Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78827 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Martha Oktorina
"Merek terkenal memiliki reputasi yang tinggi dan cenderung untuk ditiru, dipalsukan atau disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki hak atas merek tersebut. Penggunaan tanpa hak atas merek terkenal juga terjadi di dalam perdagangan di internet. Merek digunakan sebagai nama domain yang berfungsi sebagai alamat situs dari suatu perusahaan untuk mempromosikan produkproduknya dan memudahkan konsumen untuk mengingat situs perusahaan tersebut. Prinsip pendaftaran nama domain adalah first come first served. Prinsip ini dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk membonceng keterkenalan dari suatu merek dengan mendaftarkan merek tersebut sebagai nama domain. Pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu apa saja yang dapat dikatakan sebagai tindakan itikad buruk dalam penggunaan merek terkenal sebagai nama domain dan bagaimana WIPO Arbitration & Mediation Center menyelesaikan penggunaan merek terkenal yang didaftarkan sebagai nama domain di internet. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai tindakantindakan yang dapat dikatakan sebagai tindakan itikad buruk dalam penggunaan merek terkenal sebagai nama domain dan menyajikan analisa hukum dalam penyelesaian sengketa antara merek dan nama domain yang terjadi di internet dan penerapannya untuk penyelesaian sengketa di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode normatif, dengan menggunakan metode pendekatan kasus dan perbandingan. Simpulan dalam penelitian ini yaitu tindakan itikad buruk dalam penggunaan merek terkenal sebagai nama domain adalah tindakan pendaftaran merek terkenal sebagai nama domain yang didasarkan pada tujuan untuk menjual, menyewakan, atau memindahkan hak atas nama domain tersebut kepada pemilik merek atau saingan bisnisnya dengan sejumlah harga, untuk mencegah pemilik merek mendaftarkan merek miliknya sebagai nama domain di internet, mengganggu bisnis atau usaha yang sedang dijalankan oleh saingannya, serta menarik dan mengarahkan para pengguna internet kepada situs milik pendaftar nama domain untuk tujuan komersial. Itikad buruk juga dilihat dari pendaftaran yang dilakukan secara tidak wajar atau tidak jujur, yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain dan menyesatkan konsumen. Penyelesaian sengketa melalui WIPO Arbitration & Mediation Center menggunakan metode arbitrase dan mediasi dengan beracuan pada ketentuanketentuan yang terdapat dalam Uniform Dispute Resolution Policy yang diadopsi oleh ICANN.

Well-known marks have a high reputation and tend to be imitated, falsified or misused by parties who do not have rights or legitimate interest to the mark. The use of well-known mark without the right or legitimate interest such as also occurs in the Internet. Mark is used as a domain name that is used as the address of the Website of the company with the aim to promote their products and allow customers to remember the company website. The principle of domain name registration is first come first served. This principle is exploited by some parties to hitchhike the well-known of a mark by registering the mark as a domain name. The main problems of this research are what kind of action that can be said as an act of bad faith in the use of well-known marks as domain names and how does The WIPO Arbitration and Mediation Center resolve the dispute over the use of the well-known marks that are registered as domain names in the Internet. The purposes of this research are to obtain information about actions that can be said as an act of bad faith in the use of well-known marks as domain names and present a legal analysis of the settlement of disputes between well-known marks and domain names in the Internet and its use for dispute settlement in Indonesia. The method used in this research is the normative method, using the case and comparative approach. The conclusions in this research are the acts of bad faith use of well-known marks as domain names are the actions of well-known mark’s registration as domain names based on the purpose to sale, lease or transfer its right over the domain name to the well-known mark’s owner or its business competitor with a number of price, in order to prevent the proprietor of the wellknown marks to register their marks as a domain name on the Internet, disrupt the business that are run by its rivals, and to attract and direct users of Internet to its site for the commercial gain. This bad faith can also be seen from the registration conducted in an unnatural or dishonesty, which resulted in losses for others and mislead the consumers. The settlement of well-known marks and domain name’s dispute through WIPO Arbitration and Mediation Center is uses the method like arbitration and mediation by using the provisions of the Uniform Dispute Resolution Policy adopted by ICANN.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27874
