Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64597 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Soekardono
Jakarta: Dian Rakyat, 1981
343.096 SOE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soekardono
Jakarta: Dian Rakyat, 1969
343.096 SOE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Warsono
"Inpres no. 5 tahun 2005 mengenai asas cabotage menuntut galangan kapal nasional untuk dapat meningkatkan baik kapasitas produksi maupun reparasi kapal nasional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola klaster industri perkapalan dalam rangka mendorong daya saing industri perkapalan nasional. Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan menggunakan studi literatur melalui seminar maupun buku terbitan Departemen Perindustrian, IPERINDO, dan pihak-pihak terkait lainnya. Klaster industri perkapalan ini diharapkan mampu meningkatkan produktifitas dan daya saing industri perkapalan nasional seperti yang telah dibuktikan oleh beberapa negara lain.

Presidential Instruction no. 5 of 2005 concerning the cabotage principle requires a national shipyard to be able to increase both production and repair capacity of the national board. The purpose of this study to determine the pattern of the shipbuilding industry cluster in order to encourage the competitiveness of the national shipping industry. The method used is by using literature studies through seminars and books published by the Ministry of Industry, IPERINDO, and other relevant parties. Shipbuilding industry cluster is expected to increase the productivity and competitiveness of the national shipping industry as it has been demonstrated by several other countries."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1952
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Ramdhani
"Serangan terhadap kapan tanker ‘Limburg’ milik Perancis oleh sekelompok teroris pada tahun 2002, serangan terhadap ‘USS Cole’ oleh sebuah kapal kecil yang terisi penuh oleh bahan peledak pada tahun 2000, serangan 11 September 2001 kepada Amerika Serikat, dan beberapa serangan lainnya telah menyadarkan dunia akan pentingnya sebuah standar keamanan bagi pelabuhan, terutama pelabuhan yang digunakan dalam pelayaran internasional. Dunia internasional bergerak cepat dalam merespon serangan-serangan tersebut dengan melakukan amandemen terhadap Chapter XI-2 SOLAS yang melahirkan sebuah standar keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan yang digunakan dalam pelayaran internasional bernama ISPS Code. Skripsi ini membahas mengenai standar keamanan fasilitas pelabuhan yang diatur dalam ISPS Code, beserta implementasinya di pelabuhan-pelabuhan besar di dunia maupun di Indonesia.
The attack on the French tanker ‘Limburg’ by the group of terrorist in 2002, the ramming of ‘USS Cole’ by a small boat laden with explosives in 2000, September 11th attack on United States, and several other attacks has reminded the people of the world about the importance of the security measurement for the port, especially for the port that used for international navigation. International society has responded quickly to those attacks by amending Chapter XI-2 SOLAS that developing a new measures for ship and port facility security named ISPS Code. This thesis discusses security measure in port facility security regulated by ISPS Code, and the implementation of the code in several big ports around the world and Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58682
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siswoyo
"BASTRAK
Pada Repelita VI Tahun 1994-1999 telah dicanangkan sasaran jasa-jasa di luar sektor minyak dan gas bumi, yang berupa jasa nonfaktor dan pendapatan faktor. Namun demikian, pada perencanaan sasaran tersebut dijumpai adanya nilai defisit yang semakin membesar, yaitu pada pengangkutan, biaya angkutan, dan jasa-jasa lain, serta bunga dan transfer keuntungan penanaman modal asing dan bank asing. Sementara itu, pada sektor jasa perjalanan, pariwisata, dan transfer tenaga kerja menunjukkan perangkaan yang selalu surplus.
Pokok masalah dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor internal dan eksternal apa yang mendukung dan menghambat usaha pelayaran nasional Indonesia, apakah Paket November 21 Tahun 1988 dapat meningkatkan usaha pelayaran di Indonesia, dan strategi apa yang harus ditempuh oleh pemerintah untuk menumbuhkembangkan usaha pelayaran nasional Indonesia di masa yang akan datang ?
