemerintah untuk meningkatkan target pemasukan pendapatan negara melalui cukai rokok dari tahun ke tahun seperti yang terjadi saat ini dengan kenaikan cukai rokok dalam 5 tahun terakhir yang rata-rata mencapai 34,23 % sejak tahun 1998, sementara kenaikan produksi rokok dalam periode yang sama hanya 5,3 % per tahun yang sudah pasti tidak sebanding dengan persentase peningkatan cukai rokok terutama rokok kretek.
Penelitian yang dilakukan adalah menilai saham perusahaan rokok HMSP dan GGRM melalui analisa fundamental yaitu dengan melakukan perhitungan nilai intrinsik saham perusahaan dengan menggunakan metode Discounted Cash Flow, yaitu dengan mendiskontokan proyeksi Free Cash Flow to the Firm (FCFF) berdasarkan Weighted Average Cost of Capital (W ACC). Nilai FCFF diperoleh dengan melakukan proyeksi terhadap laporan keuangan perusahaan. Asumsi yang digunakan dalam melakukan proyeksi berdasarkan kondisi makro ekonomi dan kondisi masing-masing perusahaan itu sendiri serta data kinerja historis perusahaan.
Hasilnya menunjukkan bahwa hasil perhitungan atas nilai saham PT. Hanjaya Mandala Sampoema adalah sebesar Rp.4.210,- untuk skenario most pessimistic, Rp. 5.391,- untuk skenario most likely dan Rp.6.758,- untuk skenario most optimistic atau dapat dikatakan overvalued pada skenario most pessimistic namun undervalued pada skenario most likely dan most optimistic dengan perbandingan harga penutupan per 30 desember 2003 sebesar Rp.4.475,-
Demikian pula halnya dengan PT.Gudang Garam, untuk skenario most pessimistic adalah overvalued sebesar Rp.ll.775,- sedangkan undervalued pada skenario most likely dan most optimistic yaitu berturut-turut Rp.15.664,- dan Rp.20.381.
Melalui Analisa Sensitifitas dengan menggunakan asumsi cukai rokok dan tingkat perekonomian dapat disimpulkan bahwa harga saham HMSP yang terbentuk adalah sebesar Rp.5.438,- dan harga saharn GGRM sebesar Rp.15.871,- yang berarti kedua saham tersebut Undervalued dibanding harga pasarnya per 30 Desember 2003 yaitu Rp.4.475,- untuk HMSP dan Rp.13.600,- untuk GGRM
Sedangkan dari analisa industri dapat disimpulkan bahwa di masa mendatang akan terjadi tingkat persaingan dan kekuatan tawar supplier yang tinggi, ancaman pemain baru yang rendah, produk pengganti dan kekuatan tawar buyer yang rendah.
Semua analisa dan perhitungan nilai intrinsik saham tersebut dibuat berdasarkan asumsi dan berbagai pertimbangan sesuai kondisi perusahaan. Selain itu nilai saham juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dapat dikuantifikasi, karena itu investor di dalarn mengambil keputusan harus juga mempertimbangkan faktor lainnya yang bersifat kualitatif."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Deny Christian
"Pada 2017,PT Elnusa mengakuisisi PT CALE dengan tujuanuntuk meningkatkan kapabilitas perusahaan dalam bisnis Engineering,Procurement,Construction (EPC). Diversifikasi bisnis yang dilakukan PT Elnusa dalam bidang EPC menemui kendala dari sisi Engineering karena perusahaan tidak memiliki kapabilitas tersebut meskipun telah menguasai sisi Procurement dan Construction. Akuisisi tersebut  diharapkan tidak hanya memberikan nilai tambah dari sisi kapabilitas tetapi juga penghematan biaya.Akuisisi perusahaan Engineering pada dasarnya adalah perusahaan berbasis jasa, sehingga penilaian perusahaannya tidak bisa hanya menggunakan penilaian berdasarkan penilaian aset berwujud tetap tetapi juga penilaian terhadap aset takberwujudnya.

In 2017, PT Elnusa acquired PT CALE with the aim of increasing the companys capability in the Engineering, Procurement, Construction (EPC) business. The business diversification carried out by PT Elnusa in the EPC field encountered obstacles in terms of Engineering because the company did not have these capabilities despite having mastered the Procurement and Construction side. The acquisition is expected to not only provide added value in terms of capability but also cost savings. The acquisition of Engineering companies is basically a service-based company, so that the companys valuation cannot only use valuation based on the assessment of fixed tangible assets but also the valuation of intangible assets."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54674
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lammy, Ray
"In May 2005, Indonesian stock exchange market was shocked by PT Philip Morris Indonesia (Philip Morris) immense purchase transaction to acquire 97 percent PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HM Sampoerna)'s shares. Purchase price was Rp 10,600 per share, away above prevailing market price at Rp 9,550 per share as of May 18th, 2005. To obtain 4,251,510,000 shares of HM Sampoerna, Philip Morris had to arrange cash payment no less than Rp 45.066 trilion.
Bahana Securities managed the tender offer, preserving all HM Sampoerna's shareholders to have equal chance to sell their shares at Philip Morris's premium price offer of Rp 10,600 for one share. Almost all shareholders took this good opportunity and sold their HM Sampoerna's shares to Philip Morris.
This transaction triggered questions amongst investors. How much was the real value of HM Sampoerna's shares? Why did Philip Morris buy at premium price? Why did Sampoerna family, as the founder and the largest shareholder of HM Sampoerna, sell their since 1912 ownership of HM Sampoerna to Philip Morris? Why did Philip Morris consider the prevailing market price of HM Sampoerna's shares undervalue while the shareholders of HM Sampoerna had totally different perspective of overvalue?
Objectives of this thesis are to identify the true value of HM Sampoerna's shares using three approaches of valuation method, namely Free Cash Flow to Equity (FCFE), Free Cash Flow to the Finn (FCFF) and Economic Value Added (EVA), and to provide evidence that null hypothesis can be accepted with those three valuation methods. Null hypothesis of this thesis is the prevailing HM Sampoerna's share market price during purchase transaction by Philip Morris was undervalued pursuant to FCFE, FCFF and EVA evaluation methods.
This thesis performs top-down analyses, which begin wit macro economic analysis, cigarettes industry, HM Sampoerna's financial statement analysis. Then proceed to forecast of HM Sampoerna's financial statement for valuation purpose. There are two periods in financial statement forecast. The first five years period called high growth period and the rest called stable growth period. There are two sets of forecast, one is for normal scenario and other is for optimistic scenario. The last stage of top-down analysis is so perform valuation at HM Sampoerna's share price with FCFE, FCFF and EVA methods.
The result of FCFE method, both normal scenario and optimistic scenario, shows that HM Sampoerna's share price during purchase transaction was overvalued or HM rejected. Contrarily, the result of FCFF and EVA methods, either normal scenario or optimistic scenario, prove that HM Sampoerna's share price during purchase transaction by Philip Morris was undervalued or Ho accepted.
This case expectantly useful for investors, shareholders, management of the company, spectators and other realting parties. For investors or shareholders, it is very important to analyze and value a company with as many valuation method as possible to gain overall value of the company and to avoid premature overvalue or undervalue statement. As for management of the company, valuation of its shares is very important for capital structure strategy and measuring the company's growth. And for spectators, this case is very interesting and might be used for case study."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>