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
UI-IJIL 6 (1-4) 2008/2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jeannette Sutandi
"Internet memungkinkan kita untuk saling berbagi informasi melalui media situs web. Setiap situs web mempunyai alamat yang unik, yaitu nama domain. Karena sifatnya yang unik tersebut, seringkali mengakibatkan dua atau lebih berkeinginan untuk menggunakan nama domain tersebut. Hal ini akan menyebabkan sengketa nama domain. Contoh sengketa nama domain yang terjadi yaitu steviewonder.com. permasalahan yang dibahas dalam tesis ini mengenai apakah nama domain dipersepsikan sama dengan merek. Selain itu juga diteliti Sejauh mana hak seseorang mengenai legitimate interest diakui, dimana khususnya mengenai perolehan nama domain orang terkenal yaitu dalam kasus steviewonder.com upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh Respondent (pihak Indonesia) dalam hal perolehan nama domain yang terlanggar di masa yang akan datang. Hal ini mengingat bahwa putusan arbitrase tersebut parsial atau berat sebelah dimana pihak Indonesia dapat mengupayakan hukum agar membatalkan pengalihan nama domain yang telah diputuskan oleh arbitrase. Penelitian ini digunakan dengan metode penelitian yuridis normatif berdasarkan kajiankajian teori yang ditemukan dalam data sekunder dengan menggunakan bahan primer, bahan sekunder dan bahan tertier. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Respondent memiliki legitimate interest sesuai dengan pengaturan paragraf 4 (ii) Uniform Dispute Resolution Policy, dengan demikian Respondent dapat melakukan upaya hukum terhadap pembatalan nama domain sesuai dengan Konvensi New York Artikel 1 (b) dan paragraf 3 (la) uniform dispute resolution policy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2004
S24232
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, Indra Jaya
"Maraknya permasalahan hukum dalam perdagangan khususnya tentang pelanggaran merek, mendorong Pemerinlah untuk melakukan pengaturan merek dalam hubungannya dengan penegakan hukum di Indonesia. Salah satu upaya Pemerinlah tersebut dituangkan dalam Undang-Undang RI Nomor.15 tahun 2001 tentang Merek. Undang - Undang RI Nomor.15 tahun 2001 tentang Merek, ini diperlukan sebagai pengaturan yang memadai tentang merek guna memberikan perlindungan bagi pemegang merek dagang maupun merek jasa.
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ; kriteria apakah yang dipakai untuk menentukan terjadinya penggunaan merek tanpa hak/pemalsuan merek, bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh Dit.Jen Hak Kekayaan Intektual Departemen Hukum dan HAM RI, Direktorat Merek terhadap merek terkenal, bagaimana proses pembuktian terjadinya penggunaan merek tanpa hak di Indonesia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, dan pendekatan deskTiptif kualitatif. Pendekatan yuridif normati dipergunakan dalam usaha menganalisis data dengan mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat.dalam Persetujuan TRIPs, Konvensi Paris khususnya yang berkaitan dengan merek atau trademark dan Peraturan Undang-undang tentang Merek yang berlaku di Indonesia yang dimulai sejak lahimya Undang-Undang RI Nomor.21 tahun 1961 sampai dengan Undang-Undang RI Nomor.I5 tahun 2001, dokumen lainnya seperti buku, majalah, jurnal dan basil penelitian lain dengan pembaca dan mengkaji literature yang relevan dengan materi penelitian.
Penelitian kualitatif yaitu melakukan penelitian langsung ke obyek yang dapat memberikan informasi dan data, dengan mewawancarai respon dart masyarakat yang meliputi unsur Penyidik POLRI; Penitera Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman dan HAM RI, dalam hal ini Direktorat Merek.
