Ditemukan 39249 dokumen yang sesuai dengan query
Eisenstatt, S.N.
London: Routledge & Kegan Paul, 1954
325.569 4 EIS a
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Hanif Eka Cahyono
"Tesis mi membahas karakteristik pemerolehan visa kerja bagi orang asing lulusan universitas di Jepang. Penehtian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan data sekunder dan The Japan Institute of Labor Policy and Training. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemerolehan visa kerja bagi orang asing lulusan universitas di Jepang dapat menjelaskan kebutuhan perusahaan Jepang akan tenaga kerja asing. Internasionalisasi yang dilakukan oleh perusahaan Jepang menyebabkan perusahaan Jepang membutuhkan tenaga kerja asing yang memiliki pengetahuan mengenai kebudayaan asing agar dapat bersaing dalam skala internasional dan memperlancar transfer pengetahuan dan teknologi.
The study is focus on characteristics of working visa acquirement for formerinternational students in Japan. This research is descriptive interpretative by using secondary data from The Japan Institute of Labor Policy and Training. The research shoes that wormng visa acquirement could explain Japanese company needs of foreign worker Foreign workers are needed by internationalize Japanese companies in order to compete in international level and to facilitate tranfer of knowledge and technology."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dwi Susilo Komar
"Skripsi ini mendeskripsikan fenomena sosial mengenai migrasi sirkuler yang dilakukan oleh individu maupun kelompok individu dalam rangka memperoleh sumber daya pekerjaan di suatu wilayah yang berada di luar dari wilayah masing- masing individu itu berasal. Kegiatan untuk pergi ke suatu wilayah yang berada di luar dari wilayahnya ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan hidup, dan mereka memang tidak berniat untuk menjadi warga permanen yang menetap di wilayah tujuan. Pada suatu saat nanti, mereka akan kembali ke keluarga masing-masing yang tetap berada di wilayah asalnya. Para migran sirkuler pergi ke suatu wilayah tujuan dalam konteks penelitian ini diawali dengan bermodalkan hubungan sosial yang sudah dimiliki para aktor dengan migran terdahulu yang dikenalnya melalui hubungan sentiment (emosi). Hubungan sosial yang sudah ada ini coba diaktifkan para migran sirkuler karena hubungan sosial ini merupakan modal sosial bagai para aktor untuk memperoleh sumber daya pekerjaan yang sudah dilakoni oleh migran yang diikutinya baik sebagai buruh bangunan maupun pedagang makanan. Dari dua konteks sumber daya pekerjaan inilah akan terlihat secara jelas adanya pengelompokan sosial para aktor/migran sirkuler yang masing-masing membentuk satu kesatuan jaringan sosial.
Kemudian dalam tulisan ini pula akan dijelaskan jaringan sosial berdasarkan dua konteks sumber daya pekerjaan yang coba dibina dan diperlihara oleh para aktor, karena baik itu migran terdahulu maupun migran sirkuler, keduanya saling tergantung dan saling membutuhkan. Hubungan sosial yang terwujud, mengikat individu dalam jaringan sosial sehingga dapat diketahui logika situasional dimana adanya sejumlah pertukaran yang dijelaskan dalam hubungan power dimana adanya reward dan sanction yang digunakan dalam jaringan sosial guna mencapai suatu kepentingan dalam memenuhi kebutuhan hidup para aktor.