Data yang digunakan sebagai bahan analisis diperoleh dari data sekunder dengan mengumpulkan laporan-laporan, buletin-buletin, dan pustakan lain yang kompeten dengan usaha pelayaran di Indonesia. Penelitian ini juga dilengkapi dengan data yang diperoleh dari hasil wawancara yang mendalam dengan para pengambil keputusan yang berkepentingan dengan usaha pelayaran. Wawancara dilakukan terhadap pejabat pada Direktorat Jenderal Lalulintas Angkutan Laut dan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat INSA.
Berdasar hasil analisis menunjukkan bahwa Paket November 21 Tahun 1988 mempunyai pengaruh yang besar dan positif terhadap usah pelayaran di Indonesia, seperti jumlah perusahaan pelayaran dan nonpelayaran mengalami peningkatan dan pangsa dan laju pertumbuhan jumlah dan kapasitas kapal pada armada pelayaran internasional meningkat. Namun demikian, perlu diakui pula bahwa kebijakan ini juga mempunyai dampak yang negatif, seperti ekses demand tenaga kerja pelaut profesional disubstitusi oleh tenaga kerja asing.
Sehubungan dengan penerapan Paket November 21 Tahun 1998, saran yang disampaikan adalah Indonesia harus mempercepat pengembangan kapal samudera modern yang bertonase besar. Tranparansi kinerja industri strategis perkapalan harus ditingkatkan. Pemerintah perlu melakukan diplomasi anti dumping terhadap operasionalisasi kapal oleh negara pemilik kapal atau perusahaan.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Jannati
"Indonesia telah memberlakukan cabotage, suatu konsep atau asas yang melarang
kapal asing ikut serta dalam pelayaran domestik di sepanjang perairan pesisir
negara pantai, sejak tahun 2005 dan diperkuat dengan UU No. 17 tahun 2008
tentang Pelayaran, agar tercipta pelayaran nasional yang kuat. Pada saat
pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (sekarang Undang-Undang),
muncul kembali perdebatan perlu atau tidaknya cabotage diatur dalam UU Cipta
Kerja. Penelitian ini membahas alasan-alasan negara memberlakukan cabotage
khususnya dalam bidang pelayaran; dan membandingkan kebijakan cabotage di
Indonesia dengan kebijakan serupa di Amerika Serikat dan Malaysia. Dengan
menggunakan penelitian yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undangan
(statutory approach) dan perbandingan (comparative approach), hasil penelitian
ini menyimpulkan bahwa setidaknya terdapat enam alasan negara memberlakukan
cabotage yaitu alasan strategi, ekonomi, operasional, pemasaran, pendidikan, dan
lingkungan. Keenam alasan ini akan dituangkan dalam kebijakan (policy) cabotage
yang ketat (strict/protectionist cabotage) atau longgar (relaxed/liberal cabotage).
Hasil penelitian ini juga menyimpulkan bahwa pada awalnya baik Indonesia,
Amerika Serikat maupun Malaysia memberlakukan kebijakan cabotage yang ketat
(strict cabotage), walaupun kemudian Malaysia menghapuskan cabotage di
beberapa negara bagiannya sejak tahun 2017; diikuti oleh Indonesia pada tahun
2020 dengan membuka kesempatan bagi kapal asing untuk ikut serta dalam
pelayaran domestik sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja. Perubahan ini
membuat Malaysia dan Indonesia termasuk ke dalam negara dengan kebijakan
cabotage yang liberal, sedangkan Amerika Serikat masih tetap dengan kebijakan
cabotage-nya yang ketat.