Berdasarkan pembahasan dapat diperoleh basil sebagai berikut:
1. Kriteria terjadinya penggunaan merek tanpa hal/pemalsuan karena adanya unsur
a. Dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak Iain untuk barang dan/jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan.
b. Dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang danlatau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan.
2. Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal dilakukan dengan penerapan Undang-Undang RI Nomor.i5 Tahun 2001 tentang Merek yang menyalakan bahwa merek tidak dapat terdaftar pada Direktorat Merek apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur :
a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum.
b. Tidak memiliki daya pembeda
c. Teiah menjadi milik umum
d. Merupakan kelerangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
3. Proses pembuktian terjadinya penggunaan merek tanpa hak didasarkan pada ketentuan Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dalam hal ini Pasal 90, dan 91, yakni Pasal 90 mengatur tentang pelanggaran penggunaan merek tanpa hak pada keseluruhannya dan Pasal 91 mengatur tentang penggunaan merek tanpa hak pada pokoknya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T19188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Juwita
"Merek yang berasal dari nama orang sering digunakan dalam dunia usaha karena dapat menimbulkan kesan yang lebih personal bagi konsumen. Namun merek tersebut dapat memiliki banyak kesamaan dengan merek-merek lainnya karena sifat nama yang umum dan sangat mungkin dimiliki oleh lebih dari satu orang. Pihak lain yang kebetulan memiliki nama yang sama dapat memiliki kepentingan untuk mengklaim dirinya terkait dengan suatu usaha. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan nama orang terkenal dalam pendaftaran merek di Indonesia. Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan teknik pengumpulan bahan hukum berupa studi Pustaka dan wawancara. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa definisi dan kriteria untuk dapat dikatakan sebagai orang terkenal belum diatur secara eksplisit dalam Perundang-undangan di Indonesia. Dalam proses pemeriksaan permohonan pendaftaran merek, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual menggunakan kriteria sendiri untuk dapat menentukan terkenal atau tidaknya seseorang. Hal ini dapat menimbulkan kekeliruan untuk kedepannya. Maka dari itu, perlu diadakan ketentuan yang mengatur mengenai cakupan untuk dapat dikatakan sebagai orang terkenal.

A brand name that is derived from a persons name is often used in the business world as it gives the consumer a more intimate impression. However, that brand name may have a lot in common with other brand names as those names are common and they are most likely owned by more than one person. Other parties who happen to share the same name may have an interest in claiming that they themselves are related to said business. Because of that, this study aims to analyze the use of famous people’s names in trademark registration in Indonesia. In this study, the author will use a normative juridical research method with legal material collection techniques in the form of library studies and interviews. The result of this study will show that the definition and criteria to be a famous person has not been explicitly regulated in the Indonesian legislation. In the process of examining the applications for the trademark registration, the Directorate General of Intellectual Property will use their own criteria to define whether a person is famous or not. This matter may cause misunderstandings in the future. Therefore, it is necessary to have provisions that will regulate the scope of being a famous person."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warsifah