This thesis describe the social phenomena of circular migration by individual or groups of individuals in order to obtain employment resources in a territory that is outside of individual origin territory come from. Movement into a territory in order to appeased life need, and they, indeed, have no intend to be permanent residents in destination territory. Later, they will return to their each families who stay remain of their origin territory. Circular migrants went to a territory in the context of this research begins to capitalize on social relations have been owned by actors with previous migrants had known through sentiment relations (emotion). They tried to activated their social relations because this social relations is the social capital of actors/circular migrants to obtain employment resources that have been done by previous migrants who participated either as construction workers or food vendors. From this two context, Both will clearly show the social grouping of actors/circular migrants which each form a unity of social network.This thesis also explain social network based on two context of employment resources effort to fostered and maintained by actors, because previous migrants or circular migrants, both interdependent and well earned need each other. Social relations are materialized, binding individuals in a social network go into as to know the „logika situasional‟ which interchange explained in power relation with reward and sanction used in social network to achieve their purpose in appease life need of actors."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S43964
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Lukmanul Hakim Adhinegoro Payapo
"Tesis ini akan memfokuskan pada implikasi kebijakan suaka atau keimigrasian Perdana Menteri John Howard dan Tony Abbott yang berasal dari Partai Liberal di Australia terhadap Indonesia. Penulisan ini bertujuan untuk memahami variabel dominan yang mempengaruhi proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan suaka atau keimigrasian di Australia, kecenderungan umum perilaku politik keimigrasian di negeri kangguru tersebut, dan implikasinya terhadap hubungan bilateral dengan Indonesia dalam kurun waktu pemerintahan kedua Perdana Menteri diatas melalui beberapa kasus politik, yaitu Tampa (2001), Papua (2006), dan Operasi Kedaulatan Perbatasan (2013-sekarang). Berbicara masalah politik keimigrasian di Australia, terdapat beberapa variabel terkait masalah tersebut. Bob Birrell (2001), salah satu pakar terkemuka mengenai masalah politik keimigrasian di Australia mengatakan bahwa setidaknya ada 3 (tiga) unsur utama yang harus diperhatikan, yaitu masalah kepentingan, masalah hak-hak migran dan masalah kekuasaan negara. Ketiganya merupakan variabel dominan yang dapat digunakan untuk memahami politik keimigrasian diAustralia. Isu keimigrasian di Australia sangat rentan terhadap masalah politisasi, khususnya kepentingan politik domestik di negara tersebut. Politik internasional merupakan kelanjutan dari politik domestik. Politik domestik menjadi latar belakang kebijakan luar negeri suatu negara. Salah satu aspek politik domestik yang sering terkait dengan kasus internasional adalah dinamika berupa pertarungan atau konflik politik. Penanganan kasus Tampa dan Papua oleh John Howard, maupun kasus kebijakan Operasi Kedaulatan Perbatasannya Tony Abbott adalah contoh konkrit hasil dinamika politik domestik Australia tersebut. Politik keimigrasian di Australia adalah kombinasi antara kepentingan politik domestik serta kepentingan Internasional yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan keimigrasian atau Migration Act 1958 dengan beberapa amandemen parsialnya. Selain itu, momentum pemilihan umum kiranya dapat menjadi faktor determinan dalam melihat konsistensi kepemimpinan liberal Howard atau Abbott dalam menerapkan kebijakan keimigrasian atau suaka melalui referensi beberapa kasus diatas, serta implikasinya terhadap Indonesia. Australia cenderung melihat lingkungan sekitarnya dengan mata orang asing, merasa superioritas dan melihat negara-tetangga di kawasannya dengan ketakutan dan kecurigaan. Sebaliknya negara-negara sekitarnya memandang Australia bertindak seperti kekuatan kolonial. Peningkatan hubungan baik dengan Indonesia sangat diperlukan karena pada dasarnya setiap negara saling membutuhkan meskipun dalam kondisi konflik.