Indonesia has enacted cabotage since 2005, a conception or principle that prohibits
foreign vessels involved in the domestic shipping of a coastal state, then it was
inserted in Law No. 17 of 2008 concerning Shipping. The inclusion of such
provision in the Law aimed to create a strong national shipping. When government
prepared the Job Creation Bill (now Job Creation Law), there was a debate as to
whether the cabotage will still be governed in the Job Creation Law. This thesis
discusses the rationale for the enactment of cabotage in a state particularly in its
shipping sector; and cabotage policy in Indonesia by comparing it with the United
States and Malaysia. By conducting a normative juridical method with statutory
and comparative approaches, the thesis concludes that there are at least six reasons
of a state to impose cabotage, namely strategic, economic, operational, marketing,
educational, and environmental reasons. These six reasons will then be stated in
cabotage policy or law as a strict or protectionist cabotage; or a relaxed or liberal
cabotage. This thesis also concludes that initially, Indonesia, the United States and
Malaysia imposed a strict cabotage policy, although later on in 2017, Malaysia
decided to abolish cabotage in several of its states. It is followed then by Indonesia
in 2020 by providing opportunities for foreign vessels to participate in the domestic
shipping as regulated in the Job Creation Law. This policy change has made
Malaysia and Indonesia are considered as states with relaxed/liberal cabotage
policy, while the United States remains as strict cabotage policy.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Farhan
"Tesis ini membahas untuk memahami bagaimana penerapan konsesi pada area pelabuhan bagi BUMN sektor kepelabuhanan, baik terhadap kegiatan pengusahaan sebelum maupun setelah berlakunya UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, guna selanjutnya menganalisis secara yuridis atas akibat hukum dari pelaksanaan rencana Restrukturisasi BUMN sektor Kepelabuhanan terhadap pemberlakuan Konsesi Kepelabuhanan pada Pelabuhan yang telah diusahakannya sebelum berlakunya UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Penelitian ini juga membahas mengenai alternatif skema rencana Restrukturisasi yang memungkinkan bagi BUMN Kepelabuhan beserta langkah-langkah persiapan dan akibat hukum yang berpotensi timbul atas masing-masing skema tersebut. Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif yang mengacu dan bersumber pada hukum positif tertulis di Indonesia, dengan tipe penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif-analitis. Hasil penelitian menyarankan bahwa terhadap rencana Restrukturisasi BUMN Kepelabuhanan, Pemerintah diharapkan dapat secara konsisten menjalankan asas kepastian hukum tersebut kepada BUMN Kepelabuhanan tersebut dengan tetap memberikan hak menyelenggarakan kegiatan pengusahaan di Pelabuhan yang telah diselenggarakan sebelum berlakunya UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan juga kewenangan untuk tetap memperoleh Hak Pengelolaan (HPL) atas tanah, dengan cara mengeluarkan kebijakan khusus pemberian perlakuan yang sama dengan BUMN kepada PT Pelindo I, II, III dan IV (Persero) melalui Peraturan Pemerintah.

This thesis analyzes to understand how the application of concessions in the port area for BUMN in the port sector, both for business activities before and after the enactment of Law Number 17 of 2008 concerning Shipping, in order to further juridically analyze the legal consequences of the implementation of the port sector BUMN Restructuring plan against Port Concessions in Ports that have been attempted before the enactment of Law Number 17 of 2008 concerning Shipping. This study also analyzes the alternative schemes of a possible restructuring plan for port SOEs along with preparatory steps and legal consequences that could potentially arise for each of these schemes. This research is juridical-normative research which refers to and is based on written positive law in Indonesia, with the type of research that will be used in this research is descriptive-analytical research. The results of the study suggest that with regard to the Port Restructuring BUMN plan, the Government is expected to be able to consistently carry out the principle of legal certainty to the Port State-Owned Enterprise (BUMN) by providing the right to carry out business activities in the Port that was held before the enactment of Law No. 17 of 2008 concerning Shipping and also the authority to continue obtaining Hak Pengelolaan (HPL) on land, by issuing a special policy for providing equal treatment with SOEs to PT Pelindo I, II, III and IV (Persero), through the issuance of Government Regulations."