"Penggunaan merek bagi dunia usaha perdagangan mempunyai arti penting, yaitu untuk menjamin kualitas barang yang dikeluarkan oleh pabrik atau penjualnya, dan juga dipakai untuk membedakan barang yang satu dengan barang yang lain yang sejenis. oleh karena itu penggunaan merek, harus dilakukan oleh pihak yang menurut ketentuan Undang-undang berhak untuk memakai merek. Hak atas merek adanya, tergantung pada sistem yang dianut oleh UU dari suatu negara. Di Indonesia hak atas merek itu ada berdasarkan pendaftaran. Sistem ini dikenal dengan nama Sistem Konstitutif yang dianut oleh UU Merek Nomor 19 Tahun 1992. Sistem Konstitutif ini menggantikan Sistem Deklaratif yang berlaku pada era UU Merek lama. Adapun tujuan dari perubahan sistem yang dianut ini, dalam penjelasan UU Merek Nomor 19 Tahun 1992 dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian hukum bagi pemilik merek. Tetapi ada beberapa ketentuan dalam UU Merek yang tidak sejalan dengan kepastian hukum yang ingin dicapai tadi. Khususnya mengenai ketentuan pembatalan merek yang telah terdaftar yang diatur dalam Pasal 56, di mana dalam gugatan pembatalan itu dasarnya sama dengan dasar pemeriksaan substantif pemeriksaan merek yaitu alasan-alasan yang disebut dalam Pasal 5 dan Pasal 6. Keadaan ini tidak konsisten dengan ketentuan UU, bahwa hak atas merek tercipta dengan diterimanya pendaftaran, yang mana akibat hukum dari pendaftaran, melarang pihak lain, tanpa izin dari pemilik merek yang berhak, untuk menggunakan merek baik keseluruhan maupun pokoknya. Pelanggaran dari ketentuan ini digolongkan melakukan persaingan curang. Untuk perbuatan persaingan curang dapat dituntut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum yaitu di bidang perdata dapat digugat Pasal 1365 KUH Perdata. Untuk bidang pidana dapat dituntut Pasal 382 bis dan Pasal 393 KUH Pidana. Dengan berlakunya UU Merek baru sanksi untuk persaingan curang ini terdapat dalam Pasal 81 sampai dengan Pasal 83. Dari hasil penelitian diketahui, bahwa merek-merek yang terdaftar tanpa hak umumnyg banyak terjadi pada era UU No. 21 Tahun 1961, sehingga banyak terjadi gugat-menggugat sesama pemilik merek terdaftar, sebagai akibat dari perubahan sistem yang dianut. Untuk merealisasikan kepastian hukum dalam sistem konstitutif, sehingga dapat mencegah terjadinya persaingan curang di bidang merek, sekaligus juga untuk memberikan perlindungan hukum kepada pemilik merek terdaftar, perlu pengaturan dan penjabaran lebih lanjut beberapa ketentuan dalam UU Merek No. 19 Tahun 1992."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pintaulim Davina W.
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai tahap baru dalam penamaan domain
name, yaitu new generic top level domain, dan mekanisme pengelolaan
domain name. Bagaimana sistem perlindungan terhadap hak kekayaan
intelektual lainnya. Tesis ini membahas mengenai awal dimulainya
pengelolaan domain name dan membahas mengenai polemik mengenai
?ID.NIC? yang didaftarkan menjadi merek dimana ?ID.NIC? tersebut dalam
sistem internet merupakan registrar. Penelitian ini adalah normatif,
komparatif dan kualitatif. Hasil penelitian menyarankan bahwa
Internasionalized Domain Name (IDN) akan menawarkan banyak peluang
baru dan manfaat bagi pengguna Internet di seluruh dunia dengan
memungkinkan mereka untuk membangun dan menggunakan domain name
dalam bahasa asli masing-masing negara dan skrip mereka. Salah satu
perlindungan yang diberikan oleh ICANN yaitu terhadap pemegang merek
dan kepentingan registrar dengan cara membentuk Clearinghouse Merek.
Clearinghouse merek ini yang akan menerima dan memastikan mengenai
hak-hak dan mendukung klaim terhadap merek dagang dan jasa yang
diperlukan dalam semua new generik Top Level Domain (gTLD) dan
diharapkan memainkan peran penting dalam peluncuran program tersebut
dan memastikan perlindungan hak merek dagang yang sedang berlangsung.