This thesis will focus on the policy implications of asylum or immigration Prime Minister John Howard and Tony Abbott from the Liberal Party in Australia against Indonesia. This research aims to understand the dominant variables that affect the process of formulation and implementation of asylum or immigration policies in Australia, general trend of political behavior immigration in the kangaroo country, and the implications for bilateral relations with the Indonesian government within both the Prime Minister on through several political cases, the Tampa (2001), Papua (2006), Operation Sovereignty and Border (2013-present). Talking about immigration politics in Australia, there are several variables related to the problem. Bob Birrell (2001), one of the leading experts on the issue of immigration politics in Australia said that there are at least three (3) main elements that must be considered, that is a matter of interest, issues of migrant rights and issues of state power. All three are the dominant variables that can be used to understand the politics of immigration in Australia's immigration Australia. The issues highly vulnerable to politicization, particularly domestic political interests in the country. International politics is a continuation of domestic politics. Domestic politics into the background of a country's foreign policy. One aspect that is often related to domestic politics with international cases is the dynamic form of battle or political conflict. Handling cases of Tampa and Papua by John Howard, as well as the case of Operation Sovereignty borders policy Tony Abbott is a concrete example of the results of the Australian domestic political dynamics. Immigration politics in Australia is a combination of domestic political interests and international interests outlined in the legislation on immigration or the Migration Act 1958 with some amendments partial. In addition, the momentum seems to be a general election determinant factor in seeing consistency Howard or Abbott's liberal leadership in implementing immigration or asylum policy by reference some cases above, and the implications for Indonesia. Australia tend to look at the surrounding environment with the eyes of strangers, feeling of superiority and see neighboring countries in the region with fear and suspicion. Instead surrounding states saw Australia acting like a colonial power. Improved relations with Indonesia are very necessary because basically every country need each other even in conditions of conflict."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Adhista Cahya Mustika
"Imigrasi merupakan salah satu instansi yang bergerak di bidang pelayanan publik. Meskipun demikian, Imigrasi memiliki empat fungsi keimigrasian selain pelayanan, yaitu penegakan hukum, keamanan negara, dan fasilitator pembangunan masyarakat di mana ketiga fungsi selain pelayanan kerap kali diabaikan oleh masyarakat. Hal ini menimbulkan tuntutan masyarakat yang tinggi terhadap pelayanan sehingga mengabaikan ketiga fungsi lainnya. Salah satu fungsi pelayanan yang dilaksanakan oleh Imigrasi adalah pelayanan penerbitan paspor Republik Indonesia. Dalam melaksanakan fungsi pelayanan pada proses penerbitan paspor RI, Pejabat Imigrasi juga mempertimbangkan fungsi penegakan hukum dalam bentuk pengawasan keimigrasian. Melalui proses pengawasan keimigrasian maka dimungkinkan bagi Pejabat Imigrasi untuk melakukan penundaan penerbitan paspor terhadap masyarakat yang disebabkan oleh beberapa faktor yang sejalan dengan teori hunan security atau keamanan manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab seorang Pejabat Imigrasi mengambil keputusan untuk melakukan penundaan permohonan paspor bagi masyarakat serta kendala yang dihadapi dan memberikan solusi yang tepat dalam rangka mengatasi permasalahn tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan sumber data yang diperoleh melalui kajian literatur serta pelaksanaan wawancara terhadap narasumber yang memiliki pengalaman di bidang terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan Pejabat Imigrasi melakukan penundaan terhadap penerbitan paspor antara lain berkas persyaratan permohonan kurang lengkap, pemohon memberikan keterangan tidak benar saat proses wawancara dalam rangka penerbitan paspor, pemohon terindikasi sebagai Pekerja Migran Indonesia Non-Prosedural. Adapun kendala yang seringkali dihadapi oleh Pejabat Imigrasi adalah terkait dengan keluhan yang disampaikan oleh masyarakat terkait pelayanan yang diberikan karena dinilai mempersulit sehingga memperburuk citra Imigrasi pada umumnya. Selain itu Pejabat Imigrasi menghadapi dilema dalam pelaksanaan tugasnya karena dituntut untuk memberikan pelayanan prima terhadap masyarakat namun di sisi lain tetap harus memperhatikan aspek pengawasan terhadap permohonan paspor yang diajukan oleh masyarakat dalam rangka mewujudkan human security atau keamanan manusia.
Immigration in Indonesia is known as one of institution that operates in the field of public services. However, immigration has four immigration functions apart from services, namely law enforcement, state security, and facilitator of community development, where the three functions other than services are often ignored by the community. This leads to the high expectations from the community about public services, thereby ignoring the other three functions. One of the services carried out by Immigration is the Republic of Indonesia passport issuance service. In carrying out service functions in the Indonesian passport issuance process, Immigration Officers also considering the law enforcement function in the form of immigration supervision. Through the immigration control process, it is possible for Immigration Officers to delay the issuance of passports for the public due to several factors that are in line with the theory of human security. The aim of this research is to analyze the factors that could possibly affecting the Immigration Officers decision to postpone the issuance of passport application, defining the problems that often faced by Immigration Officers and providing appropriate solutions in order to overcome these problems. This research uses qualitative methods using data sources from literature reviews and interviews with the people as informant who have experience in related fields. The result of this study showed that several factors causing Immigration Officers to postpone the passport issuance are including incomplete application requirements, the applicant providing incorrect information during the interview process in order to issue the passport, the applicant being indicated as a Non-Procedural Indonesian Migrant Workers. The problems that are often faced by Immigration Officers are related to complaints submitted by the public regarding the services provided because they are considered to be difficult and thus worsen the image of Immigration in general. Apart from that, Immigration Officers face a dilemma in carrying out their duties because they are required to provide excellent service to the community, but on the other hand they still have to pay attention to aspects of monitoring passport applications submitted by the community in order to realize human security."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Eisenman, Robert H.