2019
T54332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumaksono Gito Kusumo
"ABSTRAK
Revitalisasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Sebagai Upaya Terwujudnya Negara Maritim Indonesia (Kajian Yuridis Terhadap Hukum Positif di Indonesia), Dosen Pembimbing: Prof. Melda Kamil Ariadno, SH., LL.M., Ph.D. Penulisan ini bertujuan untuk mendiskripsikan dan menganalisa materi muatan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, mengetahui dan menganalisa masalah strategis terkait materi muatan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan menganalisa dan mengkaji serta menemukan alternatif solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah strategis terkait materi muatan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Metode penelitian yang digunakan di dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif (normative legal research) dengan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan (policy oriented approach) dan sekaligus pendekatan yang berorientasi pada nilai (value-oriented approach). Metode analisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis isi (content analisys) yaitu dengan mencermati substansi perundang-undangan dan berbagai doktrin, teori-teori Hukum dan melakukan interpretasi secara gramatikal, ekstensif dan analogi terhadap doktrin dan teori tersebut dalam mengkaji substansi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan diketahui bahwa UU Pelayaran menggabungkan 5 (lima) aspek yaitu kepelabuhanan, navigasi, hipotek atas kapal, keamanan dan keselamatan, dan pelayaran menjadi satu undangundang. Terkait dengan hal itu, terdapat berbagai permasalahan strategis terkait materi muatan UU Pelayaran, diantaranya yaitu inkonsistensi Pengaturan Kegiatan Pengusahaan di Pelabuhan, inkonsistensi Penerapan Asas Cabotage (dispensasi penggunaan kapal asing untuk kegiatan angkutan laut dalam negeri dan divestasi kepemilikan saham milik asing lebih dari 50% (lima puluh persen pada perusahaan pelayaran nasional), ketentuan penandatanganan perjanjian kerja laut multitafsir, belum terbentuknya badan penjagaan laut dan pantai (Sea and Coast Guard), lembaga pembiayaan atau perbankan asing tidak bersedia membiayai pengadaan kapal di indonesia, bertentangan dengan prinsip otonomi daerah, dan belum terbentuknya peraturan pelaksanaan UU Pelayaran. Adapun alternatif solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah strategis terkait materi muatan UU Pelayaran yaitu dengan melakukan perubahan UU Pelayaran, baik secara keseluruhan maupun secara parsial, yaitu dengan cara Uji Materiil (Judicial Review) UU Pelayaran.
Selanjutnya yaitu saran yang dapat diberikan oleh penulis terkait dengan hasil pembahasan dan kesimpulan adalah Pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pelaksanaan dari UU Pelayaran, melakukan perubahan terhadap UU Pelayaran, dan selaku pembuat kebijakan (policy maker) khususnya dalam membuat kebijakan yang terkait dengan pelayaran lebih berpihak kepada pelaut dan perusahaan pelayaran nasional, serta tidak terpengaruh pada kepentingankepentingan di luar hukum seperti politik, ideologi, kepentingan golongan dan seterusnya.

ABSTRACT
Revitalization of Act No. 17 Year 2008 Concerning Shipping In An Attempt to Create The Country of Indonesian Maritime (Juridical Study Concerning Positive Law in Indonesia). Promotor : Prof. Melda Kamil Ariadno, SH., LL.M., Ph.D. This research is intended to describe and analyze the provision under Act No. 17 Year 2008 Concerning Shipping as mentioned above. It is also intended to understand and analyze strategic problems regarding Act No. 17 Year 2008.
Furthermore it is also intended to analyze, review, and find an alternative solution which can eventually be used to sort out strategic problems regarding the provision or content of Act No. 17 Year 2008 Concerning Shipping.