Terhadap analisa kasus merek ?.ID.NIC? yang terjadi, bahwa registry
Country Code Top Level Domain tidak dapat didaftarkan sebagai suatu
merek. Menurut penulis APJII telah melanggar konsepsi kepentingan umum
yaitu kepentingan yang lebih luas dari kepentingan si penyelenggara sistem
yakni kepentingan semua pengguna sistem yang mencakup tidak hanya
kebutuhan untuk ketersediaan informasi publik sebagai barang umum
(common good) melainkan juga keberadaan sistem informasi atau
komunikasi bagi komunitas internet selaku pengguna karena APJII
mendaftarkan ?ID.NIC? sebagai merek, sehingga orang lain yang ingin
menggunakan ?ID.NIC? sebagai turunan dari TLD tersebut tidak dapat
mengaksesnya"
2012
T30252
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nabila Azzahra Abdul Kadir Said Alwini
""upcycling" dalam tren fesyen untuk mendukung kehidupan yang lebih berkelanjutan. Upcycling adalah kegiatan mengubah atau memodifikasi barang bekas menjadi barang baru dengan nilai tambah. Diharapkan upcycling dapat memperlambat produksi limbah fashion yang mencemari lingkungan dan mengurangi fast fashion. Dalam industri fesyen, upcycling dianggap sebagai tren yang revolusioner karena produk upcycling menawarkan nilai keunikan dan kreativitas. Meskipun gerakan upcycling dianggap bermanfaat bagi lingkungan dan industri fesyen, tetapi muncul isu hukum kekayaan intelektual ketika barang bekas merek terkenal digunakan untuk upcycling. Penggunaan barang bekas bermerek terkenal dianggap dapat merusak citra, reputasi, dan kredibilitas merek terkenal. The Agreement on Trade-Related of Intellectual Property Rights Pasal 6 mengatur bahwa negara anggota dapat menggunakan prinsip exhaustion untuk menyelesaikan sengketa kekayaan intelektual. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif untuk menganalisis apakah kegiatan upcycling terhadap barang bekas merek terkenal dapat berakibat pelanggaran merek terkenal dan apakah doktrin exhaustion dapat digunakan sebagai pembelaan oleh penjual produk upcycling untuk mempertahankan kedudukannya.Melemahnya kemampuan bumi untuk menampung pertumbuhan populasi dunia telah mendorong munculnya gerakan "upcycling" dalam tren fesyen untuk mendukung kehidupan yang lebih berkelanjutan. Upcycling adalah kegiatan mengubah atau memodifikasi barang bekas menjadi barang baru dengan nilai tambah. Diharapkan upcycling dapat memperlambat produksi limbah fashion yang mencemari lingkungan dan mengurangi fast fashion. Dalam industri fesyen, upcycling dianggap sebagai tren yang revolusioner karena produk upcycling menawarkan nilai keunikan dan kreativitas. Meskipun gerakan upcycling dianggap bermanfaat bagi lingkungan dan industri fesyen, tetapi muncul isu hukum kekayaan intelektual ketika barang bekas merek terkenal digunakan untuk upcycling. Penggunaan barang bekas bermerek terkenal dianggap dapat merusak citra, reputasi, dan kredibilitas merek terkenal. The Agreement on Trade-Related of Intellectual Property Rights Pasal 6 mengatur bahwa negara anggota dapat menggunakan prinsip exhaustion untuk menyelesaikan sengketa kekayaan intelektual. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif untuk menganalisis apakah kegiatan upcycling terhadap barang bekas merek terkenal dapat berakibat pelanggaran merek terkenal dan apakah doktrin exhaustion dapat digunakan sebagai pembelaan oleh penjual produk upcycling untuk mempertahankan kedudukannya.

The declining capability of the earth to support the world's population has led to the emergence of the sustainable fashion trend of "upcycling". Upcycling involves modifying used goods to create new ones with added value, with the goal of slowing down the fashion industry's disposal of waste and reducing the fast fashion movement. Although upcycling is considered revolutionary, there is a legal issue when using second-hand goods from well-known trademarks. Although the upcycler legally owns the product, the use of goods from well-known trademarks in their upcycling product could damage the well-known trademark reputation and cause consumer confusion when they sell it. The exhaustion principle is outlined in the Agreement on Trade-Related of Intellectual Property Rights Article 6 and said it may be used to settle intellectual property disputes. With juridical normative research method, this thesis will analyze whether there is a trademark infringement in the activity of upcycling using used goods from well-known trademarks. This thesis will also analyze whether the exhaustion doctrine can be used to solve the matter that arises. Moreover, can it be utilized as a defense argument for the upcycler in court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>