Leiden: E.J. Brill, 1978
297.4 EIS i
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Arwani Ahmad
"Penelitian ini menganalisis bagaimana pengelolaan Rumah Tahanan Negara atau Rutan di Indonesia dan hubungan kewenangan dalam penempatan tahanan serta hambatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan dalam mengelola Rutan di luar lembaganya. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Rutan dikelola oleh Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan namun terdapat cabang Rutan yang dikelola oleh penegak hukum lain untuk mendukung proses hukum sesuai kewenangannya. Sehingga terdapat hubungan kewenangan antara Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan dengan penegak hukum lainnya seperti polisi, jaksa, pengadilan, Badan Narkotika Nasional, dan Komisi Pemberantasan Korupsi serta lembaga lainnya. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Rutan dikelola oleh Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan yang sebelumnya bernama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun selain Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, dapat membentuk atau menunjuk tempat lain sebagai Cabang Rutan. Saat ini terdapat Cabang Rutan pada Kepolisian, Kejaksaan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Badan Narkotika Nasional dan Komisi Pemberantasan Korupsi yang ditetapkan oleh Menteri yang pada prinsipnya merupakan Cabang Rutan dari Rutan induk milik Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Penempatan Tahanan pada Rutan ditempatkan oleh penyidik atau instansi yang melakukan penahanan baik dari Kepolisian atau lembaga yang berwenang melakukan penyidikan dan penahanan, Kejaksaan dan Pengadilan. Rutan bertanggungjawab atas fisik tahanan sedangkan tanggungjawab yuridis berada pada instansi yang melakukan penahanan. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan memiliki hambatan dalam mengelola Rutan diluar lembaganya. Hambatan tersebut yaitu hubungan koordinasi kelembagaan, regulasi pengaturan tahanan yang beragam, kepentingan penegakan hukum masing-masing instansi dan atensi masyarakat yang besar terhadap kasus tertentu.
This research analyzes how the management of State Detention Centers or Jail in Indonesia and the relationship of authority in the placement of detainees as well as the obstacles of the Ministry of Immigration and Corrections in managing Jail outside their institutions. This research is compiled using doctrinal research methods. Detention centers are managed by the Ministry of Immigration and Corrections but there are branches of detention centers managed by other law enforcement agencies to support the legal process according to their authority. So that there is a relationship of authority between the Ministry of Immigration and Corrections with other law enforcers such as the police, prosecutors, courts, the National Narcotics Agency, and the Corruption Eradication Commission and other institutions. Based on the provisions of the legislation, detention centers are managed by the Ministry of Immigration and Corrections, formerly known as the Ministry of Law and Human Rights. However, in addition to the Ministry of Immigration and Corrections, it may establish or designate other places as Detention Center Branches. Currently there are Detention Center Branches in the Police, Attorney General's Office, Directorate General of Customs and Excise, National Narcotics Agency and Corruption Eradication Commission which are determined by the Minister, which in principle are Detention Center Branches of the main Detention Center owned by the Ministry of Immigration and Corrections. Detainees are placed in detention centers by investigators or detaining agencies from the police or agencies authorized to conduct investigations and detentions, prosecutors and courts. The detention center is responsible for the physical detainees while the juridical responsibility lies with the detaining agency. The Ministry of Immigration and Corrections has obstacles in managing detention centers outside its institution. These obstacles are institutional coordination relationships, diverse detention regulations, law enforcement interests of each agency and great public attention to certain cases."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ta, Chen
New York: Secretariat Institute of Pacific Relations, 940
325.2 TA e
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Telmaizulsyatri
"Penelitian ini berfokus pada peningkatan pelayanan pemberian perpanjangan izin tinggal terbatas pada Kantor lmigrasi Klas I Khusus Jakarta Barat. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan menentukan titlk penyebab keterlambatan pelayanan pemberian izin tinggat terbatas dilihat dari struktur urganisasi, kemampuan aparat, dan sistem pelayanan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif. Model analisis dengan mengajukan sejumlah pertanyaan yang memuat unit analisis yang menjadi dasar dari pengurnpulan data. Informan dalam penelitian ini diarnbil dari pelaksana pelayanan pemberian izin tinggal terbatas dan pengurus jasa keirnigrasian yang keseluruhnya berjumlah 6 orang.