The research method used in this research is normative legal research by using policy oriented approach and value oriented approach. The method of data analysis used in this research is based on content analysis. It is conducted by examining the content of a number of legal rules, doctrines, legal theories. It is also conducted by doing gramatical and extensive interpretation as well as analogy concerning doctrines and theories as mentioned above in reviewing the content of Act No. 17 Year 2008 Concerning Shipping. According to the research, Act No. 17 Year 2008 Concerning Shipping combines 5 aspects, namely port, navigation, mortgage on ships, safety, security, and shipping under single governing body of law. In that regard, there are a number of strategic problems regarding the content of Act No. 17 Year 2008 Concerning Shipping. Among those examples are inconsistency concerning the rules of the activities of enterprise in port, inconsistency concerning the implementation of the principle of cabotage (dispensation on the usage of foreign ships for domestic shipping and divestment of foreign share ownership more than 50% (fifty percent on domestic shipping enterprise), multiple interpretations concerning the provision on the signature of work agreement, sea and cost guard have not been established, fund institution and foreign banks are not willing to fund ship procurement in Indonesia. Furthermore, the violation of the principle of regional autonomy, and the subsequent rules of Act No. 17 Year 2008 Concerning Shipping has also not been issued. The alternative solution to resolve the issue concerning the strategic problems on the content of Act No. 17 Year 2008 Concerning Shipping is by doing judicial review, either partially or entirely, on the content of Act No. 17 Year 2008 Concerning Shipping.
My conclusion and recommendation of this research is that the government needs to issue the subsequent rules of Act No. 17 Year 2008 Concerning Shipping and as a policy maker, especially in the field of maritime and shipping matters, the government needs to be concerned more about sailors and national shipping enterprise. They are not supposed to be affected by political, ideological, and other non legal interests.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45102
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Usindi T. Soekatjo
"Yang menjadi dasar tanggung jawab pengangkut (darat, laut dan udara) dalam sistem hukum kontinental adalah adanya perjanjian pengangkutan. Dilihat dari jenis prinsip-prinsip tanggung jawab pengangkut yang dikenal di dunia ini, yang berlaku di Indonesia adalah prinsip tanggung jawab mutlak. Perjanjian pengangkutan itu sendiri merupakan kesepakatan antara pengangkut dan penumpang; pengangkut berkewajiban untuk mengangkut penumpang tiba di tempat tujuan dengan selamat, sedangkan penumpang berkewajiban memberikan upah pengangkutan kepada pengangkut. Konsekuensi adanya perjanjian pengangkutan ini menimbulkan kewajiban bagi pengangkut untuk mencapai suatu hasil, bukan hanya sekedar menyelenggarakan pengangkutan. Jika kewajiban tersebut tidak terlaksana dengan baik, pengangkut dinyatakan melakukan wanprestasi (Pasal 1243 KUHPer). Bukti adanya perjanjian pengangkutan adalah karcis penumpang (Pasal 85 Ayat (2) Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran). Merupakan kewajiban pengangkut untuk mengasuransikan tanggung jawabnya itu; jika tidak mengasuransikannya, pengangkut akan dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 6.000.000,- (Pasal 86 Ayat (3) juncto Pasal 124 Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran). KUHP secara tegas melarang pengangkut untuk tidak bertanggung jawab sama sekali atau terbatas untuk segala kerugian yang disebabkan oleh alat pengangkutannya, laik laut kapal, dan tidak cukupnya pengawasan dalam kapal. Penumpang yang hendak menggunakan jasa pelayaran PT PELNI dibebani kewajiban untuk membayar iuran wajib dan premi asuransi tambahan, setiap kali membeli karcis kapal laut. Kewajiban penumpang untuk membayar sendiri asuransinya tersebut diatur dalam Pasal 3 Ayat (la) Undang-Undang No. 33 Tabun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan. Itu sebabnya PT PELNI tidak memberikan ganti kerugian kepada penumpang yang mengalami musibah kapal, kecuali untuk musibah kapal yang dinyatakan sebagai musibah nasional (misalnya tenggelamnya Kapal Tampomas II). Ganti kerugian yang diberikan oleh pihak asuransi (PT Jasa Raharja, PT Jasaraharja Putera dan PT Arthanugraha) dalam hal terjadinya kecelakaan kapal laut, adalah untuk kematian, cacat tetap, biaya rawatan, dan biaya penguburan."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>