Hasil analisis penelitian yang dilakukan disimpulkan terdapat kelemahan pada struktur organisasi dan kemampuan aparat. Dari kelemahan ini yang paling menonjol terdapat pada struktur organiasasi, yaitu panjangnya birokrasi dalam pelayanan imigrasi.
This research focuses on improving the provision of extension services permanent residence permit at the Immigration Office of Special Class I West Jakarta. The aim is to determine the cause of the delay point of service provision permanent residence permit views of the organizational structure. personnel capabilities and service system. This study used a qualitative descriptive design. Analysis Model by asking a few questions that contain the basic unit of analysis is data collection. Informants in this study were taken from the services of a permanent residence permit and immigration services administrator in total amounted to 6 people. Results of analysis of research conducted conclude that there are weaknesses in the organizational structure and personnel capabilities."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T32386
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Shabrina Ayu Adani
"Penelitian ini membahas mengenai implementasi kebijakan imigrasi zero tolerance di masa Pemerintahan Donald Trump pada bulan Mei – Juni 2018. Kebijakan ini merupakan penegakan program Operation Streamline yang diinisiasikan oleh Department of Homeland Security (DHS) dan Department of Justice (DOJ) pada tahun 2005. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat eksplanatif. Penulis menggunakan teori kebijakan publik dan implementasi kebijakan untuk menganalisis secara mendalam langkah-langkah yang diambil pemerintahan Donald Trump dalam implementasi kebijakan ini. Penelitian ini menemukan bahwa kebijakan ini berhasil menekan jumlah imigran gelap yang menyeberang melalui perbatasan Meksiko-Amerika Serikat, yang berarti bahwa kebijakan ini mencapai tujuan dan sasarannya. Dalam implementasinya, kebijakan ini menuai banyak kontra dari berbagai pihak, baik dari internal Partai Republik sebagai partai pengusung Trump, masyarakat Amerika Serikat, organisasi serta asosiasi di Amerika Serikat, dan tokoh-tokoh internasional. Kebijakan ini pada akhirnya justru memiliki dampak negatif berupa terpisahnya anak dari orang tua imigran serta bengkaknya dana yang dikeluarkan untuk implementasi kebijakan. Karenanya, kebijakan ini pada akhirnya dibatalkan oleh Presiden Donald Trump dua bulan setelah kebijakan ini diimplementasikan.
This study discusses the implementation of the zero tolerance immigration policy in May to June 2018 during the Donald Trump Administration. This policy is an enforcement of the Operation Streamline program initiated by the Department of Homeland Security (DHS) and the Department of Justice (DOJ) back in 2005. This study uses qualitative method. This research uses public policy and implementation of public policies theories to analyse the steps taken by the Donald Trump Administration to implement this policy. This study finds that the zero tolerance immigration policy managed to suppress the number of illegal immigrants who tried to cross the Mexico-United States border unlawfully, which means that this policy met its goals and objectives. In its implementation, this policy received pushbacks from various parties, both from within the Republican Party, the American public, various organizations and associations in United States, and international figures. This policy ultimately had negative impacts, in the form of separating children from immigrant parents and increasing the funds spent on implementing the policy. As a result, the policy was eventually overturned by the then-President Donald Trump only two months after it was implemented."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library